Anda di halaman 1dari 21

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepatuhan Konsumsi Tablet Besi


2.1.1. Definisi Kepatuhan
Kepatuhan mengkonsumsi tablet besi didefinisikan perilaku ibu hamil
yang mentaati semua petunjuk yang dianjurkan oleh petugas kesehatan
dalam mengkonsumsi tablet besi. Kepatuhan konsumsi tablet besi diperoleh
melalui perhitungan tablet yang tersisa. Ibu hamil dikategorikan patuh
apabila angka kepatuhannya mencapai 90%. Sebaliknya ibu hamil dikatakan
tidak patuh apabila angka kepatuhannya <90% (Rahmawati dan Subagio,
2012).
2.1.2.Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Konsumsi tablet besi sangat dipengaruhi kesadaran dan kepatuhan ibu
hamil. Kesadaran merupakan faktor pendukung bagi ibu hamil untuk patuh
mengkonsumsi tablet besi secara baik (Indreswari dkk, 2008).
Menurut Rahmawati dan Subagio (2012), ada beberapa faktor yang
mempunyai andil cukup besar dalam mempengaruhi kepatuhan ibu hamil
dalam mengkonsumsi tablet besi, diantaranya adalah pengetahuan, motivasi,
pelayanan kesehatan, dan peran serta keluarga. Selain itu efek samping juga
berpengaruh besar terhadap kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi
tablet besi. Efek samping dari tablet besi antara lain mengakibatkan nyeri
lambung, mual, muntah, konstipasi, dan diare (Indreswari dkk, 2008).
Kepatuhan yang tinggi dalam mengkonsumsi tablet besi juga karena
motivasi untuk pencapaian kesehatan yang lebih baik setelah mengkonsumsi
tablet besi (Budiarni dan Subagio, 2012).
Menurut Notoatmodjo, 2003, beberapa teori lain yang telah dicoba
untuk mengungkap faktor penentu yang dapat mempengaruhi kepatuhan

7
8

konsumsi tablet besi, antara lain adalah perilaku ibu hamil, khususnya
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain :
2.1.2.1. Teori Lawrence Green (1980)
Green dalam Notoatmodjo, 2003, mencoba menganalisis perilaku
manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang
dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes)
dan faktor diluar perilaku (non behavior causes).
Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
1) Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2) Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan
sebagainya.
3) Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.
2.1.2.2. Teori Snehandu B. Kar (1983)
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa
perilaku merupakan fungsi dari :
1) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau
perawatan kesehatannya (behavior itention).
2) Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).
3) Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas
kesehatan (accesebility of information).
4) Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil
tindakan atau keputusan (personal autonomy).
5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).
2.1.2.3. Teori WHO (1984)
WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang
berperilaku tertentu adalah :
9

1) Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk


pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang
terhadap objek (objek kesehatan).
a. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman
orang lain.
b. Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau
nenek. Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan
dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
c. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap
objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang
lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau
menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap
tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu
tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh
tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti
atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang.
2) Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting
untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk
dicontoh.
3) Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu,
tenaga dan sebagainya.
4) Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-
sumber didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola
hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan.
Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama dan selalu
berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan umat
manusia (Notoatmodjo, 2003).
10

2.2. Tingkat Kecukupan Zat Besi


2.2.1.Fungsi Zat Besi
Menurut Almatsier, 2009., besi mempunyai beberapa fungsi esensial
di dalam tubuh antara lain:
 Sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh.
 Sebagai alat angkut elektron di dalam sel.
 Sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh.
2.2.2.Komposisi Zat Besi di Dalam Tubuh
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat didalam
tubuh manusia dan hewan, yaitu 3-5 gram didalam tubuh manusia dewasa.
Meskipun zat besi ini terdapat luas dalam makanan, banyak penduduk dunia
mengalami kekurangan besi. Kekurangan besi berpengaruh terhadap
produktivitas kerja, penampilan kognitif, dan sistem kekebalan (Iswanto
dkk., 2012).
2.2.3.Sumber Zat Besi
Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi-hem seperti terdapat
dalam hemoglobin dan mioglobin makanan hewani, dan besi-nonhem dalam
makanan nabati. Besi-hem hanya merupakan bagian kecil dari besi yang
diperoleh dari makanan (kurang lebih 5% dari besi total makanan), namun
yang dapat diabsorpsi dapat mencapai 25%, sedangkan nonhem hanya 5%
(Almatsier, 2009).
Sumber besi yang baik adalah makanan hewani seperti daging, ayam,
ikan, telur. Sedangkan sumber besi yang berasal dari sayuran adalah serealia
tumbuk, kacang-kacangan , sayuran hijau dan buah. Disamping jumlah besi,
perlu diperhatikan juga ketersediaan biologik (bioavailability). Besi
bersumber daging, ayam, ikan mempunyai bioavailability yang tinggi
(Arisman, 2004).
2.2.4.Penyerapan Zat Besi
Menurut Almatsier, 2009, tubuh sangat efisien dalam penggunaan
besi. Sebelum diabsorpsi, didalam lambung besi dibebaskan dari ikatan
organik seperti protein. Sebagian besar besi dalam bentuk feri direduksi
11

menjadi bentuk fero. Hal ini terjadi dalam suasana asam di dalam lambung
dengan adanya HCl dan vitamin C yang terdapat dalam makanan.
Absorpsi terutama terjadi dibagian atas usus halus (duodenum)
dengan bantuan alat angkut protein khusus. Ada dua jenis alat angkut
protein yang membantu penyerapan besi, yaitu transferin dan feritin.
Transferin protein yang disintesis di dalam hati terdapat dalam dua bentuk.
Transferin mukosa mengangkut besi dari saluran cerna ke dalam sel mukosa
dan memindahkan ke transferin reseptor yang ada di dalam sel mukosa.
Transferin mukosa kemudian kembali ke rongga saluran cerna untuk
mengikat besi lain, sedangkan reseptor mengangkut besi melalui darah ke
semua jaringan tubuh. Duo ion feri diikatkan pada transferin untuk dibawa
ke jaringan-jaringan tubuh. Banyaknya reseptor transferin yang terdapat
pada membrane sel bergantung pada kebutuhan tiap sel. Kekurangan besi
pertama dapat dilihat pada tingkat kejenuhan transferin (Almatsier, 2009).
Menurut Almatsier, 2009, agar dapat diabsorpsi besi nonhem di dalam
usus halus harus berada dalam bentuk terlarut. Besi nonhem diionisasi oleh
asam lambung, direduksi menjadi bentuk fero dan dilarutkan dalam cairan
pelarut seperti asam askorbat, gula dan asam amino yang mengandung
sulfur. Pada Susana pH 7 di dalan duodenum sebagian besar besi dalam
bentuk feri akan mengendap, kecuali dalam keadaan terlarut. Besi fero lebih
mudah larut pada pH 7, oleh karena itu mudah diabsorpsi. Taraf absorpsi
besi diatur oleh mukosa saluran cerna yang ditentukan oleh kebutuhan
tubuh.
Penyebaran besi dari sel mukosa ke sel-sel tubuh berlangsung lebih
lambat daripada penerimaannya dari saluran cerna., bergantung pada
simpanan besi dalam tubuh dan kandungan besi dalam makanan. Sebagian
besar transferin darah membawa besi ke sumsum tulang dan bagian tubuh
lain. Di dalam sumsum tulang besi digunakan untuk membuat hemoglobin
yang merupakan bagian dari sel darah merah. Sisanya dibawa ke jaringan
tubuh yang membutuhkan. Kelebihan besi yang dapat mencapai 200-1500
mg disimpan sebagai protein feritin dan hemosiderin di dalam hati (30%),
12

sumsum tulang belakang (30%), dan selebihnya di dalam limpa dan otot.
Dari simpanan besi tersebut hingga 50 mg sehari dapat dimobilisasi untuk
keperluan tubuh seperti pembentukan hemoglobin. Feritin yang bersirkulasi
didalam darah mencerminkan simpanan besi di dalam tubuh (Almatsier,
2009).
Menggunakan suplemen besi dosis tinggi untuk jangka waktu panjang
atau sering mendapat transfusi darah dapat menimbulkan penumpukan besi
secara berlebihan di dalam hati. Simpanan besi terutama dalam bentuk
hemosiderin yang tidak larut air dapat menimbulkan hemosiderosis
(Briawan, 2013).
2.2.5.Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi besi
Menurut Almatsier, 2009, dalam keadaan defisiensi besi, absorpsi
dapat mencapai 50%. Beberapa faktor yang mempengaruhi absorpsi besi,
yaitu :
1) Bentuk besi
Besi hem dapat diserap 2 kali lipat daripada besi nonhem.
2) Asam organik
Asam organik seperti vitamin C sangat membantu penyerapan besi
non hem dengan merubah bentuk feri menjadi bentuk fero.
3) Asam fitat
Asam fitat dan factor lain didalam serat serealia dan asam oksalat
didalam sayuran dapat menghambat penyerapan besi.
4) Tanin
Tanin merupakan polifenol dan terdapat didalam teh, kopi dan
beberapa jenis sayuran dan buah juga menghambat absorpsi besi dengan
cara mengikatnya.
5) Tingkat keasaman lambung
Keasaman lambung dapat meningkatkan daya larut besi.
6) Faktor intrinsik
Faktor intrinsik di dalam lambung membantu penyerapan besi
diduga karena hem mempunyai struktur yang sama dengan vitamin B12.
13

7) Kebutuhan tubuh
Kebutuhan tubuh akan besi berpengaruh besar terhadap absorpsi
besi. Bila tubuh kekurangan besi atau kebutuhan meningkat pada masa
pertumbuhan, absorpsi besi non-hem dapat meningkat sampai sepuluh
kali, sedangkan besi-hem dua kali (Almatsier, 2009).
2.2.6.Ekskresi Zat Besi
Sel darah merah rata-rata berumur kurang lebih 4 bulan. Sel-sel hati
dan limpa akan mengambilnya dari darah, memecahnya dan menyiapkan
produk-produk pemecahan tersebut untuk dikeluarkan dari tubuh atau didaur
ulang. Zat besi sebagian besar di daur ulang. Hati mengikatnya ke transferin
darah, dan mengangkutnya kembali ke sumsum tulang untuk digunakan
kembali membuat sel darah merah baru. Hanya sedikit besi yang
dikeluarkan dari tubuh, terutama melalui urin, keringat, dan kulit (Briawan,
2013).
2.2.7.Kebutuhan Zat Besi Pada Ibu Hamil
Menurut Manuaba, 2010, wanita memerlukan zat besi lebih tinggi
dari laki-laki karena terjadi menstruasi dengan pendarahan sebanyak 50
sampai 80 cc setiap bulan, dan kehilangan zat besi sebesar 30 sampai 40 mg.
Disamping itu kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk
meningkatkan jumlah sel darah merah serta membentuk sel darah merah
janin dan plasenta.
Jika pada saat persalinan cadangan zat besi minimal, maka setiap
kehamilan akan menguras persediaan zat besi dalam tubuh dan akhirnya
menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya (Manuaba, 2010).
Angka kecukupan besi sehari yang dianjurkan berdasarkan
Widyakarya Nasional Pangan dan Gzi (2004) dapatdilihat pada tabel 2.1.
Angka kecukupan ini dihitung berdasarkan ketersediaan hayati
(bioavailability) sebesar 15%. Zat besi dalam makanan dapat berasal dari
sumber nabati dengan ketersediaan hayati 2-3% dan sumber hewani dengan
ketersediaan hayati 20-23%. Untuk meningkatkan ketersediaan hayati, zat
14

besi yag berasal dari tumbuh-tumbuhan dapat ditambahkan dengan vitamin


C dan asam organik lainnya
Tabel 2.1. Angka Kecukupan Zat Besi yang dianjurkan (per orang per hari).
Golongan Umur AKB (mg) Golongan Umur AKB (mg)

0 – 6 bl 0,5 Wanita :
7 – 11 bl 7 10 – 12 th 20
1 – 3 th 8 13 – 15 th 26
4 – 6 th 9 16 – 18 th 26
7 – 9 th 10 19 – 29 th 26
30 – 49 th 26
Pria : 50 – 64 th 12
10 – 12 th 13 ≥ 65 th 12
13 – 15 th 19
16 – 18 th 15 Hamil :
19 – 29 th 13 Trimester I +0
30 – 49 th 13 Trimester II +9
50 – 64 th 13 Trimester III + 13
≥ 65 th 13
Menyusui :
0 – 6 bl +6
7 – 12 bl +6

Sumber : Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004.

2.2.8.Akibat Kekurangan Zat Besi Pada Masa Kehamilan


Kurangnya zat besi dan asam folat dapat menyebabkan anemia.
Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap.
Awalnya terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi, bila tidak dipenuhi
masukan zat besi lama kelamaan timbul gejala anemia disertai penurunan
kadar hemoglobin (Almatsier, 2009).
Ciri-ciri dan tanda tanda gejala anemia antara lain pucat, lemah, nafas
pendek, dan nafsu makan hilang. Menurut Manuaba (2010) anemia pada
kehamilan dapat berakibat buruk pada ibu dan janin yang dikandung.
Bahaya selama kehamilan adalah terjadi abortus, persalinan premature,
hambatan tumbuh kembang janin dalam kandungan, mudah terjadi infeksi,
ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%), mola hidatidosa, hiperemesis
gravidarum, perdarahan antepartum, dan ketuban pecah dini. Dampak
anemia pada bayi yaitu, bayi lahir sebelum waktunya, berat badan lahir
15

rendah, kematian bayi, serta meningkatnya angka kesakitan bayi (Depkes


RI, 2003).
2.2.9.Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kurang Zat Besi Pada Ibu Hamil
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi
kurang zat besi pada ibu hamil menurut Depkes RI dalam Zulaekah (2009)
adalah :
1) Meningkatkan konsumsi zat besi dari sumber alami, terutama makanan,
sumber hewani (hem iron) yang mudah diserap seperti hati, ikan, daging,
selain itu perlu ditingkatkan juga makanan yang banyak mengandung
vitamin C dan vitamin A (buah-buahan dan sayuran) untuk membantu
penyerapan zat besi dan membantu proses pembentukan hemoglobin.
2) Fortifikasi bahan makanan yaitu menambahkan zat besi, asam folat,
vitamin A dan asam amino esensial pada bahan makanan yang dimakan
secara luas oleh kelompok sasaran.
3) Suplementasi besi folat secara rutin selama jangka waktu tertentu,
bertujuan untuk meningkatkan kadar Hb secara tepat. Dengan demikian
suplementasi zat besi hanya merupakan salah satu upaya pencegahan dan
penanggulangan kurang besi yang perlu diikuti dengan cara lainnya.
2.2.10.Suplementasi Zat Besi Pada Ibu Hamil
1). Pengertian Suplementasi Tablet Besi
Suplementasi tablet besi adalah pemberian zat besi folat yang
berbentuk tablet. Setiap tablet besi berisi 200 mg fero sulfat dan 0,25
mg asam folat (setara dengan 60 mg besi dan 0,25 asam folat), yang
diberikan oleh pemerintah kepada ibu hamil untuk mengatasi masalah
anemia gizi besi (Depkes RI, 2003).
Pemberian suplementasi tablet besi menguntungkan karena dapat
memperbaiki status hemoglobin tubuh dalam waktu relatif singkat.
seperti anak balita, anak sekolah, dan pekerja. Pemberian tablet besi ini
diberikan oleh petugas kesehatan dengan cuma-cuma sehingga dapat
dijangkau oleh masyarakat luas dan mudah didapat (Depkes RI, 2003)
16

2). Dosis dan Cara Pemberian Tablet besi pada ibu Hamil
Menurut Depkes RI (2003) tablet besi diberikan pada ibu hamil sesuai
dengan dosis dan cara yang ditentukan, yaitu :
 Dosis pencegahan, diberikan pada kelompok sasaran tanpa
pemeriksaan Hb, yaitu sehari 1 tablet berturut-turut selama minimal
90 hari pada masa kehamilan.
 Dosis pengobatan diberikan pada sasaran yang Hbnya diatas
ambang batas yaitu bila kadar Hb < 11 gr% pemberian menjadi 3
tablet sehari selama 90 hari.
Menurut ketentuan Depkes RI (2003), tablet besi diberikan pada
sasaran melalui sarana-sarana pelayanan kesehatan pemerintah maupun
swasta, antara lain : puskesmas, puskesmas pembantu, polindes, bidan
desa, posyandu, rumah sakit pemerintah/swasta, bidan/dokter praktek
swasta, apotek/toko obat, dan pos obat desa.
2.3. Kadar Hemoglobin
2.3.1.Pengertian Hemoglobin
Hemoglobin adalah komponen eritrosit yang dapat mengikat oksigen.
Fungsi utama eritrosit adalah mengikat dan membawa oksigen dari paru-
paru untuk diedarkan ke seluruh tubuh, dan sebaliknya membawa sisa
metabolisme berupa CO2 untuk dibuang. Hemoglobin tersusun dari senyawa
kompleks protein globin dan heme (senyawa porfirin yang bagian pusatnya
diisi satu atom besi). Satu molekul hemoglobin terdiri dari empat molekul
globin dan empat heme, sehingga setiap satu molekul hemoglobin
mempunyai empat atom besi. Struktur molekul hemoglobin ini yang dapat
mengikat oksigen dan zat besi harus berada dalam bentuk tereduksi (Fe2+
atau ferro). Hemogobin yang mengalami oksidasi akan menjadi
metemoglobin, dan ferro berubah menjadi ferri dan tidak mampu lagi
mengikat oksigen (Sadikin dalam Briawan, 2013).
Untuk menghindari resiko oksidasi hemoglobin diikat dan
tersembunyi pada ikatan peptida molekul protein globin pada sel darah
merah. Dalam tubuh orang dewasa terdapat sekitar 5 liter darah. Setiap sel
17

darah merah mengandung 280 juta molekul hemoglobin. Setiap detik tubuh
harus memproduksi 2,5 juta sel darah merah (eritropoiesis). Selama 120 hari
sel darah merah tersebut dapat digunakan oleh tubuh (lifespan), dan
kemudian akan mati. Pada orang dewasa setiap harinya sekitar 200 milyar
eritrosit tua (1%) akan rusak dan diganti oleh sel-sel darah yang baru. Di
dalam tubuh pembentukan sel darah merah (eritropoiesis) terdapat pada
jaringan hematopoietik sumsum tulang belakang. Tahapan eritopoiesis
berawal dari bakal sel (stem cell), yaitu hematoblas dan berakhir menjadi
eritrosit yang matang (Briawan, 2013).
2.3.2.Kadar Hemoglobin
Indikator yang paling umum digunakan untuk mengetahui kekurangan
besi adalah pengukuran jumlah dan ukuran sel darah merah, dan nilai
hemoglobin darah. Nilai hemoglobin kurang peka terhadap tahap awal
kekurangan besi, akan tetapi berguna untuk mengetahui beratnya anemia.
Nilai hemoglobin yang rendah menggambarkan kekurangan besi yang sudah
lanjut. Disamping kekurangan besi, nilai hemoglobin rendah mungkin
disebabkan oleh kekurangan protein atau vitamin B6 (Almatsier, 2009).
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah
kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis
kelamin. Kadar normal hemoglobin dalam darah yaitu : anak balita 11 gr%,
anak usia sekolah 12 gr%, wanita dewasa 12 gr%, ibu hamil 11 gr%, laki-
laki 13 gr%, ibu menyusui 12 gr% (Depkes RI, 2003).
Menurut Iswanto dkk, 2012, faktor-faktor penyebab kurangnya kadar
hemoglobin antara lain konsumsi makanan kurang, adanya penyakit infeksi
kronis, tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi yang rendah. Kadar
hemoglobin darah ditentukan dengan bermacam-macam cara antara lain:
cyanmethemoglobin, sahli, dan talquist (Gandasoebrata, 2004).
2.3.2.1. Cara Cyanmethemoglobin
Hemoglobin darah diubah menjadi sianmethemoglobin (hemoglo-
binsianida) dalam larutan yang berisi kaliumsianida. Absorbansi larutan
diukur pada gelombang 540 nm atau filter hijau. Larutan Drabkin yang
18

dipakai pada cara ini mengubah hemoglobin, oksihemoglobin,


methemoglobin dan karboksihemoglobin menjadi sianmethemoglobin.
Sulfhemoglobin tidak berubah dan karena itu tidak ikut diukur
(Gandasoebrata, 2004).
Cara :
1. Ke dalam tabung kolorimeter dimasukkan 5,0 ml larutan Drabkin
2. Dengan pipet hemoglobin diambil 20 μl darah (kapiler, EDTA atau
oxalat); sebelah luar ujung pipet dibersihkan, lalu darah itu
dimasukkan ke dalam tabung kolorimeter dengan membilasnya
beberapa kali
3. Campurlah isi tabung dengan membalikkannya beberapa kali.
Tindakan ini juga akan menyelenggarakan perubahan hemoglobin
menjadi sianmethemoglobin
4. Bacalah dalam spektrofotometer pada gelombang 540 nm; sebagai
blanko digunakan larutan Drabkin
5. Kadar hemoglobin ditentukan dari perbandingan absorbasinya dengan
absorbansi standard sianmethemoglobin atau dibaca dari kurve tera
Menurut Gandasoebrata, 2004, cara ini sangat bagus untuk
laboratorium rutin dan sangat dianjurkan untuk penerapan kadar
hemoglobin dengan teliti karena standard cyanmethemoglobin yang
ditanggung kadarnya bersifat stabil dan dapat dibeli.
Larutan Drabkin: natriumbikarbonat 1 g; kaliumsianida 50 mg;
kaliumferrisianida 200 mg; aqua dest ad 1000 ml. Adakalanya
ditambahkan sedikit detergent kepada larutan Drabkin ini supaya
perubahan menjadi sianmethemoglobin berlangsung lebih sempurna
dalam waktu singkat. Simpan reagens ini dalam botol coklat dan
perbaruilah tiap bulan. Meskipun larutan Drabkin berisi sianida, tetapi ia
tidak dianggap racun dalam pengertian sehari-hari karena jumlah sianida
itu sangat kecil (Gandasoebrata, 2004)
Kekeruhan dalam suatu sampel darah mengganggu pembacaan
dalam fotokolorimeter dan menghasilkan absorbansi dan kadar
19

hemoglobin yang lebih tinggi dari sebenarnya. Kekeruhan semacam ini


dapat disebabkan antara lain oleh leukositosis, lipemia dan adanya
globulin abnormal seperti pada macroglobulinemia (Depkes RI, 2000).
Menurut Gandasoebrata, 2004, laporan hasil pemeriksaan kadar
hemoglobin dengan memakai cara cyanmethemoglobin dan
spektrofotometer hanya boleh menyebut satu angka (digit) di belakang
tanda desimal; melaporkan dua digit sesudah angka desimal melampaui
ketelitian dan ketepatan yang dapat dicapai dengan metode ini. Variasi-
variasi fisiologis juga menyebabkan digit kedua di belakang tanda
desimal menjadi tanpa makna.
2.3.2.2. Cara Sahli
Pada cara ini hemoglobin diubah menjadi hematin asam, kemudian
warna yang terjadi dibandingkan secara visual dengan standard dalam
alat itu (Gandasoebrata, 2004).
Cara Sahli ini bukanlah cara teliti. Kelemahan metodik
berdasarkan kenyataan bahwa kolorimetri visual tidak teliti, bahwa
hematin asam itu bukan merupakan larutan sejati dan bahwa alat itu tidak
dapat distandard kan. Cara ini juga kurang baik karena tidak semua
macam hemoglobin diubah menjadi hematin asam, umpamanya
karboxyhemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin. Kesalahan
yang biasanya dicapai oleh ± 10 % kadar hemoglobin yang ditentukan
dengan cara Sahli dan cara-cara kolorimetri visual lain (Gandasoebrata,
2004).
2.3.2.3. Cara Talquist
Menurut Depkes RI, 2000, metode pemeriksaaan hemoglobin
yang paling sederhana adalah cara talquist.
1. Mempunyai kesalahan yang paling besar dibandingkan cara
pemeriksaan yang lain
2. Paling mudah dilakukan
3. Cara pemeriksaan:
20

Ambil darah dari ujung jari, teteskan pada kertas talquist,


keringkan, kemudiancocokkan dan baca pada standar yang ada.
2.4. Kelas Ibu Hamil
Dewasa ini penyuluhan kesehatan atau konsultasi masih dilakukan
secara kasus perkasus yang diberikan pada waktu pemeriksaan kehamilan
atau pada saat berlangsungnya posyandu. Namun metode penyuluhan
tersebut masih banyak kelemahannya antara lain: pengetahuan yang
diperoleh hanya sebatas pada masalah kesehatan yang dialami saat
berkonsultasi, tidak terkoodinir, tidak ada rencana kerja, tidak ada
pembinaan secara lintas sektor maupun lintas program, pelaksanaan
penyuluhan tidak terjadwal dan berkesinambungan (Depkes RI, 2011).
Untuk mengatasi masalah tersebut dibentuklah metode pembelajaran
meliputi pembahasan materi buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), dalam
bentuk tatap muka dan kelompok, yang diikuti diskusi dan tukar
pengalaman antara ibu-ibu hamil dan petugas kesehatan. Kelompok belajar
tersebut dinamai Kelas Ibu Hamil (Depkes RI, 2011).
2.4.1.Pengertian Kelas Ibu Hamil
Kelas ibu hamil merupakan sarana untuk belajar bersama tentang
kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu
mengenai kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas,
perawatan bayi baru lahir, mitos, penyakit menular dan akte kelahiran.
2.4.2.Tujuan Kelas Ibu Hamil
Menurut Depkes RI, 2011, program kelas ibu hamil mempunyai
tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut :
2.4.2.1.Tujuan Umum :
Meningkatkan pengetahuan, merubah sikap dan perilaku ibu agar
memahami tentang kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan selama
kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas, keluarga
berencana (KB) pasca persalinan, perawatan bayi baru lahir, mitos/
keperca-yaan/adat istiadat setempat, penyakit menular dan akte kelahiran.
21

2.4.2.2.Tujuan Khusus :
Terjadinya interaksi dan berbagi pengalaman antara peserta (ibu
hamil dengan ibu hamil) dan antara ibu hamil dengan petugas kesehatan/
bidan.
Meningkatnya pemahaman, sikap dan perilaku ibu hamil tentang :
a. Kehamilan, perubahan tubuh, keluhan (apakah kehamilan itu,
perubahan tubuh selama kehamilan, keluhan umum saat hamil dan
cara mengatasinya, apa saja yang perlu dilakukan ibu hamil dan
pengaturan gizi termasuk pemberian tablet tambah darah untuk
penanggulangan Anemia).
b. Perawatan kehamilan, kesiapan psikologis menghadapi kehamilan,
hubungan suami isteri selama kehamilan, obat yang boleh
dikonsumsi ibu hamil, tanda bahaya kehamilan dan Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K).
c. Persalinan (tanda-tanda persalinan, tanda bahaya persalinan dan
proses persalinan).
d. Perawatan nifas (apa saja yang dilakukan ibu nifas agar dapat
menyusui eksklusif, bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas, tanda-
tanda bahaya dan penyakit ibu nifas).
e. KB pasca persalinan
f. Perawatan bayi baru lahir (perawatan bayi baru lahir, pemberian
vit.K1 injeksi, tanda bahaya bayi baru lahir, pengamatan
perkembangan bayi/anak dan pemberian imunisasi pada bayi baru
lahir)
g. Mitos/kepercayaan/adat istiadat setampat yang berkaitan dengan
kesehatan ibu dan anak.
h. Penyakit menular (Infeksi Meular Seksual, informasi dasar HIV-
AIDS dan pencegahan serta penanggulangan malaria pada ibu
hamil)
i. Akte kelahiran.
22

2.4.3. Sasaran
Adapun yang menjadi sasaran atau target dari program kelas ibu
hamil yang tertuang dalam buku pedoman kelas ibu hamil adalah sebagai
berikut (Depkes RI, 2011) :
1). Sebaiknya ibu hamil pada umur kehamilan 4 - 36 minggu karena pada
umur kehamilan ini kondisi ibu sudah kuat, tidak takut keguguran,
efektif untuk melakukan senam hamil.. Jumlah peserta kelas ibu hamil
maksimal 10 orang setiap kelas.
2). Suami/keluarga ikut serta minimal 1 kali pertemuan sehingga dapat
mengikuti berbagai informasi penting, misalnya materi tentang
persiapan persalinan atau materi yang lainnya.
2.4.4. Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil
Menurut Depkes RI, 2011, fasilitator kelas ibu hamil adalah bidan
atau petugas kesehatan yang telah mendapat pelatihan dan setelah itu
diperbolehkan untuk melaksanakan fasilitasi kelas ibu hamil. Dalam
pelaksanaan kelas ibu hamil, fasilitator dapat meminta bantuan narasumber
untuk menyampaikan materi bidang tertentu. Nara sumber adalah tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian di bidang tertentu untuk mendukung
kelas ibu hamil.
Sarana dan prasarana untuk kegiatan Kelas ibu Hamil :
 Ruang belajar berkapasitas 10 orang peserta kira-kira ukuran 4 x 5 m,
dengan ventilasi dan pencahayaan yang cukup.
 Alat tulis menulis (papan tulis, kertas, spidol, bolpoin) jika ada
 Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
 Lembar balik kelas ibu hamil
 Buku pedoman pelaksanaan kelas ibu hamil
 Buku pegangan fasilitator
 Alat peraga (Keluarga Berencana kit, food model, boneka, metode
kanguru, dll) jika ada
 Tikar / matras jika ada
 Bantal jika ada
23

2.4.5. Tahapan Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil


Beberapa tahapan yang dilakukan untuk melaksanakan kelas ibu hamil :
 Pelatihan bagi pelatih
 Pelatihan bagi fasilitator
 Sosialisasi kelas ibu hamil pada tokoh agama, tokoh masyarakat dan
stake holder
 Persiapan pelaksanaan kelas ibu hamil
 Pelaksanaan kelas ibu hamil
 Monitoring, evaluasi dan pelaporan
2.4.6. Kegiatan PelaksanaanMateri Kelas Ibu Hamil
a. Analisa Singkat
Melakukan analisa kebutuhan sebelum melaksanakan kelas ibu
hamil bertujuan untuk mengetahui kebutuhan apa yang diperlukan untuk
menunjang kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan kegiatan kelas ibu
hamil.
b. Kegiatan Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil
Pertemuan kelas ibu hamil dilakukan 3 kali pertemuan selama hamil
atau sesuai dengan hasil kesepakatan fasilitator dengan peserta. Pada
setiap pertemuan, materi kelas ibu hamil disampaikan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi ibu hamil tetapi tetap mengutamakan materi
pokok. Waktu pertemuan disesuaikan dengan kesiapan ibu-ibu, bisa
dilakukan pada pagi atau sore hari dengan lama waktu pertemuan 120
menit termasuk senam hamil 15 - 20 menit (Depkes RI, 2011).
2.4.7.Materi Kelas Ibu Hamil
2.4.7.1.Pertemuan I
a. Kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan.
- Apa itu kehamilan?
- Perubahan tubuh ibu selama kehamilan
- Apa saja yang perlu dilakukan ibu
- Pengaturan gizi termasuk pemberian tablet tambah darah untuk
mencegah anemia.
24

b. Perawatan Kehamilan
- Kesiapan psikologis menghadapi kehamilan.
- Hubungan suami isteri selama kehamilan.
- Obat yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh ibu hamil.
- Tanda - tanda bahaya kehamilan
- Perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi
2.4.7.2.Pertemuan II
a. Persalinan
 Tanda - tanda persalinan
 Tanda bahaya pada persalinan
 Proses persalinan
 Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
b. Perawatan Nifas
 Apa saja yang dilakukan ibu nifas agar dapat menyusui eksklusif?
 Bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas?
 Tanda - tanda bahaya nifas
 Keluarga Berencana (KB) post partum
2.4.7.3.Pertemuan III
a. Perawatan Bayi baru lahir
 Perawatan Bayi Baru Lahir (BBL)
 Pemberian Vitamin K injeksi pada BBL
 Tanda bahaya BBL
 Pengamatan perkembangan bayi/anak
 Pemberian imunisasi pada BBL
b. Mitos
 Penggalian dan penelusuran mitos yang berkaitan dengan kesehatan
ibu dan anak.
c. Penyakit menular
d. Akte kelahiran
2.4.8. Monitoring dan Evaluasi
25

2.4.8.1.Monitoring
Monitoring dilakukan dalam rangka melihat perkembangan dan
pencapaian serta masalah dalam pelaksanaan kelas ibu hamil, hasil
monitoring dapat dijadikan bahan untuk perbaikan dan pengembangan
kelas ibu hamil selanjutnya. Kegiatan monitoring dilakukan secara berkala
dan berjenjang mulai dari tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten / Kota dan
Provinsi (Depkes RI, 2011).
2.4.8.2.Evaluasi
Menurut Depkes RI, 2011, evaluasi dilakukan untuk melihat
keluaran dan dampak baik positif maupun negatif pelaksanaan kelas ibu
hamil berdasarkan indikator. Dari hasil evaluasi tersebut bisa dijadikan
sebagai bahan pembelajaran guna melakukan perbaikan dan pengembang-
an kelas ibu hamil berikutnya.
2.4.7.3.Indikator Keberhasilan
 Indikator Input
1. Presentase petugas kesehatan sebagai fasilitator kelas ibu hamil
2. Presentase ibu hamil yang mengikuti kelas ibu hamil
3. Presentase suami/anggota keluarga yang hadir mengikuti kelas
ibu hamil
4. Presentase kader yang terlibat dalam penyelenggaraan kelas ibu
hamil.
 Indikator Proses
1. Fasilitator : manajemen waktu, penggunaan variasi metode
pembelajaran, bahasan penyampaian, penggunaan alat bantu,
kemampuan melibatkan peserta, informasi Buku Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA).
2. Peserta : fekuensi kehadiran, keaktifan bertanya dan berdiskusi
3. Penyelenggaraan : tempat, sarana, waktu
26

 Indikator Output
1. Presentase peningkatan jumlah ibu hamil yang memiliki Buku
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
2. Presentase ibu yang datang pada pemeriksaan ke 4 pada usia
kandungan 8 – 9 bulan (K4).
3. Presentase ibu/keluarga yang telah memiliki (Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K).
4. Presentase ibu yang datang untuk mendapatkan tablet besi
5. Presentase ibu yang telah membuat pilihan bersalin dengan
tenaga kesehatan.
6. Presentase Kunjungan Neonatal (KN).
7. Presentase Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
8. Presentase kader dalam keterlibatan penyelenggaraan

2.5. Kerangka Teori

Kadar
Hemoglobin
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan ibu
hamil :
Tingkat
 Pengetahuan kecukupan
Program  Sikap zat besi
Kelas Ibu Hamil  Motivasi
 Perilaku :
1.Faktor Predisposisi
2.Faktor Pendukung Kepatuhan
3.Faktor Pendorong konsumsi
tablet besi

Efek samping Tablet


Besi

Gambar 2.1. Kerangka Teori


Efektifitas Program Kelas Ibu hamil terhadap kepatuhan konsumsi tablet besi,
tingkat kecukupan zat besi, dan kadar hemoglobin ibu hamil
Sumber : Modifikasi Depkes RI (2011), Indreswari (2008) dan Rahmawati (2012)
27

2.6. Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel terikat

Kepatuhan konsumsi
tablet besi

Program Kelas Ibu


Tingkat kecukupan
Hamil
zat besi

Kadar hemoglobin
ibu hamil

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

2.7. Hipotesis
Hipotesis penelitian :
1. Program kelas ibu hamil dapat meningkatkan kepatuhan konsumsi tablet
besi ibu hamil di Puskesmas Purwosari Kabupaten Kudus.
2. Program kelas ibu hamil dapat meningkatkan tingkat kecukupan zat besi
ibu hamil di Puskesmas Purwosari Kabupaten Kudus.
3. Program kelas ibu hamil dapat meningkatkan kadar hemoglobin ibu
hamil di Puskesmas Purwosari Kabupaten Kudus.
4. Program kelas ibu hamil lebih efektif terhadap kepatuhan konsumsi tablet

besi, tingkat kecukupan zat besi dan kadar hemoglobin ibu hamil di

Puskesmas Purwosari Kabupaten Kudus

Anda mungkin juga menyukai