BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
8
konsumsi tablet besi, antara lain adalah perilaku ibu hamil, khususnya
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain :
2.1.2.1. Teori Lawrence Green (1980)
Green dalam Notoatmodjo, 2003, mencoba menganalisis perilaku
manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang
dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes)
dan faktor diluar perilaku (non behavior causes).
Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
1) Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2) Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan
sebagainya.
3) Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.
2.1.2.2. Teori Snehandu B. Kar (1983)
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa
perilaku merupakan fungsi dari :
1) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau
perawatan kesehatannya (behavior itention).
2) Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).
3) Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas
kesehatan (accesebility of information).
4) Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil
tindakan atau keputusan (personal autonomy).
5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).
2.1.2.3. Teori WHO (1984)
WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang
berperilaku tertentu adalah :
9
menjadi bentuk fero. Hal ini terjadi dalam suasana asam di dalam lambung
dengan adanya HCl dan vitamin C yang terdapat dalam makanan.
Absorpsi terutama terjadi dibagian atas usus halus (duodenum)
dengan bantuan alat angkut protein khusus. Ada dua jenis alat angkut
protein yang membantu penyerapan besi, yaitu transferin dan feritin.
Transferin protein yang disintesis di dalam hati terdapat dalam dua bentuk.
Transferin mukosa mengangkut besi dari saluran cerna ke dalam sel mukosa
dan memindahkan ke transferin reseptor yang ada di dalam sel mukosa.
Transferin mukosa kemudian kembali ke rongga saluran cerna untuk
mengikat besi lain, sedangkan reseptor mengangkut besi melalui darah ke
semua jaringan tubuh. Duo ion feri diikatkan pada transferin untuk dibawa
ke jaringan-jaringan tubuh. Banyaknya reseptor transferin yang terdapat
pada membrane sel bergantung pada kebutuhan tiap sel. Kekurangan besi
pertama dapat dilihat pada tingkat kejenuhan transferin (Almatsier, 2009).
Menurut Almatsier, 2009, agar dapat diabsorpsi besi nonhem di dalam
usus halus harus berada dalam bentuk terlarut. Besi nonhem diionisasi oleh
asam lambung, direduksi menjadi bentuk fero dan dilarutkan dalam cairan
pelarut seperti asam askorbat, gula dan asam amino yang mengandung
sulfur. Pada Susana pH 7 di dalan duodenum sebagian besar besi dalam
bentuk feri akan mengendap, kecuali dalam keadaan terlarut. Besi fero lebih
mudah larut pada pH 7, oleh karena itu mudah diabsorpsi. Taraf absorpsi
besi diatur oleh mukosa saluran cerna yang ditentukan oleh kebutuhan
tubuh.
Penyebaran besi dari sel mukosa ke sel-sel tubuh berlangsung lebih
lambat daripada penerimaannya dari saluran cerna., bergantung pada
simpanan besi dalam tubuh dan kandungan besi dalam makanan. Sebagian
besar transferin darah membawa besi ke sumsum tulang dan bagian tubuh
lain. Di dalam sumsum tulang besi digunakan untuk membuat hemoglobin
yang merupakan bagian dari sel darah merah. Sisanya dibawa ke jaringan
tubuh yang membutuhkan. Kelebihan besi yang dapat mencapai 200-1500
mg disimpan sebagai protein feritin dan hemosiderin di dalam hati (30%),
12
sumsum tulang belakang (30%), dan selebihnya di dalam limpa dan otot.
Dari simpanan besi tersebut hingga 50 mg sehari dapat dimobilisasi untuk
keperluan tubuh seperti pembentukan hemoglobin. Feritin yang bersirkulasi
didalam darah mencerminkan simpanan besi di dalam tubuh (Almatsier,
2009).
Menggunakan suplemen besi dosis tinggi untuk jangka waktu panjang
atau sering mendapat transfusi darah dapat menimbulkan penumpukan besi
secara berlebihan di dalam hati. Simpanan besi terutama dalam bentuk
hemosiderin yang tidak larut air dapat menimbulkan hemosiderosis
(Briawan, 2013).
2.2.5.Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi besi
Menurut Almatsier, 2009, dalam keadaan defisiensi besi, absorpsi
dapat mencapai 50%. Beberapa faktor yang mempengaruhi absorpsi besi,
yaitu :
1) Bentuk besi
Besi hem dapat diserap 2 kali lipat daripada besi nonhem.
2) Asam organik
Asam organik seperti vitamin C sangat membantu penyerapan besi
non hem dengan merubah bentuk feri menjadi bentuk fero.
3) Asam fitat
Asam fitat dan factor lain didalam serat serealia dan asam oksalat
didalam sayuran dapat menghambat penyerapan besi.
4) Tanin
Tanin merupakan polifenol dan terdapat didalam teh, kopi dan
beberapa jenis sayuran dan buah juga menghambat absorpsi besi dengan
cara mengikatnya.
5) Tingkat keasaman lambung
Keasaman lambung dapat meningkatkan daya larut besi.
6) Faktor intrinsik
Faktor intrinsik di dalam lambung membantu penyerapan besi
diduga karena hem mempunyai struktur yang sama dengan vitamin B12.
13
7) Kebutuhan tubuh
Kebutuhan tubuh akan besi berpengaruh besar terhadap absorpsi
besi. Bila tubuh kekurangan besi atau kebutuhan meningkat pada masa
pertumbuhan, absorpsi besi non-hem dapat meningkat sampai sepuluh
kali, sedangkan besi-hem dua kali (Almatsier, 2009).
2.2.6.Ekskresi Zat Besi
Sel darah merah rata-rata berumur kurang lebih 4 bulan. Sel-sel hati
dan limpa akan mengambilnya dari darah, memecahnya dan menyiapkan
produk-produk pemecahan tersebut untuk dikeluarkan dari tubuh atau didaur
ulang. Zat besi sebagian besar di daur ulang. Hati mengikatnya ke transferin
darah, dan mengangkutnya kembali ke sumsum tulang untuk digunakan
kembali membuat sel darah merah baru. Hanya sedikit besi yang
dikeluarkan dari tubuh, terutama melalui urin, keringat, dan kulit (Briawan,
2013).
2.2.7.Kebutuhan Zat Besi Pada Ibu Hamil
Menurut Manuaba, 2010, wanita memerlukan zat besi lebih tinggi
dari laki-laki karena terjadi menstruasi dengan pendarahan sebanyak 50
sampai 80 cc setiap bulan, dan kehilangan zat besi sebesar 30 sampai 40 mg.
Disamping itu kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk
meningkatkan jumlah sel darah merah serta membentuk sel darah merah
janin dan plasenta.
Jika pada saat persalinan cadangan zat besi minimal, maka setiap
kehamilan akan menguras persediaan zat besi dalam tubuh dan akhirnya
menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya (Manuaba, 2010).
Angka kecukupan besi sehari yang dianjurkan berdasarkan
Widyakarya Nasional Pangan dan Gzi (2004) dapatdilihat pada tabel 2.1.
Angka kecukupan ini dihitung berdasarkan ketersediaan hayati
(bioavailability) sebesar 15%. Zat besi dalam makanan dapat berasal dari
sumber nabati dengan ketersediaan hayati 2-3% dan sumber hewani dengan
ketersediaan hayati 20-23%. Untuk meningkatkan ketersediaan hayati, zat
14
0 – 6 bl 0,5 Wanita :
7 – 11 bl 7 10 – 12 th 20
1 – 3 th 8 13 – 15 th 26
4 – 6 th 9 16 – 18 th 26
7 – 9 th 10 19 – 29 th 26
30 – 49 th 26
Pria : 50 – 64 th 12
10 – 12 th 13 ≥ 65 th 12
13 – 15 th 19
16 – 18 th 15 Hamil :
19 – 29 th 13 Trimester I +0
30 – 49 th 13 Trimester II +9
50 – 64 th 13 Trimester III + 13
≥ 65 th 13
Menyusui :
0 – 6 bl +6
7 – 12 bl +6
2). Dosis dan Cara Pemberian Tablet besi pada ibu Hamil
Menurut Depkes RI (2003) tablet besi diberikan pada ibu hamil sesuai
dengan dosis dan cara yang ditentukan, yaitu :
Dosis pencegahan, diberikan pada kelompok sasaran tanpa
pemeriksaan Hb, yaitu sehari 1 tablet berturut-turut selama minimal
90 hari pada masa kehamilan.
Dosis pengobatan diberikan pada sasaran yang Hbnya diatas
ambang batas yaitu bila kadar Hb < 11 gr% pemberian menjadi 3
tablet sehari selama 90 hari.
Menurut ketentuan Depkes RI (2003), tablet besi diberikan pada
sasaran melalui sarana-sarana pelayanan kesehatan pemerintah maupun
swasta, antara lain : puskesmas, puskesmas pembantu, polindes, bidan
desa, posyandu, rumah sakit pemerintah/swasta, bidan/dokter praktek
swasta, apotek/toko obat, dan pos obat desa.
2.3. Kadar Hemoglobin
2.3.1.Pengertian Hemoglobin
Hemoglobin adalah komponen eritrosit yang dapat mengikat oksigen.
Fungsi utama eritrosit adalah mengikat dan membawa oksigen dari paru-
paru untuk diedarkan ke seluruh tubuh, dan sebaliknya membawa sisa
metabolisme berupa CO2 untuk dibuang. Hemoglobin tersusun dari senyawa
kompleks protein globin dan heme (senyawa porfirin yang bagian pusatnya
diisi satu atom besi). Satu molekul hemoglobin terdiri dari empat molekul
globin dan empat heme, sehingga setiap satu molekul hemoglobin
mempunyai empat atom besi. Struktur molekul hemoglobin ini yang dapat
mengikat oksigen dan zat besi harus berada dalam bentuk tereduksi (Fe2+
atau ferro). Hemogobin yang mengalami oksidasi akan menjadi
metemoglobin, dan ferro berubah menjadi ferri dan tidak mampu lagi
mengikat oksigen (Sadikin dalam Briawan, 2013).
Untuk menghindari resiko oksidasi hemoglobin diikat dan
tersembunyi pada ikatan peptida molekul protein globin pada sel darah
merah. Dalam tubuh orang dewasa terdapat sekitar 5 liter darah. Setiap sel
17
darah merah mengandung 280 juta molekul hemoglobin. Setiap detik tubuh
harus memproduksi 2,5 juta sel darah merah (eritropoiesis). Selama 120 hari
sel darah merah tersebut dapat digunakan oleh tubuh (lifespan), dan
kemudian akan mati. Pada orang dewasa setiap harinya sekitar 200 milyar
eritrosit tua (1%) akan rusak dan diganti oleh sel-sel darah yang baru. Di
dalam tubuh pembentukan sel darah merah (eritropoiesis) terdapat pada
jaringan hematopoietik sumsum tulang belakang. Tahapan eritopoiesis
berawal dari bakal sel (stem cell), yaitu hematoblas dan berakhir menjadi
eritrosit yang matang (Briawan, 2013).
2.3.2.Kadar Hemoglobin
Indikator yang paling umum digunakan untuk mengetahui kekurangan
besi adalah pengukuran jumlah dan ukuran sel darah merah, dan nilai
hemoglobin darah. Nilai hemoglobin kurang peka terhadap tahap awal
kekurangan besi, akan tetapi berguna untuk mengetahui beratnya anemia.
Nilai hemoglobin yang rendah menggambarkan kekurangan besi yang sudah
lanjut. Disamping kekurangan besi, nilai hemoglobin rendah mungkin
disebabkan oleh kekurangan protein atau vitamin B6 (Almatsier, 2009).
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah
kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis
kelamin. Kadar normal hemoglobin dalam darah yaitu : anak balita 11 gr%,
anak usia sekolah 12 gr%, wanita dewasa 12 gr%, ibu hamil 11 gr%, laki-
laki 13 gr%, ibu menyusui 12 gr% (Depkes RI, 2003).
Menurut Iswanto dkk, 2012, faktor-faktor penyebab kurangnya kadar
hemoglobin antara lain konsumsi makanan kurang, adanya penyakit infeksi
kronis, tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi yang rendah. Kadar
hemoglobin darah ditentukan dengan bermacam-macam cara antara lain:
cyanmethemoglobin, sahli, dan talquist (Gandasoebrata, 2004).
2.3.2.1. Cara Cyanmethemoglobin
Hemoglobin darah diubah menjadi sianmethemoglobin (hemoglo-
binsianida) dalam larutan yang berisi kaliumsianida. Absorbansi larutan
diukur pada gelombang 540 nm atau filter hijau. Larutan Drabkin yang
18
2.4.2.2.Tujuan Khusus :
Terjadinya interaksi dan berbagi pengalaman antara peserta (ibu
hamil dengan ibu hamil) dan antara ibu hamil dengan petugas kesehatan/
bidan.
Meningkatnya pemahaman, sikap dan perilaku ibu hamil tentang :
a. Kehamilan, perubahan tubuh, keluhan (apakah kehamilan itu,
perubahan tubuh selama kehamilan, keluhan umum saat hamil dan
cara mengatasinya, apa saja yang perlu dilakukan ibu hamil dan
pengaturan gizi termasuk pemberian tablet tambah darah untuk
penanggulangan Anemia).
b. Perawatan kehamilan, kesiapan psikologis menghadapi kehamilan,
hubungan suami isteri selama kehamilan, obat yang boleh
dikonsumsi ibu hamil, tanda bahaya kehamilan dan Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K).
c. Persalinan (tanda-tanda persalinan, tanda bahaya persalinan dan
proses persalinan).
d. Perawatan nifas (apa saja yang dilakukan ibu nifas agar dapat
menyusui eksklusif, bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas, tanda-
tanda bahaya dan penyakit ibu nifas).
e. KB pasca persalinan
f. Perawatan bayi baru lahir (perawatan bayi baru lahir, pemberian
vit.K1 injeksi, tanda bahaya bayi baru lahir, pengamatan
perkembangan bayi/anak dan pemberian imunisasi pada bayi baru
lahir)
g. Mitos/kepercayaan/adat istiadat setampat yang berkaitan dengan
kesehatan ibu dan anak.
h. Penyakit menular (Infeksi Meular Seksual, informasi dasar HIV-
AIDS dan pencegahan serta penanggulangan malaria pada ibu
hamil)
i. Akte kelahiran.
22
2.4.3. Sasaran
Adapun yang menjadi sasaran atau target dari program kelas ibu
hamil yang tertuang dalam buku pedoman kelas ibu hamil adalah sebagai
berikut (Depkes RI, 2011) :
1). Sebaiknya ibu hamil pada umur kehamilan 4 - 36 minggu karena pada
umur kehamilan ini kondisi ibu sudah kuat, tidak takut keguguran,
efektif untuk melakukan senam hamil.. Jumlah peserta kelas ibu hamil
maksimal 10 orang setiap kelas.
2). Suami/keluarga ikut serta minimal 1 kali pertemuan sehingga dapat
mengikuti berbagai informasi penting, misalnya materi tentang
persiapan persalinan atau materi yang lainnya.
2.4.4. Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil
Menurut Depkes RI, 2011, fasilitator kelas ibu hamil adalah bidan
atau petugas kesehatan yang telah mendapat pelatihan dan setelah itu
diperbolehkan untuk melaksanakan fasilitasi kelas ibu hamil. Dalam
pelaksanaan kelas ibu hamil, fasilitator dapat meminta bantuan narasumber
untuk menyampaikan materi bidang tertentu. Nara sumber adalah tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian di bidang tertentu untuk mendukung
kelas ibu hamil.
Sarana dan prasarana untuk kegiatan Kelas ibu Hamil :
Ruang belajar berkapasitas 10 orang peserta kira-kira ukuran 4 x 5 m,
dengan ventilasi dan pencahayaan yang cukup.
Alat tulis menulis (papan tulis, kertas, spidol, bolpoin) jika ada
Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Lembar balik kelas ibu hamil
Buku pedoman pelaksanaan kelas ibu hamil
Buku pegangan fasilitator
Alat peraga (Keluarga Berencana kit, food model, boneka, metode
kanguru, dll) jika ada
Tikar / matras jika ada
Bantal jika ada
23
b. Perawatan Kehamilan
- Kesiapan psikologis menghadapi kehamilan.
- Hubungan suami isteri selama kehamilan.
- Obat yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh ibu hamil.
- Tanda - tanda bahaya kehamilan
- Perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi
2.4.7.2.Pertemuan II
a. Persalinan
Tanda - tanda persalinan
Tanda bahaya pada persalinan
Proses persalinan
Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
b. Perawatan Nifas
Apa saja yang dilakukan ibu nifas agar dapat menyusui eksklusif?
Bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas?
Tanda - tanda bahaya nifas
Keluarga Berencana (KB) post partum
2.4.7.3.Pertemuan III
a. Perawatan Bayi baru lahir
Perawatan Bayi Baru Lahir (BBL)
Pemberian Vitamin K injeksi pada BBL
Tanda bahaya BBL
Pengamatan perkembangan bayi/anak
Pemberian imunisasi pada BBL
b. Mitos
Penggalian dan penelusuran mitos yang berkaitan dengan kesehatan
ibu dan anak.
c. Penyakit menular
d. Akte kelahiran
2.4.8. Monitoring dan Evaluasi
25
2.4.8.1.Monitoring
Monitoring dilakukan dalam rangka melihat perkembangan dan
pencapaian serta masalah dalam pelaksanaan kelas ibu hamil, hasil
monitoring dapat dijadikan bahan untuk perbaikan dan pengembangan
kelas ibu hamil selanjutnya. Kegiatan monitoring dilakukan secara berkala
dan berjenjang mulai dari tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten / Kota dan
Provinsi (Depkes RI, 2011).
2.4.8.2.Evaluasi
Menurut Depkes RI, 2011, evaluasi dilakukan untuk melihat
keluaran dan dampak baik positif maupun negatif pelaksanaan kelas ibu
hamil berdasarkan indikator. Dari hasil evaluasi tersebut bisa dijadikan
sebagai bahan pembelajaran guna melakukan perbaikan dan pengembang-
an kelas ibu hamil berikutnya.
2.4.7.3.Indikator Keberhasilan
Indikator Input
1. Presentase petugas kesehatan sebagai fasilitator kelas ibu hamil
2. Presentase ibu hamil yang mengikuti kelas ibu hamil
3. Presentase suami/anggota keluarga yang hadir mengikuti kelas
ibu hamil
4. Presentase kader yang terlibat dalam penyelenggaraan kelas ibu
hamil.
Indikator Proses
1. Fasilitator : manajemen waktu, penggunaan variasi metode
pembelajaran, bahasan penyampaian, penggunaan alat bantu,
kemampuan melibatkan peserta, informasi Buku Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA).
2. Peserta : fekuensi kehadiran, keaktifan bertanya dan berdiskusi
3. Penyelenggaraan : tempat, sarana, waktu
26
Indikator Output
1. Presentase peningkatan jumlah ibu hamil yang memiliki Buku
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
2. Presentase ibu yang datang pada pemeriksaan ke 4 pada usia
kandungan 8 – 9 bulan (K4).
3. Presentase ibu/keluarga yang telah memiliki (Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K).
4. Presentase ibu yang datang untuk mendapatkan tablet besi
5. Presentase ibu yang telah membuat pilihan bersalin dengan
tenaga kesehatan.
6. Presentase Kunjungan Neonatal (KN).
7. Presentase Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
8. Presentase kader dalam keterlibatan penyelenggaraan
Kadar
Hemoglobin
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan ibu
hamil :
Tingkat
Pengetahuan kecukupan
Program Sikap zat besi
Kelas Ibu Hamil Motivasi
Perilaku :
1.Faktor Predisposisi
2.Faktor Pendukung Kepatuhan
3.Faktor Pendorong konsumsi
tablet besi
Kepatuhan konsumsi
tablet besi
Kadar hemoglobin
ibu hamil
2.7. Hipotesis
Hipotesis penelitian :
1. Program kelas ibu hamil dapat meningkatkan kepatuhan konsumsi tablet
besi ibu hamil di Puskesmas Purwosari Kabupaten Kudus.
2. Program kelas ibu hamil dapat meningkatkan tingkat kecukupan zat besi
ibu hamil di Puskesmas Purwosari Kabupaten Kudus.
3. Program kelas ibu hamil dapat meningkatkan kadar hemoglobin ibu
hamil di Puskesmas Purwosari Kabupaten Kudus.
4. Program kelas ibu hamil lebih efektif terhadap kepatuhan konsumsi tablet
besi, tingkat kecukupan zat besi dan kadar hemoglobin ibu hamil di