Anda di halaman 1dari 6

Nama saya Fendi Kurniawan.

Saya lahir dijakarta, Indonesia pada tanggal


20 juni 1987 dan terlahir dikeluarga tionghua (Chinese Indonesia) saya
anak kedua dari 2 bersaudara. Terlahir berdarah Chinese di negara
Indonesia yang mayoritas penduduk aslinya adalah muslim tidak lah
mudah, kami sekeluarga sering mengalami yang namanya berbagai
tindak pelecehan, rasisme bahkan penganiayaan fisik yang hanya
dilandasi karna perbedaan ras khususnya Chinese.

Pada sekitar tahun 80an orang tua saya dipaksa untuk memilih
kewarganegaraan mereka dan mengganti nama Chinese mereka. Namun
pemerintah meminta biaya yang cukup besar.

Kami sekeluarga tinggal di lingkungan kecil yang di kelilingi warga muslim


pribumi, orang tua kami selalu mengingatkan kami berdua agar berhati
hati jika kami ingin keluar rumah, mereka sering membully saya dan
kakak saya kapanpun mereka mendapat kesempatan. Ayah saya pernah
sekali memberanikan diri berbicara kepada kepala daerah lingkungan
kami yang juga pribumi muslim, berharap dia bisa membantu, dan dia
hanya berkata kalau kami sekeluarga tidak tahan dengan perlakuan
warga, lebih baik kami kembali ke china.

Orang tua saya menyekolahkan saya di sekolah katolik agar saya


terhindar dari hal-hal seperti bully atau rasis pada saat kegiatan sekolah
dari kelompok anak-anak muslim pribumi yang rata-rata bersekolah di
sekolah negri atau sekolah terbuka, tapi tidak diluar sekolah
Pada saat saya kelas 4 sekolah dasar (umur10), pada saat itu, saya harus
berjalan kaki sendiri pulang kerumah karena mama saya yang biasa
mengantar dan menjemput saya masih di tempat kerjanya. Jarak dari
sekolah kerumah tidak terlalu jauh. Saat ditengah perjalanan, tiba tiba
dari belakang, ada yang menendang punggung saya, hingga saya
terjatuh. Saya merasakan sesak yang luar biasa dan saya menangis.

Dan berlari dari belakang dua anak pribumi berseragam sekolah


menengah lari melewati saya, salah satunya berlari melewati saya
dengan menginjak kepala saya, mereka berdua lari sambil tertawa dan
berteriak “ mampus lu cina anjing, makan tai lu, pulang kechina sana.

Pada saat imlek atau tahun baru china februari 1999,

Saat itu saya berdua dengan kakak saya hendak keluar rumah untuk
mengunjungi rumah saudara terdekat, untuk merayakan tahun baru
china (imlek) bersama.

Ditengah perjalanan ada 5 laki-laki pribumi yang sedang duduk di


seberang jalan, salah satu dari mereka memanggil kami “hey china sini”

Kakak Saya menggandeng tangan saya dan terus berjalan tanpa


menghiraukan dia, dan dua dari mereka lari mendekati kami, salah
satunya langsung menampar muka saya dengan keras “gua panggil
berlaga ga dengar lu” kata dia. lalu mereka berdua menarik saya dan
kakak saya ke seberang jalan di tempat mereka duduk, dua orang dari
mereka menggeledah kantong dan mengambil uang kami yang baru
dikasih dari orang tua kami, Setelah mereka mengambil uang kami,
mereka memukul dan menendangi kami berdua sambil mengusir kami
“pulang lu cina bangsat, babi, orang cina mati aja lu” kami akhirnya
pulang kerumah, tidak jadi kerumah saudara kami. Sesampainya kami
kerumah, mama kami yang melihat keadaan kami hanya bisa menangis.

Mei 2005 saat itu saya perjalanan pulang dari bermain futsal, saya
berdua dengan teman saya mengendarai motor, ditengah perjalanan
kami berpapasan dengan iring-iringan /pawai organisasi masyarakat FPI
(Front Pembela Islam) saya berusaha mengendarai pelan kepinggir jalan
agar tidak mengganggu pawai mereka, tapi salah satu dari anggota
mereka mengenali saya sebagai chinese, salah satu dari mereka
berteriak “ hey itu china itu china” lalu ada yang menendang motor saya
hingga motor yang kami kendarai jatuh ke sebuah selokan kecil di pinggir
jalan. Setelah saya jatuh beberapa dari mereka turun dari kendaraan
mereka, menghampiri kami yang masih berusaha

mengangkat motor kami, dan mulai memukuli, menendang, bahkan ada


yang meludahi kami “china najis, mati lu” ada yang berteriak “ bakar aja”.
Anggota mereka yang tetap mengikuti iringan pawai, yang melewati
kami hanya tertawa “bagus china babi cocoknya diselokan, makan tai”
orang tua saya dan orang tua teman saya mendatangi kantor polisi
setempat dimana kejadian itu terjadi, bermaksud melaporkan tindak
kekerasan, polisi menolak untuk membuat laporan itu, mereka beralasan
tidak mau berurusan dengan organisasi FPI tersebut.

September 2006 saat itu saya bekerja sebagai supir angkutan umum,
saya sedang beristirahat di sebuah warung makan, dua supir pribumi
datang menghampiri saya, dan menuduh saya merebut penumpang
mereka. Mereka berdua mulai memukuli saya, saya berusaha melawan,
ternyata datang lagi beberapa dari mereka membantu mereka berdua
mengeroyoki saya. Pemilik warung makan dimana tempat saya
dikeroyok, membantu saya menarik saya kedalam warung makan dia,
Selama saya bekerja sebagai supir angkutan umum kurang lebih hampir
setahun, banyak kejadian rasis yang saya alami dari sesama supir pribumi
lainnya. Tidak lama setelah kejadian itu, saya berhenti dari pekerjaan
menyupir.

Setelah saya berhenti dari pekerjaan menyupir, saya bekerja di toko


handphone saudara saya di luar kota didaerah subang jawa barat. Dari
situ saya berniat untuk membuka usaha sendiri, saya mengumpulkan
dana sedikit demi sedikit. Lalu saya ditawari pekerjaan di salah satu toko
retail Blackberry Store dijakarta. Sambil bekerja di Toko retail tersebut,
saya menjalani usaha aksesoris handphone. Yang perlahan berkembang
dengan baik, sampai saya berhenti bekerja di Blackberry Store bisa
mempunyai modal untuk membuka usaha sendiri menjual handphone.
Usaha yang saya jalani mulai 20 juni 2011 itu tidak berjalan lama.

Februari 2015 Beberapa anggota organisasi masyarakat FPI (Front


Pembela Islam) datang ketoko saya pada pagi hari untuk meminta
sejumlah uang, ini bukan pertama kalinya mereka meminta uang dari
toko saya untuk event event tertentu atau beralasan untuk
pembangunan Masjid. Biasanya mereka hanya meminta uang tanpa
memaksa nominal tertentu, tapi kali ini mereka meminta uang yang
jumlahnya cukup besar 2 juta rupiah. Awalnya saya menolak dengan
nominal tersebut, mereka mengancam saya “ masa ga ada duit? buat
imlekan ini, biar aman aja tokonya”

saya setuju untuk membayar 500 ribu rupiah atau tidak sama sekali.
Mereka menolak jumlah yang saya tawarkan, dan meninggalkan toko
saya sambil mengancam “hati-hati cina lu kalo ngomong”.

Setelah mereka meninggalkan toko saya, saya tau pasti akan terjadi
sesuatu pada toko saya. Saya berinitiatif untuk menutup toko dan
membawa stok handphone saya yang ada ditoko. Dan benar saja, sore
harinya mereka kembali untuk mengobrak abrik toko saya. Teman saya
mengabari saya kalau mereka kembali ke toko menghancurkan dan
menjarah beberapa sisa aksesoris yang saya tinggalkan diitoko. Teman
saya yang membuka toko di daerah itu, memperingati saya agar tidak
kembali kesana, karna beberapa anggota ormas tersebut masih mencari
tahu keberadaan saya.

Keluarga saya memaksa saya agar untuk sementara waktu tidak berada
di jakarta, karna ayah saya khawatir anggota ormas tersebut dapat
mengetahui keberadaan saya. Dan pada saat itu saya memutuskan untuk
ke amerika.

Setelah kedatangan saya ke amerika, saya terus berhubungan dengan


keluarga saya, ayah saya berharap agar saya tidak kembali keindonesia.

dari ayah saya, saya mendengar kabar, kalau kakak saya dan beberapa
anggota jemaat gereja dipukuli oleh beberapa warga pribumi setelah dia
keluar dari gereja tempat dia beribadah, karna warga pribumi disekitar
gereja merasa terganggu dengan adanya kegiatan ibadah gereja.
Mereka mengancam untuk membubarkan kegiatan gereja didaerah
tersebut. Mereka akan meminta bantuan dari kelompok ormas FPI untuk
membantu warga setempat untuk menutup gereja tersebut.

Teman saya pun mengabari saya kalau anggota ormas tersebut masih
sesekali mencari tahu keberadaan saya.

dengan keadaan negara yang sedang kacau dikarnakan kasus calon


Gubernur keturunan Tionghua (Chinese Indonesia) bernama ahok yang
dituduh menistakan kitab suci Al-quran oleh Organisasi Masyarakat
FPI(Front Pembela Islam) yang Tujuan sebenarnya adalah FPI didukung
atau dibekingi oleh pejabat pemerintah untuk menjatuhkan dia dari
pencalonan Gubernur. mereka berjanji akan mengulang kejadian Tragedi
kerusuhan 1998 yang menargetkan Pembantaian Warga Tionghua
kembali apabila dia terpilih menjadi Gubernur. Keluarga saya meminta
agar saya tidak kembali ke Indonesia. Karna itulah saya mengajukan
asylum ini.

Anda mungkin juga menyukai