Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut The national patient safety (2003), keselamatan pasien adalah proses yang
dijalankan oleh organisasi yang bertujuan membuat layanan kepada pasien menjadi lebih
aman. Proses tersebut mencakup pengkajian risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien,
pelaporan dan analisa insiden, dan kemampuan belajar dari suatu kejadian, menindaklanjuti
suatu kejadian, dan menerapkan solusi untuk meminimalkan risiko berulangnya kejadian
serupa.

Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) adalah suatu sistem dimana RS membuat
asuhan pasien lebih aman.(KKP-RS PERSI 2005). Sedangkan menurut penjelasan UU
44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 43 yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient
safety) adalah proses dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih
aman.

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/KKP-RS (2008) mendefinisikan bahwa


keselamatan (safety) adalah bebas dari bahaya atau risiko (hazard). Keselamatan pasien
(Patientsafety) adalah pasien bebas dari harm/cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas
dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik, sosial, psikologi, cacat, kematian
dan lain-lain), terkait dengan pelayanan kesehatan.
Untuk menghindarkan kesalahpahaman akan pengertian dan yang menjadi ranah
keselamatan pasien, maka yang perlu kita garis bawahi adalah bahwa yang termasuk ke dalam
keselamatan pasien adalah segala kesalahan yang terjadi di rumah sakit yang dilakukan oleh
semua profesi yang menangani pasien secara langsung dalam memberikan asuhannya.
Termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen risiko terhadap pasien,

1
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan
menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko.

Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit adalah agar terciptanya budaya
keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien
dan masyarakat, menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit dan
terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
tidak diharapkan (Depkes RI,2008)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu keselamatan pasien ?


2. Apa saja insiden keselamatan pasien dan jenisnya ?
3. Apa saja standar keselamatan pasien rumah sakit ?
4. Apa saja 7 langkah menuju keselamatan pasien ?
5. Bagaimana sasaran keselamatan pasien 1, 2 dan 3 ?
6. Apa saja kewajiban dan hak rumah sakit ?
7. Apa saja peran perawat dalam keselamatan pasien ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu keselamatan pasien
2. Untuk mengetahui insiden keselamatan pasien dan jenisnya
3. Untuk mengetahui standar keselamatan pasien rumah sakit
4. Untuk mengetahui 7 langkah menuju keselamatan pasien
5. Untuk mengetahui sasaran keselamatan pasien 1,2 dan 3
6. Untuk mengetahui kewajiban dan hak rumah sakit
7. Untuk mengetahui peran perawat dalam keselamatan pasien

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Tujuan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit

Menurut The national patient safety (2003), keselamatan pasien adalah proses yang
dijalankan oleh organisasi yang bertujuan membuat layanan kepada pasien menjadi lebih
aman. Proses tersebut mencakup pengkajian risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien,
pelaporan dan analisa insiden, dan kemampuan belajar dari suatu kejadian, menindaklanjuti
suatu kejadian, dan menerapkan solusi untuk meminimalkan risiko berulangnya kejadian
serupa.

Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit adalah agar terciptanya budaya
keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien
dan masyarakat, menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit dan
terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
tidak diharapkan (Depkes RI,2008)

2.2. Insiden Keselamatan Pasien dan Jenisnya

Insiden Keselamatan Pasien (IKP) atauPatient Safety Incident adalah setiap kejadian
atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm yaitu seperti
penyakit, cedera, cacat, atau bahkan kematian yang tidak seharusnya terjadi.

Adapun jenis – jenis insiden dalam keselamatan pasien adalah 1) Kondisi Potensial
Cidera - KPC (A reportable circumtance) adalah situasi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cidera tetapi belum terjadi cidera dan kondisi atau situasi ini termasuk yang perlu
untuk dilaporkan contohnya ruangan ICU yang sangat sibuk tetapi jumlah personil selalu
kurang (understaffed), penempatan defibrilator di IGD ternyata diketahui bahwa alat tersebut
rusak, walaupun belum diperlukan, 2) Kejadian Nyaris Cidera – KNC (A near Miss) adalah

3
terjadinya insiden yang belum sampai terpapar atau terkena pasien, contohnya unit transfusi
darah sudah terpasang pada pasien yang salah tetapi kesalahan tersebut segera diketahui
sebelum transfusi dimulai sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, 3) Kejadian Tidak
Cidera – KTC (A No Harm Incident) adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi
tidak timbul cidera, contohnya darah transfusi yang salah sudah dialirkan tetapi tidak timbul
gejala inkompatibiltas, 4) Kejadian Tidak Diharapkan – KTD (A Harmful incident/adverse
event) adalah insiden yang mengakibatkan cidera pada pasien, contohnya transfusi yang salah
mengakibatkan pasien meninggal karena reaksi hemolysis.

Setelah keempat jenis insiden di atas dapat dimengerti, maka ada satu kejadian lagi
yang sangat fatal dan penting untuk dilaporkan dalam keselamatan pasien yaitu kejadian
sentinel (sentinel event) yang artinya suatu Kejadian Tidak Diharapkan – KTD yang
mengakibatkan kematian atau cidera yang serius, biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat
tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti operasi pada bagian tubuh yang salah.
Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi misalnya amputasi
pada kaki yang salah dan sebagainya sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
Setiap insiden dilaporkan secara internal kepada TKPRS (Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit) dalam waktu paling lambat 2x24 jam sesuai format laporan yang ada. TKPRS
melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden yang dilaporkan.
TKPRS melaporkan hasil kegiatannya kepada rumah sakit. Rumah sakit harus melaporkan
insiden, analisis, rekomendasi dan solusi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis
kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit melakukan pengkajian dan memberikan umpan balik (feedback) dan
solusi atas laporan secara nasional (Permenkes 1691/Menkes/Per/VIII/2011).

4
2.3 Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Setiap rumah sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Standar ini
diusun merujuk pada “Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh “Joint
Comission on Accreditation of Health Organizations, Illionis, USA, tahun 2002 dan di
Indonesia sudah dijadikan Permenkes 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang keselamatan pasien
rumah sakit. Dalam penerapannya, standar ini akan dinilai menggunankan Instrumen
Akreditasi Rumah Sakit.Adapun standar tersebut adalah sebagai berikut :

1) Hak Pasien
2) Mendidik pasien dan keluarga
3) Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
4) Penggunaaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien Standar
keselamatan pasien di atas jika diurai satu per satu maka akan lebih jelas maksud dan
tujuannya.
1) Standar I : Hak Pasien Standar :

Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang


rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak
Diharapkan.

Kriteria :
a. Harus ada dokter penanggungjawab pelayanan
b. Dokter penanggungjawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c. Dokter penanggungjawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar
kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau
prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

5
2) Standar II : Mendidik pasien dan keluarga
Standar :

Rumah Sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggungjawab pasien dalam asuhan pasien Kriteria :

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan


pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus
ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarga tentang kewajiban dan
tanggungjawab pasien dalam asuhan pasien.

Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :

a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur

b. Mengetahui kewajiban dan tanggungjawab pasien dan keluarga

c. Mengajukan pertanyaan – pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti

d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan

e. Memenuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit

f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa

g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3) Standar III : Keselamatan Pasien dan kesinambungan pelayanan Standar :

Rumah sakit menjamim kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar


tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria :

6
a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat
pasien keluar dari rumah sakit.

b. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi
antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.

c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk


memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan
rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya

d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman, dan efektif.

4) Standar IV : Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan


program peningkatan keselamatan pasien Standar :

Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara
intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria :

a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, mengacu pada
visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah
klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor – faktor lain yang berpotensi risiko bagi
pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah sakit”

b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait
dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan,
keuangan.

7
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi terkait dengan semua Kejadian Tidak
Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.

d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk
menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien
terjamin.

5) Standar V : Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien Standar :

a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara


terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh

Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”


b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi

Kejadian Tidak Diharapkan

c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.

d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.

e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja


rumah sakit dan keselamatan pasien Kriteria :

a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.

b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program


meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis Kejadian yang memerlukan perhatian,
mulai “Kejadian Nyaris Cedera” (NearMiss) sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan”
(AdverseEvent)

8
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
d. Tersedia prosedur “cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar
dan jelas untuk keperluan analisis

e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk
penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah (RCA)
“Kejadian Nyaris Cedera” (NearMiss)dan “Kejadian Sentinel” pada saat program
keselamatan pasien mulai dilaksanakan.

f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani


“Kejadian Sentinel” (SentinelEvent) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko,
termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”

g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.

h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan
kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut

i. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektifitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk
rencana tindak lanjut dan implementasinya.
6) Standar VI : Mendidik staf tentang keselamatan pasien Standar :

a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.

9
b. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin
dalam pelayanan pasien.

Kriteria :

a. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan serta orientasi bagi staf
baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing – masing.

b. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
in – service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.

c. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok


(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.

7) Standar VII : Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai


keselamatan pasien.

Standar :

a. Rumah sakit merencanakan dan merancang proses manajemen informasi keselamatan


pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.

b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat Kriteria:

a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan merancang proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal – hal terkait dengan keselamatan pasien.

b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen
informasi yang ada

10
2.4 Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Mengacu kepada standar keselamatan pasien di atas, maka rumah sakit harus merancang
proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitoring dan mengevaluasi kinerja
melalui pengumpulan data, menganalisa secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta Keselamatan pasien.

Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi dan tujuan rumah sakit, kebutuhan
pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor
– faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Keselamatan
Pasien Rumah Sakit”. Berkaitan hal tersebut di atas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh
langkah keselamatan pasien rumah sakit tersebut.

Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai berikut :

1) Bangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang
terbuka dan adil.

Langkah penerapan :

a. Bagi Rumah Sakit

Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang harus dilakukan
staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah – langkah pengumpulan fakta harus
dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga.

i. Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan akuntabilitas
individual bilamana ada insiden

ii. Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit

iii. Lakukan asesment dengan menggunakan survei penilaian keselamatan pasien

11
b. Bagi Unit/ Tim

i. Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai kepedulian
mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden
ii. Demonstrasikan kepada tim anda ukuran – ukuran yang dipakai di rumah sakit anda
untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses
pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.

2) Pimpin dan Dukung Staf Anda

Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di rumah sakit
anda.

Langkah penerapan :

a. Untuk Rumah Sakit

i. Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggungjawab atas keselamatan

ii. Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang – orang yang dapat diandalkan untuk menjadi
“penggerak” keselamatan pasien

iii. Prioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat direksi/pimpinan maupun rapat –
rapat manajemen rumah sakit

iv. Masukkan keselamatan pasien dalam semua program latihan staf rumah sakit anda dan
pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektifitasnya

b. Untuk Unit/Tim

i. Nominasikan “penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan Keselamatan
Pasien
ii. Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan
menjalankan gerakan Keselamatan Pasien

12
iii. Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden

3) Integrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko

Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan assesmen hal
yang paling potensial bermasalah.

Langkah Penerapan :

a. Untuk Rumah sakit

i. Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis dan non klinis,
serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan keselamatan pasien
kembangkan indikator –indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat
dimonitor oleh direksi/pimpinan rumah sakit

ii. Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan insiden dan
asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien

b. Untuk Unit/Tim

i. Bentuk forum – forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu – isu keselamatan
pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang terkait
ii. Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko rumah sakit

iii. Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptibilitas setiap
risiko dan ambillah langkah – langkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut

iv. Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke


proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit

4) Kembangkan sistem pelaporan

13
Pastikan staf dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden, serta rumah sakit mengatur
pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) Langkah penerapan :

a. Untuk rumah sakit

Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar, yang harus
dilaporkan ke KKPRS – PERSI

b. Untuk Unit/Tim

Berikan semangat kepada rekan sekerja untuk secara aktif melaporkan setiap insiden yang
terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan
pelajaran yang penting

5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien

Kembangkan cara – cara komunikasi yang terbuka dengan pasien


Langkah penerapan :

a. Untuk rumah sakit

i. Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan cara – cara
komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang insiden dengan para pasien dan
keluarganya

ii. Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan jelas bilamana
terjadi insiden

iii. Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka
kepada pasien dan keluarganya

b. Untuk Unit/Tim

14
i. Pastikan tim menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarganya bilamana
telah terjadi insiden

ii. Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden dan
segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat

iii. Pastikan segera setelah kejadian tim menunjukkan empati kepada pasien dan keluarganya

6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien

Dorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa
kejadian itu timbul
Langkah penerapan :

a. Untuk rumah sakit

i. Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara tepat, yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab

ii. Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria pelaksanaan Analisis Akar
Masalah (Root cause Analysis/RCA)yang mencakup insiden yang terjadi dan minimum
satu kali per tahun melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) untuk proses
risiko tinggi.

b. Untuk Unit/Tim

i. Diskusikan dalam tim tentang pengalaman dari hasil analisis insiden

ii. Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan dan bagilah
pengalaman tersebut secara lebih luas

7) Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

15
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada
sistem pelayanan

Langkah penerapan :

a. Untuk Rumah Sakit

i. Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan, asesmen
risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis untuk menentukan solusi setempat

ii. Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan proses), penyesuaian
pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis termasuk pengguanaan instrumen yang menjamin
keselamatan pasien

iii. Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan

iv. Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS – PERSI

v. Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden yang
dilaporkan

b. Untuk Unit/Tim

i. Libatkan tim dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan pasien menjadi
lebih baik dan lebih aman

ii. Telaah kembali perubahan – perubahan yang dibuat tim dan pastikan pelaksanaannya

iii. Pastikan tim menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang
dilaporkan
Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif
untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh
harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam pelaksanaan tujuh langkah tersebut

16
tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilihlah langkah – langkah yang paling
strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit. Bila langkah – langkah ini berhasil
maka kembangkan langkah – langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini
telah dilaksanakan dengan baik, maka rumah sakit dapat menambah metode – metode
lainnya (DepKes RI, 2008).

2.5 Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit
yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu
kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari World Health Organization (WHO)
Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite

Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKP-RS, PERSI), dan dari Joint Comission
International (JCI). Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan
spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagianbagian yang bermasalah dalam
pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti
keahliaan atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin
sasaran secara umum difokuskan pada solusi – solusi yang menyeluruh. Enam sasaran
keselamatan pasien adalah tercapainya hal – hal sebagai berikut :
1) Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien Standar SKP I :

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/ meningkatkan


ketelitian identifikasi pasien.

Maksud dan tujuan sasaran I :

Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua
aspek/ tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada
pasien yang dalam keadaan terbius/ tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar

17
tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain.
Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk
identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan dan pengobatan, dan
kedua, untuk kesesuain pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/
atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi,
khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau
produk darah, pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, atau pemberian
pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/ atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara
untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir,
gelang identitas pasien dengan barcode, dan lain - lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak
bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan atau prosedur juga menjelaskan penggunaan
dua identitas berbeda dilokasi yang berbeda dirumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan,
unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas.
Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/ atau prosedur agar
dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi.

Elemen Penilaian Sasaran I :

a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien misalnya nama dan tanggal lahir
pasien. Tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.

b. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.

c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.

d. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/ prosedur.

e. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua
situasi dan lokasi.

18
2) Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif Standar SKP II :

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi


antar pemberi layanan.

Maksud dan Tujuan Sasaran II :

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh
pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi
kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil
pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laporan laboratorium klinik cito melalui telepon
ke unit pelayanan. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan atau
prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk : mencatat (atau memasukkan ke
komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah, kemudian
penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan, dan
mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan
dan atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan
pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi
gawat darurat di Instalasi GawatDarurat atau Intensive Care Unit.

Elemen Penilaian Sasaran II :

Perintah lengkap secara lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah.
a. Perintah lengkap lisan dan telepon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara lengkap
oleh penerima perintah.

b. Perintah atau pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang menyampaikan hasil
pemeriksaan.

19
c. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan atau
melalui telepon secara konsisten.

3) Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High –

Alert).

Standar SKP III :

Rumah Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat –


obat yang perlu diwaspadai (High – Alert).

Maksud dan Tujuan Sasaran III :

Bila obat – obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien manajemen harus
berperan secar kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat – obatan yang perlu
diwaspadai (High Alert Medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan
- kesalahan serius (Sentinel Event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan (adverse outcome) seperti obat – obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip
(Nama Obat, Rupa, dan Ucapan Mirip/ NORUM, atau Look AlikeSoundAlike/ LASA). Obat –
obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit
konsentrat. Secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2 meq/ ml atau yang lebih pekat,
kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat sama dengan
50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi
dengan baik diunit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih
dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk
mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses
pengelolaan obat – obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat
dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan/ atau prosedur untuk membuat daftar obat – obat yang perlu diwaspadai
berdasarkan data yang ada dirumah sakit. Kebijakan dan/ atau prosedur juga mengidentifikasi

20
area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di Instalasi Gawat Darurat
atau kamar operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit yang benar dan
bagaimana penyimpanannya di area tersebut sehingga membatasi akses, untuk mencegah
pemberian yang tidak sengaja/ kurang hati – hati.

Elemen Penilaian Sasaran III :

a. Kebijakan dan/ atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan
lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.

b. Implementasi kebijakan dan prosedur

c. Elekrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis
dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati – hati diarea tersebut sesuai
kebijakan.
d. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label yang jelas,
dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).

2.6 Kewajiban dan Hak Rumah Sakit

Bedasarkan Undang – Undang RI no. 44 tahun 2009, rumah sakit memiliki kewajiban
sebagai berikut :

1) Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat

2) Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit

3) Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya

4) Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan
kemampuan pelayanannya

21
5) Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin

6) Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak
mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban
bencana dan kejadian luar biasa atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan

7) Membuat, melaksanakan dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit
sebagai acuan dalam melayani pasien

8) Menyelenggarakan rekam medik


9) Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang
tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak – anak, lanjut usia.

10) Melaksanakan sistem rujukan

11) Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan
perundang – undangan

12) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien

13) Menghormati dan melindungi hak – hak pasien

14) Melaksanakan etika rumah sakit

15) Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana

16) Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional

17) Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan
tenaga kesehatan lainnya.

18) Menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit (hospital by laws).

19) Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas rumah sakit dalam
melaksanakan tugas.

22
20) Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawan tanpa rokok.

Apabila kewajiban tersebut tidak dapat dijalankan secara baik, maka rumah sakit akan
mendapatkan konsekuensi berupa :

1) Teguran lisan

2) Teguran tertulis

3) Denda dan pencabutan izin rumah sakit

Dalam Undang – undang ini juga diatur beberapa hal yang menjadi hak rumah sakit
(Pasal 30 UU No. 44 Tahun 2009) sebagai berikut :

1) Menentukan jumlah, jenis dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi
rumah sakit

2) Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif dan penghargaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –undangan

3) Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan

4) Menerima bantuan dari pihak lin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan

5) Mendapatkan insentif pajak bagi rumah sakit publik dan rumah sakit pendidikan

2.7 Peran Perawat dalam Keselamatan Pasien (Patient Safety)

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat pada pasal 1 ayat

1 yang berbunyi Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam
maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku.

23
Taylor C. Lillis C. Lemone (1989) mendefinisikan perawat adalah seseorang yang
berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dengan melindungi seseorang karena
sakit, luka dan proses penuaan.

Menurut ICN (International Council of Nursing) tahun 1965, perawat adalah


seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi syarat serta
berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan pelayanan keperawatan yang
bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan
penderita sakit.

Peran Perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan
sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan.

Sesuai dengan yang tercantum di Permenkes 1691 tahun 2011 tentang keselamatan
pasien rumah sakit pada pasal 8 yang berisikan “Rumah sakit dan tenaga kesehatan yang
bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan program dengan mengacu pada kebijakan nasional
Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit”. Hal ini dapat didefinisikan bahwa
perawat memiliki kewajiban dan berperan penting dalam keselamatan pasien di rumah sakit.

24

Anda mungkin juga menyukai