Anda di halaman 1dari 15

Biografi

Sang Bidadari Berlampu


Florence Nightingale

Penulis : Bryan Bernadine


Kelas : x MIA 2
Biodata Florence Nightingale
1. Nama : Florence Nightingale.

2. Lahir : 12 Mei 1820, Firenze, Kadipaten


Agung Toscana ( Sekarang dikenal dengan Kota
Florence, Italia).

3. Meninggal : 13 Agustus 1910, dimakamkan di


Park Lane, London, Britania Raya.

4. Dikenal karena : Memelopori Keperawatan Modern.

5. Profesi : Perawat dan Statistikawan


Biografi
Sang Bidadari Berlampu “Florence Nightingale”.

Florence Nightingale (lahir di Firenze, Kadipaten Agung Toscana


( sekarang dikenal Florence, Italia), 12 Mei 1820 – meninggal di
London, Inggris, 13 Agustus 1910 pada umur 90 tahun) adalah pelopor
perawat modern, penulis dan ahli statistik. Beliau dikenal dengan nama
Bidadari Berlampu (bahasa Inggris The Lady With The Lamp) atas
jasanya yang tanpa kenal takut mengumpulkan korban perang pada
perang Krimea, di semenanjung Krimea, Rusia.

Florence Nightingale lahir di Firenze, Italia pada tanggal 12 Mei


1820 dan dibesarkan dalam keluarga yang berada. Nama beliau diambil
dari kota tempat beliau dilahirkan.[2] Nama depannya, Florence merujuk
kepada kota kelahiran beliau, Firenze dalam bahasa Italia atau Florence
dalam bahasa Inggris.

Semasa kecilnya beliau tinggal di Lea Hurst, sebuah rumah besar


dan mewah milik ayahnya, William Nightingale yang merupakan
seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London, Inggris. Sementara
ibunya adalah keturunan ningrat dan keluarga Nightingale adalah
keluarga terpandang. Florence Nightingale memiliki seorang saudara
perempuan bernama Parthenope.

Pada masa remaja mulai terlihat perilaku mereka yang sangatlah


berbeda. Parthenope hidup sesuai dengan martabatnya sebagai putri
seorang tuan tanah yang pada masa itu wanita ningrat, kaya, dan
berpendidikan, aktivitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas.
Sementara adiknya, Florence lebih banyak keluar rumah dan membantu
warga sekitar yang membutuhkan.

Pada tahun 1846 ia mengunjungi Kaiserswerth, Jerman, dan


mengenal lebih jauh tentang rumah sakit modern pionir yang dipelopori
oleh Pendeta Theodor Fliedner dan istrinya dan dikelola oleh biarawati
Lutheran (Katolik).

Di sana Florence Nightingale terpesona akan komitmen dan


kepedulian yang dipraktikkan oleh para biarawati kepada pasien.

Ia jatuh cinta pada pekerjaan sosial keperawatan, serta pulang ke


Inggris dengan membawa angan-angan tersebut.

Pada usia dewasa beliau lebih cantik dari kakaknya, dan sebagai
seorang putri tuan tanah yang kaya, mendapat banyak lamaran untuk
menikah. Namun semua itu ia tolak, karena Florence merasa
"terpanggil" untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan
kemanusiaan atau bersifat sosial.

Pada tahun 1851, kala menginjak usia 31 tahun, ia dilamar oleh


Richard Monckton Milnes seorang penyair dan seorang ningrat (Baron
of Houghton), lamaran inipun ia tolak karena pada tahun itu ia sudah
membulatkan tekad untuk mengabdikan dirinya pada dunia
keperawatan.

Angan-angannya ini, ternyata ditentang keras oleh ibunya dan


kakaknya. Hal ini dikarenakan pada masa itu di Inggris, perawat adalah
pekerjaan hina dan sebuah rumah sakit adalah tempat yang jorok.
Banyak orang memanggil dokter untuk datang ke rumah dan dirawat di
rumah.

Perawat pada masa itu hina karena:

 Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau "buntut"


(keluarga tentara yang miskin) yang mengikuti kemana tentara
pergi.

 Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam


keadaan terbuka, sehingga dianggap profesi ini bukan profesi
sopan wanita baik-baik dan banyak pasien memperlakukan wanita
tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit dengan tidak
senonoh

 Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada


perempuan karena alasan-alasan tersebut di atas.

 Perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak.

Argumentasi Florence bahwa di Jerman perawatan bisa dilakukan


dengan baik tanpa merendahkan profesi perawat , karena saat itu di
Jerman perawat juga biarawati Katolik yang sudah disumpah untuk tidak
menikah dan hal ini juga secara langsung melindungi mereka dari
perlakuan yang tidak hormat dari pasiennya.

Walaupun ayahnya setuju bila Florence membaktikan diri untuk


kemanusiaan, namun ia tidak setuju bila Florence menjadi perawat di
rumah sakit. Ia tidak dapat membayangkan anaknya bekerja di tempat
yang menjijikkan. Ia menganjurkan agar Florence pergi berjalan-jalan
keluar negeri untuk menenangkan pikiran.

Tetapi Florence berkeras dan tetap pergi ke Kaiserswerth, Jerman


untuk mendapatkan pelatihan bersama biarawati di sana. Selama empat
bulan ia belajar di Kaiserwerth, Jerman di bawah tekanan dari
keluarganya yang takut akan implikasi sosial yang timbul dari seorang
gadis yang menjadi perawat dan latar belakang rumah sakit yang Katolik
sementara keluarga Florence adalah Kristen Protestan.
Selain di Jerman, Florence Nightingale juga pernah bekerja di
rumah sakit untuk orang miskin di Perancis.

Pada tanggal 12 Agustus 1853, Nightingale kembali ke London


dan mendapat pekerjaan sebagai pengawas bagian keperawatan di
Institute for the Care of Sick Gentlewomen, sebuah rumah sakit kecil
yang terletak di Upper Harley Street, London, posisi yang ia tekuni
hingga bulan Oktober 1854. Ayahnya memberinya ₤500 per tahun
(setara dengan ₤ 25,000 atau Rp. 425 juta pada masa sekarang),
sehingga Florence dapat hidup dengan nyaman dan meniti kariernya.

Di sini beliau beragumentasi sengit dengan Komite Rumah Sakit


karena mereka menolak pasien yang beragama Katolik. Florence
mengancam akan mengundurkan diri, kecuali bila komite ini mengubah
peraturan tersebut dan memberinya izin tertulis bahwa;

“ rumah sakit akan menerima tidak saja pasien yang beragama


Katolik, tetapi juga Yahudi dan agama lainnya, serta
memperbolehkan mereka menerima kunjungan dari pendeta-
pendeta mereka, termasuk rabi, dan ulama untuk orang Islam ”

Komite Rumah Sakit pun mengubah peraturan tersebut sesuai


permintaan Florence.

Pada 1854 berkobarlah peperangan di Semenanjung Krimea.


Tentara Inggris bersama tentara Perancis berhadapan dengan tentara
Rusia. Banyak prajurit yang gugur dalam pertempuran, namun yang
lebih menyedihkan lagi adalah tidak adanya perawatan untuk para
prajurit yang sakit dan luka-luka.

Keadaan memuncak ketika seorang wartawan bernama William


Russel pergi ke Krimea. Dalam tulisannya untuk harian TIME ia
menuliskan bagaimana prajurit-prajurit yang luka bergelimpangan di
tanah tanpa diberi perawatan sama sekali dan bertanya, "Apakah Inggris
tidak memiliki wanita yang mau mengabdikan dirinya dalam melakukan
pekerjaan kemanusiaan yang mulia ini?"

Hati rakyat Inggris pun tergugah oleh tulisan tersebut. Florence


merasa masanya telah tiba, beliau pun menulis surat kepada menteri
penerangan saat itu, Sidney Herbert, untuk menjadi sukarelawan.

Pada pertemuan dengan Sidney Herbert terungkap bahwa Florence


adalah satu-satunya wanita yang mendaftarkan diri. Di Krimea prajurit-
prajurit banyak yang mati bukan karena peluru dan bom, namun karena
tidak adanya perawatan, dan perawat pria jumlahnya tidak memadai. Ia
meminta Florence untuk memimpin gadis-gadis sukarelawan dan
Florence menyanggupi.

Pada tanggal 21 Oktober 1854, bersama 38 gadis sukarelawan


yang dilatih oleh Nightingale dan termasuk bibinya Mai Smith,
berangkat ke Turki menumpang sebuah kapal.

Pada tanggal November 1854, mereka mendarat di sebuah rumah


sakit pinggir pantai di Scutari. Saat tiba di sana kenyataan yang mereka
hadapi lebih mengerikan dari apa yang mereka bayangkan.

Beberapa gadis sukarelawan terguncang jiwanya dan tidak dapat


langsung bekerja karena cemas, semua ruangan penuh sesak dengan
prajurit-prajurit yang terluka, dan beratus-ratus prajurit bergelimpangan
di halaman luar tanpa tempat berteduh dan tanpa ada yang merawat.

Dokter-dokter bekerja cepat pada saat pembedahan, mereka


memotong tangan, kaki, dan mengamputasi apa saja yang
membahayakan hidup pemilik, potongan-potongan tubuh tersebut
ditumpuk begitu saja di luar jendela dan tidak ada tenaga untuk
membuangnya jauh-jauh ke tempat lain. Bekas tangan dan kaki yang
berlumuran darah menggunung menjadi satu dan mengeluarkan bau tak
sedap.
Florence diajak mengelilingi neraka tersebut oleh Mayor Prince,
dokter kepala rumah sakit tersebut dan menyanggupi untuk membantu.

Florence melakukan perubahan-perubahan penting. Ia mengatur


tempat-tempat tidur para penderita di dalam rumah sakit, dan menyusun
tempat para penderita yang bergelimpangan di luar rumah sakit. Ia
mengusahakan agar penderita yang berada di luar paling tidak bernaung
di bawah pohon dan menugaskan pendirian tenda.

Penjagaan dilakukan secara teliti, perawatan dilakukan dengan


cermat;

 Perban diganti secara berkala.


 Obat diberikan pada waktunya.
 Lantai rumah sakit dipel setiap hari.
 Meja kursi dibersihkan.
 Baju-baju kotor dicuci dengan mengerahkan tenaga bantuan dari
penduduk setempat.

Akhirnya gunungan potongan tubuh, daging, dan tulang-belulang


manusiapun selesai dibersihkan, mereka dibuang jauh-jauh atau ditanam.

Dalam waktu sebulan rumah sakit sudah berubah sama sekali,


walaupun baunya belum hilang seluruhnya namun jerit dan rintihan
prajurit yang luka sudah jauh berkurang. Para perawat sukarelawan
bekerja tanpa kenal lelah hilir-mudik di bawah pengawasan Florence
Nightingale.

Beliau juga menangani perawat-perawat lain dengan tangan besi,


bahkan mengunci mereka dari luar pada malam hari. Ini dilakukan untuk
membuktikan pada orang tua mereka di tingkat ekonomi menengah,
bahwa dengan disiplin yang keras dan di bawah kepemimpinan kuat
seorang wanita, anak-anak mereka bisa dilindungi dari kemungkinan
serangan seksual.
Ketakutan akan hal inilah yang membuat ibu-ibu di Inggris
menentang anak perempuan mereka menjadi perawat, dan menyebabkan
rumah sakit di Inggris ketinggalan dibandingkan di benua Eropa lainnya
di mana profesi keperawatan dilakukan oleh biarawati dan biarawati-
biarawati ini berada di bawah pengawasan Biarawati Kepala.

Pada malam hari saat perawat lain beristirahat dan memulihkan


diri, Florence menuliskan pengalamannya dan cita-citanya tentang dunia
keperawatan, dan obat-obatan yang ia ketahui.

Namun, kerja keras Florence membersihkan rumah sakit tidak


berpengaruh banyak pada jumlah kematian prajurit, malah sebaliknya,
angka kematian malah meningkat menjadi yang terbanyak dibandingkan
rumah sakit lainnya di daerah tersebut.

Pada masa musim dingin pertama Florence berada di sana


sejumlah 4077 prajurit meninggal dirumah sakit tersebut. Sebanyak 10
kali lipat prajurit malah meninggal karena penyakit seperti; tipes, tifoid,
kolera, dan disentri dibandingkan dengan kematian akibat luka-luka saat
perang.

Kondisi di rumah sakit tersebut menjadi sangat fatal karena jumlah


pasien melimpah lebih banyak dari yang mungkin bisa ditampung, hal
ini menyebabkan sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara
memburuk.

Pada bulan bulan Maret 1855, hampir enam bulan setelah Florence
Nightingale datang, komisi kebersihan Inggris datang dan memperbaiki
sistem pembuangan limbah dan sirkulasi udara, sejak saat itu tingkat
kematian menurun drastis.

Namun Florence tetap percaya saat itu bahwa tingkat kematian


disebabkan oleh nutrisi yang kurang dari suplai makanan dan beratnya
beban pekerjaan tentara. Pemikiran ini baru berubah saat Florence
kembali ke Inggris dan mengumpulkan bukti dihadapan Komisi
Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris (Royal Commission on the
Health of the Army), akhirnya ia diyakinkan bahwa saat itu para prajurit
di rumah sakit meninggal akibat kondisi rumah sakit yang kotor dan
memprihatinkan.

Hal ini berpengaruh pada kariernya di kemudian hari di mana


beliau gigih mengkampanyekan kebersihan lingkungan sebagai hal yang
utama. Kampanye ini berhasil dinilai dari turunnya angka kematian
prajurit pada saat damai (tidak sedang berperang) dan menunjukkan
betapa pentingnya disain sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara
sebuah rumah sakit.

Pada suatu kali, saat pertempuran dahsyat di luar kota telah berlalu,
seorang bintara datang dan melapor pada Florence bahwa dari kedua
belah pihak korban yang berjatuhan banyak sekali.

Florence menanti rombongan pertama, namun ternyata jumlahnya


sedikit, beliau bertanya pada bintara tersebut apa yang terjadi dengan
korban lainnya. Bintara tersebut mengatakan bahwa korban selanjutnya
harus menunggu sampai besok karena sudah terlanjur gelap.

Florence memaksa bintara tersebut untuk mengantarnya ke bekas


medan pertempuran untuk mengumpulkan korban yang masih bisa
diselamatkan karena bila mereka menunggu hingga esok hari korban-
korban tersebut bisa mati kehabisan darah.

Saat bintara tersebut terlihat enggan, Florence mengancam akan


melaporkannya kepada Mayor Prince.

Berangkatlah mereka berenam ke bekas medan pertempuran,


semuanya pria, hanya Florence satu-satunya wanita. Florence dengan
berbekal lentera membalik dan memeriksa tubuh-tubuh yang
bergelimpangan, membawa siapa saja yang masih hidup dan masih bisa
diselamatkan, termasuk prajurit Rusia.

Malam itu mereka kembali dengan membawa lima belas prajurit,


dua belas prajurit Inggris dan tiga prajurit Rusia.
Semenjak saat itu setiap terjadi pertempuran, pada malam harinya
Florence berkeliling dengan lampu untuk mencari prajurit-prajurit yang
masih hidup dan mulailah ia terkenal sebagai bidadari berlampu yang
menolong di gelap gulita. Banyak nyawa tertolong yang seharusnya
sudah meninggal.

Selama perang Krimea, Florence Nightingale mendapatkan nama


"Bidadari Berlampu".Pada tahun 1857 Henry Longfellow, seorang
penyair AS, menulis puisi tentang Florence Nightingale berjudul "Santa
Filomena", yang melukiskan bagaimana ia menjaga prajurit-prajurit di
rumah sakit tentara pada malam hari, sendirian, dengan membawa
lampu.

“ Pada jam-jam penuh penderitaan itu, datanglah bidadari


berlampu untukku. ”

Florence Nightingale kembali ke Inggris sebagai pahlawan pada


tanggal 7 Agustus 1857, semua orang tahu siapa Florence Nightingale
dan apa yang ia lakukan ketika ia berada di medan pertempuran Krimea,
dan menurut BBC, ia merupakan salah satu tokoh yang paling terkenal
setelah Ratu Victoria sendiri. Nightingale pindah dari rumah
keluarganya di Middle Claydon, Buckinghamshire, ke Burlington Hotel
di Piccadilly. Namun, beliau terkena demam, yang disebabkan oleh
Bruselosis ("demam Krimea") yang menyerangnya selama perang
Krimea. Dia memalangi ibu dan saudara perempuannya dari kamarnya
dan jarang meninggalkannya.

Sebagai respon pada sebuah undangan dari Ratu Victoria - dan


meskipun terdapat keterbatasan kurungan pada ruangannya - Nightingale
memainkan peran utama dalam pendirian Komisi Kerajaan untuk
Kesehatan Tentara Inggris, dengan Sidney Herbert menjadi ketua.
Sebagai wanita, Nightingale tidak dapat ditunjuk untuk Komisi
Kerajaan, tetapi beliau menulis laporan 1.000 halaman lebih yang
termasuk laporan statistik mendetail, dan ia merupakan alat
implementasi rekomendasinya. Laporan Komisi Kerajaan membuat
adanya pemeriksaan tentara militer, dan didirikannya Sekolah Medis
Angkatan Bersenjata dan sistem rekam medik angkatan bersenjata.

Ketika beliau masih di Turki, pada tanggal 29 November 1855,


publik bertemu untuk memberikan pengakuan pada Florence
Nightingale untuk hasil kerjanya pada perang yang membuat
didirikannya Dana Nightingale untuk pelatihan perawat. Sidney Herbert
menjadi sekretaris honorari dana, dan Adipati Cambridge menjadi ketua.
Sekembalinya Florence ke London, beliau diundang oleh tokoh-tokoh
masyarakat. Mereka mendirikan sebuah badan bernama "Dana
Nightingale", di mana Sidney Herbert menjadi Sekertaris Kehormatan
dan Adipati Cambridge menjadi Ketuanya. Badan tersebut berhasil
mengumpulkan dana yang besar sekali sejumlah ₤ 45.000 sebagai rasa
terima kasih orang-orang Inggris karena Florence Nightingale berhasil
menyeamatkan banyak jiwa dari kematian.

Florence menggunakan uang itu untuk membangun sebuah sekolah


perawat khusus untuk wanita yang pertama, saat itu bahkan perawat-
perawat pria pun jarang ada yang berpendidikan.

Florence berargumen bahwa dengan adanya sekolah perawat, maka


profesi perawat akan menjadi lebih dihargai, ibu-ibu dari keluarga baik-
baik akan mengizinkan anak-anak perempuannya untuk bersekolah di
sana dan masyarakat akan lain sikapnya menghadapi seseorang yang
terdidik.

Sekolah tersebut pun didirikan di lingkungan rumah sakit St.


Thomas Hospital, London. Dunia kesehatan pun menyambut baik
pembukaan sekolah perawat tersebut.

Saat dibuka pada tanggal 9 Juli 1860 berpuluh-puluh gadis dari


kalangan baik-baik mendaftarkan diri, perjuangan Florence di
Semenanjung Krimea telah menghilangkan gambaran lama tentang
perempuan perawat. Dengan didirikannya sekolah perawat tersebut telah
diletakkan dasar baru tentang perawat terdidik dan dimulailah masa baru
dalam dunia perawatan orang sakit. Kini sekolah tersebut dinamakan
Sekolah Perawat dan Kebidanan Florence Nightingale (Florence
Nightingale School of Nursing and Midwifery) dan merupakan bagian
dari Akademi King College London.

Sebagai pimpinan sekolah Florence mengatur sekolah itu dengan


sebaik mungkin. Tulisannya mengenai dunia keperawatan dan cara
mengaturnya dijadikan bahan pelajaran di sekolah tersebut.

Saat tiba waktunya anak-anak didik pertama Florence menamatkan


sekolahnya, berpuluh-puluh tenaga pemudi habis diambil oleh rumah
sakit sekitar, padahal rumah sakit yang lain banyak meminta bagian.

Perawat lulusan sekolah Florence pertama kali bekerja pada


Rumah Sakit Liverpool Workhouse Infirmary. Ia juga berkampanye dan
menggalang dana untuk rumah sakit Royal Buckinghamshire di
Aylesbury dekat rumah tinggal keluarganya.

Dengan perawat-perawat terdidik, era baru perawatan secara


modernpun diterapkan ditempat-tempat tersebut.

Dunia menjadi tergugah dan ingin meniru. Mereka mengirimkan


gadis-gadis berbakat untuk dididik di sekolah tersebut dan sesudah tamat
mereka diharuskan mendirikan sekolah serupa di negerinya masing-
masing.

Pada tahun 1882 perawat-perawat yang lulus dari sekolah Florence


telah tumbuh dan mengembangkan pengaruh mereka pada awal-awal
pengembangan profesi keperawatan. Beberapa dari mereka telah
diangkat menjadi perawat senior (matron), termasuk di rumah sakit-
rumah sakit London seperti St. Mary's Hospital, Westminster Hospital,
St Marylebone Workhouse Infirmary dan the Hospital for Incurables
(Putney); dan diseluruh Inggris, seperti: Royal Victoria Hospital, Netley;
Edinburgh Royal Infirmary; Cumberland Infirmary; Liverpool Royal
Infirmary dan juga di Sydney Hospital, di New South Wales, Australia.
Orang sakit menjadi pihak yang paling beruntung di sini,
disamping mereka mendapatkan perawatan yang baik dan memuaskan,
angka kematian dapat ditekan serendah mungkin. Buku dan buah pikiran
Florence Nightingale menjadi sangat bermanfaat dalam hal ini.

Pada tahun 1860 Florence menulis buku Catatan tentang


Keperawatan (Notes on Nursing) buku setebal 136 halaman ini menjadi
buku acuan pada kurikulum di sekolah Florence dan sekolah
keperawatan lainnya. Buku ini juga menjadi populer di kalangan orang
awam dan terjual jutaan eksemplar di seluruh dunia.

Pada tahun 1861 cetakan lanjutan buku ini terbit dengan tambahan
bagian tentang perawatan bayi.

Pada tahun 1869, Nightingale dan Elizabeth Blackwell mendirikan


Universitas Medis Wanita.

Pada tahun 1870-an, Linda Richards, "perawat terlatih pertama


Amerika", berkonsultasi dengan Florence Nightingale di Inggris, dan
membuat Linda kembali ke Amerika Serikat dengan pelatihan dan
pengetahuan memadai untuk mendirikan sekolah perawat. Linda
Richards menjadi pelopor perawat di Amerika Serikat dan Jepang.

Pada tahun 1883 Florence dianugerahkan medali Palang Merah


Kerajaan (The Royal Red Cross) oleh Ratu Victoria.

Pada tahun 1907 pada umurnya yang ke 87 tahun Raja Inggris, di


hadapan beratus-ratus undangan menganugerahkan Florence Nightingale
dengan bintang jasa The Order Of Merit dan Florence Nightingale
menjadi wanita pertama yang menerima bintang tanda jasa ini.

Pada tahun 1908 ia dianugerahkan Honorary Freedom of the City


dari kota London.

Nightingale adalah seorang anggota Gereja Anglikan Inggris. Pada


tanggal 7 Februari 1837 – tidak lama sebelum ulang tahunnya ke-17 –
sesuatu terjadi yang akan mengubah hidupnya: ia menulis, "Tuhan
berbicara padaku dan memanggilku untuk melayani-Nya."

Florence Nightingale meninggal dunia di usia 90 tahun pada


tanggal 13 Agustus 1910. Keluarganya menolak untuk memakamkannya
di Westminster Abbey, dan ia dimakamkan di Gereja St. Margaret yang
terletak di East Wellow, Hampshire, Inggris.

Dari kisahnya ini, Beliau sangatlah pantas mendapatkan


penghormatan berupa tanggal lahirnya digunakan sebagai tanggal
diperingatinya hari Perawat Internasional. Dari beliau ini, pemikiran
yang jelek atas profesi perawat berubah menjadi pemikiran yang baik.
Jikalau tanpa restu Tuhan Yang Maha Esa melalui Florence Nightingale
pastinya akan tetap pemikiran negatif tersandang pada profesi ini.
Padahal, profesi perawat sangatlah penting dan banyak sekali
manfaatnya utamanya bagi masyarakat secara umum.

Anda mungkin juga menyukai