Anda di halaman 1dari 20

ARTIKEL

PERANAN LEMBAGA AMIL ZAKAT (LAZ) DALAM


PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN MELALUI
PENGEMBANGAN USAHA MIKRO
DI WILAYAH JAWA BARAT
Abstract

The purpose of this articel is to describe the role of zakat for empowering of receiver.
The Implementation of zakah has social capital and civic engagemen. Social capital is a
variety of entities having two characteristic in common: they all consist of some aspect of a
social structure and they facilitate certain actions of individuals who are within the
structure, social capital inheres in the structure of relations between person and among
persons. It is lodged neither in individuals nor in physical implements of production. Civic
Engagement has value derivation,namely (i) empathy, (ii) reciprocity, (iii) generosity, (iv)
moral obligation, (v) social solidarity, (vi) public trust, dan (vii) public spirit. The
dynamics occurred due to culture, politics of goverment and elite authoriry from any
organizations.

Keywords: Zakah, Social Capital, Empowering

Moh. Dulkiah A. Pendahuluan


E-mail: moh.dulkiah@uinsgd.ac.id Topik ini memiliki relevansi
guna memperkaya diskusi teoritik
Dosen FISIP UIN Sunan Gunung Djati tentang bagaimana kapasitas individu
Bandung dalam struktur sosialnya. Sementara,
perspektif tentang modal sosial
sebelumnya (Putnam,1993, 1996, 2000;
Coleman, 1994; Portes, 1995;
Fukuyama, 1999) memiliki fokus pada
bentuk kualitas hubungan dalam
komunitas, organisasi, dan
masyarakat berdasarkan kepercayaan
(trust), norma (norms) dan jaringan
sosial (networking).
Perspektif yang cenderung
institusionalis juga dikemukakan oleh
Coleman (1988:S96), Ben Porath
(1980), Oliver Williamson (1975, 1981),
Baker (1983) dan Granovetter (1985).
Perspektif ini lebih mengungkapkan
keterkaitan antar-organisasi sosial
yang berpengaruh pada berfungsinya
aktivitas ekonomi. Dari hasil
penelitian Helliwell (2002), Uslaner
(2002), Delhey dan Newton (2003)
(dalam Rothstein and Uslaner, 2005)
pada level mikro, diketahui bahwa

30
pada umumnya orang-orang Dari beberapa perspektif di
mempercayai orang-orang lainnya di atas, perspektif modal sosial yang
sekitar mereka, dan juga (i) memiliki tampaknya lebih relevan dengan
penilaian yang cukup positif fenomena zakat di Indonesia,
mengenai lembaga-lembaga khususnya wilayah Jawa Barat,
demokrasi dan pemerintahan, (ii) adalah perspektif yang dikemukakan
lebih berpartisipasi dalam politik dan Pierre Bourdie. Di sini Pierre Bourdie
dan terlibat aktif pada lembaga- mendefinisikan modal sosial sebagai
lembaga kemasyarakatan, (iii) lebih “sumber daya aktual dan potensial
banyak menyumbang untuk kegiatan yang dimiliki oleh seseorang berasal
sosial, (iv) lebih toleran kepada dari jaringan sosial yang
minoritas dan orang-orang yang tidak terlembagakan serta berlangsung
menyukai mereka, (v) lebih optimistik terus menerus dalam bentuk
dalam memandang kehidupan, dan pengakuan dan perkenalan timbal
(vi) lebih bahagia dengan balik yang memberikan kepada
kehidupannya. anggotanya berbagai bentuk
Kajian yang bersifat dukungan kolektif” yang tentu saja
interaksionalis dapat diketahui dari tidak lepas dari aspek habitus dan
penelitian Putnam (1993), Zak dan field-nya. Pierre Bourdieu (1930-2002)
Knack (2001), Rothstein dan Stolle juga membedakan antara modal
(2003) (dalam Rothstein and Uslaner, spiritual (spiritual capital) dengan
2005). Pada perspektif ini, modal modal agama (religious capital). Yang
sosial lebih menekankan pada trust pertama mencakup aspek yang lebih
dan networking. Pada level meso, luas pada masyarakat yang lebih
diketahui bahwa orang-orang yang beragam, dijalankan oleh pola
memiliki trust, juga memiliki produksi, konsumsi, pertukaran dan
pekerjaan yang lebih baik dalam konsumsi yang lebih kompleks
lembaga-lembaga politik dan (extrainstitutional). Sedangkan yang
pemerintahan, lebih sejahtera dan kedua dihasilkan dalam sebuah
jarang melakukan kejahatan dan lembaga yang hirarkis (institutional)
korupsi. (Bradford Verter, 2003: 150-174).
Sementara penekanan modal Secara empiris, fenomena
sosial dari aspek jaringan memiliki modal sosial lembaga zakat memiliki
suatu nilai inti yang disebut civic domainnya sendiri sesuai dengan
engagement. Modal sosial dengan nilai karakteristiknya. Sebagaimana kajian
inti civic engagement itu mengandung sebelumnya bahwa terdapat 3 (tiga)
tujuh derivasi nilai yang sangat bentuk lembaga zakat yang berkiprah
esensial yaitu: (i) empathy, (ii) di Indonesia. Pertama, lembaga zakat
reciprocity, (iii) generosity, (iv) moral yang dikelola komunitas dengan lebih
obligation, (v) social solidarity, (vi) public mengedepankan ascetism dan altruism.
trust, dan (vii) public spirit. Kajian ini Kedua, lembaga zakat yang dikelola
memperlihatkan bahwa suatu ikatan, negara (Baznas dan Bazda) dengan
apapun bentuknya: lemah atau kuat, orientasi developmentalisme. Ketiga,
memberikan kemudahan dalam LAZ Swasta yang berupaya
menjalankan kehidupan Granovetter menerapkan prinsip maximize utility1.
(1973; 1974; 1983). Sementara kajian
lain menyatakan adanya jaringan
formal pengaruh dan kekuasaan.
1
Abdul Malik, dkk., Konstruksi sosial kuasa
pengetahuan zakat: Studi Kasus LAZ di

31
JISPO VOL. 6 No. 2 Edisi: Juli-Desember Tahun 2016

Pada bagian yang ketiga dicirikan Kontradiksi dengan hasil


oleh hadirnya beberapa lembaga penelitian di atas, beberapa penelitian
berikut: Rumah Zakat (RZ), Dompet menunjukkan bahwa orientasi
Dhuafa, LAZIS Muhammadiyah, PZU entrepreneur tidak berhubungan
(Pusat Zakat Umat), dan lain-lain. dengan kinerja seperti penelitian yang
Bahkan eksistensi mereka semakin dilakukan oleh Matsumo, Mentzer
intensif setelah adanya ketentuan dan Ozsomer (2002) dan Sadler-Smit,
bahwa lembaga-lembaga tersebut Hampson, Chaston dan Badger (2003).
bukan hanya sebagai unit pengumpul Penulis merumuskan problem
zakat (UPZ), tetapi dirubah menjadi penelitiannya sebagai berikut: Kenapa
Lembaga Pengelola Zakat (LPZ) yang lembaga zakat dari non pemerintah
dilegalisasi dengan disahkannya lebih berhasil dalam mengelola dan
Undang-Undang No 38 Tahun 19992. mendayagunakan zakat. Padahal di
Studi mengenai mengenai modal negara-negara lain seperti Malaysia,
sosial telah banyak dilakukan oleh Arab Saudi, dan Mesir, lembaga zakat
para peneliti terdahulu. Namun dari dari non pemerintah tidak diberi
beberapa studi yang dilakukan ruang. Sebab pengelolaan dan
beberapa peneliti di atas, tampak pendayagunaan zakat adalah dikelola
masih perlu adanya pengembangan, oleh negara. Sementara secara realitas
khususnya dari aspek bentuk dan di Indonesia, pengelolaan zakat
fungsi modal sosial dalam lembaga mengalami kondisi sebaliknya.
sosial berbasiskan agama, seperti Karena itu, sebagai upaya
lembaga zakat. Beberapa studi di atas mengikat lokus dan fokus studi, maka
lebih pada peningkatan akumulasi dalam perumusan masalah ini,
ekonomi subyek, belum mengarah penulis mengajukan beberapa
pada tindakan yang diorientasikan pertanyaan penelitian, di antaranya:
untuk orang lain, khususnya yang 1. Bagaimana bentuk dan fungsi
dilandasi oleh semangat keagaaman modal sosial dalam suatu
dalam bentuk spiritual capital. lembaga sosial?
2. Bagaimana model hubungan
B. Perumusan Masalah kelembagaan dalam suatu
tindakan ekonomi?
Provinsi Jambi dan Sumatra Barat, Jurnal 3. Bagaimana strategi lembaga
Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan sosial zakat dalam
Ekologi Manusia, Agustus 2010, Vol 4 No. mengembangkan kegiatan
02, halaman 193-214. usaha para penerima zakat?
2 Lembaga Pengelola Zakat (LPZ) adalah
4. Bagaimana bentuk dukungan
lembaga publik untuk meningkatkan dan hambatan yang dihadapi
kesadaran masyarakat dalam
lembaga-lembaga sosial zakat
menunaikan ibadah zakat. Selain itu, LPZ
juga memiliki tujuan meningkatkan
dalam memberdayakan
fungsi dan peranan pranata keagamaan masyarakat di bidang usaha
dalam mewujudkan kesejahteraan kecil?
masyarakat dan keadilah sosial dalam
bersedekah. Lihat Pedoman Pengawasan C. Tujuan Penelitian
Lembaga Pengelola Zakat, Kementerian Penelitian tentang modal
Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan sosial lembaga-lembaga pengelola
Masyarakat Islam Direktorat zakat (LPZ) dalam pendayaguanaan
Pemberdayaan Zakat Tahun 2012.

32
dana umat melalui pengembangan diharapkan dapat memberi masukan
usaha mikro kecil ini memiliki baik bagi pengambil kebijakan publik
beberapa tujuan, di antaranya: (pemerintah/Lembaga Pengelola
Pertama, ingin mengembangkan teori Zakat dan para tokoh organisasi Islam
modal sosial dari aspek bentuk dan di wilayah Jawa Barat) maupun bagi
fungsi modal sosial itu sendiri. Selain kalangan akademisi, untuk
itu, penulis juga ingin melakukan pembaharuan tatanan
mengembangkan model teori kelembagaan zakat di masa-masa
hubungan kelembagaan dalam suatu yang akan datang.
tindakan ekonomi, khususnya yang
dikembangan Pierre Bourdieu. Kedua, E. Kerangka Teoritis
penulis ingin mengetahui problem Konsep modal sosial yang
empirik yang didalami. Dalam berkembang selama ini lebih banyak
mengetahui problem empiris ini, didasarkan pada pandangan tiga
penulis menekankan pada strategi orang ilmuwan sosial, yaitu Pierre
lembaga sosial zakat dalam Bourdie, James Coleman, dan Robert
mengembangkan kegiatan usaha para Putnam. Bourdieu mendefinisikan
penerima zakat dan bentuk dukungan modal sosial sebagai the aggregate of
serta hambatan yang dihadapi the actual and potential resources which
lembaga-lembaga sosial zakat, are linked to possession of a durable
khususnya di Jawa Barat dalam network of more or less intitutionalized
melakukan kegiatannya. relationship of mutual acquaintace and
recognition – or in other words, to
membership in group – which provide
each of its members with the backing of
D. Signifikansi Penelitian collectivity –owned capital, a credential
Kajian secara mendalam which entities them to credit, in the
terhadap bagaimana modal sosial various senses of the words3. Pierre
Lembaga Pengelola Zakat belum Bourdie mendefinisikan modal sosial
begitu banyak, khususnya dalam sebagai “sumber daya aktual dan
perspektif sosiologis. Sejauh yang potensial yang dimiliki oleh seseorang
dapat peneliti telusuri, penelitian berasal dari jaringan sosial yang
mengenai modal sosial lembaga terlembagakan serta berlangsung
pengelola zakat (LPZ) dalam terus menerus dalam bentuk
pendayaguanaan dana umat melalui pengakuan dan perkenalan timbal
pengembangan usaha mikro kecil ini balik (atau dengan kata lain:
belum ada yang membahas sehingga keanggotaan dalam kelompok sosial)
penelitian ini diharapkan dapat yang memberikan kepada anggotanya
mengisi celah tersebut. berbagai bentuk dukungan kolektif”.
Karena itu, pertama, secara Modal sosial dapat diartikan sebagai
obyektif penelitian ini diharapkan karakteristik dari hubungan antar
dapat memberikan gambaran yang individu dalam suatu organisasi
jelas dan komprehensif tentang sosial maupun dengan individu
bentuk modal sosial lembaga-lembaga
pengelola zakat (LPZ) dalam 3Pierre Bourdieu. “The Forms of Capital”
pendayaguanaan dana umat melalui dalam John G. Richardson. 1986.
pengembangan usaha mikro kecil ini. Handbook of Theory and Research for the
Kedua, secara praktis, kajian ini Sociology of Education. New York :
Greenwood Press.

33
JISPO VOL. 6 No. 2 Edisi: Juli-Desember Tahun 2016

diluar organisasi yang dapat bentuk hubungan yang dibangun di


berwujud kepercayaan sosial, norma antara Families (keluarga), Friends
dan jaringan sosial yang (teman), dan Firms (perusahaan).
memungkinkan setiap individu yang Masing-masing bentuk organisasi
ada di dalamnya untuk melakukan sosial ini dapat saling mempengaruhi
kerjasama untuk mencapai tujuan antara satu dengan lainnya.
bersama. Dalam pengertian di atas, Penjelasan Coleman mengenai
modal sosial merupakan suatu social capital tampaknya menekankan
kondisi di mana individu pentingnya keseimbangan antara
menggunakan keanggotannya dalam kajian ekonomi dan sosiologi
suatu masyarakat untuk sehingga yang mendasari keputusan
mendapatkan keuntngan. Pengertian individu dalam menentukan sesuatu
ini menempatkan modal sosial dalam tidak hanya didasarkan pada tujuan
kaitannya dengan dimensi ekonomi. ekonomi semata, tetapi juga
Sementara itu, James Coleman didasarkan atas tujuan sosialnya.
mendefinisikan modal sosial sebagai a Dengan tujuan berimbang anatara
variety of entities having two sosiologi dan ekonomi, maka akan
characteristic in common: they all consist terbentuk suatu tujuan mencapai
of some aspect of a social structure and modal manusia (human capital) atau
they facilitate certain actions of yang biasa dikenal dengan
individuals who are within the sumberdaya. Modal manusia itu
structure,…social capital inheres in the sendiri dapat berupa ketrampilan dan
structure of relations between person and pengetahuan yang dimiliki oleh
among persons. It is lodged neither in individu.
individuals nor in physical implements of Robert Putnam5
production.4 Coleman (1999: 20-23) mendefinisikan modal sosial sebagai
menjelaskan bahwa social capital features of social life –networks, norms,
dicirikan oleh tiga bentuk, yaitu: and trust – that enable participants to act
kewajiban dan harapan atas dasar together more effectively to pursue shared
sifat dapat dipercaya (obligations and objectives. Di sini Robert Putnam
expectations depend on trustworthiness), melihat bahwa social capital
kemampuan saluran informasi merupakan kolaborasi dari tiga aspek,
(informations channels), dan norma- yakni: kepercayaan (trust), norma
norma dengan sanksi yang efektif (norms) dan jaringan (network). Akar
(norms and effective sanctions). Ketiga teori modal sosial dapat ditemukan
bentuk social capital ini dapat dalam filsafat dan ekonomi
dibedakan dari bentuk-bentuk modal pencerahan yang dibuat oleh Hume,
lainnya, seperti modal dana (financial Burke, dan Adam Smith pada abad 18
capital), modal fisik (physical capital), yang tidak hanya melihat dasar
dan modal manusia (human capital). kelembagaan utama sebuah
Coleman (1999: 14) juga menyatakan masyarakat, yaitu “kontrak sosial”,
bahwa dalam sistem pertukaran akan tetapi juga melihat beberapa
ekonomi terdapat apa yang disebut F- karakteristik jaringan resiprokal.
Connection. F-Connection adalah suatu
5Robert Putnam “Tuning In, Tuning Out :
4 James Coleman. 1990. Foundation of The Strange Disappearance of Social
Social Theory. Cambridge: Harvard Capital in America”. Political Studies Vol.
University Press. 4 No. 28.

34
Konsep ini kemudian dikembangkan Biklen (1982) adalah kumpulan
oleh Marx dan Engels melalui konsep longgar dari sejumlah asumsi yang
solidaritas pengikat (bounded dipegang bersama, konsep atau
solidarity) untuk menjelaskan proposisi yang mengarahkan cara
hubungan yang terkembang dan berpikir dan penelitian.6
kerjasama yang muncul ketika Kuhn (1962) dalam the
kelompok mengalami tekanan atau structure of scientific revolutions
menemui kesulitan. Simmel mendefinisikan paradigma ilmiah
menjelaskan transaksi timbal balik sebagai contoh yang diterima tentang
(reciprocity transaction) yang akan praktek ilmiah sebenarnya. Contoh-
memunculkan konsep balas budi contoh termasuk hukum, teori,
yang akan dikembangkan lebih lanjut aplikasi, dan instrumentasi secara
yang mengarah pada keterikatan bersama-sama. Sementara Guba
yang erat antar warga komunitas. menguraikan paradigma sebagai
Durkheim dan Parson seperangkat kepercayaan yang
mengembangkan apa yang disebut melandasi tindakan sehari-hari
dengan value introjection, di mana maupun dalam kaitannya dengan
nilai, moral, dan komitmen pencarian keilmuan.7 Melalui
mendahului hubungan kontraktual. penetapan paradigma itulah, seorang
Weber mengembangkan konsep peneliti dapat memahami fenomena
enforceable trust, yaitu kepercayaan apa yang akan diteliti dalam
yang dapat dilaksanakan. Terdapat penelitian, baik berkaitan dengan
demikian banyak definisi kapital asumsi bagaimana memandang objek
sosial dalam berbagai literatur, penelitian, dan bagaimana
termasuk perbedaan penggunaan kata melaksanakan proses penelitian.
yang digunakan untuk Creswell lebih jauh
menggambarkan konsep yang sama, menjelaskan arti penting paradigma
antara lain energi sosial (social energy), dalam sebuah penelitian ilmiah
spirit komunitas (community spirit), sebagai berikut:
keterikatan sosial (social bonds), “Paradigma in the human and
kebajikan warga (civic virtue), jaringan social sciences help us understand
komunitas (community network), ozon phenomena: They advance
sosial (social ozone), persahabatan yang assumptions about the social
luas (extended friendships), kehidupan world, how science shoould be
komunitas (community live), sumber conducted, and what constitutes
daya sosial (social resources), jaringan legitimate problems, solutions,
sosial (social network), kehidupan and criteria of proof.”8
ketetanggaan (good neighbourhoodness),
perekat sosial (social glue). 1. Desain Penelitian

6 Prof. Dr. Lexy J. Moleong. 2007.


Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja
F. Metode Penelitian Rosadakarya, Bandung. Halaman 48.
Pemilihan dan penetapan 7 Egon G. Guba (ed.), The Paradigm Dialog

paradigma dalam penelitian (California, Sage Publications: 1990),


merupakan langkah awal yang dapat halaman 17.
8 John W. Creswell, Research Design.
dijadikan panduan selama proses
penelitian. Menurut Bogdan dan Qualitative and Quantitative Approach,
(Sage Publication: London, 1996), p. 1.

35
JISPO VOL. 6 No. 2 Edisi: Juli-Desember Tahun 2016

Desain penelitian ini definisi akar masalah. Keempat,


menggunakan pendekatan kualitatif. mengembangkan model konseptual
Pandangan pokok dari desain yang cukup untuk menggambrkan
kualitatif mengandung beberapa hal, setiap akar masalah. Kelima,
yaitu:9 a) realitas merupakan membandingkan model dengan dunia
konstruk, multi konstruk, dan nyata. Keenam, menyatakan
menyeluruh; b) peneliti dan yang perubahan yang diharapkan dan
diteliti tidak dapat dipisahkan karena mungkin dilakukan. Ketujuh,
menjalin interaksi aktif; c) hipotesis melakukan tindakan untuk
kerja terikat waktu dan konteks meningkatkan situasi dunia nyata.
selama penelitian; d) seluruh entitas Inti proses pendekatan metode
faktor-faktor teramati saling terkait, SSM adalah membandingkan antara
sehingga sulit dipisahkan mana dulu kondisi nyata yang ada dengan
sebab dan akibatnya; dan e) pencarian kondisi model yang seharusnya
ilmiah terikat nilai (tidak bebas nilai). terjadi sehingga menghasilkan
2. Metode Soft Systems pemahaman lebih baik atas kondisi
Methodology (SSM) yang dijadikan objek penelitian.
Penelitian ini menggunakan Implikasinya adalah dihasilkan
metode soft systems methodology (SSM) beberapa ide untuk menghasilkan
yang dikembangkan oleh Peter perbaikan melalui sejumlah aksi.
Checkland. Soft systems methodology
(SSM) merupakan sebuah pendekatan G. Hasil Penelitian dan Pembahasan
untuk memecahkan situasi masalah Pengelolaan zakat ditunjukkan
kompleks yang tidak terstruktur dalam QS Al-Taubah: 60, yang
berdasarkan analisis holistic dan disebut amil (wa al-'amilina 'alaiha).
berpikir system. Metode SSM Karena itu, wajib hukumnya
dilakukan untuk menggambarkan membayar zakat melalui BAZ/LAZ.
masalah yang mengandung efek Jika memang dipandang perlu, MUI
sosial atau politis yang besar dan dapat mengeluarkan fatwa bahwa
melakukan analisis dengan menyalurkan zakat melalui
menggunakan konsep aktifitas BAZ/LAZ adalah wajib. BAZ/LAZ
manusia sebagai alat untuk harus dikelola dengan manajemen
mengetahui situasi masalah untuk zakat yang profesional. Sementara,
menghasilkan tindakan yang akan sekarang masih ditangani oleh
meningkatkan situasi. "panitia kecil" yang amatiran dan
Dalam penggunaan metode tidak profesional. Tugas amil belum
SSM ini, penulis menetapkan tujuh diimplementasikan secara benar.
tahap untuk menyelesaikan masalah Implikasinya, para muzaki tidak
soft yaitu: Pertama, menentukan dan menaruh kepercayaan pada amil dan
memahami situasi masalah. Kedua, mereka cenderung membagi zakatnya
menyatakan situasi masalah. Ketiga, sendiri langsung kepada para
memilih sudut pandang untuk mustahik, tidak melalui amil.
melihat situasi dan menghasilkan BAZ/LAZ yang profesional
memiliki beberapa persyaratan.
Syarat itu di antaranya: Pertama,
9 Y. Lincoln and E. Guba, Naturalistic mempunyai data muzakki dan
Inquiry (Newbury Park, CA: Sage mustahiq yang valid. Kedua,
Publications, 1985), p. 37.

36
menyampaikan laporan keuangannya dapat memperoleh informasi
kepada masyarakat. Ketiga, diawasi mengenai laporan penggunaan dana
oleh akuntan publik, dan memiliki zakatnya via internet, dan lain-lain.
amilin atau sumber daya yang Pengelolaan zakat dengan
profesional. Dengan demikian, maka memggunakan teknologi, khususnya
dengan adanya sistem yang teknologi perbankkan. Dengan
terintegrasi dengan teknologi dukungan teknologi perbankan,
informasi akan mempermudah donatur akan termudahkan dengan
pengelolaan zakat. Adanya teknologi fasilitas-fasilitas transaksi milik
informasi, akan membantu kerja perbankan. Misalnya metode
pengelola zakat. pembayaran zakat dengan meng-
gunakan kartu kredit atau dikenal
Pengelolaan zakat telah dengan istilah recurring. Secara
menggunakan teknologi untuk setiap syariah pembayaran lewat kartu
prosesnya. Dengan menggunakan kredit ini sah dengan komitmen dari
teknologi, proses pengelolaan zakat pemegang kartu kredit untuk
akan semakin cepat dan mudah. melunasi pembayaran sebelum jatuh
Hambatan jarak yang selama ini tempo, kartu kredit untuk
sering menjadi penghambat dalam pembayaran zakat, infaq, shadaqah
pertukaran data dan informasi dan wakaf tunai. Layanan perbankan
lembaga zakat kini bisa diatasi. seperti ini diharapkan memberikan
Teknologi informasi yang terintegrasi kemudahan bagi masyarakat yang
memudahkan pengelola zakat untuk mempunyai kesibukan padat.
mengontrol setiap dana zakat yang
dititipkan muzaki untuk kemudian Kendala Yang Dihadapi Baz/Laz
disalurkan tepat kepada mustahiknya. Persoalannya sekarang adalah
Penggunaan infrastruktur bagaimana mengupayakan Badan
teknologi informasi yang canggih Amil Zakat (BAZ)/Lembaga Amil
akan membuat LAZ efisien dalam Zakat (LAZ) dapat bekerja secara
mengumpulkan dana dari para profesional, transparan, dan
muzakki dan semakin mudah akuntabel. Selama ini ada beberapa
menyimpan berbagai data. kendala yang dihadapi BAZ / LAZ :
Penggunaan teknologi sebetulnya 1. Pemahaman pengurus terhadap
dapat memperkuat database yang konsep atau fikih zakat dan
dibutuhkan para pengelola zakat. manajemennya relatif kurang.
Data itu di antaranya: data penerima Indikasinya, belum banyak
zakat; data wilayah penerima zakat; BAZ/LAZ yang sukses di dalam
data wilayah binaan lembaga zakat; mengelola zakat, infak dan
data lembaga yang mendapat shadaqah. Apalagi mengelola
dukungan dari dana zakat; data wajib zakat fitrah yang cenderung ad
zakat, dan lain-lain. hoc dan temporer, minggu
Bahkan, penggunaan keempat dari bulan Ramadan
teknologi ini juga dapat dibentuk panitia, malam Idul Fitri
mempermudah para muzakki selesai, tanpa dokumen
membayarkan zakat. Kemudahan itu administrasi dan pelaporan yang
misalnya para muzakki dapat memadai.
membayar zakat via SMS, bisa 2. Karena kinerja BAZ/LAZ tidak
menghitung zakatnya lewat internet, terukur dengan jelas, maka

37
JISPO VOL. 6 No. 2 Edisi: Juli-Desember Tahun 2016

kepercayaan 4. hasil identifikasi terhadap


masyarakat/muzakki sangat muzakki ditindaklanjuti dengan
rendah. penghimpunan zakat secara
3. Implikasi dari rendahnya proaktif kepada para muzakki.
kepercayaan masyarakat, para 5. identifikasi dan klasifikasi
muzakki lebih suka membagi mustahik, mana yang akan diberi
sendiri zakatnya secara langsung zakat dalam bentuk konsumtif,
kepada mustahik. Pembagiannya dan mana yang akan diberi zakat
sudah pasti konsumtif, kira-kira produktif.
Rp 20.000 sampai Rp 50.000 plus 6. semua data, mulai dari
sarung atau mukena/rukuh. perencanaan, program, data
4. Jika zakat dibagikan sendiri oleh muzakki, data mustahik,
para muzakki kepada mustahik klasifikasi dan pendistri-
secara langsung, maka tujuan busiannya, diadministrasikan
utama zakat untuk mengubah secara rapi dan baik.
nasib seseorang mustahik menjadi 7. membuat laporan secara berkala
muzakki atau dari fuqara menjadi atau periodik siapa-siapa yang
aghniya (orang kaya), hanya ada akan diberi laporan, dalam rangka
dalam angan-angan saja. mewujudkan transparansi dan
Padahal untuk mengubah akuntabilitas amanah harta yang
mentalitas dan pemahaman para dititipkan para muzakki untuk
pengurus BAZ/LAZ yang sudah orang-orang yang sangat
bertahun-tahun mapan di dalam membutuhkannya.
pemahaman mereka tentang zakat Pemerintah dan pihak-pihak
dan manajemennya, diperlukan lain termasuk swasta Lembaga
motivasi ekstra yang sungguh- Swadaya Masyarakat (LSM) telah
sungguh dan memadai. melakukan berbagai upaya perbaikan
Oleh karena itu, pengurus kelayakan hidup bagi bangsa
badan/amil zakat untuk: terutama bagi kaum miskin melalui
1. perlu memiliki visi, misi, tujuan, program pengentasan kemiskinan,
dan program yang jelas dan baik yang ditangani secara langsung
terukur. maupun tidak langsung (imbasan
2. melakukan pelatihan atau suatu program). Upaya tersebut
pencerahan tentang fikih dan hingga kini masih berlangsung, dan
pengembangan serta selalu gonta ganti model dan format.
manajemennya. Ketika ada Menurut statistik sebagian
muzakki yang akan menyerahkan besar sumber penerimaan lembaga
atau membayarkan zakatnya, zakat adalah dari zakat, sedangkan
semua bisa melayani dengan baik, potensi infaq, shadaqah dan wakaf
termasuk ketika ada yang ingin belum maksimal.
berkonsultasi mengenai zakat. Infaq/
Waka
3. menyiapkan data muzakki dan No Lembaga Amil Zakat Shada
f
mustahik secara memadai, qah
lengkap dengan data pribadi dan 1 DD Republika 85% 11% 4%
penghasilannya, dan menyiapkan 2 YDSP Dana 14% 86% 0%
instrumen analisis, identifikasi, Alfalah Surabaya
dan klasifikasinya. 3 PKPU 55% 45% 0%

38
4 Rum ah Zakat 66% 33% 1% dengan melakukan
5 Darut Tauhid 41% 28% 30% identifikasi kebutuhan
Bandung komunitas (Community needs
Sumber: Zaim Saidi (2006) Restorasi assessment)
Zakat, Sebuah Keniscayaan: Tekdan  Azas Partisipasi: yaitu
dari Kaum Muslim Cape Town, keikutsertaan seluruh warga
Afrika Selatan. komunitas dalam berbagai
Bentuk tindakan proaktif yang dimensi: mengidentifikasi dan
ditemukan dalam aktivitas program merumuskan kebutuhan,
pemberdayaan masyarakat miskin di menyampaikan aspirasi,
Jawa Barat antara lain: Pertama, merencanakan, menjalankan
Kegigihan ketua lembaga mulai dari pembangunan, mengevaluasi
mencari ide, membangun kerja sama, dan memonitor, merasakan
mencari dana, mensosialisasikan hasilnya. Untuk melakukan
program, melatih dan mendampingi identifikasi kebutuhan
masyarakat, serta mendistribusikan komunitas secara partisipatif,
hasil kelapa sawit. Kedua, kerja keras misalnya dapat dilakukan
ketua kelompok/takmir dalam teknik : Participatory Rapid
mengorganisir dan menggerakkan Appraisal (PRA)
masyarakat. Ketiga, masyarakat saling  Social capital: adalah stok
tukar informasi kesuksesan dan kepercayaan social, norma dan
kendala melalui pengajian. Proaktif jejaring yang tersedia didalam
seluruh komponen program suatu kelompok, komunitas
pemberdayaan masyarakat miskin di atau masyarakat yang dapat
Jawa Barat berperan dalam dimanfaatkan oleh anggota
mempercepat pelaksanaan program masyarakat tsb. untuk
pemberdayaan, karena mereka memecahkan masalah
senantiasa aktif dan kreatif mencari bersama.
jalan keluar dalam mengatasi  Cultural capital: adalah segala
permasalahan. Selain itu proaktif kekayaan budaya (nilai-nilai,
telah melancarkan kesuksesan tradisi, gaya hidup,
program karena mereka cenderung kemampuan dan ketrampilan
tidak menyukai bantuan yang bahasa, seni) yang dimiliki
sifatnya dilayani, melainkan lebih oleh perorangan maupun
banyak melayani secara proaktif. kelompok yang dapat
Pemerintah juga dimanfaatkan untuk mencapai
mengembangkan pemberdayaan suatu kepentingan.
terhadap masyarakat. Dalam  Political capital: adalah segala
memberdayakan masyarakat, hak, wewenang politik,
pemerintah memperhatikan beberapa organisasi politik serta
hal berikut: organisasi massa yang tersedia
 Community needs: di masyarakat serta struktur
kepentingan seluruh masyarakat dan kemampuan
komunitas (bukan individu berorganisasi warga
atau keluarga tertentu) yang masyarakat yang dapat
terkait dengan kondisi khas digunakan untuk
komunitas tersebut. Oleh memperjuangkan kepentingan
karena itu CBD harus dimulai politik masyarakat dalam

39
JISPO VOL. 6 No. 2 Edisi: Juli-Desember Tahun 2016

hubungannya dengan dapat menghasilkan rasa


pemerintah. identitas yang sama dari para
 Physical capital: kekayaan warga komunitas. Dengan
alam yang ada dilingkungan demikian menghilangkan
masyarkat/komunitas. identias suatu komunitas
 Human Capital: segala bakat, dengan cara penyeragamaan
kesehatan, inteligensia, adalah dapat merugikan
kemampuan fisik, eksistenasi suatu komunitas.
pengetahuan serta  Wholeness: adalah suatu
ketrampilan yang dimiliki oleh perasaan bahwa apapun yang
seorang individu yang dapat terjadi di komunitas adalah
dimanfaatkan untuk berdampak pada keseluruhan
memperoleh kepentingannya. warganya, suatu perasaan
 Local knowledge atau Local keutuhan dan tidak terpecah-
wisdom: segala pengetahan pecah. Perasaan ini perlu
atau kebijaksanaan yang telah dikembangkan walaupun
lama terkumpul dan komunitas yang bersangkutan
diwariskan didalam telah berkembang menjadi
masyarakat. Kebijaksanaan semakin kompleks.
dan pengetahuan ini telah  Sense of belonging: adalah
terbukti dapat memecahkan rasa ikut memiliki komunitas
masalah-masalah local dengan segala kekayaan atau
sehingga perlu dipelajari dan unsure-unsur yang ada di
tidak serta merta digantikan dalamnya. Semakin besar
oleh pengetahuan atau kesempatan warga
kebijakan pemerintah yang berpartisipasi dalam semua
baru. kegiatan yang ada di
 Sense of unity atau komunitas, semakin besar rasa
Community Spirit: suatu ikut memiliki. Perasaan ini
semangat kebersamaan yang amat penting untuk
mengikat warga komunitas. menumbuhkan rasa
Ikatan ini memiliki akar tanggungjawab sosial,
tertentu. Dalam rangka kepedulian serta motivasi
melalukan pemberdayaan atau untuk memelihara
pembangunan komunitas, komunitasnya.
akar ini harus diperhatikan  Sense of organizing: adalah
dan tidak boleh tercerabut. minat dan kemampuan untuk
 sense of the linkages ( berorganisasi dalam segala
interrelationship): adanya bidang kehidupan. Hal ini
perasaan saling terkait dan penting agar warga memiliki
saling membutuhkan sehingga suatu kekuatan yang besar
meciptakan pola hubungan dan diperhitungkan secara
social yang harmonis dan politik oleh pemerinah
kuat. maupun kekuatan-kekuatan
 Community identity: adalah terorganisasi lainnya.
suatu benda, nama, symbol,  Natural helping system: suatu
sejarah, keturunan dsb. yang system membantu diri

40
sendiri/kelompok sendiri (penggusuran dsb.) atau
secara alamiah artinya muncul konflik social. Hilangnya rasa
dari adat istiadat setempat dan aman ini akan membuat
spontanitas masyaralat masyarakat curiga, tidak
setempat. System ini bisa mudah percaya pada pihak-
disempurnakan dengan pihak lain bahkan antar
memperkenalkan prinsip- sesama warganya, sensitif,
prinsip organisasi modern, tidak dapat diajak
tetapi tidak boleh bekerjasama, tidak dapat
menghilangkan esensinya dipercaya dsb.
yaitu “rasa tolong-menolong”.  Sense of ownership and
 communication : Suatu responsibility: suatu
komunitas akan dapat komunitas akan lebih mudah
mempertahankan ikatannya untuk diberdayakan bila
kalau memiliki media mereka diberi hak pemilikan
komunikasi antar para bersama yang dapat mereka
warganya. Komunikasi ini bisa manfaatkan dan kelola secara
melalui media tradisional mandiri.
(warung kopi, pertunjukan  Wewenang: sebagai suatu unit
komunitas, kentongan, pembangunan komunitas
permainan bersama, tempat seharusnya memiliki
“kongkow”, arisan dsb., tetapi wewenang yang diakui secara
didalam masyarakat yang hukum misalnya untuk
sudah modern, media memperoleh dana
komunikasi modern justru pembangunan, untuk
telah menghilangkan tradisi merencanakan pembangunan
ini karena ruang lingkup dan pengawasan sendiri
beritanya nasional tetapi dsb.Bila semua wewenagn
konsumsinya privat (mis. TV, pembangunan berada pada
Radio). Untuk mengefektifkan lurah, camat atau lembaga
komunikasi di komunitas pemerintah, maka komunitas
pada masa kini perlu tidak akan dapat berkembang
dikembangkan media-media sendiri sebagai suatu unit
seperti majalah komunitas, social yang mandiri.
pesta RT/RW, proyek dana  Kepemimpinan:
dampingan RT/RW dsb.). kepemimpinan komunitas
 Sense of security: rasa aman amat diperlukan terutama
bukan saja dari segala bentuk dalam pengembangan
ancaman fisik atau kejahatan, kemampuan berorganisasi.
tetapi juga dalam arti Kepemimpinan tidak boleh
kepastian memperoleh dimonopoli oleh aparat
sumber-sumber kehidupan pemerintah tetapi harus juga
misalnya akses terhadap dapat berkembang secara
kredit, tanah, dan fasilitas demokratis didalam
lainnya. Termasuk juga rasa masyarakat. Kepemimpinan
aman terhadap ancaman berjenjang dari komunitas
kebijakan Pemerintah yang yang terkecil sampai unit yang
dapat merugikan mereka lebih besar. Kepempinan yang

41
JISPO VOL. 6 No. 2 Edisi: Juli-Desember Tahun 2016

paling dibutuhkan adalah “dinamika” komunitas dalam


yang memiliki legitimasi skala kota (makro).
(bukan hanya legalitas),  Sejalan dengan paradigma
karena itu sumbernya bukan “People Centered
saja undang-undang tetapi Development” serta
juga adat setempat. “Reinventing Government “,
 Socio-cultural and economic yang menekankan bahwa
resiliance: Adalah daya tahan tugas pemerintah adalah
dan daya tangkal komunitas, memberi daya (empowering,
sehingga komunitas tidak enabling) dan memberi
terombang-ambing atau kemudahan (facilitating),
menjadi “bulan-bulanan maka diperlukan suatu
ancaman dari luar. Ini hanya lembaga pengembangan
terjadi bila komunitas komunitas yang mampu
memiliki semua unsur-unsur mensinergikan kekuatan
diatas secara seimbang. pemerintah dan masyarakat
 Program-program (civil society) dan memiliki
pengembangan komunitas ciri-ciri sebagai berikut:
kota di Bandung di masa lalu a. Mampu
sebagian besar berada di mengembangkan
tangan pemerinah melalui konsep pemberdayaan
kantor PMD. Karena tugas seluruh komunitas
pemerintah selalu bersifat kota secara sistemik,
makro dan mencakup seluruh sehingga menciptakan
kota, maka pendekatan yang dinamika kehidupan
dipergunakan selalu bersifat komunitas pada skala
instruktif-deterministik, kota (makro societal).
cenderung menyeragamkan, b. Mampu menciptakan
kurang fleksibel menjawab program-program
tantangan atau dinamika pemberdayaan bagi
masyarakat yang selalu semua komunitas yang
berkembang, sehingga sering membutuhkan secara
mematikan inisiatif fleksibel dan tidak
masyarakat dan akibatnya bersifat
hampir selalu tidak mendapat menyeragamkan serta
dukungan rakyat. instruktif.
 Di lain pihak LSM-LSM yang c. Mampu menghimpun
bergerak di bidang pemikiran dan dana
pengembangan komunitas baik dari Pemerintah
cenderung lebih fleksibel, maupun dari pihak
partisipatif dan swasta dan LSM – LSM
memberdayakan tetapi hanya dari dalam dan luar
mampu memusatkan negeri (sehingga tidak
perhatian pada suatu daerah tergantung
binaan tertentu (mikro) dan sepenuhnya dari
tidak mampu menciptakan anggaran Pemda).
Aspek Jaringan (Net Working)

42
Jaringan (net working) Dalam pelaksanaan program
merupakan hubungan yang saling pemberdayaan masyarakat miskin
berdampingan dan dilakukan atas tersebut lembaga bekerjasama dengan
prinsip kesukarelaan (voluntary), pihak masjid setempat. Berdasarkan
kesamaan (equality), kebebasan kesamaan persepsi untuk bersama-
(freedom), dan keadaban (civility). sama berjuang mengentaskan
Jaringan hubungan sosial biasanya kemiskinan di wilayahnya ketua
akan diwarnai oleh suatu tipologi takmir masjid ditunjuk sebagai ketua
khas sejalan dengan karakteristik dan kelompok, hal ini dimaksudkan ketua
orientasi kelompok pada kelompok takmir lebih mudah untuk
sosial yang biasanya terbentuk secara memobilisasi massa, menjadi
tradisional atas dasar kesamaan garis panutan, dan yang terpenting adalah
keturunan (lineage), pengalaman- amanah dalam melaksanakan
pengalaman sosial turun-temurun kegiatan program. Pada saat
(repeated social experineces), dan pelaksanaan program budidaya
kesamaan kepercayaan pada dimensi kelapa sawit, pihak lembaga tetap
ketuhanan (religious beliefs). memberikan kesempatan kepada
Hubungan yang saling masyarakat untuk tetap dapat
berdampingan dan dilakukan menanam singkong dan jagung
berdasarkan prinsip di atas disela-sela tanaman kelapa sawit.
ditemukan dalam model Ketua kelompok tani sawit adalah
pemberdayaan masyarakat miskin takmir masjid setempat dengan
yang ada di Jawa Barat. Unsur-unsur harapan ketua takmir dapat
berdampingan yang berkerja secara memobilisasi masa, menjadi panutan
bersama-sama dalam model bagi masyarakat sekitar.
pemberdayaan tersebut antara lain: Dengan adanya jaringan
Pertama, Muzakki yang dalam hal ini dalam suatu kelompok
tergabung dalam LKMP5 berperan pemberdayaan tersebut,
sebaai penyandang dana program memudahkan mereka dalam hal: (1)
pemberdayaan. Kedua, beberapa komunikasi dan sosialisasi program-
lembaga berperan sebagai: (a) program kepada antar anggota, (2)
mediator/pencari penyandang dana; memudahkan untuk melaksanakan
(b) perumus program; dan (c) kegiatan, serta (3) mempertahankan
pelaksana program. Ketiga, kerukunan antar warga. Dalam hal ini
Kelembagaan Masjid, berperan semua program didampingi oleh
sebagai koordinator kelompok lembaga dari hulu sampai hilir. Petani
program pemberdayaan. Keempat, tidak perlu repot memikirkan harus
Masyarakat berperan sebagai objek dibawa kemana hasil panennya,
dan pelaku program. pasaran harga, serta dapat
Unsur-unsur diatas yang menghindari tengkulak. Dengan
bekerjasama dalam jaringan dilandasi Demikian menunjukkan bahwa
oleh prinsip: (a) kesukarelaan sistem jaringan yang dibentuk oleh
(voluntary), kesamaan (equality), lembaga zakat dalam program
kebebasan (freedom), dan keadaban pemberdayaan telah membangun
(civility). Bagi setiap muslim yang kemampuan komponen masyarakat
mempunyai harta sampai pada Sumberoto untuk selalu menyatukan
nisabnya, maka wajib mengeluarkan diri dalam suatu pola hubungan yang
zakatnya. sinergis. Pola jaringan inilah yang

43
JISPO VOL. 6 No. 2 Edisi: Juli-Desember Tahun 2016

sangat besar pengaruhnya dalam masjid, sebagai konsekuensi dari


memperkuat aspek pendanaan, penerima program pemberdayaan
kemandirian, dan keberlanjutan ekonomi umat.
aktivitas program-program Fenomena di Jawa Barat,
pemberdayaan. muzaki menyalurkan sebagian
Hubungan Timbal Balik hartanya dalam rangka
(Resiprocity) pemberdayaan masyarakat miskin
Fenomena hubungan timbal yang ada didesa tersebut, dimana
balik yang didasari semangat dana program yang dikucurkan
membantu orang lain ditemukan berasal dari zakat maal. Dari dana
dalam beberapa akvitas pelaksanaan zakat tersebut diharapkan adanya
pemberdayaan masyarakat miskin manfaat dunia dan akhirat bagi
yang dilakukan di Jawa Barat. mereka, kemaslahatan umat, dan
Berdasarakan hasil identifikasi dan yang terpenting terbentuknya suatu
analisis maka teridentifikasi beberapa perekonomian yang lebih baik bagi
aktivitas pemberdayaan yang rumah tangga miskin yang ada.
termasuk resiprocity antara lain: Sehingga dapat dibuktikan bahwa
Pertama, muzakki memberikan dana modal sosial sungguh menghasilkan
zakat, maka dia akan mendapatkan keuntungan-keuntungan positif yang
kepuasan lahir-batin, karena bisa jelas untuk anggota-anggota jaringan
membantu orang lain. Kedua, lembaga dan komunitas secara luas. Resiprocity
zakat memberikan (mengorbankan) yang terjadi di Jawa Barat telah
segala pemikiran, tenaga, dan waktu, melahirkan suatu masyarakat yang
untuk menjalankan program. memiliki tingkat kepedulian sosial
Hal yang didapat dari yang tinggi, saling membantu dan
pengorbanan tersebut adalah saling memperhatikan. Sehingga,
Lembaga dipercaya sebagai penerima kemiskinan akan lebih
dana zakat yang bisa digunakan memungkinkan atau kemungkinan
untuk merealisasikan program lebih mudah diatasi.
pemberdayaan yang di rintis. Ketiga,
Takmir masjid (kelompok Bentuk Kepercayaan (Trust)
pemberdayaan) memberikan Kepercayaan merupakan
pemikiran, tenaga dan waktu untuk pengharapan yang muncul dalam
mengorganisir masyarakat miskin, sebuah kelompok yang berperilaku
sebagai penyuluh/pendamping normal (tidak menyimpang), jujur,
lapangan mulai proses tanam hingga dan kooperatif, yang dibangun
panen, dan membantu petani berdasarkan norma-norma yang
memasarkan hasil sawit. Dengan dimiliki bersama, demi kepentingan
pengorbanan itu, takmir masjid yang anggota yang lain dari suatu
perperan sebagai kelompok kelompok. Model pemberdayaan
pemberdayaan akan menerima masyarakat miskin yang dibangun di
manfaat dengan semakin makmurnya Jawa Barat didasarkan pada prinsip-
masjid dan aktivitas dakwah. Keempat, prinsip saling percaya terhadap
menyisihkan sebagian dari hasil masing-masing unsur pelaku
penjualan sawit untuk program pemberdayaan. Perilaku
memakmurkan masjid, dan kejujuran masing-masing unsur
penguatan kelembagaan dan dakwah tersebut bisa teridentifikasi sebagai

44
berikut: Pertama, muzakki jujur sangat dipengaruhi oleh besar
terhadap kepemilikan dan besarnya kecilnya kepercayaan yang terbangun
nisab zakat yg harus disalurkan. diantara pihak-pihak yang melakukan
Kedua, Lembaga pengelola zakat kerjasama tersebut.
bersifat amanah (profesionalisme) dan Menurut Fukuyama kerjasama
kerja keras dalam menjalanjan akan berhasil bertahan lama jika
program-program yang ditawarkan. derajat kepercayaannya (radius of
Ketiga, ketua kelompok bersungguh- trust-nya) tinggi. Yaitu, norma-norma
sungguh (benar-benar) mendampingi kooperatif seperti kejujuran dan
masyarakat dalam menjalankan kesediaan untuk menolong yang bisa
program. Keempat, masyarakat dibagi diantara kelompok-kelompok
berkomitmen untuk menjalankan terbatas masyarakat dan bukan
aturan-aturan yg sudah disepakati dengan yang lainnya dalam
dengan ketua kelompok dan lembaga. masyarakat yang sama. Contoh radius
Kepercayaan (trsust) dalam program of positif trust adalah pada orang-
pemberdayaan di Jawa Barat berperan orang Cina yang memiliki tingkat
dalam dua hal yaitu: (1) Masyarakat kepercayaan yang tinggi dalam
yang mempunyai kepercayaan yang menjalankan bisnis diantara kliennya
tinggi (high trust) telah berhasil (Fukuama, 2002: 71).
menciptakan berbagai jaringan Sebaliknya ikatan akan mudah
dengan baik. (2) Masyarakat yang hancur bahkan tidak terbentuk sama
mempunyai tingkat kepercayaan yang sekali jika derajat kepercayaannya
tinggi (high trust societies) terbukti (radius of trust-nya) rendah.
sanggup untuk melakukan kerjasama Kepecayaan yang rendah jika
sampai level organisasi yang sangat didalamnya penuh dengan sikap
besar, semacam korporasi mementingkan individu dan saling
transnasional. curiga (suspcious). Kelompok yang
Apa yang ditemukan dari yang mendahulukan individu dan
fenomena di atas sesuai dengan apa saling curiga akan menjadi bom
yang disampaikan Fukuyama. waktu bagi pecahnya suatu
Fukuyama beranggapan bahwa kerjasama. Dan tindakan seperti dapat
kepercayaan adalah by produt yang dikatakan sebagai penyimpangan
sangat penting bagi norma-norma sosial (ipso facto) yang mencerminkan
sosial kooperatif yang memunculkan kurangnya social capital.
social capital. Menurutnya, jika Kepercayaan menurut
masyarakat dapat diandalkan untuk Fukuyama juga terkait dengan
tetap menjaga komitmen, norma- jaringan. Kemampuan suatu
norma saling tolong menolong, dan perusahaan untuk bergerak dari
menjauhi prilaku oportunistik, maka hierarki-hierarki besar ke jaringan
berbagai kelompok akan terbentuk fleksibel perusahaan-perusahaan kecil
secara cepat, dan kelompok yang akan sangat tergantung pada tingkat
terbentuk itu akan mampu mencapai kepercayaan dan modal sosial (trust &
tujuan-tujuan bersama secara lebih social capital) yang hadir dalam
efesien. Karena itu kepercayaan dapat masyarakat luas. Masyarakat
dikenali melalui sebuah konsep radius berkepercayaan tinggi seperti Jepang
of trust (Fukuyama, 202: 71). Konsep dan Cina berhasil menciptakan
ini meniscayakan adanya kriteria berbagai jaringan dengan baik
keberhasilan suatu kerjasama sangat sebelum revolusi informasi memasuki

45
JISPO VOL. 6 No. 2 Edisi: Juli-Desember Tahun 2016

kecepatan yang lebih tinggi. penanaman sampai panen, (iii)


Masyarakat berkepercayaan rendah masyarakat harus menjual hasil
mungkin tidak akan pernah mampu tanaman sawitnya melalui ketua
meningkatkan efesiensi yang kelompok, (iv) masyarakat harus
ditawarkan teknologi informasi. menyisihkan sebagian kecil dari hasil
Karena itu, selain jaringan juga ada penjualan untuk kemakmuran masjid
norma yang melekat pada (Rp. 25,- setiap 1 Kg TBS); (c)
masyarakat. Norma boleh jadi Masyarakat berperan dalam
merupakan persoalan-persoalan nilai mengawasi aturan-aturan yang sudah
yang mendasar, tetapi norma juga disepakati bersama.
sangat mungkin mencakup standar Nilai adalah suatu ide yang
profesional dan aturan-aturan prilaku telah turun-temurun dianggap benar
seperti kode etik. Seorang dokter dan penting oleh anggota kelompok
bekerja atas dasar kode etik. Begitu masyarakat. Nilai-nilai yang
pula bagi para pedagang mungkin teridentifikasi dari pelaksanaan
memiliki aturan-aturan prilaku yang program pemberdayaan masyarakat
mengikat diantara mereka. miskin di Jawa Barat antara lain:
Pertama, Muzakki mempunyai nilai
Bentuk Norma Sosial ketakwaan pribadi dan sosial
Norma merupakan (keperdulian). Kedua, Lembaga
sekumpulan aturan yang diharapkan, mempunyai nilai tanggung jawab,
dipatuhi dan diikuti oleh anggota kemauan, dan pengorbanan. Ketiga,
masyarakat pada suatu entitas sosial Ketua kelompok mempunyai nilai
tertentu. Norma-norma ini biasanya kesukarelaan dan kebersamaan.
terinstitusionalisasi dan mengandung Keempat, Masyarakat mempunyai nilai
sangsi sosial yang dapat mencegah gotong-ronyong dan kebersamaan
individu berbuat sesuatu yang mengatasi masalah. Nilai agama
menyimpang dari kebiasaan. Model senantiasa berperan penting dalam
pemberdayaan masyarakat miskin di kehidupan sosial masyarakat.
Jawa Barat dibangun dengan norma Sehingga dari nilai-nilai tersebut
(norm) atau aturan yang dipatuhi dan memunculkan ide yang berkembang.
diikuti oleh anggota masyarakat dan Kemudian dari ide itulah telah
unsur-unsur pemberdayaan. Norma membentuk dan mempengaruhi
tersebut antara lain: (a) Lembaga aturan-aturan bertindak masyarakat
menetapkan aturan: syarat petani (the rules of conduct) program
yang mendapatkan bantuan program pemberdayaan.
pemberdayaan harus: (i) satu tujuan
dengan program lembaga yaitu H. Kesimpulan
kemakmuran masjid, (ii) mengikuti
sosialisasi melalui pengajian, (iii) I. Daftar Pustaka
mempunyai lahan sendiri; (b) Ketua Ahmad Juwaini, Social Enterprise:
kolompok, menetapkan aturan: (i) Transformasi Dompet Dhafa
setiap masyarakat yang akan Menjadi World Class
mendapatakan bantuan program Organization, Jakarta: expose,
harus mengikuti pengajian (jama’ah 2011.
masjid); (ii) masyarakat harus Annonimous, Pola Pembinaan Lembaga
mengikuti instruksi teknis Amil Zakat, Depag RI, 2005

46
----------------, Petunjuk Pelaksanaan Angeles, London, New Delhi,
Pengumpulan Zakat, Depag RI, Singapore and Washington
2007 DC.)
Anthony Giddens, Kapitalisme Dan Denise Anthony, Cooperation in
Teori Sosial Modern, Jakarta: UI Press, Microcredit Borrowing Groups:
1986. Identity, Sanctions, and
Barbara A. Misztal, Trust in Modern Reciprocity in the Production of
Society, Cambridge: Polity Collective Goods, American
Press, 1996. Sociological Review 2005 70:
Coase, R. The Problem of Social Cost 496, DOI:
(Journal of Law and 10.1177/000312240507000307
Economics 3, No 1:1-44, 1960). Drayton Bill, Everyone a Changemaker,
Coleman James S.; Social Capital in Social Entrepreunership’s
The Creation of Human Ultimate Goal, Innovations, MIT
Capital, USA: American Press, 2006
Journal of Sociology, Durkheim, The Rules of Sociological
Suplement, 94, pp. S95-S120, Method. Editor George E.G.
1998. Catlin (New York: The free
-----------------------, Foundations of Press, 1964).
Social Theory, Cambridge MA: __________, The Division of Labor in
Harvard University Press, Society, terjemahan George
1990. Simpson (New York: The free
Didin Hafidhuddin, Undang-Undang Press, 1964).
Pengelolaan Zakat dan Undang- Edward S Greenberg, “State Change;
Undang Pajak dalam Prespektif Aproaches and Concept,”
Syariah, Jakarta, 2000. dalam Greenberg & Mayer
------------------------, Zakat dalam (eds), Changes in the States:
Perekonomian Modern, Jakarta: Causes and Consequences, 1990.
Gema Insani Pers, 2002. Eri Sudewo, Manajemen Zakat, Jakarta:
-----------------------, Dunia Perzakatan di Litera Antar Nusa, 2005.
Indonesia, dalam Aflah, 206. Erwin Thobias, dkk. Pengaruh Modal
Djuanda, dkk ., Pelaporan Zakat Sosial Terhadap Perilaku
Pengurangan Pajak Penghasilan, Kewirausahaan (Suatu studi pada
Jakarta Radjawali Pers, 2006. pelaku usaha mikro kecil
Durkheim, The Rules of Sociological menengah di Kecamatan
Method. Editor George E.G. Kabaruan Kabupaten Kepulauan
Catlin, New York: The free Talaud), Journal “ACTA
Press, 1964. DIURNA” Edisi April 2013.
Dees , Gregory J., The Meaning of Social
Entrepreneurship, Kauffman
Center for Enterprenurial Francis Fukuyama, Kemenangan
Leadership, 1998. Kapitalisme dan Demokrasi
Dag Wollebæk, Age, Size and Change in Liberal (Yogyakarta: Qalam,
Local Voluntary Associations, 2001).
Acta Sociologica, December ------------------------, Social Capital, Civil
2009 Vol 52(4): 365–384, Society And Development
Nordic Sociological menyatakan bahwa Civil
Association and SAGE (Los Society Serves to balance the

47
JISPO VOL. 6 No. 2 Edisi: Juli-Desember Tahun 2016

power of state and to protect Max Weber, The Theory of Social and
individual from the state’s Economic Organization,
power.Third World Quarterly, Diterjemahkan oleh A.M.
Vol 22, No 1, pp 7-20, 2001. Henderson dan Talcott
-------------------, Great Disruption, Parsons (New York: Oxpord
Yogyakarta, 2002. University Pers, 1974).
-------------------, Trust The Social Virtues Monika Ewa Kaminska, Bonding Social
and The Creation of Prosperity, Capital in a Postcommunist
The United States of america: Region, American Behavioral
The Free Press, 1995 Scientist 2010 53: 758, DOI:
. 10.1177/0002764209350836.
-------------------, Social Capital A Masdar Helmy, Memahami Zakat dan
Multifaceted Perspective, The Cara Menghitungnya, Bandug:
World Bank Washington, DC, Pt. Al-Maarif, 2001.
2000. Max Weber, The Theory of Social and
Gunadi, Zakat Sebagai Pengurang Economic Organization,
Penghasilan Kena Pajak, Diktat Diterjemahkan oleh A.M.
Seminar Zakat Perusahaan Henderson dan Talcott
Jakarta, 2000. Parsons, New York: Oxpord
Habib Ahmed, Role of Zakah and University Pers, 1974.
Awqafin Poverty Alleviation. Muhammad Akram Khan, Issues in
Jeddah: JKYI, 2004. Islamic Economics, Lahore:
Ibnu Kholdun, Muqaddimah(Dar al- Islamic Publication Ltd, 1983.
Fikr, t.t.). Muhammad Kamal Atiyah,
John L. Esposito, The Islamic Threat, Perakauman Zakat, Teori dan
Myth or Reality? (New York: Praktis, Kuala Lumpur: Dewan
Oxford University Press, 1992). Bahasa, Kementerian
Katz, Elihu & Lazarsfeld, Personal Pendidikan Malaysia, 1988.
Influences, Collier Macmillan Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi
Publisher, London, 1964. Islam, Zakat dan Waqaf. Jakarta:
Kasper, W. and M. E. Streit. UI Press. 1998
Institutional Economics, Social Mursyidi, Akuntansi Zakat
Order and Policy. Edward Kontemporer, Bandung: Rosda,
Elgar. Cheltenham, (UK. and 2003.
Northampton, MA. USA, Monzer Kahf, Zakah Management in
1998). Some Muslim Countries. Jeddah:
Knight, J. Institution and Social IRTI, 2000.
Conflict. Cambridge University Nuruddin Ali, Zakat Sebagai Instrumen
Press, 1992. Dalam Kebijakan Fiskal. Jakarta:
Kenneth Morrison, Marx, Durkheim, Raja Grafindo, 2006.
Weber; Formations Of Modern Nuruddin Mhd Ali, Zakat Sebagai
Social Thought, London: Sage Instrumen Dalam Kebijakan
Publications, 1995. Fiskal, Jakarta, Radjawali Pers,
Kuntarno Noor dan Mohd Nasir 2006.
Tajang, Zakat dan Peran Negara, Nicos Poulantzas, The Problem of
Jakarta, FOZ, 2006. Capitalist State, dalam Blackburn

48
(ed.): Ideology of Social Science, Literature. Vol. 38, pp. 595-613,
1972. 2000.
O. Taufiqullah, Zakat dan Williamson, O.E. The Mechanisms of
Pemberdayaan Ekonomi Umat, Governance. Oxford University
Bandung: BAZ Jabar, 2004. Press. Oxford, 1996.
Peter Evans, State-Society Synergy:
Government And Social Capital
In Development, (University Of
California, Berkeley.
International And Area
Studies) ; No. 94. Hd75.S748
1997
Peter Dicken, Global Shift,
Transforming the World
Economy Ed ke-3 (London:
Paul Chapman, 1998).
Peter Beilharz, Teori-Teori Sosial,
Terjemahan Sigit Jatmiko
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2002).
Piotr Sztompka, Trust, Cambridge
University Press, 1999.
Ralph Miliband, The State in Capitalist
Society (New York: Basic Books
Inc, 1969)
Richard Swedberg, Principles of
Economy Sociology, The United
State of Amrica: Princeton
University Press Princeton and
Oxford, 2003.
Rochman Achwan, Sosiologi Ekonomi
di Indonesia, Indonesia: Penerbit
UI Press, 2004. Halaman 61.
Schmid, A. The Economic Theory of
Social Institution. American
Journal of Agricultural
Economics. 54:893-901, 1972.
Schotter, A. The Economic Theory of
Social Institutions. Cambridge,
Cambridge University Press,
1981.
Yunus, Muhammad, Banker to the
Poor, Alan Jolis Public Affairs,
New York, 1999.
Williamson, O.E. The New Institutional
Economics: Taking Stock, Looking
Ahead. Journal of Economic

49

Anda mungkin juga menyukai