Anda di halaman 1dari 10

BAB III

PEMBAHASAN

Ikterus adalah gambaran klinik berupa pewarnaan pada kulit, konjungtiva dan mukosa
akibat penumpukan bilirubin dalam serum. Secara klinis, pada neonatus akan tampak bila
konsentrasi bilirubin serum > 5 mg/dl. Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin
dalam darah > 13 mg/dl. 1
Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapirol berwarna jingga kuning yang merupakan
bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi yang
terjadi di sistem retikuloendotelial. Pada neonatus, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari
katabolisme heme haemoglobin dari eritrosit sirkulasi. Satu gram hemoglobin akan
menghasilkan 34 mg bilirubin dan sisanya (25%) disebut early labelled bilirubin yang berasal
dari pelepasan hemoglobin karena eritropoesis yang tidak efektif di dalam sumsum tulang,
80% heme berasal dari hasil perombakan sel darah merah, sedangkan sisanya berasal dari
heme non eritrosit seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase serta hasil
eritropoetik yang tidak efektif.2
Dalam sehari neonatus dapat memproduksi bilirubin 8-10 mg/dl/kgBB/hari.
Peningkatan produksi bilirubin pada neonatus disebabkan masa hidup eritrosit yang lebih
pendek (70-90 hari). Bilirubin yang masuk ke darah akan diikat albumin dan dibawa ke hati.
Bilirubin memiliki daya larut yang tinggi terhadap lemak dan toksik terutama terhadap otak.
Bilirubin indirek mudah memasuki hepatosit karena adanya protein akseptor sitoplasmik Y
dan Z hepatosit. Di dalam hepatosit bilirubin akan diikat oleh asam glukoronat yang berasal
dari asam uridin difosfoglukoronat dengan bantuan enzim glukoronil transferase. Hasil
gabungan ini larut dalam air, sehingga disebut bilirubin direk. Bilirubin yang diekskresikan
ke dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin. Bilirubin direk sebagian besar diserap oleh
ileum terminal secara aktif, sebagian kecil yang tidak diserap masuk ke dalam kolon, dirusak
oleh bakteri usus menjadi bilirubin indirek. Sebagian besar dari bilirubin ini diserap secara
pasif oleh kolon. Melalui vena porta bilirubin ini memasuki hati dan dikeluarkan lagi ke
dalam sistem bilier.1
Ikterus dapat diklasifikasikan menjadi ikterus fisiologis dan patologis.
a. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut :
- Timbul pada hari kedua – ketiga;
- Keadaan umum bayi toleransi minum baik;

| 16
- Berat badan naik;
- Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dl pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg/dl pada kurang bulan;
- Kadar bilirubin direk (larut dalam air) ≤ 1 mg/dl;
- Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari;
- Gejala ikterus akan hilang pada 10 hari pertama kehidupan atau 1-2 minggu pasca
kelahiran;
- Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
b. Ikterus patologis
Ikterus patologis memiliki karakteristik seperti berikut :
- Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan;
- Ikterus dengan kadar bilirubin indirek melebihi 12 mg/dl pada neonatus cukup bulan
dan 10 mg/dl pada neonatus kurang bulan (premature);
- Kadar bilirubin direk (larut dalam air) ≥ 2 mg/dl
- Ikterus dengan peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg/dl/hari.
- Demam atau tanda sakit lain seperti muntah, letargi, kesulitan minum, berat badan
menurun, asfiksia, apnea, takipnea, instabilitas;
- Ikterus pada bayi lahir rendah;
- Ikterus berat pada neonatus kurang bulan (telapak tangan dan kaki kuning);
- Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.3
Dalam kasus ini, pada saat dilakukan pemeriksaan di laboratorium RSU Abepura
didapatkan hasil bilirubin total 19,39 mg/dl, bilirubin direk didapatkan hasil 1,54 mg/dl.
Pada kasus ini, sebenarnya pasien termasuk di dalam ikterus fisiologis dikarenakan
ikteriknya muncul bukan pada 24 jam pertama. Tetapi karena keadaan pasien didukung
dengan adanya tanda sakit lain yang lebih berat seperti sesak, riwayat asfiksia sedang,
pasien juga lahir dengan usia kehamilan < 37 minggu, berat badan 2000 gram dan juga
hasil pemeriksaan bilirubin sudah > 5 mg/dl/hari sehingga keadaan pasien lebih banyak
mengarah ke karakteristik ikterus patologis. Oleh karena itu, kita mengolongkan kedalam
ikterus patologis.
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan.4 Terjadinya ikterus dapat dibagi tiga fase, yaitu :

| 17
1. Ikterus prahepatik
Ikterus ini terjadi akibat produksi bilirubin yang meningkat, yang terjadi pada hemolisa sel
darah merah. Kapasitas sel hati untuk mengadakan konjugasi terbatas apalagi bila disertai
oleh adanya disfungsi sel hati. Akibatnya bilirubin indirek akan meningkat. Dalam batas
tertentu bilirubin direk juga meningkat dan akan segera diekskresikan ke dalam saluran
pencernaan, sehingga akan didapatkan peninggian kadar urobilinogen di dalam tinja.
Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan karena :
a. Kelainan sel darah merah
b. Infeksi seperti malaria, sepsis dan lain-lain
c. Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti obat-obatan, maupun yang berasal dari
dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfusi dan eritroblastosis fetalis.
2. Ikterus hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk
akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah
akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian
kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan
hepatitis, sirosis hepatik, tumor dan bahan kimia.
3. Ikterus pascahepatik
Bendungan dalam saluran empedu akan menyebabkan peningkatan bilirubin konjugasi
yang larut dalam air. Akibatnya, bilirubin ini akan mengalami regurgitasi kembali ke
dalam sel hepar dan terus memasuki peredaran darah. Selanjutnya, akan masuk ke ginjal
dan diekskresikan oleh ginjal sehingga kita akan menemukan bilirubin dalam urin.
Sebaliknya karena ada bendungan, maka pengeluaran bilirubin ke dalam pencernaan
berkurang, sehingga akibatnya tinja akan berwarna dempul karena tidak mengandung
sterkobilin. Urobilinogen dalam tinja dan air kemih menurun. Akibatnya penimbunan
bilirubin direk, maka kulit dan sklera akan berwarna kuning kehijauan. Kulit akan terasa
gatal sehingga anak menjadi rewel.2
Etiologi ikterus neonatorum, menurut waktu kemunculan antara lain :
a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Penyebabnya :
- Inkompabilitas darah Rh, ABO atau golongan darah
- Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma dan kadang-kadang bakteri)
- Defisiensi G6PD

| 18
b. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
- Biasanya ikterus fisiologis
- Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan darah
- Defisiensi G6PD
- Polisitemia
- Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub aponeurosis, perdarahan hepar
subkapsuler)
- Hipoksia
- Sferositosis, eliptositosis
- Dehidrasi asidosis
- Defisiensi enzim eritrosit
c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
- Infeksi sepsis
- Dehidrasi asidosis
- Defisiensi enzim G6PD
- Pengaruh obat-obatan
- Sindrom Criggler-Najjar
- Sindrom Gilbert
d. Ikterus yang timbul pada akhir minggu dan selanjutnya
- Biasa karena adanya obstruksi
- Hipotiroidisme
- Breast milk jaundice
- Infeksi
- Neonatal infeksi
- Galaktosemia
Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
- Kadar bilirubin serum berkala
- Darah tepi lengkap
- Golongan darah ibu dan bayi
- Coomb’s Test
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya
antibodi pada permukaan eritrosit dan antibodi eritrosit dalam serum. Antibodi ini
menyelimuti permukaan sel eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit menjadi lebih
pendek dan sering menyebabkan reaksi inkompetibel pada transfusi darah. Normalnya,

| 19
antibodi akan mengikat benda asing seperti bakteri dan virus dan menghancurkannya
sehingga menyebabkan destruksi eritrosit (hemolisis).
Jenis test Antibodi :
- Direct Coomb’s Test (langsung)
Pemeriksaan dilakukan pada sel darah merah, juga dapat dilakukan pada bayi baru
lahir dengan darah Rh+ yang ibunya memiliki Rh-. Hasil pengujian akan menunjukkan
apakah darah ibu telah membuat antibodi dan apakah antibodi tersebut telah berpindah
kepada bayi melalui plasenta.
- Indirect Coomb’s Test (tidak langsung)
Pemeriksaan dilakukan pada serum darah, umumnya dilakukan sebelum transfusi
darah dan dapat juga menentukan titer antibodi Rh+ pada darah seorang wanita Rh-.5,2
- Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G6PD, biakan darah atau biopsi hepar bila perlu.5
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum :
1. Faktor maternal
- Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American, Yunani)
- Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
- Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik
- ASI
2. Faktor perinatal
- Trauma lahir (chepalhematoma, ekimosis)
- Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3. Faktor neonatus
- Prematuritas
- Faktor genetik
- Polisitemia
- Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
- Rendahnya asupan ASI
- Hipoglikemia
- Hipoalbuminemia6
Berdasarkan teori diatas, pada pasien cenderung didapatkan ciri-ciri dari ikterik
patologis. Pasien juga termasuk dalam ikterus fase prahepatik dan hepatoseluler. Dikatakan
fase prahepatik karena pasien mempunyai riwayat sepsis selama di rawat RSU Abepura,
sedangkan dikatakan fase hepatoseluler karena pasien lahir dengan berat badan lahir
rendah dan kurang bulan (36 minggu), biasanya pada bayi kurang bulan fungsi hepar belum

| 20
matang sehingga bayi belum mampu untuk mengolah bilirubin berlanjut. Berdasarkan waktu
kemunculan, pasien termasuk dalam Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai
akhir minggu pertama, yang mana penyebabnya bisa karena infeksi sepsis yang dialami
sewaktu lahir. Faktor-faktor lain yang mendukung :
Berdasarkan faktor maternal, ibu pasien pernah menderita sakit malaria selama hamil
trimester I. Berdasarkan faktor perinatal pasien mengalami infeksi di karenakan pada saat
lahir terjadi hipoksia, asfiksia sedang dan juga sindrom gangguan pernapasan. Apgar score
pasien 6/8, warna air ketuban kehijauan, berat badan lahir 2000 gram dan masa kehamilan
36 minggu. Bayi BBLR kurang bulan mengalami peningkatan risiko terhadap infeksi karena
cadangan imunoglobulin maternal menurun, kemampuan membentuk antibodi rusak dan
sistem integumen rusak (kulit tipis dan kapiler rentan). Pasien juga sempat mengalami
hipoglikemia, hipoglikemia yang terjadi pada pasien disebabkan karena terjadinya hambatan
penyimpanan glikogen sehingga tidak dapat memobilisasi glukosa secepat bayi aterm, pasien
memiliki respon hormon dan enzim yang imatur. Hiperbilirubin yang dialami pasien bisa
disebabkan oleh faktor kematangan hepar, hingga konjugasi bilirubin indirek menjadi direk
belum sempurna. Ikterus pada pasien juga dapat diperberat oleh polisitemia, namun dari
hasil laboratorium yang di dapat, hasil masih dalam batas normal, tidak didapatkan
polisitemia. Hiperbilirubinemia pada pasien ini juga bisa terjadi dikarenakan penambahan
beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan pada neonatus disebabkan karena masa
hidup eritrosit yang lebih pendek (70-90 hari). Untuk inkompatibiltas ABO, Rh belum
terbukti dengan jelas karena belum dilakukan pemeriksaan golongan darah oleh karena
faktor keterbatasan fasilitas medis.. Untuk hasil albumin belum sempat di periksa.
Penilaian klinis derajat ikterus neonatal menurut kramer, yaitu :
Perkiraan kadar
Derajat Daerah ikterus bilirubin (mg/dL)
ikterus
Prematur Aterm
I Kepala dan leher 4-8 4-8
II Dada sampai pusat 5-12 5-12
III Pusat bagian bawah sampai lutut 7-15 8-16
IV Lutut sampai pergelangan kaki dan 9-18 11-18
bahu sampai pergelangan tangan
V Kaki dan tangan termasuk telapak >10
kaki dan tangan
Tabel 1. Penilaian klinis derajat ikterus neonatal7
Pada pasien ini, derajat ikterus menurut penilaian klinis adalah kramer V dimana ikterus
terlihat sampai ke telapak tangan dan kaki dengan hasil bilirubin total sebelum di fototerapi

| 21
19,39 mg/dl. Kemudian dilakukan fototerapi perdana. Pemeriksaan serum bilirubin (total
dan direk) harus dilakukan pada neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi-bayi
yang tampak sakit atau yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat.
Pemeriksaan serum bilirubin total harus di ulang setiap 4x24 jam tergantung usia bayi dan
tingginya kadar bilirubin. Pada pasien ini pemeriksaan bilirubin baru dilakukan dua kali dan
didapatkan hasil bilirubin total mengalami penurunan yaitu dari bilirubin total 19,39 mg/dl
menjadi 14,46 mg/dl walaupun hasil masih tergolong tinggi.
Penatalaksanaan ikterus neonatorum :
A. Tatalaksana awal ikterus neonatorum
1. Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat.
2. Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut : berat lahir < 2500 gram, lahir
sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis.
3. Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan golongan
darah bayi dan lakukan test Coomb.
- Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhannya terapi sinar, hentikan terapi
sinar.
- Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar,
lakukan terapi sinar.
- Bila faktor rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan menyebab hemolisis
atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila
memungkinkan.8
B. Mengatasi hiperbilirubinemia
1. Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Obat ini
bekerja sebagai “enzyme induceer” sehingga konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan
dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi
penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu
kira-kira 2 hari sebelum melahirkan bayi.
2. Memberikan substrat yang kurang toksik untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya
pemberian albumin untuk mengikat bilirubin bebas. Albumin dapat diganti dengan
plasma, dosis 15-20 mg/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum transfusi tukar
dikerjakan, oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari
ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan
dengan transfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi hepar sebagai sumber
energi.

| 22
3. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Terapi sinar atau fototerapi ini
menggunakan pancaran sinar (460-490 nm) pada kulit bayi untuk mengkonversi
molekul bilirubin menjadi isomer larut air yang dapat diekskresikan tubuh melalui urin.
Lama terapi sinar adalah selama 24 jam terus-menerus, istirahat 12 jam, bila perlu dapat
diberikan dosis kedua selama 24 jam. Lampu diletakkan 35-40 cm diatas bayi. Gunakan
kain putih untuk menutupi seluruh kotak inkubator agar cahaya terpantulkan sebanyak
mungkin pada bayi. Tutup mata bayi, indikasi terapi sinar adalah :
- Ikterus pada hari pertama;
- Ikterus berat pada telapak tangan dan kaki;
- Bayi kurang bulan atau bayi berat badan lahir rendah dengan kadar bilirubin > 10
mg/dL dan bayi cukup bulan dengan kadar bilirubin > 15 mg/dl;
- Ikterus yang disebabkan oleh hemolisis.
4. Transfusi tukar adalah prosedur yang menggantikan sebagian volume darah bayi
dengan darah atau plasma dari donor. Transfusi tukar pada umumnya dilakukan dengan
indikasi sebagai berikut :
- Kadar bilirubin indirek > 20 mg/dl
- Peningkatan bilirubin > 1 mg/dl
5. Lanjutkan pemberian ASI setiap 2-3 jam
C. Monitoring
Monitoring yang dilakukan, antara lain :
- Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit tidak dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum selama bayi
mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.
- Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan baik atau
bila sudah tidak dtemukan masalah yang membutuhkan perawatan rumah sakit.9
Pada pasien ini sudah dilakukan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan bilirubin
total dan bilirubin direk. Hasil yang di dapatkan :
Hasil yang didapatkan :
Pemeriksaan Hasil (11/7/2016) Hasil (13/7/2016) Nilai Normal
Bilirubin total 19,39 mg/dl 14,46 0,2-1
Bilirubin direk 1,54 mg/dl 1,68 0-0,2
(pro fototerapi) (post fototerapi)
Tabel 2. Hasil pemeriksaan bilirubin total dan bilirubin direk

| 23
Pemeriksaan rhesus,golongan ABO, uji saring G6PD dan test coomb tidak dilakukan,
mengingat keterbatasan alat medis di rumah sakit. Pemberian fenobarbital tidak di
berikan karena tidak mengalami kejang. Pemberian minum PASI pada pasien karena
pada bayi keinginan minumnya lebih banyak. Transfusi tukar dan pemberian albumin
tidak didapatkan oleh pasien karena keterbatasan alat medis. Penatalaksanaan yang
diberikan pada pasien ini ialah pasien sempat diberikan urdafak 2x20 mg, dimana
kandungan obat ini Asam Ursodeoksikolat yang biasa digunakan pada bayi dengan
ikterik. Pasien juga sudah melakukan fototerapi. Fototerapi dilakukan 2x di ruang
perawatan bayi (NICU) rumah sakit Abepura.

Gambar 1. By. Ny. Marice Fototerapi Gambar 2. By. Ny. Marice post Fototerapi

Komplikasi yang bisa terjadi pada ikterus neonatorum :


Jika bayi kuning patologis tidak mendapatkan pengobatan, maka dapat terjadi penyakit
kernikterus. Kern icterus atau ensefalopati bilirubin adalah suatu sindrom neurologik yang
timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi dalam sel-sel otak. Kern icterus
dapat menimbulkan kerusakan otak dengan gejala gangguan pendengaran, keterbelakangan
mental dan gangguan tingkah laku. Pada neonatus cukup bulan dengan kadar bilirubbin yang
melebihi 20 mg/dl sering berkembang menjadi kern icterus. Pada bayi prematur batasnya
ialah 18 mg/dl, kecuali bila kadar albumin serum ≥ 3 g/dl. Pada neonatus yang menderita
asidosis dan hipoglikemia, kern ikterus dapat terjadi walaupun kadar bilirubin < 16 mg/dl.10
Pada bayi sehat yang menyusui kern icterus terjadi saat kadar bilirubin > 30 mg/dl
dengan rentan 21-50 mg/dl. Onset umumnya pada minggu pertama kelahiran tapi dapat
tertunda hingga umur 2-3 minggu.
Gambaran klinis kern icterus, antara lain :

| 24
1. Bentuk akut :
a. Fase 1 (hari1-2) : menetek tidak kuat, stupor, hipotonia, kejang
b. Fase 2 (pertengahan minggu I) : hipertoni otot ekstensor, opistotonus, retrocollis,
demam.
c. Fase 3 (setelah minggu I) : hipertoni
2. Bentuk kronis :
a. Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory tonic neck reflexes,
keterampilan motorik yang lambat.
b. Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis, ballismus, tremor),
gangguan pendengaran.11
Oleh karena itu terhadap bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak
lanjut, sebagai berikut :
1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan
2. Penilaian berkala pendengaran
3. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa.

| 25

Anda mungkin juga menyukai