Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol.

1, Edisi 1, Juni 2018 e-ISSN : 2621-9557

STUDI KADAR C-REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA PENDERITA


DIABETES MELITUS TIPE 2

Kalma
Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Makassar

kalmaanalis@gmail.com

ABSTRAK

Diabetes Melitus (DM) termasuk penyakit tidak menular yang banyak


menyebabkan kematian di Indonesia. Komplikasi makrovaskular diabetes salah
satunya adalah komplikasi kardiovaskular sebagai akibat dari aterosklerosis yang
merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas secara global yang
dipengaruhi oleh DM tipe 2. Peningkatan kadar CRP merupakan indikasi yang kuat
dan signifikan terhadap risiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar CRP pada penderita DM tipe 2.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan teknik pengambilan sampel
purposive sampling. Besar sampel pada penelitian ini adalah 20 sampel. Spesimen
serum dari sampel penelitian diperiksa dengan metode aglutinasi lateks. Penelitian
ini dilaksanakan di laboratorium RSUD Labuang Baji Makassar pada tanggal 8
Maret s/d 12 Mei 2018. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan tentang studi kadar CRP
pada penderita DM tipe 2, ternyata 4 sampel negatif dan 16 sampel positif dengan
kadar CRP rata-rata 90,80 mg/L. Dengan demikian dapat disimpulkanbahwa
terjadi peningkatan kadar CRP pada penderita DM tipe 2 sebagai petanda adanya
proses inflamasi akibat komplikasi kronik DM. Dengan demikian disarankan
penderita DM tipe 2 melakukan pemeriksaan atau penentuan kadar CRP untuk
deteksi dini penyakit kardiovaskular.

Kata Kunci : C-Reactive Protein (CRP), Diabetes Melitus (DM)

PENDAHULUAN penyakit paru obstruktif kronis


Diabetes Melitus (DM) (Kemenkes RI, 2011). DM yang tidak
merupakan suatu kelompok penyakit ditangani dengan tepat akan
metabolik dengan karakteristik mengakibatkan berbagai komplikasi
hiperglikemia yang terjadi karena kronis diantaranya komplikasi
kelainan sekresi insulin, kelainan kerja vaskular.
insulin atau kedua-duanya. Mortalitas dan morbiditas yang
DM bukan merupakan penyakit terjadi pada penderita DM tidak secara
menular dan prevalensinya semakin langsung diakibatkan oleh
meningkat dari tahun ke tahun. hiperglikemi, tetapi hal ini
Penyakit tidak menular penyumbang berhubungan dengan komplikasi yang
angka kematian terbanyak di Indonesia. terjadi. Komplikasi makrovaskular
Lima tertinggi penyakit tidak menular diabetes salah satunya adalah
penyebab kematian di Indonesia adalah komplikasi kardiovaskular sebagai
stroke, hipertensi, diabetes, kanker, dan akibat dari aterosklerosis

62
Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 1, Edisi 1, Juni 2018 e-ISSN : 2621-9557

yangmerupakan penyebab utama tergantung insulin atau disebut dengan


mortalitas dan morbiditas secara global DM tipe 2, yang umumnya mempunyai
yang dipengaruhi oleh DM tipe 2 (Nisa latar belakang kelainan berupa
H, 2016). resistensi insulin. Menurut WHO
DM tipe 2 merupakan suatu (2007), diabetes tipe 2 adalah yang
penyakit metabolik karakteristik yang terbanyak diantara tipe-tipe DM
ditandai dengan peningkatan kadar lainnya. Kalangan profesional
gula darah, yang terjadi karena menyatakan bahwa diabetes tipe 2 di
penurunan sekresi insulin oleh sel beta Indonesia mencapai 85 – 90% dari total
pankreas, atau kerja insulin yang tidak diabetes. Untuk itu diperlukan upaya
sesuai (Depkes, 2008). pengendalian DM tipe 2, terutama
Ketidaksesuaian kerja insulin melalui upaya pencegahan dan
pada penyakit DM ini mengakibatkan penanggulangan faktor risiko DM tipe
glukosa dari pembuluh darah tidak 2 (Aritrina P dkk, 2016).
mampu masuk ke jaringan. Keadaan ini Diagnosis DM didasarkan atas
menyebabkan sebagian besar glukosa pemeriksaan kadar glukosa darah dan
tetap berada dalam sirkulasi darah pemeriksaan HbA1c. Dalam
sehingga terjadi hiperglikemia (Yekti menentukan diagnosis DM harus
N, 2014). diperhatikan asal bahan darah yang
Beberapa penelitian akan diambil dan cara pemeriksaan
menunjukkan bahwa kelainan vaskuler yang dipakai. Untuk diagnosis
terjadi karena adanya low grade pemeriksaan yang dianjurkan adalah
chronic inflammation pada endotelium. pemeriksaan glukosa dengan cara
Keadaan tersebut diperkuat dengan enzimatik dengan bahan darah plasma
peningkatan marker inflamasi kronis vena. Untuk memastikan diagnosis
CRP. Ini menunjukkan CRP DM, pemeriksaan glukosa darah
merupakan marker yang cukup sensitif seyogyanya dilakukan di laboratorium
untuk mendeteksi adanya inflamasi klinik yang terpercaya (yang
subklinis tersebut yang berhubungan melakukan program pemantauan
dengan perkembangan dan progress kendali mutu secara teratur).
aterosklerosis (Yerizel E dkk, 2015). Pemeriksaan HbA1c
Peningkatan kadar CRP hendaknya menggunakan metode yang
merupakan indikasi yang signifikan terstandarisasi oleh National
terhadap risiko terjadinya penyakit Glycohaemoglobin Standarization
kardiovaskular. Jika petanda inflamasi Program (NGSP). Saat ini belum
ini dapat terdeteksi lebih awal pada semua laboratorium di Indonesia
penderita DM tipe 2 maka pemberian memenuhi standard NGSP, sehingga
terapi dapat segera diberikan sehingga harus hati-hati dalam membuat
dapat mencegah terjadinya komplikasi interpretasi terhadap hasil pemeriksaan
kronik. HbA1c. Pada kondisi tertentu seperti:
Ketidaksesuaian kerja insulin anemia, hemoglobinopati, riwayat
pada DM ini mengakibatkan glukosa transfusi darah 2-3 bulan terakhir dan
dari pembuluh darah tidak mampu kondisi-kondisi yang memengaruhi
masuk ke jaringan. umur eritrosit, maka HbA1c tidak dapat
Kasus diabetes yang paling dipakai untuk diagnosis maupun
banyak adalah Diabetes Melitus tidak evaluasi diabetes melitus

63
Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 1, Edisi 1, Juni 2018 e-ISSN : 2621-9557

Tabel 1.
Tabel. 1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes
Melitus .
Glukosa plasma 2
Glukosa darah
HbA1c (%) jam setelah TTGO
Puasa (mg/dl)
(mg/dl)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal < 5,7 < 100 < 140
(PERKENI, 2015)
. memprediksi insiden infark miokard,
C-Reactive Protein (CRP) stroke, penyakit arteri perifer dan
adalah salah satu protein fase akut yang kematian jantung mendadak, juga dapat
terdapat dalam serum normal walaupun memperkirakan risiko iskemia
dalam jumlah amat kecil. Dalam berulang dan kematian pada penderita
beberapa keadaan tertentu dengan angina yang stabil dan tidak stabil yang
reaksi radang atau kerusakan jaringan menjalani angioplasti perkutan. Selain
(nekrosis), baik yang disebabkan oleh untuk prediksi kelainan kardiovaskular,
penyakit infeksi maupun yang bukan sekarang nilai CRPjuga digunakan
oleh karena infesi. untuk memprediksi DM tipe 2 pada
CRP merupakan salah satu beberapa penelitian prospektif yang
petanda inflamasi sistemik akut yang telah dilakukan oleh Barzilay, Pradhan,
dihasilkan oleh hati dan sering Freeman (Sylvawani M, 2009).
ditemukan banyak penyakit dan CRP merupakan salah satu
berhubungan dengan kejadian DM dan biomarker yang berperan sebagai
cardiovascular event, bagaimana protein fase akut pada proses inflamasi.
mekanisme sebenarnya belum Jika pada pasien penyakit jantung
diketahui secara pasti (Sylvawani M koroner biomarker ini dapat terdeteksi
dkk, 2009). lebih awal maka pemberian terapi dapat
Terjadinya peningkatan kadar segera diberikan sehingga dapat
CRP pada penderita DM tipe 2 mencegah kerusakan otot jantung lebih
disebabkan oleh respons inflamasi lanjut (Setiawan I dkk, 2011).
yang timbul akibat komplikasi dari Dalam waktu yang relatif
DM.Beberapa penelitian menunjukkan singkat (6-8 jam) setelah terjadinya
bahwa kelainan vaskuler terjadi karena reaksi radang akut/kerusakan jaringan,
adanya lowgrade chronic inflammation sintesis, dan sekresi dari CRP
pada endotelium. Keadaan tersebut meningkat dengan tajam, dan hanya
diperkuat dengan peningkatan dalam waktu 24-48 jam telah mencapai
beberapa marker inflamasi kronis nilai puncaknya. Kadar dari CRP akan
seperti IL-6 dan CRP. Ini menunjukkan menurun dengan tajam pula bila proses
bahwa CRP merupakan marker yang inflamasi/kerusakan jaringan telah
cukup sensitif untuk mendeteksi mereda. Dalam waktu sekitar 24-48
adanya inflamasi subklinis jam telah dicapai nilai normalnya
tersebut(Yerizel E dkk, 2015). kembali (Handojo I, 2004)
Pada penelitian epidemiologi Fungsi dan peranan CRP di
prospektif, nilai CRP dapat dalam tubuh (in vivo) belum diketahui

64
Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 1, Edisi 1, Juni 2018 e-ISSN : 2621-9557

seluruhnya, banyak hal yang masih sedimentasi eritrosit (ESR) misalnya,


merupakan hipotesis. Meskipun CRP dapat meningkat sebagai akibat dari
bukan sesuatu antibodi, tetapi CRP kondisi non inflamasi. Dalam keadaan
mempunyai berbagai fungsi biologis ini, penyakit inflamasi dapat
yang menunjukkan peranannya pada dikesampingkan jika CRP tidak ada.
proses keradangan, dan mekanisme
daya tahan tubuh terhadap infeksi METODE
(Handojo I, 2004). Penelitian ini termasuk jenis
Pemeriksaan C-Reactive Protein penelitian deskriptif untuk mengetahui
(CRP) pada penelitian ini mengunakan titer atau kadar CRP pada penderita
Metode Aglutinasi Lateks. Prinsip DM tipe 2.
pemeriksaan CRP dengan metode Sampel pada penelitian ini
Aglutinasi lateks adalah antibodi yang adalah penderita DM tipe 2 di RSUD
disalutkan pada partikel untuk Labuang Baji Makassar. Sampel
menentukan adanya antigen di dalam diambil dengan teknik purposive
spesimen serum. Pada pengujian ini sampling.
dilakukan dengan menambahkan Kriteria inklusi antara lain :
suspensi partikel lateks yang dilapisi Penderita DM dengan kadar glukosa
dengan antibodi anti-human CRP darah puasa ≥126 mg/dL, telah
kepada spesimen serum yang diuji. menderita DM selama 5-10 tahun,
Dengan adanya aglutinasi yang terlihat bersedia menandatangani informed
mengindikasikan adanya peningkatan consent. Kriteria eksklusi yaitu
kadar CRP ke tingkat klinis yang penderita dengan Rheumatoid
signifikan (CRP Latex Test Kit, 2013). Arthritis, penderita Systemic Lupus
Karakteristik kinerja reagensia Erythematosus, dan penderita dengan
yang digunakan : sensitivitas analitik: 6 tanda-tanda infeksi secara klinik.
mg/L (5-10) mg/L, sensitivitas Bahan penelitian yang
diagnostik: 95,6 %, spesifisitas digunakan dalam penelitian ini adalah
diagnostik: 96,2 %. Titer dinyatakan serum, reagen CRP lateks (sensitivitas
sebagai hasil perkalian dari analitik 6 mg/L), serum kontrol positif,
pengenceran tertinggi yang serum kontrol negatif dan NaCl 0,9%
menunjukkan aglutinasi dengan 6 Instrumen yang digunakan dalam
mg/L. penelitian ini adalah spoit, tourniqet,
Interpretasi hasil kapas alkohol, handscoon, sentrifus,
Terjadinya aglutinasi menunjukkan slide tes, klinipet,yellow tip, blue tip,
titer CRP pada sampel >6 mg/L. pengaduk, rotator.
Kurangnya aglutinasi menunjukkan
tingkat titer CRP <6 mg/L pada sampel. Prosedur pemeriksaan spesimen dari
CRP lateks telah distandarisasi untuk sampel Penelitian
mendeteksi titer. CRP serum ≥6 mg/L, Pra Analitik antara lain:
yang dianggap sebagai konsentrasi mempersiapakan instrumen, bahan,
klinis terendah. Pemantauan titer CRP pengambilan dan penanganan spesimen
sering digunakan untuk menilai darah vena sampai diperoleh serum.
aktivitas penyakit dan pemantauan Tahapan Analitik dilakukan
pengobatan. Penentuan CRP dianggap pemeriksaan kualitatif dan
lebih penting daripada indikator pemeriksaan kuantitatif :
penyakit inflamasi lainnya. Nilai

x
Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 1, Edisi 1, Juni 2018 e-ISSN : 2621-9557

Pemeriksaan Kualitatif : lingkaran I sebanyak 50 μL ke atas


Reagen lateks CRP dihomogenkan lingkaran II (pengenceran 4 kali),
dengan hati-hati, dipipet ke atas sampai ke slide V (pengenceran 32
lingkaran slide sampel serum sebanyak kali). Dipipet sebanyak 50 μL, ke
1 tetes (50μL), kontrol positif (CP) dan lingkaran VI (untuk stok), jika masih
kontrol negatif (CN), kemudian menunjukkan hasil positif pada
ditambahkan 1 tetes reagen lateks lingkaran V. Setelah itu,ditambahkan
(antigen CRP) masing-masing ke atas ke atas masing-masing lingkaran
lingkaran tersebut. Dihomogenkan reagen lateks CRP sebanyak 1 tetes.
dengan cara memutar pada rotator Dihomogenkan dengan cara memutar
dengan kecepatan 100 rpm selama 2 pada rotator dengan kecepatan 100 rpm
menit. Setelah itu, hasil dibaca di selama 2 menit. Setelah itu, hasil
bawah sinar terang. Aglutinasi yang dibaca di bawah sinar terang.
terjadi menunjukkan CRP positif ( CRP Pengenceran tertinggi yang masih
dalam spesimen ≥ 6 mg/L ) poditif (tampak aglutinasi) dikalikan
Pemeriksaan Semi Kuantitatif : dengan 6 mg/L menunjukkan titer CRP
Serum dengan metode kualitatif dalam spesimen serum yang diperiksa.
positif, dilanjutkan dengan penentuan
titer CRP dalam serum. Yaitu dengan HASIL
melakukan pengenceran sampel secara Hasil pemeriksaan glukosa
seri, dengan cara dipipet sebanyak 50 darah puasa dan CRP pada spesimen
μL NaCl 0,9% ke atas 6 lingkaran slide. serum penderita DM tipe 2 diperoleh
Setelah itu, dipipet 50 μL serum ke atas hasil sebagaimana tercantum pada tabel
lingkaran I (pengenceran 2 kali), 2.
dihomogenkan. Dipipet suspensi dari

Tabel 2. Hasil pemeriksaan glukosa darah CRP pada spesimen serum penderita
DM tipe 2 :
Hasil Pemeriksaan
Kode
No. Glukosa Darah Puasa CRP Ket
Sampel
(mg/dl) (mg/L)
1 A 132 192
2 B 136 96
3 C 151 96
4 D 173 192
5 E 136 Negatif
6 F 160 96
7 G 152 Negatif
8 H 260 12
9 I 243 24
10 J 326 12
11 K 318 192
12 L 172 48
13 M 133 Negatif
14 N 136 Negatif
15 O 380 192

xi
Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 1, Edisi 1, Juni 2018 e-ISSN : 2621-9557

16 P 279 24
17 Q 132 48
18 R 202 192
19 S 130 192
20 T 140 192
Sumber: Data Primer 2018

Tabel 3. Hasil pemeriksaan CRP pada spesimen serum penderita DM tipe 2 .


Hasil pemeriksaan CRP
Positif Negatif Jumlah
n % n % n %
16 80 4 20 20 100

Hasil pemeriksaan CRP pada 20 yang diperiksa, diperoleh 16 (80 %)


spesimen serum penderita DM tipe 2 CRP positif, dan 4 (20 %) CRP
negatif.

Tabel 4. Kadar rata-rata glukosa darah puasa dan kadar CRP pada spesimen
serum penderita DM tipe 2.
Jenis Pemeriksaan Rata-Rata (mg/dL, mg/L)
Glukosa Darah Puasa 194,55
C-Reaktive Protein (CRP) 90,80

Kadar glukosa darah puasa pada spesimen serum penderita DM tipe


spesimen serum penderita DM tipe 2 yang CRP positif kadarnya rata-
2 rata-rata = 194,55 mg/dL dan rata = 90,80 mg/L.

PEMBAHASAN
Pada hasil penelitian yang telah ini diawali oleh keadaan hiperglikemia
dideskripsikan sebelumnya, diperoleh intrasel menyebabkan kerusakan
bahwa dari 20 subjek yang memiliki mitokondria pada DM tipe 2 yang
CRP positif sebanyak 16 orang (80%) mengakibatkan terjadinya peningkatan
dan yang negatif sebanyak 4 orang ROS dan stres oksidatif sehingga
(20%). Pada penderita DM tipe 2, radikal bebas meningkat dalam tubuh.
terjadi peningkatan kadar CRP rata- ROS adalah radikal bebas yang
rata 90,80 mg/L. Jumlah kadar CRP terbentuk ketika O2 menerima elektron
pada subjek yang memiliki CRP bebas. Peningkatan radikal bebas ini
negatif adalah ≤5 mg/L.Pada penderita akan menyebabkan kerusakan
DM tipe 2 terjadi peningkatan kadar makrovaskular dan
glukosa darah yang menyebabkan mikrovaskular.Mekanisme kerusakan
terjadinya kondisi hiperglikemia jaringan tubuh pada DM adalah
secara kronis. Terjadinya peningkatan melalui jalur biokimia seperti jalur
kadar CRP pada penderita DM tipe 2 reduktase aldosa, jalur stres oksidatif
disebabkan oleh respon inflamasi yang sitoplasmik, jalur pleiotropik PKC
timbul akibat komplikasi dari DM. Hal danterbentuknya species glikosilasi

x
Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 1, Edisi 1, Juni 2018 e-ISSN : 2621-9557

lanjut intraseluler.Peningkatan sintesis mulai terjadi sebelum onset klinis DM.


DAG menyebabkan ekspresi PKC Studi epidemiologi juga menunjukkan
dalam sel juga meningkat yang pada terjadinya peningkatan risiko payah
akhirnya akan mengubah berbagai jantung pada penderita DM tipe 2
macam ekspresi gen yang secara dibandingkan populasi non-DM, yang
keseluruhan merusak pembuluh darah. ternyata disebabkan oleh karena
Peningkatan aktivasi PKC kontrol glukosa darah yang buruk
mengakibatkan peningkatan NF-kB dalam waktu yang lama. Salah satu
yang merupakan faktor transkripsi penyebab terjadinya lesi aterosklerosis
untuk mengaktifkan gen-gen pada penderita DM adalah
proinflamasi dalam pembuluh darah hiperglikemia, resistensi insulin &
yang disebut proinflammatory gene hiperinsulinemia dislipidemia dan
expression. Sehingga aktivasi dari NF- inflamasi. Terjadinya plak
kB akan membuat jumlah sitokin aterosklerosis pada daerah subintimal
proinflamasi meningkat. Dengan pembuluh darah dan kemudian
meningkatnya jumlah sitokin sindrom koroner akut. Patogenesis
proinflamasi dalam darah antara lain kelainan vaskular pada DM meliputi
IL-6 dan TNF-α, maka hepar akan terjadinya matabolik dan hormonal.
merespon dengan mensintesis CRP. Pertumbuhan sel otot maupun sel
Hal ini memperkuat bahwa pada pasien mesangial keduanya distimulasi oleh
DM tipe 2 terjadi peningkatan kadar sitokin.
CRP. Jaringan kardiovaskular,
Berdasarkan penelitian Yerizel demikian juga jaringan lain yang
E dkk (2015) juga menyatakan bahwa rentan terhadap terjadinya komplikasi
terjadinya peningkatan kadar CRP kronik diabates (jaringan saraf, sel
pada penderita DM tipe 2 disebabkan endotel pembuluh darah dan sel retina
oleh respon inflamasi yang timbul serta lensa) mempunyai kemampuan
akibat komplikasi dari DM. untuk memasukkan glukosa dari
Menurut Shahab A (2010) lingkungan sekitar ke dalam sel tanpa
bahwa diabetes memberikan pengaruh memerlukan insulin (insulin
terhadap terjadinya komplikasi kronik independent), agar dengan demikian
melalui adanya perubahan pada sistem jaringan yang sangat penting tersebut
vaskular, disebabkan karena kontrol akan diyakinkan akan mendapat cukup
glukosa darah yang buruk dalam waktu pasokan glukosa sebelum glukosa
yang lama. Selain itu, menurut tersebut dipakai untuk energi di otot
Waspadji (2010) perubahan dasar atau maupun untuk kemudian disimpan
disfungsi yang terjadi pada endotel sebagai cadangan lemak. Tetapi pada
pembuluh darah, sel otot polos keadaan hiperglikemia kronik, tidak
pembuluh darah maupun sel mesangial cukup terjadi downregulation dari
ginjal semuanya menyebabkan sistem transportasi glukosa yang non-
perubahan pada pertumbuhan dan insulin dependentini, sehingga sel akan
kesintasan sel, yang kemudian akan kebanjiran masuknya glukosa, suatu
menyebabkan terjadinya komplikasi keadaan yang disebut sebagai
vaskular diabetes. hiperglisolia.
Haffner dkk dalam Shahab A Hiperglisolia kronik akan
(2010) membuktikan bahwa mengubah homeostasis biokimia sel
aterosklerosis pada penderita DM tersebut yang kemudian berpotensi

63
Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 1, Edisi 1, Juni 2018 e-ISSN : 2621-9557

untuk terjadinya perubahan dasar pembentukan kompleks imun yang


terbentuknya komplikasi kronik mengandung modified lipoprotein.
diabetes, yang meliputi jalur biokimia Tingginya konsentrasi kompleks imun
seperti jalur reduktase aldosa, jalur yang mengandung modified LDL, akan
stres oksidatif sitoplasmik, jalur meningkatkan risiko komplikasi
pleiotropik protein kinase C dan makrovaskular pada pasien DM baik
terbentuknya species glikosilasi lanjut DM tipe 1 maupun tipe 2. Kompleks
intraselular. Dari berbagai mekanisme imun ini tidak hanya merangsang
dasar tersebut semuanya akan pelepasan sejumlah besar sitokin tetapi
menyebabkan terjadinya disfungsi juga merangsang ekspresi dan
endotel, mengganggu dan mengubah pelepasan matrix metalloproteinase-1
sifat berbagai protein penting dan tanpa merangsang sintesis
kemudian akan memacu terbentuknya inhibitornya. Aktivasi makrofag oleh
sitokin proinflamasi serta faktor kompleks imun tersebut akan
pertumbuhan. Sehingga prototipe merangsang pelepasan TNF-α, yang
petanda adanya inflamasi yaitu CRP menyebabkan up regulasi sintesis
akan meningkat seiring dengan CRP.
meningkatnya A1c. Jelas bahwa proses Pada beberapa penelitian telah
inflamasi penting pada terjadinya ditemukan CRP dengan konsentrasi
komplikasi kronik DM. yang cukup tinggi pada pasien dengan
Inflamasi dalam beberapa resistensi insulin. Peningkatan
tahun terakhir, terbukti bahwa konsentrasi kompleks imun pada
inflamasi tidak hanya menimbulkan pasien DM tidak hanya menyebabkan
komplikasi sindrom koroner akut, timbulnya aterosklerosis dan
tetapi juga merupakan penyebab utama progresivitasnya, melainkan juga
dalam proses terjadinya dan berperan dalam proses ruptur plak
progresivitas aterosklerosis. Berbagai aterosklerotik dan komplikasi Jantung
pertanda inflamasi telah ditemukan di Koroner selanjutnya. Kandungan
dalam lesi aterosklerosis, antara lain makrofag di dalam lesi aterosklerosis
sitokin dan growth factors yang pada pasien DM mengalami
dilepaskan oleh makrofag dan T cells. peningkatan, sebagai akibat dari
Sitokin akan meningkatkan peningkatan rekrutmen makrofag di
sintesisPAF, merangsang lipolisis, dalam dinding pembuluh darah karena
ekspresi molekul-molekul adhesi dan pengaruh tingginya konsentrasi
upregulasi sintesis serta ekspresi sitokin. Peningkatan oxidized LDL
aktivitas prokoagulan di dalam sel-sel pada pasien DM akan meningkatkan
endotel. Jadi sitokin memainkan peran aktivasi sel T yang akan meningkatkan
penting tidak hanya di dalam proses pelepasan IFN-γ. Pelepasan IFN-γ
awal terbentuknya lesi aterosklerosis, akan menyebabkan gangguan
melainkan juga progresivitasnya. homeostasis sel-sel pembuluh darah.
Pelepasan sitokin lebih banyak terjadi Aktivasi sel T juga akan menghambat
pada pasien DM, karena peningkatan proliferasi sel-sel otot polos pembuluh
dari berbagai proses yang darah dan biosintesis kolagen, yang
mengaktivasi makrofag (dan pelepasan akan menimbulkan vulnerable plaque,
sitokin), antara lain oksidasi dan sehingga menimbulkan komplikasi
glikooksidasi protein dan lipid. Di Sindrom Koroner Akut.
samping itu terjadi pula peningkatan

64
Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 1, Edisi 1, Juni 2018 e-ISSN : 2621-9557

Sehingga apabila dihubungkan TNF-α yang akan memacu hepar


dengan penelitian ini, maka dapat memproduksi CRP. Sehingga kadar
disimpulkan bahwa kadar CRP pada CRP pada penderita DM tipe 2 akan
penderita DM tipe 2 akan meningkat meningkat. CRP merupakan sebagai
yaitu ≥ 6 mg/L sebagai akibat respon petanda fase akut inflamasi yang
inflamasi yang timbul akibat berhubungan dengan kerusakan
komplikasi dari DM yang akan jaringan. Hal ini memperkuat bahwa
disebabkan oleh keadaan keadaan hiperglikemia kronis
hiperglikemia secara kronis. Pada dapatmenyebabkan kerusakan hampir
penderita DM tipe 2 diawali oleh seluruh jaringan tubuh, terutama pada
keadaan hiperglikemia yang jaringan yang dipengaruhi insulin dan
disebabkan oleh insensitivitas seluler akan memengaruhi respon inflamasi
terhadap insulin. Selain itu, terjadi kronis seperti CRP.Proses kerusakan
defek sekresi insulin akibat umumnya berawal dari adanya
ketidakmampuan pankreas untuk kelainan pembuluh darah mikro dan
menghasilkan insulin yang cukup makrovaskular. Komplikasi
untuk mempertahankan glukosa makrovaskular biasanya sebagai akibat
plasma yang normal. Hiperglikemia dari aterosklerosis. Salah satu penyulit
kronik pada DM memberikan makrovaskular pada DM adalah
pengaruh terhadap terjadinya penyakit jantung koroner yang
komplikasi kronik berhubungan bermanifestasi sebagai aterosklerosis
dengan adanya perubahan dasar atau dini yang dapat mengenai organ-organ
disfungsi yang terjadi pada sistem vital (jantung dan otak).Penyebab
vaskular, terutama pada endotel terjadinya aterosklerosis pada DM tipe
pembuluh darah, sel otot polos 2 bersifat multifaktorial, salah satunya
pembuluh darah maupun mesangial adalah melibatkan interaksi kompleks
ginjal. Semuanya menyebabkan dari berbagai keadaan seperti
perubahan pada pertumbuhan dan hiperglikemia, dislipidemia,resistensi
kesintasan sel kemudian menyebabkan insulin &hiperinsulinemia,
terjadinya komplikasi vaskular dislipidemia, dan inflamasi.
diabetes yang mengarah ke proses Aterosklerosis adalah suatu proses
aterosklerosis. yang mendasari terbentuknya
Terbentuknya komplikasi penyempitan pembuluh darah setempat
kronik DM melalui berbagai oleh plak aterosklerotik, yang
mekanisme dasar meliputi beberapa mengakibatkan terhambatnya aliran
jalur biokimia seperti jalur reduktase darah. Terjadinya plak aterosklerosis
aldosa, jalur stres oksidatif pada daerah subintimal pembuluh
sitoplasmik, jalur pleiotropik protein darah dan kemudian berlanjut pada
kinase C dan terbentuknya species terbentuknya penyumbatan pembuluh
glikosilasi lanjut intraselular. darah dan kemudian Sindrom Koroner
Kemudian menyebabkan terjadinya Akut.Jika pada penderita penyakit
disfungsi endotel, mengganggu dan jantung koroner,peningkatan kadar
mengubah sifat berbagai protein CRP dapat terdeteksi lebih awal maka
penting dan kemudian akan pemberian terapi dapat segera
meningkatkan terbentuknya faktor diberikan sehingga dapat mencegah
pertumbuhan dan sitokin proinflamasi kerusakan otot jantung lebih lanjut.
di dalam darah antara lain IL-6 dan

65
Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 1, Edisi 1, Juni 2018 e-ISSN : 2621-9557

Ada beberapa faktor yang dapat dimana tanpa dilakukan pengenceran


meningkatkan kadar CRP yang tidak dan pemeriksaan ulang terhadap
diikutsertakan pada penelitian ini yaitu sampel yang negatif. Sehingga hasil
infeksi, peradangan, trauma dan luka tidak dapat ditentukan sebagai negatif
bakar. Selain penyakit DM, ada semu atau negatif sejati. Maka
penyakit-penyakit lain dengan kadar disarankan dalam pemeriksaan CRP
CRP tinggi yaitu Active Juvenille metode aglutinasi lateks apabila hasil
Arthritis, Sindrom Vaskulitis, Arthritis negatif, harus diulangi dengan
Reumatoid, Demam Rematik, Infark pengenceran yaitu dengan
Miokard, Penyakit Crohn (Kolitis menggunakan sampel 20µl untuk
Granulomatosa), Amiloidosis menghindarkan adanya fenomena
Sekunder, dan infeksi-infeksi bakteri. post-zone akibat kelebihan antigen.
Obat-obatan yang dapat
menghambat produksi dari CRP hanya Kesimpulan
colchicine dan statin, sedangkan obat Berdasarkan hasil dan
imunosupresif (corticosteroid, dan lain pembahasan penelitian yang telah
sebagainya) atau obat anti radang dilaksanakan tentang studi kadar CRP
(NSAID) tidak dapat menghambat pada penderita DM tipe 2 yang
sekresinya. berjumlah 20 sampel, ternyata 4
Pada kelompok penderita sampel negatif dan 16 sampel positif
dengan risiko aterosklerosis (penyakit dengan kadar CRP rata-rata 90,80
jantung koroner, dan stroke), proses mg/L. Dengan demikian dapat
peradangan yang terjadi bersifat disimpulkan bahwa terjadi
menahun, dan pada umumnya tanpa peningkatan kadar CRP pada penderita
gejala, sehingga dalam keadaan ini DM tipe 2 sebagai petanda adanya
kadar CRP-nya juga relatif rendah. proses inflamasi akibat komplikasi
Seperti yang ditunjukkan pada hasil kronik DM.
pemeriksaan CRP pada penderita DM
tipe 2 dengan komplikasi penyakit SARAN
jantung koroner (PJK) menunjukkan 1. Disarankan penderita DM tipe 2
hasil negatif atau kadar CRP < 6 mg/L. melakukan pemeriksaan atau
Dalam hal tersebut, untuk mengetahui penentuan kadar CRP untuk deteksi
adanya risiko aterosklerosis pada dini penyakit kardiovaskular.
seseorang yang dicurigai, diperlukan 2. Kelemahan atau kekurangan
suatu sarana laboratoris yang sensitif, penelitian ini antara lain :
yaitu yang dapat mengukur kadar CRP detektabilitas atau sensitivitas
sampai < 0,2-0,3 mg/L yang disebut analitik reagensia yang digunakan
hs-CRP. relatif rendah atau kurang yaitu 6
Selain itu, sampel dengan mg/L. Disamping itu sampel
konsentrasi CRP tinggi dapat penelitian yang relatif kurang.
memberikan hasil negatif.
Sehinggadiperlukan pemeriksaan DAFTAR PUSTAKA
ulang dengan pengenceran, untuk Aritrina P, Marzuki A, Mangerangi F,
menghindari adanya fenomena zona 2016. Analisis Kadar Low Density
pasca atau post-zone yang disebabkan Lipoprotein sebagai Faktor Risiko
oleh kelebihan antigen.Namun hal ini Komplikasi pada Pasien Diabetes
menjadi kelemahan penelitian ini, Melitus Tipe 2. Jurnal Universitas

66
Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 1, Edisi 1, Juni 2018 e-ISSN : 2621-9557

Halu Oleo, 4, 291. Diakses 11 Guyton AC, 2013. Fisiologi Manusia


Januari 2018, dari http://ojs.uho.a dan Mekanisme Penyakit. Jakarta:
c.id Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Baratawidjaja KG, Renggaris I, 2010. Handojo I, 2003. Pengantar Imunoasai
Imunologi Dasar. Jakarta: Dasar. Surabaya: Airlangga
Fakultas Kedokteran Universitas University Press.
Indonesia. Handojo I, 2004. Imunoasai Terapan
Brown CT, 2014. Patofisiologi Konsep pada Beberapa Penyakit Infeksi.
Klinis Proses-Proses Penyakit. Surabaya: Pusat Penerbitan dan
Jakarta: Penerbit Buku Percetakan Unair (AUP).
Kedokteran EGC. Hidana R, Ariyanto, 2014. Gambaran
Candra B, 2008. Metodologi kadar CRP pada Keturunan
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Diabetes Melitus Tipe 2 di
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Puskesmas Sukaraja.Jurnal
Corwin EJ, 2009. Buku Saku Kesehatan Bakti Tunas Husada,
Patofisiologi. Jakarta: Penerbit 12, 103-104. Diakses 8 Desember
Buku Kedokteran EGC. 2017, dari http://ejurnal.stikes-
Dalimunte AR, 2008. Gambaran bth.ac.id
Kadar Glukosa Darah Puasa Anonim, 2017. Huma Tex CRP Latex
pada Kelompok yang Berisiko Agglutination Slide Test. Jerman:
Tinggi Diabetes Melitus Tipe 2 di Human.
Kota Medan.Diakses 28 Kementerian Kesehatan RI, 2013.
Desember 2017,dari Profil Kesehatan Indonesia 2010.
http://repository.usu.ac.id Jakarta: Kemenkes RI.
Departemen Kesehatan RI, Kowalak JP, Welsh W, Mayer Brenna,
2008.Pedoman Pengendalian 2012. Buku Ajar Patofisiologi.
Diabetes Melitus Jakarta: Penerbit Buku
dan Penyakit Metabolik. Diakses Kedokteran EGC.
20 Januari 2018, dari http://perpu Kresno SB, 2013. Imunulogi :
stakaan.depkes.go.id Diagnosis dan Prosedur
Fatimah RN, 2015. Diabetes Melitus Laboratorium. Jakarta: Badan
Tipe 2. Journal Majority, 4, 94. Penerbit Fakultas Kedokteran
Diakses 11 Desember 2017, dari Universitas Indonesia Jakarta.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id Mitchell RN, Cotran RS, 2007. Buku
Fitrania F,2008. Gambaran Ajar Patologi Robbins. Jakarta:
Epidemiologi Hiperglikemia dan Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Faktor-Faktor yang Nisa H, 2016. Peran C-Reactive
Mempengaruhi pada Jamaah Protein untuk Menimbulkan
Majelis Dzikir SBY Nurussalam Risiko Penyakit. JMI, 13, 1-
Wilayah Jakarta tahun 2008. 8. Diakses 20 Oktober 2017, dari
Diakses 20 Desember 2017 dari http://repository.uinjkt.ac.id
lib.ui.ac.id Perkumpulan Endokrinologi
Gandasoebrata R, 2009. Penuntun Indonesia, 2015. Konsensus dan
Laboratorium Klinik. Jakarta: Pencegahan Diabetes Melitus
Dian Rakyat. Tipe 2 di Indonesia. Jakarta:
Pengurus Besar Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia. Diakses

67
Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 1, Edisi 1, Juni 2018 e-ISSN : 2621-9557

14 Desember 2017, dari Sylvawani M, Lindarto D, 2009.


pbperkeni.or.id Perbandingan Kadar C-Reactive
Purnamasari D, 2010. Buku Ajar Ilmu Protein pada Keturunan Diabetes
Penyakit Dalam: Diagnosis dan Melitus Tipe 2.Diakses 8
Klasifikasi Diabetes Melitus. Desember 2017, dari
Jakarta: Interna Publishing Pusat http://repository.usu.ac.id
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Waspadji S, 2010. Buku Ajar Ilmu
Riyanto A, 2011. Aplikasi Metodologi Penyakit Dalam: Komplikasi
Penelitian Kesehatan. Kronik Diabetes Melitus. Jakarta:
Yogyakarta: Nuha Medika. Interna Publishing Pusat
Schoen FJ, Cotran RS, 2007. Buku Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
Ajar Patologi Robbins. Jakarta: Wikipedia Ensiklopedia Bebas, 2017.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Protein C-Reaktif. Diakses 21
Setiawan I, Wardhani V, Sargono D, Januari 2018, dari
2011. Akurasi Fibrinogen dan Hs- https://id.wikipedia.org
CRP sebagai Biomarker pada Yekti N, Rochmah YS, Mujayanto R,
Sindrom Koroner Akut. Jurnal 2014. Analisa Profil Kadar C-
Kedokteran Brawijaya, 26, 234- Reactive Protein pada Status
237. Diakses 28 Desember 2017, Kesehatan Periodontal Pasien
dari www.jkb.ub.ac.id Diabetes Melitus Tipe 2. Odonto
Shahab A, 2010. Buku Ajar Ilmu Dental Journal, 1, 19-23. Diakses
Penyakit Dalam: Komplikasi 28 Desember 2017, dari
Kronik Diabetes Melitus Penyakit http://jurnal.unissula.ac.id
Jantung Koroner. Jakarta: Interna Yerizel E, Hendra P, Edward Z,
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Bachtiar H, 2015. Pengaruh
Penyakit Dalam Hiperglikemia terhadap High
Subowo, 2014. Imunologi. Jakarta: CV Sensitive C- Reactive Protein (Hs-
Sagung Seto. CRP) pada Penderita Diabetes
Suyono S, 2010. Buku Ajar Ilmu Melitus Tipe 2. Prosiding Seminar
Penyakit Dalam: Diabetes Ilmiah PBBMI, 51-55. Diakses 28
Melitus di Indonesia. Jakarta: Desember 2017, dari
Interna Publishing Pusat http://libmed.ugm.ac.id
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

68

Anda mungkin juga menyukai