Anda di halaman 1dari 3

1. Marchellino K.

J (01/32652)
2. Edi Wijaya (06/33754)
3. Gideon T. (10/33759)
4. Vincen Leonardo (32/33788)
EKSPLOITASI ANAK “KONTRA”
Berdasarkan Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 1 ayat 1, Anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan menurut
WHO, batasan usia anak antara 0-19 tahun.[1]Dalam realita kehidupan sehari-hari, anak banyak di jadikan sebagai
“Senjata Pencari Uang” bagi kalangan kaum dewasa. Eksploitasi anak adalah sikap diskriminatif atau perlakuan
sewenang-wenang terhadap anak. Hal ini biasa dilakukan oleh seseorang maupun sekelompok orang dewasa dengan
cara memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial ataupun politik. Pemerasan tenaga
anak ini tentu tanpa memperhatikan hak-hak anak dalam mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan
fisik, psikis & status sosialnya. Dengan kata lain eksploitasi anak dapat juga diartikan dengan memanfaatkan anak
secara tidak etis demi kebaikan ataupun keuntungan sendiri, orang lain, maupun kepentingan bersama.
Indonesia saat ini bisa dibilang sedang mengalami kondisi darurat kekerasan terhadap anak, dari mulai
kekerasan fisik sampai kekerasan seksual. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia menunjukkan angka
kekerasan terhadap anak sejak tahun 2010 terus meningkat. KPAI mencatat bahwa pada 2010 terdapat 171
kasus kekerasan terhadap anak; pada 2011, 2.178 kasus; pada 2012, 3.512 kasus; dan pada 2013, 4.311
kasus. Pada 2015 sendiri, sampai bulan Juli, terdapat 5.066 kasus.
Pada zaman sekarang, banyak sekali anak-anak yang dipekerjakan oleh orang lain, atau diperjualbelika n
karena kebutuhan ekonomi. Padahal mereka seharusnya mendapatkan cinta kasih dari orang tua mereka dan
pergi ke sekolah untuk belajar menimba ilmu. Memperkerjakan anak -anak di bawah umur tentunya
melanggar UU dan tindakan ini bisa disebut juga sebagai pelanggaran HAM.
Contoh dati eksploitasi anak adalah sebagai berikut :
1. Mempekerjakan anak-anak sebagai pemulung
2. Mempekerjakan anak-anak di jalanan
3. Anak-anak dipaksa menjadi pengemis
4. Anak-anak sebagai tulang punggung keluarga, dll

Contoh kasus eksploitasi anak


Dua perempuan berinisial NH (43) dan I (35), dibekuk polisi lantaran diduga mengeksploitasi anak -anak di
bawah umur bekerja sebagai pengemis dan pengamen, di kawasan Blok M dan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kapolres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Polisi Wahyu Hadiningrat mengatakan, pengungkapan kasus
eksploitasi anak atau perdagangan orang itu bermula dari banyaknya laporan masyarakat, terkait maraknya anak -
anak kecil berusia antara lima sampai enam tahun, mengemis di sejumlah perempatan jalan maupun terminal.
"Mereka sehari-hari dipaksa bekerja meminta-minta dari pagi hingga sore. Apabila tidak mengikuti perintah,
maka akan dipukul dan tidak diberi makan," ujar Wahyu, Kamis (24/3). Anak-anak itu, saat ini dalam kondisi
sehat dan mendapatkan perlindungan dari Unit PPA Polres Metro Jakarta Selatan. Ia menyebutkan, salah satu
pelaku bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp 200.000 per anak. Uang itu dipakai pelaku seluruhnya,
sementara sang anak hanya diberi makan. Akibat perbuatannya, kedua tersangka bakal dijerat Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Pasal 76 Undang -
Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.
Dapat kita lihat, manusia semakin berbuat dosa terhadap manusia lain. Tindakan yang kejam ini sangat tidak
manusiawi, mempekerjakan anak di bawah umur dan mengambil hasil kerja anak tersebut. Seharusnya, orang tua
juga harus melindungi anaknya dan menjalankan kewajiban mereka sebagai orang tua sebagaimana yang
disebutkan pada alkitab.
Walaupun mereka masih anak-anak, mereka tetaplah mempunyai Hak untuk mendapatkan hidup yang layak dan
terlindungi. Tentu saja, akibat eksploitasi anak ini dapat menyebabkan anak itu terganggu kejiwaannya akibat
trauma akan disiksa dan diperlakukan kasar oleh orang tersebut.
Pandangan Alkitab Tentang Anak-Anak

 Perjanjian lama

1. Anak-anak merupakan bagian dari Perjanjian Allah (Kej 1:28; UI.4:9-10; 6: 7-9, Yos:24:15
2. Anak-anak merupakan pernyataan berkat Allah: Maz. 127:3-5; bandingkan dengan 1Sam 1:10-11.
3. Anak-anak adalah kudus: Ezra 9:2
4. Anak adalah mahkota orang tua (Ams 17:6)
5. Berkat Allah kepada anak-anak: Maz 25:13;37:25;89:5;107:13;112:2;144:12;Yes44:3

 Perjanjian Baru

1. Dalam perjanjian baru kita perlu memperhatikan apa yang menjadi sikap Yesus terhadap Anak-anak. Menurut
Tuhan Yesus, anak kecil adalah cara untuk menerima kerajaan Surga (Mat. 18:1-4). Tuhan Yesus merindukan
kehadiran anak-anak yang dianggap sebagai pengganggu untuk memberkati meeka (Mk. 10:13-16); dan
menyembuhkan mereka (Luk.9:37-43). merupakan peringatan dari Tuhan Yesus yang sangat keras dapat
berhubungan dengan anak-anak: Mat 18:6.
2. Sesuai dengan apa yang diutarakan Perjanjian lama, Perjanjian Baru juga menegaskan apabila anak-anak adalah
suatu bagian dari perjanjian Allah (Kis.2:39).
3. Sesuai dengan apa yang ada di perjanjian lama pula, diperjanjian baru akan menjadikan kehadiran anak menjadi
salah satu tanda dari berkat Allah (Luk. 1:7,25)
4. Allah telah memberikan pujian-pujian di dalam hati anak-anak Mat 21:15-16

Cara mencegah eksploitasi anak

1. Mensosialisasikan adanya Undang-Undang Perlindungan Anak, terutama pada ancaman atas tindakan pidana
terhadap anak. Tindakan yang dilakukan oleh orang tua, teman atau orang yang berkepentingan yang bertujuan
untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga atau golongan tidak dibenarkan. Dengan cara memperalat,
memanfaatkan atau memeras anak tidaklah sangat manusiawi, memperkerjakan anak dibawah umur bertentangan
dengan Pasal 17 UU Nomor 23 Tahun 2003 dan pelaku dapat dijerat dengan Pasal 88 UU Nomor 23 Tahun 2003
(BAB XII mengenai Ketentuan Pidana), setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau
denda paling banyak 200 juta rupiah.
2. Memikirkan pemenuhan jaminan kebutuhannya untuk membebaskan mereka dari kemiskinan sehingga tidak turun
ke jalan. ( Bisa dengan cara memberikan tempat tinggal, fasilitas belajar atau sarana usaha )
3. Pantau dan mencari para pengorganisir anak jalanan, tujuan dan motivasinya untuk apa.
4. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menegah Atas untuk memperluas
angka partisipasi anak laki-laki dan anak perempuan di dua kecamatan.
5. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk memfasilitasi usaha sendiri untuk orang
tua.
6. Orangtua dan masyarakat juga harus mendapat pengetahuan dan pemahaman tentang HAM. Pencegahan dan
intervensi dini di tingkat keluarga dan komunitas dapat mengurangi risiko anak menjadi korban eksploitasi.
7. Otonomi daerah hendaknya mampu mendorong pemerintah daerah membuka kesempatan kerja, terutama di
pedesaan, dalam upaya memperbaiki ekonomi keluarga
8. Perguruan tinggi sebagai pusat advokasi, sosialisasi, dan rujukan tentang perlindungan dan kesejahteraan anak perlu
lebih berperan dalam meredefinisi dan merekonstruksi pandangan menghakimi pada korban eksploitasi anak.

Dengan berbagai upaya di atas, diharapkan penanganan terhadap anak-anak jalanan dapat berhasil efektif, dan
mampu memberikan harapan hidup yang lebih baik dalam menyongsong masa depannya
Demikian penjelasan eksploitasi anak. Sesuai dengan perjanjian lama dan perjanjian baru, tidak ada ajaran Alkitab
yang memperbolehkan seseorang pun menyiksa anak-anak terlebih mengeksploitasinya begitu juga pada UU yang
berlaku di Indonesia. Banyaknya kasus kekerasan yang menjadinya kompleks dan sulit untuk diatasi. Selain usaha
untuk mengurangi kekerasan ada baiknya juga untuk memberikan korban kekerasan eksploitasi untuk dibantu dan
diperhatikan untuk menolong memulihkannya dari fisik sampai psikisnya dan menjadi tujuan hidup orang kristen.

Anda mungkin juga menyukai