Anda di halaman 1dari 7

Lex Crimen Vol. VI/No.

2/Mar-Apr/2017

KAJIAN HUKUM PIDANA ADAT DALAM SISTEM dari kitab undang- undang yang ada di Belanda,
HUKUM PIDANA INDONESIA1 Hukum pidana adat sudah terlebih dahulu
Oleh : Stevania Bella Kalengkongan2 diterapkan bahkan nilai-nilainya lebih dijunjung
tinggi oleh masyarakat.
ABSTRAK Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk (KUHP) pada dasarnya adalah pencerminan dari
mengetahui bagaimana sistem hukum pidana nilai-nilai kebudayaan dari suatu bangsa yang
adat di Indonesia dan bagaimana kedudukan hingga kini berlaku dan tidak mencerminkan
hukum pidana adat dalam sistem hukum nilai-nilai kebudayaan suatu bangsa Indonesia
pidana di Indonesia. Dengan menggunakan secara penuh, karena tidak dibuat oleh kita
metode penelitian yuridis normatif, maka dapat sendiri.3 Indonesia merupakan Negara hukum
disimpulkan: 1. Sistem hukum pidana adat telah Pancasila yang dalam pembangunan dan
ada sebelum hukum pidana diberlakukan dan pembinaan hukum akan diadakan usaha-usaha
masih tetap ada di Indonesia. Sistem hukum antara lain adalah untuk meningkatkan dan
pidana ada berpatokan dari hukum adat yang menyempurnakan pembinaan hukum nasional
ada di masing-masing wilayah hukum di dalam rangka pembaharuan hukum, dengan
Indonesia. Hukum Pidana adat satu daerah antara lain mengadakan kodifikasi serta
dengan daerah lainnya memiliki perbedaan dan unifikasi hukum di bidang- bidang tertentu
persamaan, dimana sesuai dengan pengaturan dengan memperhatikan kesadaran hukum yang
adatnya masing-masing atau sesuai dengan berkembang dalam masyarakat.4 Produk
kebiasaan dari daerahnya masing-masing. 2. peraturan perundang-undangan saat ini belum
Secara materil Hukum Pidana Adat telah mengacu kepada Undang-Undang Dasar Negara
diterapkan dan dituangkan dalam peraturan Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain;
tertulis yakni Perundang-undangan dilihat dari KUHP merupakan warisan penjajahan Belanda
Undang-Undang Darurat Nomor 1 tahun 1951. saat ini masih tetap berlaku, walaupun sudah
Namun, secara formil Hukum pidana adat tidak sesuai lagi dengan Undang-Undang Dasar
belum diatur dalam suatu aturan yang baku, Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam
dimana tatacara beracaranya belum diatur mewujudkan tujuan nasional dan melindungi
dalam hukum positif Indonesia dan secara hak asasi warga Negara.5
formal tidak diakui atau tidak diatur dalam Hukum pidana yang sudah di kodifikasi dari
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana hukum Belanda sebagai Negara penjajah,
Nomor 8 Tahun 1981. masyarakat Indonesia juga masih
Kata kunci: Hukum pidana, adat, sistem memberlakukan kebiasaan-kebiasaan adat yang
hukum. ada dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian hukum adat masih digunakan dan
PENDAHULUAN diperlukan masyarakat di era modern ini,
A. Latar Belakang Masalah sehingga dibutuhkan suatu aturan yang baku
Indonesia merupakan salah satu Negara untuk mengakomodir kebutuhan hukum pidana
jajahan Belanda, dimana setelah merdeka adat adat yang masih diperlukan oleh
sistem hukum yang digunakan merupakan masyarakat adat yang ada di Indonesia.
kodifikasi dari kitab undang-undang yang ada di Berbagai Rancangan Undang-Undang tentang
Belanda. Selain aturan hukum yang dikodifikasi pidana adat pun telah diajukan sebagai
dari Belanda, Indonesia juga masih Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-
menggunakan hukum adat yang dianut oleh Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) Tahun
masyarakatnya yang tersebar di seluruh 2008 dan RUU KUHP Tahun 2010 yang masih
pelosok Indonesia. Sebelum diterapkannya
hukum pidana dan hukum perdata yang diambil
3
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat,
Cetakan Pertama, Bandung : Eresco, 1993, hal., 1.
1 4
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Prof. Atho Bin Ibid.
5
Smith, SH, MH; Dr. Cornelius Tangkere, SH, MH H. R. Abdussalam, Prospek Hukum Pidana Indonesia,
2
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. (percetakan) Tim Restu Agung, Jakarta Indonesia 2006,
13071101410 hal., 2.

29
Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

berupa naskah akademik, namun belum diatur pidana adalah Hukum Pidana Adat. Keberadaan
secara baku dalam bagian Kitab Undang- Hukum Pidana Adat pada masyarakat
Undang Hukum Pidana, padahal hukum adat merupakan pencerminan kehidupan
menjadi salah satu pedoman masyarakat masyarakat tersebut dan pada masing-masing
Indonesia yang terbagi dari berbagai macam daerah memiliki Hukum Pidana Adat yang
adat. berbeda-beda sesuai dengan adat-istiadat yang
Posisi hukum pidana adat pun perlahan ada di daerah tersebut dengan ciri khas tidak
bergeser kedudukannya dikarenakan tidak tertulis ataupun terkodifikasikan. Sumber
dibakukan dalam KUHP, sedangkan sampai hukum pidana tidak tertulis ini perlu mendapat
dengan saat ini dibeberapa daerah masyarakat perhatian.
Indonesia masih berpatokan pada kebiasaan Dalam proses peradilan pidana, seringkali
hukum adatnya masing-masing. Berdasarkan manusia selalu terfokus pada sumber-sumber
uraian di atas maka penulis tertarik untuk hukum tertulis saja. Pikiran semacam ini
membahas permasalahan tersebut melalui hakikatnya merupakan perwujudan dari sebuah
karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul : kontruksi pikiran yang legalistik atau formalistik
“Kajian Hukum Pidana Adat dalam Sistem yang dipengaruhi adanya aliran legisme dalam
Hukum Pidana Indonesia“. hukum. Dalam konteks Indonesia pikiran-
pikiran seperti ini sebenarnya tidaklah terlalu
B. Perumusan Masalah tepat, sekalipun harus juga disadari, bahwa
1. Bagaimana sistem hukum pidana adat di hukum pidana tertulis merupakan sumber
Indonesia? utama. Namun demikian, tidak berarti, bahwa
2. Bagaimana kedudukan hukum pidana adat hukum atau norma yang bisa dijadikan dasar
dalam sistem hukum pidana di Indonesia? hukum untuk pengenaan pidana hanyalah
sumber hukum pidana tertulis.
C. Metode Penelitian Antara hukum pidana menurut KUHP dan
Metode penelitian yang digunakan adalah hukum pelanggaran adat terdapat perbedaan
metode penelitian hukum. Penelitian ini sebagai berikut : 6
merupakan bagian dari penelitian hukum a. Sistem terbuka
kepustakaan yakni dengan cara “meneliti bahan KUHP menganut sistem tertutup. Sistem
pustaka” atau yang dinamakan penelitian pelanggaran yang dianut hukum pidana adat
hukum normatif. Skripsi ini digolongkan sebagai adalah terbuka tidak seperti hukum pidana
studi Yuridis Normatif. barat yang bersifat tertutup yang terikat pada
suatu ketentuan yang terdapat pada pasal 1
PEMBAHASAN KUHP karena apa yang dilarang atau dibolehkan
A. Sistem Hukum Pidana Adat di Indonesia menurut hukum dat itu akan selalu diukur
Sebelum diberlakukannya hukum Pidana di dengan mata rantai lapangan hidup seluruhnya.
Indonesia, hukum adat telah lebih dahulu Apabila terjadi peristiwa yang mengganggu
diterapkan di Indonesia. Hukum adat telah keseimbangan kehidupan masyarakat adat
hidup sekian lama di Indonesia karena adanya maka itu dikategorikan sebagai
keanekaragaman budaya dari setiap adat, dan pelanggaran. Apabila terjadi pelanggaran maka
tetap diterapkan sampai dengan saat ini para petugas hukum (jika diminta) akan
meskipun saat ini hukum Pidana maupun berusaha mengembalikan keseimbangan itu
Hukum Perdata telah di terapkan untuk dengan mencari jalan penyelesaiannya, setelah
menjadi tolak ukur publik. kesepakatan dapat dicapai barulah dilihat pada
Di dalam lapangan hukum publik, salah satu norma-norma hukum adat yang ada atau
sumber hukum yang diakui secara nasional dan menentukan hukum yang baru untuk
terkodifikasikan adalah KUHP. Namun, di memenuhi kesepakatan guna penyelesaian.
daerah yang masyarakatnya masih dipengaruhi
alam sekitarnya yang magis religius dan b. Perbuatan “salah”
memiliki sifat kedaerahan yang kental, sumber
hukum yang diakui di dalam lapangan hukum
6
I Gede A.B. Opcit, hal., 212-215.

30
Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

KUHP menyatakan bahwa perbuatan salah


yang berakibat dapat dijatuhi hukuman d. Menghakimi sendiri
ditujukan kepada orang yang berbuat atau KUHP tidak ada hak untuk menghakimi
melakukan kesalahan, dan kesalahan itu dilihat sendiri seorang pelaku. Menurut hukum pidana
dari perbuatan yang dilakukan dengan sengaja adat perorangan, keluarga atau kerabat yang
atau karena kelalaian. Pada perbuatan salah, mnderita kerugian sebagai akibat kesalahan
sistem hukum pidan adat tidak melihat seseorang, dapat bertindak sendiri
perbuatan itu karena sengaja (dolus) atau menyelesaikan dan menentukan hukuman
kelalaian (culpa), melainkan dari akibat yang ganti kerugian dan lain-lain terhadap pelaku
ditimbulkan oleh perbuatan tersebut. Apakah yang telah berbuat salah tanpa menunggu
karena akibat itu diperlukan koreksi yang berat kerapatan atau keputusan petugas hukum adat.
atau yang ringan, apakah perlu dibebankan Selain hak menghakimi sendiri oleh pihak
pada yang membuat saja tau juga pada penderita, apabila perbuatan salah itu
keluarga, kerabat dan masyarakat adsatnya mengenai hak kebendaaan maka pihak yang
atau juga kepada kedua belah pihak baik yang terkena berhak menuntut nilai ganti kerugian
berbuat salah atau juga yang terkena akibatnya. berdasarkan ukuran nilai bendanya. Barang
Hukum pidana adat hanya mengenal delik biasa akan lebih ringan nilai tuntutan ganti
yang bertentangan dengan kepentingan ruginya dari barang yang bersifat magis dan
masyarakat setempat dan atau bertebtangan religius seperti alat kelengkapan adat, pusaka
dengan kepentingan pribadi seseorang. Begitu warisan.dll.
pula delik adat yang memerlukan adanya
pembuktian, tetapi ada juga yang tidak e. Membantu dan atau mencoba berbuat salah
memerlukan pembuktian sama sekali karena Menurut hukum pidana adat, suatu
sudah dianggap umum mengetahuinya atau perbuatan itu serangkaian yang menyeluruh
dikarebakan hukum sudah terkena akibat dan siapa saja dan segala sesuatu
perbuatanya. Menurut hukum pidana adat bagaimanapun sifat dan bentuk perbuatan itu,
selain kesalahan dapat dibebankan kepada segala sesuatunya yang dianggap kesalahan
orang lain, begitu juga orang lain dapat pula yang harus diselesaikan apakah dengan
menanggung perbuatan salah. hukuman atau ampunan, jika dihukum maka
semua dihukum, jika diampuni maka semua
c. Pertanggungjawaban kesalahan diampuni, tidak boleh dipisah-pisahkan
KUHP mendasarkan pertanggungjawaban masalahnya, jika tidak demikian maka
pada kondisi fisik si pelaku. Dalam hukum msalahnya dinggap belum selesai. Begitu pula
pidana adat tidak membedakan pada pada perbuatan percobaan melakukan
pelakunya, baik itu waras atau gila. Tetapi kesalahan, apapun bentuk dan sifat percobaan
hukum pidana adat menitik beratkan pada yang telah dilakukan untuk berbuat salah maka
akibatnya oleh karena itu pihak yang dirugikan tidak dapat dihukum, kecuali usaha percobaan
dapat menuntut ganti rugi atau penyelseain itu mengganggu keseimbangan hukum
akibat perbuatan pelakunya walaupun pada masyarakat.
orang gila ganti ruginya dapat berlaku lebih
ringan dari pada perbuatan salah yang f. Kesalahan residivis
dilakukan orang sehat. Dalam KUHP seorang yang melakukan
Pertanggung jawaban kesalahan yang kesalahan berapa kali hanya dapat dilakukan
dilakukan oleh pelakunya dinilai menurut penghukuman atas perbuatan yang terakhir
ukuran kedudukan pelaku itu didalam dan atau terberat ancaman hukumannya.
masyarakat, makin tinggi martabat seseorang Dalam hukum pidana adat semua perbuatan
didalam masayarkat akan makin berat pula salah yang telah dilakukan maka akan
hukuman yang harus diterimanya. Ukuran diperhitungkan dan dinilai keseluruhanya,
penilaian martabat ini sangat berpengaruh untuk dapat di pertimbangkan apakah masih
dikalangan yang susunan martabatnya bisa dimaafkan dan diampuni perbuatannya
bertingkat seperti di Bali, Bugis, Lampung, dsb. ataukan perlu diambil tindakan lebih jauh.

31
Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

Penyelesaian oleh petugas hukum dapt saja yang tidak dapat diterima lagi. Mengingat
diserahkan kepada kelurga atau kerabat yang selama ini keberadaan hukum tidak tertulis
bersangkutan untuk diambil tindakan sebagai sumber hukum pidana telah
seperlunya atau jika kerabat bersangkutan memperoleh legitimasi secara formal.8
menyerahkanya pada petugas hukum maka Dilihat dari perspektif normatif, teoritis, asas
pelaku residivis itu disingkirkan sama sekali dari dan praktik dimensi dasar hukum dan eksistensi
pergaulan masyarakat. keberlakuan hukum pidana adat di Indonesia
g. Berat ringan hukuman bertitik tolak berdasar dari ketentuan Pasal 5
Didalam peradilan adat yang ayat (3) sub b Undang-Undang Darurat Nomor
pelaksanaannya selalu didasarkan pada asas 1 Tahun 1951 tentang Tindakan-Tindakan
kekeluargaan, kedamaian, kerukunan, dan rasa Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan
keadilan, maka hakim adat bebas Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan-
menyelesaikan suatu kasus pidana adat dengan Pengadilan Sipil (LN 1951 Nomor 9). Pada
memperhatikan suasana dan kesadaran ketentuan dalam undang-undang tersebut
masyarakat setempat. Adakalanya menurut dinyatakan bahwa, dalam ketentuan pasal 5
hukum adat itu kesalahan besar diselesaikan ayat (3) sub b UU Drt. Nomor 1 tahun 1951
dengan hukuman ringan, adakalanya juga ditegaskan:
kesalahan kecil diselesaikan dengan hukuman “hukum materiil sipil dan untuk sementara
yang berat. Permintaan maaf, permohonan waktupun hukum meteriil pidana sipil yang
ampun dan mengakui kesalahan dapat menjadi sampai kini berlaku untuk kaula-kaula daerah
alasan hakim adat untuk meringankan atau swaparaja dan orang-orang yang dahulu diadili
membebaskan sibersalah dari hukuman dan pleh Pengadilan Adat, ada tetap berlaku bagi
mengganti hukuman itu dengan pendidikan kaula-kaula dan orang itu dengan pengertian:
budi pekerti keagamaan. Bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum
yang hidup harus dianggap perbuatan pidana,
h. Hak mendapat perlindungan akan tetapi tiada bandingnya dalam Kitab
Menurut hukum adat yang berlaku Hukum Pidana Sipil, maka dianggap diancam
dibeberapa daerah terdapat ketentuan bahwa dengan hukuman yang tidak lebih dari tiga
seseorang yang bersalah dapat dilindungi dari bulan penjara dan atau denda lima ratus
ancaman hukuman dari suatu pihak apabila ia rupiah, yaitu sebagai hukuman pengganti
datang meminta perlindungan kepada kepala bilamana hukuman adat yang dijatuhkan itu
adat, penghulu agama atau raja. tidak diikuti oleh pihak yang terhukum dan
penggantian yang dimaksud dianggap sepadan
B. Kedudukan Hukum Pidana Adat dalam oleh hakim dengan dasar kesalahan terhukum.
Sistem Hukum Pidana Indonesia. Bahwa, bilamana hukuman adat yang
Pada dasarnya hukum pidana adat adalah dijatuhkan itu menurut pikiran hakim melapaui
hukum yang hidup dan akan terus hidup, padanya dengan hukuman kurungan atau
selama ada manusia dan budaya, ia tidak akan dengan yang dimaksudkan diatas, maka atas
dihapus dengan Perundang-Undangan. Andai kesalahan terdakwa dapat dikenakan hukuman
kata diadakan juga Undang-Undang yang akan pengganti setinggi 10 tahun penjara, dengan
menghapuskannya, maka akan percuma saja, pengertian bahwa hukuman adat yang menurut
malahan hukum pidana Perundang-Undangan paham hakim tidak selaras lagi dengan jaman
akan kehilangan sumber kekayaannya, oleh senantiasa diganti seperti tersebut diatas, dan,
karena hukum pidana adat lebih dekat dengan bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum
hubungannya dengan antropologi dan sosiologi yang hidup harus dianggap perbuatan pidana
daripada hukum perundang-undangan.7 dan yang ada bandingannya dalam Kitab
Dalam konteks hukum pidana di Indonesia, Hukum Sipil, maka dianggap diancam dengan
praktek hukum yang “mengesampingkan” hukuman yang bandingannya yang paling mirip
hukum tidak tertulis sebagai sumber hukum dari pada perbuatan pidana itu.

7 8
Hilman Hadikusuma, Opcit., hlm. 20. Tongtat , Opcit., hal., 34.

32
Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

Selain ketentuan Pasal 5 ayat (3) sub b Pasal 30 KUHP. Akan tetapi, untuk tindak
Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951, pidana adat yang berat ancaman pidana paling
maka dasar hukum berlakunya hukum pidana lama 10 tahun , sebagai pengganti dari
adat juga mengacu ketentuan Undang-Undang hukuman adat yang tidak dijalani oleh
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan terdakwa.10
Kehakiman. Secara eksplisit maupun implisit Kedua, tindak pidana adat yang
ketentuan Pasal 5 ayat (1), Pasal 10 ayat (1) dan bandingannya dalam KUHP maka ancaman
Pasal 50 ayat (1) dalam undang-undang pidananya sama dengan ancaman pidana yang
tersebut meletakkan dasar eksistensi hukum ada dalam KUHP seperti misalnya tindak pidana
pidana adat. Ketentuan Pasal 5 ayat (1) adat Drati Kerama di Bali atau Mapangaddi
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 (Bugis) Zina (Makasar) yang sebanding dengan
menyatakan bahwa: “Hakim dan Hakim tindak pidana zinah sebagaimana ketentuan
Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan Pasal 284 KUHP.11
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan Ketiga, sanksi adat sebagaimana ketentuan
yang hidup dalam masyarakat”. Kemudian konteks di atas dapat dijadikan pidana pokok
ketentuan Pasal 10 ayat (1) menyebutkan dan atau pidana utama oleh hakim dalam
bahwa: “Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa (living law) dianggap sebagai tindak pidana
hukum tidak ada dan kurang jelas, melainkan yang tiada bandingnya dalam KUHP sedangkan
wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. tindak pidana yang ada bandingnya dalam
Lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 50 ayai (1) KUHP harus dijatuhkan sanksi sesuai dengan
disebutkan: “Putusan pengadilan selain harus ketentuan KUHP.12
memuat alasan dan dasar putusan juga Secara umum pembaharuan hukum pidana
memuat pasal tertentu dari peraturan harus dilakukan dengan pendekatan kebijakan,
perundang-undangan yang bersangkutan atau karena memang pada hakikatnya ia merupakan
sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan bagian dari suatu langkah kebijakan atau policy
dasar untuk mengadili”. (yaitu bagian dari politik hukum atau
Ada tiga konklusi dasar dari ketentuan Pasal penegakan hukum, politik hukum pidana,
5 ayat (3) sub b Undang-Undang Darurat politik kriminal, dan politik sosial). Di dalam
Nomor 1 Tahun 1952 tentang Tindakan- setiap kebijakan (policy) terkandung pula
Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan pertimbangan nilai. Oleh karena itu,
Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara pembaharuan hukum pidana harus pula
Pengadilan-Pengadilan Sipil. 9 berorientasi pada pendekatan nilai.13
Pertama, bahwa tindak pidana adat yang Dilihat dari sudut pendekatan kebijakan.
tiada bandingan atau padanan dalam KUHP Pertama, sebagai bagian dari kebijakan sosial,
dimana sifatnya tidak berat atau dianggap pembaharuan hukum pidana pada
tindak pidana adat yang ringan ancaman hakikatnya merupakan bagian dari upaya
pidananya adalah pidana penjara dengan untuk mengatasi masalah-masalah sosial
ancaman paling lama tiga bulan atau denda (termasuk masalah kemanusiaan) dalam rangka
sebanyak lima ratus rupiah (setara dengan mencapai atau menunjang tujuan nasional
kejahatan ringan), minimumnya sebagaimana (kesejahteraan masyarakat dan sebagainya).
termaktub dalam ketentuan Pasal 12 KUHP Kedua, sebagai bagian dari kebijakan kriminal,
yaitu 1 hari untuk pidana penjara dan pidana pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya
denda minimal 25 sen sesuai dengan ketentuan merupakan bagian dari upaya perlindungan
10
Ibid.
9 11
Lilik Mulyadi, Eksistensi Hukum Pidana Adat di Indonesia: Ibid.
12
Pengkajian Asas, Teori, Praktik, dan Prosedurnya. Tulisan Ibid.
13
tersebut dapat dilihat dalam website Pengadilan Negeri Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum
Kepanjen. http://pnkepanjen.go.id/index.php?option=co Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP
m_content&task=view&id=117&Itemid=36 diakses Baru), Edisi Kedua Cetakan ke-3, Jakarta: Kencana, 2011,
tanggal 14/02/2017. hlm. 29.

33
Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

masyarakat (khususnya upaya penanggulangan Apabila kita memperhatikan bahwa hukum


kejahatan). Ketiga, sebagai bagian dari tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat,
kebijakan penegakan hukum, pembaharuan maka ada alasan pula untuk mengatakan
hukum pidana pada hakikatnya merupakan bahwa sumber hukum dalam kaitan ini adalah
bagian dari upaya memperbaharui substansi hukum pidana adat maka sumber hukum
hukum (legal substance) dalam rangka lebih tersebut adalah masyarakat. Yang dimaksud
mengefektifkan penegakan hukum.14 dengan masyarakat adalah hubungan antar
Dilihat dari sudut pendekatan nilai, individu dalam suatu kehidupan bersama
pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya (bermasyarakat). Sumber hukum sebenarnya
merupakan upaya melakukan peninjauan dan adalah kesadaran masyarakat tentang apa yang
penilaian kembali (reorientasi dan reevaluasi) dirasakan adil dalam mengatur hidup
nilai-nilai sosiopolitik, sosiofilosofis, dan kemasyarakatan yang tertib dan damai. Jadi,
sosiokultural yang melandasi dan memberi isi sumber hukum tersebut harus mengalirkan
terhadap muatan normatif dan substantif aturan-aturan (norma-norma) hidup yang adil
hukum pidana yang dicita-citakan. Bukanlah dan sesuai dengan perasaan dan kesadaran
pembaharuan (reformasi) hukum pidana, hukum (nilai-nilai) masyarakat, yang dapat
apabila orientasi nilai dari hukum pidana yang menciptakan suasana damai dan teratur karena
dicita-citakan (misalnya KUHP Baru) sama saja selalu memperhatikan kepentingan
dengan orientasi nilai dari hukum pidana lama masyarakat.
warisan penjajah (Wetboek van Strafrechts).15
Pada asasnya, secara substansial sistem PENUTUP
hukum pidana adat berlandaskan pada nilai- A. Kesimpulan
nilai yang terkandung dalam suatu masyarakat 1. Sistem hukum pidana adat telah ada
dengan bercirikan asas kekeluargaan, religius sebelum hukum pidana diberlakukan dan
magis, komunal dan bertitik tolak bukan atas masih tetap ada di Indonesia. Sistem
dasar keadilan individual akan tetapi keadila hukum pidana ada berpatokan dari
secara bersama. Konsekuensi logis dimensi hukum adat yang ada di masing-masing
penyelesaian membawa keselarasan, wilayah hukum di Indonesia. Hukum
kerukunan dan kebersamaan. Tegasnya, hukum Pidana adat satu daerah dengan daerah
adat lebih mengedepankan eksistensi lainnya memiliki perbedaan dan
pemulihan kembali keadaan yang terguncang persamaan, dimana sesuai dengan
akibat pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku. pengaturan adatnya masing-masing atau
Karakter-karakter nilai hukum pidana adat sesuai dengan kebiasaan dari daerahnya
yang telah dikemukakan tersebut adalah masing-masing.
cerminan dari karakter masyarakat Indonesia. 2. Secara materil Hukum Pidana Adat telah
Sifat kekeluargaan dan komunalistik dapat diterapkan dan dituangkan dalam
terlihat dari kebiasaan gotong-royong yang peraturan tertulis yakni Perundang-
biasa dilakukan dalam menghadapi pekerjaan undangan dilihat dari Undang-Undang
besar secara bersama-sama ataupun dalam Darurat Nomor 1 tahun 1951. Namun,
mekanisme musyawarah yang biasa dilakukan secara formil Hukum pidana adat belum
masyarakat sejak berabad-abad lampau dalam diatur dalam suatu aturan yang baku,
memecahkan suatu permasalahan bersama. dimana tatacara beracaranya belum
Sifat religius magis terlihat dari kebiasaan diatur dalam hukum positif Indonesia
masyarakat seperti halnya pemberian sesajen, dan secara formal tidak diakui atau tidak
upacara selamatan, sedekah bumi dan lainnya. diatur dalam Kitab Undang-undang
Hal itu mencerminkan masyarakat Indonesia Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun
membedakan antara dimensi dunia lahir dan 1981.
dunia gaib.
B. Saran
1. Hukum pidana adat harus dijaga dan
14
Ibid, hal., 29-30. dilindungi prakteknya melalui sistem
15
Ibid.

34
Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

Perundang-Undangan Indonesia dalam Tongtat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia


pembaharuan hukum pidana nasional Dalam Perspektif Pembaharuan,
yang tidak terlepas dari nilai-nilai hukum penerbit UMM, cetakan pertama, 2008
pidana adat yang ada di Indonesia. Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia
2. Dalam Rancangan Undang-Undang yang Dalam Kajian Kepustakaan, Cetakan Ke-I,
baru ada baiknya tidak hanya mengatur Alfabeta, Bandung, 2008
tentang hukum materilnya saja
melainkan mengatur juga hukum SUMBER-SUMBER LAIN
formilnya yang belum memiliki prosedur http://id.wikipedia.org/wiki/Adat
yang baku dalam beracara di pengadilan. http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum Adat
http://pnkepanjen.go.id/index.php?option=co
DAFTAR PUSTAKA m_content&task=view&id=117&Itemid=36
A.Z. Abidin dan Andi Hamzah, Pengantar Dalam Kitab Undang-undang hukum Pidana nomor 1
Hukum Pidana Indonesia, penerbit PT. tahun 1946
Yasrif Watampone, cetakan pertama, Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951
Jakarta Agustus 2012 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
Bushar Muhammad, Asas-asas Hukum Adat Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-
Suatu Pengantar, Cetakan Keduabelas, Undang Hukum Pidana Tahun 2008
Pradnya Paramita, Jakarta, 2013
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan
Hukum Pidana (Perkembangan
Penyusunan Konsep KUHP Baru), Edisi
Kedua Cetakan ke-3, Jakarta: Kencana,
2011
C. Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia,
penerbit PT Refika Aditama, 2014
H. R. Abdussalam, Prospek Hukum Pidana
Indonesia, (percetakan) Tim Restu Agung,
Jakarta Indonesia 2006
H.A.M. Efendi. Pokok-pokok Hukum Adat.
Semarang, 1985
Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, CV
Rajawali, Jakarta, 1961
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum
Pidana Adat, Cetakan Pertama, Bandung
: Eresco, 1993
I Gede A.B. Wiranata, Hukum Adat Indonesia,
penerbit PT. Citra Aditya Bakti, cetakan
pertama, 2005
I Dewa Made Suartha, Hukum dan sanski adat,
penerbit sastra press, 2015
Mahadi , Uraian singkat hukum adat, penerbit
PT Alumni, 2003
Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptualisasi
Hukum Adat Kontemporer, Edisi Pertama,
Cetakan ke-I, Alumni, Bandung, 2002
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta
2007
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian
Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta, 1985

35

Anda mungkin juga menyukai