Anda di halaman 1dari 17

HAMBATAN TERAPEUTIK

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Komunikasi keperawatan

disusun oleh :

Afdhalun nisa 302017001


Anis kurniasih 302017008
Aprilia Nurfadillah 302017011
Astri indriyani 302017016
Ayu yuliyani 302017017
Denurta Nuzul R 302017019
Desi Putri Anjani 302017020
Dizza Tresa Desclara 302017026
Femi Tri Astuti 302017033
Fina Asfiaul H 302017034
Ika Kartika C 302017039
Irra Choerunnisa 302017041
Khoirunnisa Oktaviani S 302017042

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Illahirrabi


yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan tepat pada waktunya. Sholawat serta salam kami
limpahkan kepada nabi besar kita Muhammad SAW beserta keluarganya, para
sahabat, tabiin dan kita umatnya sampai akhir zaman. Namun berkat adanya
bantuan, dorongan, serta motivasi dari berbagai pihak, penyusunan makalah
tentang “Hambatan Terapeutik” akhirnya dapat diselesaikan.
Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran pembuatan
makalah ini. Penulis mendoakan semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan
karunia serta membalas atas segala budi baik mereka.

Bandung, 20 Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4

A. Definisi Hambatan Terapeutik ..................................................................... 4

B. Beberapa hambatan terapeutik ..................................................................... 4

a. Resistens ................................................................................................... 4

b. Transference ............................................................................................. 6

c. Klarifikasi dan refleksi ............................ Error! Bookmark not defined.

d. Menggali perilaku .................................... Error! Bookmark not defined.

e. Countertransference .................................................................................. 6

f. Bodary Violation ...................................................................................... 7

g. Pemberian Hadiah ................................... Error! Bookmark not defined.

C. Mengatasi Hambatan Terapeutik ............................................................... 11

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 12

A. Kesimpulan ................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Komunikasi merupakan aspek yang penting yang harus dimiliki oleh


perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien.
Komunikasi yang diterapkan oleh perawat kepada klien merupakan
komunikasi terapeutik (therapeutic communication). Komunikasi
terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat dengan
klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien (Mundakir,
2006:116). Dalam hubungan ini, klien merasa dihargai, diterima, dan
diarahkan. Klien dengan sukarela akan mengekspresikan perasaan dan
pikirannya, sehingga beban emosi dan ketegangan yang dirasakannya
dapat hilang sama sekali dan kembali seperti semula. Komunikasi
terapeutik memandang gangguan kesehatan yang bersumber pada
gangguan komunikasi, pada ketidakmampuan pasien untuk
mengungkapkan dirinya (Marhaeni, 2009:5). Oleh karena itu, tujuan
dari komunikasi terapeutik adalah membantu pasien memperjelas dan
mengurangi beban perasaan dan pikiran, membantu mengambil
tindakan yang efektif untuk pasien, membantu memengaruhi orang lain,
lingkungan fisik, dan diri sendiri.
Adapun hambatan-hambatan komunikasi terapeutik dalam hal
kemajuan hubungan perawat-klien terdiri dari tiga jenis utama : resisten,
tranferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari
berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi
semuanya menghambat komunikasi terapeutik perawat. Perawat harus
juga mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan
tegang baik bagi perawat maupun bagi klien.

1
2

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini akan diuraikan dalam bab


pembahasan berdasarkan latar belakang yang telah dibuat. Rumusan
masalah makalah ini terdiri dari:
1. Definisi hambatan terapeutik
2. Beberapa hambatan terapeutik
3. Mengatasi hambatan terapeutik
C. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah dapat disebut juga jawaban dari setiap


rumusan masalah. Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi hambatan terapeutik
2. Untuk mengetahui beberapa hambatan terapeutik
3. Untuk mengetahui mengatasi hambatan terapeutik
3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Hambatan Terapeutik


Hambatan terapeutik adalah hamabatan kemajuan hubungan
antara perawat dan klien dimana hamabatan itu terjadi baik dari klien
maupun dari perawat dan klien, dimana hambatan itu terjadi baik dari
klien maupun dari perawat sendiri. Sekalipun perawat sudah
memahami tentang cara berkomunikasi yang efektif dengan klien, pada
kenyataannya terkadang perawat tidak mampu melakukannya dengan
baik.
B. Beberapa hambatan terapeutik
a. Resistens
Upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas
atau kegelisahan yang dialami. Juga merupakan penghindaran secara
verbal yang dipelajari. Klien yang resisten biasanya menunjukkan
ambivalensi antara menghargai tetapi juga menghindari pengalaman
yang menimbulkan cemas padahal hal ini merupakan bagian normal
dari proses terapeutik. Resisten ini sering akibat dari ketidaksediaan
klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah
dirasakan. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada
fase kerja, karena pada fase ini sangat banyak berisi proses
penyelesaian masalah (Stuart dan Sundeen dalam Intan, 2005).
Beberapa bentuk resistensi:
1. Supresi
Klien mencoba menekan perasaannya yang dihadapi ke alam bawah
sadar. Hal ini bisa terjadi karena klien belum percaya pada perawat,
sehingga klien belum percaya pada perawat, sehingga klien tidak ingin
mengungkapkan perasaan atau permasalahannya pada perawat.

4
5

2. Gejala penyakit semakin mencolok


Sebagai reaksi klien untuk menunjukka pada perawat bahwa
pertolongan perawat tidak ada artinya bahkan membuat penyakit klien
seolah-olah bertambaha parah.
3. Pesimis terhadap masa datang
Hal ini terjadi sebagai dampak ketidakpercayaan klien terhadap
perawat.
4. Adanya hambatan intelektual
yang dapat diidentifikasi dari ucapan atau perilaku klien seperti “pikiran
saya kosong.” “saya tak tahu harus bagaimana.”, klien tidak menepati
janji, datang terlambat, pelupa, diam seribu bahasa, mengantuk terus, tidak
perhatian.
5. Berperilaku tidak wajar
Misalnya klien dengan sengaja membuang makanannya di depan
perawat atau setiap perawat mengajak berkomunikasi klien langsung pergi.
6. Bicara hal-hal yang bersifat dangkal
Klien hanya mau berbicara dengan perawat tentang hal-hal lyang
bersifat umum. Misalnya tentang keadaan klien, saat ini, pendapat klien
tentang rasa makanan, pada saat perawat bertanya lebih jauh tentang
masalah yang dihadapinya, klien tidak berespon.
7. Secara verbal
mengungkapkan pemahaman tetapi perilakunya tetap destruktif
Misalnya klien mengatakan bahwa dia telah memahami penjelasan
perawat tentang pentingnya minum obat secara teratur tetapi klien tetap
tidak minum obat dengan teratur.
8. Menolak untuk berubah
9. Hal ini dilakukan klien sebagai bentuk penolakkan terhadap pertolongan
perawat. Misalnya, ketika perawat mengnjurkan klien untuk berinteraksi
dengan klien lainnya, klien menolak dengan mengatakan saya lebih suka
sendirian.
6

b. Transference
Respons tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap perawat
yang sebetulnya berawal dan berhubungan dengan orang-orang tertentu
yang bermakna baginya pada waktu dia masih kecil. Contoh reaksi
transference bermusuhan (intan, 2005). Reaksi transference
membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini diabaikan dan
tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu
reaksi bermusuhan dan tergantung. Reaksi bermusuhan yaitu klien yang
mengalami perasaan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait
dengan tokoh kehiduan yang lalu sedangkan reaksi tergantung yaitu selalu
bergantung kepada perawat yang dianggap dirinya baik untuk klien. Hal-
hal yang harus dilakukan:
1. Mendengarkan
Mendengarkan dilakukan dengan penuh perhatian atas semua ungkapan
klien. Perawat berusaha mendengar secara aktif semua ungkapan klien
sambil memeperhatikan respons nonverbalnya. Perawat tidak boleh
menunjukkan terhadap apa yang dikatakan klien atau terhadap sikap klien
terhadap perawat.
c. Countertransference
Hambatan terapeutik yang dibuat oleh perawat dan bukan dibuat oleh
klien. Hal ini mempengaruhi hubungan perawat-klien. Beberapa bentuk
countertransference (Stuart dan Sundeen dalam Intan, 2005).
1. Ketidakmampuan untuk ber empati terhadap klien dalam area
masalah tertentu.
2. Perasaan tertekan selama atau setelah proses.
3. Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan
datang terlambat, atau melampaui waktu yang telah ditentukan.
4. Mengantuk selama proses.
5. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidakinginan klien untuk
berubah.
6. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau afeksi klien.
7

7. Berdebat dengan klien atau kecenderungan untuk memaksa klien


sebeleum ia siap.
8. Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal tidak
berhubungan dengan tujuan keperawatan yang telah diidentifikasi.
9. Keterlibatan dengn aklien dalam tingkat personal dan sosial.
10. Melamunkan atau memmikirkan klien.
11. Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.
12. Perasaan cemas, gelisah atau perasaan bersalah terhadap klien.
13. Kecenderungan untuk memusatkan secara berulang hanya pada
satu aspek atau cara memandang pada informasi yang diberikan
klien.
14. Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan dengan
klien.
Lima cara mengidentifikasi terjadinya countertransference (Stuart G.W
dalam Suryani, 2009):
1. Perawat harus mempunyai standar yang sama terhadap dirinya
sendiri atas apa yang diharapkan kepada kliennya.
2. Perawat harus dapat menguji diri sendiri melalui latihan menjalin
hubungan, terutama klien menentang atau mengkritik.
3. Perawat harus dapat menemukan sumber masalahnya.
4. Ketika countertransference terjadi, perawat harus dapat melatih diri
untuk mengontrolnya.
5. Jika perawat membutuhkan petolongan dalam mengatasi
countertransference, pengawasan secara individu maupun
kelompok dapat lebih membantu.
d. Bodary Violation
Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan
perawat-klien adalah adalah bahwa hubungan yang dibina adalah
hubungan terapeutik, dalam hubungan ini perawat berperan sebagai
penolong dan klien berperan sebagai yang ditolong. Baik perawat maupun
klien harus menyadari batasan tersebut (Suryani, 2006). Pelanggaran batas
8

terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik dan


membina hubungan sosial, ekonomi, atau personal dengan klien.
Mencegah terjadinya pelanggaran batas dalam berhubungan dengan
klien, perawat sejak awal interaksi perlu menjelaskan atau membuat
kesepakatan bersama klien tentang hubungan yang mereka jalin. Selama
interaksi perawat perlu berhati-hati dalam berbicara agar tidak banyak
terlibat dalam komunikasi sosial dengan klien. Dengan berfokus pada
tujuan interaksi, perawat bisa terhindar dari pelanggaran terhadap batas-
batas dalam berhubungan dengan klien. Selalu mengingatkan kontrak dan
tujuan interasi setiap kali bertemu dengan klien dapat menghindari
terjadinya pelanggaran batas ini.
Beberapa batas hubungan perawat dan klien (Struart dan Sundeen
dalam Intan, 2005):
1. Batas peran
Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan
yang luas dari perawat serta penentuan secara tegas mengeai batas-
batas terapeutik perawat dan klien.
2. Batas waktu
Penetapan waktu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan
terapeitiknya dengan klien. Waktu pengobatan atau hubungan
terapeutik yang tidak wajar da tidak mempunyai tujuan terapeutik
harus dievaluasi kembali untuk mencegah terjadinya pelanggaran
batas.

3. Batas tempat dan ruang


Batasan ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang
dilakukan. Pemanfaatan terapeutik diluar kebiasaan misalnya dimobil
atau rumah klien, harus dengan tindakan terapeutik yang rasional dan
mempunyai tujuan yang jelas. Perawat dalam melakukan tindakan
dikamar klien kadang perlu menghormati batas-batas tertentu misalnya
pintu terbuka atau ada pegawai lain.
9

4. Batas uang
Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien terhadap perawat
berapa uang. Perlu adanya perhatian mengenai tawar-menawar terhadap
klien miskin tentang biaya pengobatan untuh mencegah timbulnya
pelanggaran batas.
5. Batas pemberian hadiah dan pelayanan
Masalah ini masih controversial dalam keperawatan, namun yang
pasti hal ini melanggar batas.
6. Batas pakaian
Batas ini berhubungan dengan perawat dalam berpakaian secara
tepat dalam hubungan terapeutik perawat dan klien. Perawat tidak
diperbolehka memakai pakaian yang tidak sopan.
7. Batas bahasa
Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika
berkomunikasi dengan klien. Tidak terlalu akrab, mengarah sikap
seksual dan memberikan pendapat dengan nada menggurui merupaka
pelanggaran batas.
8. Batas pengungkapan diri secara personal
Pengungkapan diri secara personal dari perawat tidak berhubungan
dengan tujuan terapeutik dapat mengarah kepada pelanggaran batas.
9. Batas kontak fisik
Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat
apakah melanggar batas atau tidak. Beberapa jenis kontak fisik atau
seksual terhadap klien tidak pernah mencangkup dalam hubungan
terapeutik antara perawat dan klien.
Untuk mencegah terjadinya pelanggaran batas dalam berhubungan
dengan klien, perawat sejak awal interaksi perlu menjelaskan atau
membuat kesepakatan bersama klien tentang hubungan yang mereka
jalin. Kemudian selama interaksi perawat perlu berhati-hati dalam
berbicara agar tidak banyak terlibat dalam komunikasi sosial. Contoh
Bentuk Pelanggaran Batas yaitu (Intan, 2005):
10

a) Klien mengajak perawat makan siang atau makan malam diluar.


b) Klien mengenal perawat kepada anggota keluarganya.
c) Perawat menerima pemberian hadiah dari bisnis klien.
d) Perawat menghadiri acara-acara sosial.
e) Klien memberi perawat hadiah.
f) Perawat secara rutin memeluk dan memegang klien.
g) Perawat menjalankan bisnis atau memesan pelayanan dari klien.
h) Perawat secara teratur memberikan informasi personal kepada klien.
i) Hubungan profesional berubah menjadi hubungan sosial.
j) Perawat menghadiri undangan klien.
e. Konflik Peran
Hal ini diungkapkan oleh seluruh informan bahwa 10 perawat yang
diwawancara menyatakan tidak enak dan menjadi malas saat
berkomunikasi dengan keluarga pasien dikarenakan keluarga
pasien terkadang bersikap jutek Dilema komunikasi yang dirasakan
oleh perawat tidak hanya terkait sikap yang ditunjukkan oleh
keluarga pasien saat berhadapan dengan mereka saja melainkan
juga kondisi psikologis dan fisik mereka seperti ketika mereka
sedang lelah atau saat sedang ada masalah pribadi terkadang
perawat sering melupakan penampilannya saat berkomunikasi
dengan keluarga pasien. Hal tersebut tentunya dapat menjadi
penghambat perawat dalam berkomunikasi dengan keluarga
pasien.
f. Faktor Demografi Keluarga
Dari hasil analisa data muncul tiga sub tema terkait faktor
demografi keluarga yang berhubungan dalam komunikasi antara
perawat dengan keluarga pasien
1) Usia
Usia menjadi salah satu fakto demografi keluarga yang
mempengaruhi komunikasi. Hal ini dikarenakan cara kita
berkomunikasi dengan orang lain tentunya disesuaikan dengan
11

faktor demografi orang tersebut salah satunya adalah usia.


Dalam hal ini kita sebagai perawat harus bisa menyesuaikan dan
menempatkan diri dengan adanya perbedaan usia antara
perawat dengan keluarga pasien baik itu kepada yang lebih
muda, sebaya, maupun kepada yang lebih tua.
2) Pendidikan
Selain usia, status pendidikan juga sangat mempengaruhi
komunikasi yang ada. Adanya perbedaan tingkat pendidikan
seseorang menjadikan setiap individu memiliki pemahaman yang
berbeda dalam mencerna informasi yang diberikan.
3) Ekonomi
Salah satu status sosial yang dapat mempengaruhi
komunikasi yang ada adalah ekonomi. Hal ini dikarenakan
dibutuhkan banyak pemikiran dan pertimbangan apabila
menyangkut tentang pembiayaan mengingat hal ini merupakan
sesuatu yang sensitif bagi keluarga pasien.
C. Mengatasi Hambatan Terapeutik
a. Perawat harus mengetahui pengetahuan tentang kebuntuan terapeutik
dan mengenali perilaku tersebut.
b. Klarifikasi dan refleksi perasaaan.
c. Gali latar belakang perawat-klien.
d. Bertanggungjawab terhadap kebuntuan terapeutik dan dampak negatif
proses terapeutik.
e. Tinjau kembali hubungan, area kebutuhan, dan masalah klien.
f. Bina kembali kerjasama perawat-klien yang konsisten.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hambatan terapeutik adalah hamabatan kemajuan hubungan antara
perawat dan klien dimana hamabatan itu terjadi baik dari klien maupun dari
perawat dan klien, dimana hambatan itu terjadi baik dari klien maupun dari
perawat sendiri. Sekalipun perawat sudah memahami tentang cara
berkomunikasi yang efektif dengan klien, pada kenyataannya terkadang
perawat tidak mampu melakukannya dengan baik.

12
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah.2010.Komunikasi Terapeutik dlam Praktik


Keperawaatan. Bandung: PT Refika Aditama.
Suryani.2005.Komunikasi Terapeutik : Teori dan Praktik.Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Pirant, Dinda.2016. Hambatan Komunikasi Efektif Perawat Dengan Keluarga
Pasien Dalam Perspektif Perawat. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai