1. Menentukan normalitas larutan baku sekunder HClO4 dengan titrasi bebas air
2. Melakukan validasi metode analisis (akurasi) penentuan kadar CTM dan
papaverin HCl secara titrasi bebas air
3. menentukan kemurnian CTM dan papaverin HCl dengan titrasi bebas air
TINJAUAN PUSTAKA
Titrasi titrimetri dalam lingkungan bebas air, pelarut mengambil bagian yang
amat penting untuk reaksi stoikiometri, dimana pelarut tersebut dapat mengambil
bagian dalam reaksi. Ada tiga teori yang menerangkan reaksi netralisasi dalam
suatu pelarut yaitu teori ikatan hidrogen, teori Lewis dan teori Bronsted. (Roth,
1988: 232)
Titrasi bebas air adalah suatu titrasi yang tidak menggunakan air sebagai
pelarut. Tetapi digunakan pelarut organik seperti alkohol, eter atau pelarut-pelarut
organik lain karena senyawa tersebut tidak dapat larut dalam air, disamping itu
kurang reaktif dalam air seperti misalnya garam-garam amina, dimana garam-
garam ini dirombak lebih dahulu menjadi basa yang bebas larut dalam air, sari
dengan pelarut organik lain dan direaksikan dengan asam baku berlebih, yang
kemudian pelarutnya diuapkan dan barulah kelebihan asam ditentukan kembali
dengan basa baku sedangkan senyawa-senyawa organik yang mengandung nitrogen
ditentukan dengan metode Kjeldahl, dimana senyawa-senyawa yang berupa garam
natrium diasamkan dahulu, kemudian senyawa yang tidak larut dalam air disari
dengan pelarut lain (organik), pelarut diuapkan dan sisa dikeringkan dan ditimbang.
(Underwood, 1993: 168)
Pada pelarut asam lemah dan basa lemah dalam lingkungan bebas air harus
diperhatikan pengaruh pelarut bukan air terhadap tetapan ionisasi, tetapan
dissosiasi, tetapan asam asam dan basa senyawa yang hendak dititrasi. Yang tidak
kalah penting adalah pengaruh konstante dialetrik pada reaksi protolisis pada
pelarut bukan air. (Wunas, 1986: 98)
Jenis dan pengaruh pelarut dalam titrasi ini harus mendapat perhatian. Pada
dasarnya pelarut dibedakan menjadi dua jenis pelarut yaitu :
1. Pelarut aprotik
Pelarut aprotik adalah pelarut yang tidak dapat memberikan proton, yaitu pelarut
yang tidak terdisosiasi menjadi proton dan anion pelarut. Sebagai contoh adalah
pelarut benzen. Penggunaan pelarut aprotik dalam titrasi bebas air adalah karena
pelarut ini tidak dapat menyetingkatkan pada keasaman/kebasaan asam dan basa
yang bereaksi sesamanya.
2. Pelarut protik
Pelarut protik adalah pelarut yang menunjukkan disosiasi sendiri menjadi proton
dan anion pelarut
Pengaruh pelarut aprotik terhadap titrasi bebas air adalah senyawa HCl yang
dilarutkan akan tidak bereaksi dengan pelarut, karena itu kekuatan asamnya tidak
berkurang. Sebagai ukuran untuk kekuasaan asam adalah afinitas proton. Makin
kuat proton terikat makin sedikit proton yang diberikan dan asamnya akan semakin
meningkat/kuat. Begitupun dengan basa. (Rivai, 1995: 142-144)
Analisis volumetrik juga dikenal sebagai titrimetri, dimana zat dibiarkan
bereksi dengan zat yang lain konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret
dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang diketahui (analit) kemudian
dihitung. Syaratanya adalah reaksi harus berjalan cepat, reaksi berlansung
kuantitatif dan tidak salah dalam memilih indikator. (Khopkar, 1990: 83)
Dalam menguji suatu reaksi untuk menetapkan apakah reaksi itu digunakan
untuk suatu titrasi, pembuatan suatu titrasi atau kurva titrasi asam membantu
pemahaman untuk titrasi asam basa suatu kurva titrasi. Terdiri dari suatu alur pH
atau poH versus volume ml titran. Kurva semacam itu membentuk dalam
mempertimbangkan kebanyakan suatu titrasi dan dalam memilih indicator yang
tepat. (Underwood, 2002: 211)
Asam asetat glacial adalah akseptor proton yang sangat lemah sehingga tidak
berkomposisi secara efektif dengan basa lemah untuk proton. Hanya asam yang
sangat kuat akan cukup besar untuk memprotonasi asam asetat sesuai dengan
persamaan yang ditunjukkan berikut ini :
CH3COOH + HA ↔ CH3COOH2 + A-
Asam perklorat adalah asam yang paling kuat diantara asam-asam yang
umum didalam larutan asam asetat, dam medium titrasi yang biasanya digunakan
untuk menghilangkan air dari asam perklorat air. Basa lemah berkompotisi sangat
efektif dengan asam asetat untuk proton. Biru asetat, merah kuinalidin, dan violet
Kristal ( basa yang sangat lemah ) digunakan sebagai indikator pada jenis titrasi air.
Pada saat basa berada dalam bentuk garam asam lemah, penghilangan suatu
ion sebelum di titrasi tidak perlu dilakukan , misalnya untuk garam basa dengan
asam lemah seperti tartat, asetat, dan suksinat. Akan tetapi, jika basa berada dalam
bentuk garam klorida atau bromide, ion lawan harus dihilangkan sebelum titrasi.
Hal ini dapat dilakukan dengan penambaha merkuri asetat ; asetat yang dibebaskan
kemedium titrasi dengan asam perklorat berasetat, hal ini ditunjukkan dalam contoh
fenileflin HCl :
Titrasi bebas air dengan asam perklorat berasetat digunakan dalam penetapan
kadar dalam farmakope untuk : adfenalin, metronidazol, kodein, klorheksidin
asetat, klorpromozin HCl, amitriptilin HCl, propranalol HCl, lignokain HCl, dan
garam amin. Kuarterner seperti neostigmin bromida dan pantoronium bromida.
Untuk titrasi bebas air asam lemah, pelarut seperti alcohol atau pelarut aprotik
digunakan yang tidak berkompetisi secara kuat dengan asam lemah untuk
menyumbang proton. Titran-titran yang umum digunakan adalah litium metoksida
dalam methanol atau tetrabofil ammonium hidroksida dalam dimetil formamida.
Deteksi titik akhir dapat dilakukan dengan biru timol sebagai indicator atau secara
pentosiometri.
Titrasi bebas air pada gugus yang bersifat asam dilakukan pada penetapan
kadar dalam farmakope untuk : barbitorat, urasil, dan sulfanamida.
Teori titrasi bebas air sangat singkat, sebagai berikut air bisa bersifat asam
lemah dan basa lemah. Oleh karena itu, dalam lingkungan air, air dapat
berkompetisi dengan asam-asam atau basa-basa yang sangat lemah dalam hal
menerima dan memberi proton.
MONOGRAFI SAMPEL
Chlorampheniramin maleas
Sinonim: CTM
Struktur molekul:
Kelarutan : Mudah larut dalam air, larut dalam etanol dan kloroform; sukar larut
dalam eter dan dalam benzena.
Persyaratan : CTM mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
100,5% C16H19ClN2.C4H4O4, dihitung terhadap zat yang dikeringkan
REAKSI KIMIA
BAB V
Warna biru
Rata-rata
Normalitas HClO4
0,0736 N
Klorfeniramina maleat
Warna biru
Berat maleat
Klorfeniramina Maleat
14,381 mg
1. Timbang seksama baku pembanding sebanyak 175 mg, 250 mg, dan 325
mg masing-masing sebanyak tiga kali. Setiap pembanding hasil
penimbangan dilarutkan dalam 10 mL asam asetat glasial, tambahkan 5
tetes asam asetat andihridat dan tambahkan 2 tetes indikator kristal violet.
Titrasi dengan larutan HClO4 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari
ungu ke biru.
2. Hitung berat (mg) Klorfeniramina maleat yang diperoleh dalam setiap
larutan jika: 1 mL asam perklorat 0,1 N serta dengan 19,54 mg
C16H19ClN2.C4H4O4
3. Hitung akurasi (%R) dan presisi (%RSD)
5.3.Penetapan Kemurnian
5.3.1. Diagram Alir
Warna biru
% Kemurnian rata-rata
103,73%
HASIL
PEMBAHASAN
7.1 Pembakuan larutan HClO4 0,1N dengan larutan baku kalium hydrogen
phthalate 0,1N
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan Titrasi Bebas Air (TBA)
yang bertujuan untuk menentukan kadar dan kemurnian sampel bedasarkan reaksi
netralisis. Sampel yang digunakan adalah Klorfeniramina Maleat yang bersifat basa
lemah. Titrasi dengan metode ini adalah metode titrasi tanpa melibatkan air yang
digunakan untuk mentitrasi senyawa yang tidak larut air ataupun senyawa asam-basa
lemah yang jika dititrasi dengan air hasil kadar dan kemurniannya tidak terlalu jelas
dikarenakan sifat air yang dapat bersifat asam lemah dan basa lemah. Oleh karena itu,
air dapat berkompetisi dengan asam-asam atau basa-basa lemah dalam hal menerima
atau memberi proton. Hal ini dapat menyebabkan deteksi titik akhir titrasi menjadi
sengat sulit. Sebagai pengganti air maka pelarut yang digunakan adalah pelarut
organik yaitu asam asetat glasial yang bersifat asam lemah.
Titrasi ini dilakukan selama 3 kali dengan rentang volume HClO4 yang
terpakai harus tidak lebih dari 0,2 yang menandakan titrasi yang dilakukan sudah baik.
Rata-rata normalitas yang dihasilkan adalah 0,0736.
1. Presisi
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji
individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur
diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang
homogen. Presisi diukur sebagai simpangan baku (Standar Deviasi) atau simpangan
baku relatif. Simpangan baku yaitu Akar kuadrat dari varians dan menunjukan
standar penyimpangan data terhadap nilai rata-ratanya.
Presisi dapat dinyatakan sebagai repeatability (keterulangan) atau reproductility
(ketertiruan). Repeatability adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang
kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang
pendek. Repeatability dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap
terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi
memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal.
2. Akurasi
Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis
dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan
kembali (recovery) analit yang ditambahkan.
3. Linearitas
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematematik yang
baik, terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Perlakuan matematik dalam
pengujian linearitas adalah melalui persamaan gar is lurus dengan metode
kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit.
Penetapan kadar klorfeniramin maleat .
Klorfeniramin maleat adalah turunan alkolamin yang merupakan
antihistamin dengan indeks terapetik cukup besar dengan efek samping dan
toksisitas yang relatif rendah. Klorfeniramin maleat merupakan obat yang bersifat
basa lemah. Sampel dilarutkan dalam asam asetat glasial yang dapat
menyetingkatkan kebasaan klorfeniramin maleat. Asam asetat glasial merupakan
penerima proton yang sangat lemah sehingga tidak dapat berkompetisi secara
efektif dengan klorfeniramin maleat dalam hal menerima proton. Asam perklorat
dalam larutan asam asetat merupakan asam yang paling kuat diantara asam-asam
umum yang digunakan untuk titrasi basa lemah dalam medium bebas air. Asam
perklorat yang ditambahkan akan bereaksi dengan klorfeniramin maleat. Titik
akhir titrasi akan ditunjukkan ketika asam perklorat sudah bereaksi sepenuhnya
dengan klorfeniramin maleat dan penambahan asam perklorat diatas titik ekivalen
tersebut menyebabkan adanya penurunan pH menjadi sekitar 1,8 sehingga wana
indikator akan berubah dari ungu menjadi biru.
7.3 Kemurnian
Percobaan ini dilakukan berdasarkan prinsip penetapan kadar klorfeniramin
maleat dengan metode titrasi bebas air yang berdasarkan reaksi netralisasi. Titrasi
bebas air merupakan titrasi yang tidak menggunakan air, tetapi menggunakan
pelarut organic. Pelarut organic yang digunakan adalah pelarut yang mampu
melarutkan analit-analit organic, dan yang paling sering digunakan untuk titrasi
adalah asam perklorat dalam asam asetat glasial.
Pada percobaan dilakukan terlebih dahulu pembakuan larutan HClO4 dengan
larutan baku kalium hydrogen phthalate (KHP) sebanyak 200 mg dilarutkan
dalam 15 mL asam asetat glasial sebagai akseptor proton yang sangat lemat, lalu
ditambahkan 5 tetes asam asetat anhidrat untuk mereaksikannya dengar air,
sehingga benar-benar bebas air dan air akan berikatan dengan asam asetat anhidrat
membentuk asam asetat, agar titik akhir titrasi dapat terlihat jelas maka
ditambahkan indicator Kristal violet 2 tetes. Digunakannya KHP (sebagai larutan
baku primer) untuk menstandardisasi larutan asam perklorit dan asam asetat.
Pentiternya digunakan asam perklorat yaitu sebagai larutan baku sekunder yang
merupakanlarutan organic asam yang dapat larut dengan baik dalam asam asetat
glasial. Perubahan titik akhir titrasi ditandai dengan berubahnya larutan dari
warna ungu ke biru hijau.
Pada penetapan kadar digunakan sampel klorfeniramin maleat dan dilakukan
masing-masing sebanyak tiga kali untuk beratvariasi sampe 200 mg, 250 mg, dan
300 mg dengan perlakuan yang sama. Pada sampel senyawa organic basa
digunakan pelarut asam asetat glasial yang dapat meningkatkan kebasaan
senyawa sehingga dapat ditentukan kadarnya dengan pentiter asam perklorat.
Asam perklorat lebih asam dari asam asetat glasial, karena asam perklorat adalah
asam yang sangat kuat sehingga dapat bereaksi dengan klorfeniramin maleat yang
merupakan basa lemah dan tidak akan terjadi perebutan donor proton. Asam asetat
glasial dipilih karena merupakan akseptor proton yang sangat lemah sehingga
tidak berkompetensi dengan basa lemah untuk proton.
Dihasilkan kadar klorfeniramin maleat dalam bahan baku sebesar 13,76% untuk
nilai %RSD dan %R menghasilkan 129,30% yang menunjukkan bahwa kadar
klorfeniramin maleat dalam bahan baku tidak sesuai dengan standar yang terdapat
pada Farmakope edisi V yang seharusnya %R berkisar 98,0%-102,0% dan %RSD
tidak lebih/lebih dari 2%. Perbedaan yang begitu besar ini dapat disebabkan oleh
asam asetat glasial yang telah terkontaminasi dan dapat juga disebabkan karena di
dalam alat atau bahan yang masih terdapatnya air. Jika masih terdapat kandungan
airnya dapat menyebabkan bahan lain, seperti asam asetat glasial dapat menyerap
air. Bila titrasi bebasr air masih mengandung air baik itu pada alat atau bahan,
akan mempengaruhi tingkat kebasaan senyawa dalam pelarut menjadi lebih
rendah dari seharusnya. Sehingga pada penetapan kadar dengan validasi metode
analisis ini menjadi tidak akurasi dan presisi. Begitupun pada penetapan
kemurnian, hasil yang didapat ialah 111,55% yang tidak berada pada rentang
98,0%-100,5%, sehingga tidak memenuhi syarat untuk dapat dikatakan murni
untuk kemurnian klorfeniramin maleat.
BAB VIII
KESIMPULAN
Pada hasil titrasi bebas air terhadap klorfeniramin maleat ( CTM ) hasilnya 103,73
% tidak valid atau tidak sesuai ( diatas ) dari literatur . pada farmakope Indonesia
literatur CTM ridak kurang dari 98,5 % dan tidak lebih dari 101,0 %.
Didapatkan hasil dari pembakuan CTM 0.073 N dan hasil validasi metode analisis
yaitu 7.604 %
Saran :
1. Penyimpanan harus baik agar hasil yang dilakukan praktikan sesuai dengan literatur
yang ada di farmakope indonesia
2. Praktikan lebih teliti dalam penimbangan bahan dan lain-lain
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Ghalib G, Rahman., Kimia Farmasi Analisis. Pustaka pelajar : Yogyakarta. 1999.
Rivai, Harrizal, Asas Pemeriksaan Kimia, Universitas Indonesia Press : Jakarta. 1995.
Roth, J., Blaschke, G., Analisa Farmasi, UGM Press : Yogyakarta, 1988.
Underwood, A.L., Day, RA., Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Edisi VI, Erlangga :
Jakarta, 2002.
Underwood, A.L., Day, RA., Analisa Kimia Kuantitatif Edisi V, Erlangga : Jakarta,1993.
Wunas, J., Said, S., Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif, UNHAS : Makassar, 1986.
LAMPIRAN
= 0,0673 N
mg KHP 207
N HClO4 sebenarnya = =
Mr KHP × Vol HClO4 hasil titrasi 204,224 ×15 mL
= 0,0675 N
0,0673 +0,674
❖ Rata-rata N HClO4 hasil pembakuan = = 0,0674 N
2
➢ %R
Variasi Berat = 200 mg
Pengukuran 1
Berat hasil analisis (Ca) = 263 mg
Berat yg ditimbang (Ct) = 203,4 mg
Ca 263
%R = × 100% = 203,4 × 100% = 129,30%
Ct
Pengukuran 2
Berat hasil analisis (Ca) = 276,15 mg
Berat yg ditimbang (Ct) = 204 mg
Ca 276,15
%R = × 100% = × 100% = 135,35%
Ct 204
Pengukuran 3
Berat hasil analisis (Ca) = 263 mg
Berat yg ditimbang (Ct) = 203,7 mg
Ca 263
%R = × 100% = 203,7 × 100% = 129,48%
Ct
Pengukuran 2
Berat hasil analisis (Ca) = 277,465 mg
Berat yg ditimbang (Ct) = 250,2 mg
Ca 277,465
%R = × 100% = × 100% = 132,21%
Ct 250,2
Pengukuran 3
Berat hasil analisis (Ca) = 277,465 mg
Berat yg ditimbang (Ct) = 250,2 mg
Ca 277,465
%R = × 100% = × 100% = 132,21%
Ct 250,2
Pengukuran 2
Berat hasil analisis (Ca) = 305,08 mg
Berat yg ditimbang (Ct) = 303,4 mg
Ca 305,08
%R = × 100% = × 100% = 100,55%
Ct 303,4
Pengukuran 3
Berat hasil analisis (Ca) = 302,45 mg
Berat yg ditimbang (Ct) = 302,2 mg
Ca 302,45
%R = × 100% = × 100% = 100,08%
Ct 302,2
❖ %R rata-rata = 119,58%
SD
➢ %RSD = rata−rata hasil uji × 100%
16,46
= 119,58 × 100%
= 13,76%
➢ Titrasi Kemurnian
Ca 276,57
Titrasi 1 % Kemurnian = × 100% = × 100% = 112,29%
Ct 246,3
Ca 277,89
Titrasi 2 % Kemurnian = × 100% = × 100% = 110,98%
Ct 250,4
Ca 279,2
Titrasi 3 % Kemurnian = × 100% = 250,7 × 100% = 111,37%
Ct
4. -BHA :
Volume HClO4 x 14, 381 =
18,2 ml x 14, 381 = 261.734
- % kemurnian :
𝐵𝐻𝐴 261.734
𝑥 100 % = 𝑥 100% = 104, 69 %
𝐵𝑆 250 mg
5. –BHA :
Volume HClO4 x 14, 381 =
18,0 x 14, 381 = 258.858
-% kemurnian :
𝐵𝐻𝐴 258.858
𝑥 100 % = 𝑥 100% = 103, 54 %
𝐵𝑆 250 mg
6. –BHA :
Volume HClO4 x 14, 381 =
17,9 x 14, 381 = 257, 419
-% kemurnian :
𝐵𝐻𝐴 257,419
𝑥 100 % = 𝑥 100% = 102, 96 %
𝐵𝑆 250 mg
% kemurnian rata-rata :
104,69 %+ 103,54%+102,96 %
= 103, 73 %
3
𝑚𝑔 𝐾𝐻𝑃 200
N HClO4 = 𝑀𝑟 𝐾𝐻𝑃 𝑥 𝑉 𝐾𝐻𝑃 = = 0,072 𝑁
204.224 𝑥 13,5 𝑚𝑙
𝑚𝑔 𝐾𝐻𝑃 200
N HClO4 = 𝑀𝑟 𝐾𝐻𝑃 𝑥 𝑉 𝐾𝐻𝑃 = = 0,074 𝑁
204.224 𝑥 13,3 𝑚𝑙
-% R :
165,381
4. 𝑥 100% = 94, 503 %
175 𝑚𝑔
161,067
5. 𝑥 100% = 92, 038 %
175 𝑚𝑔
162,505
6. 𝑥 100% = 92, 86 %
175 𝑚𝑔
182,638
7. 𝑥 100% = 73, 055 %
250 𝑚𝑔
179,762
8. 𝑥 100% = 71, 904 %
250 𝑚𝑔
176,886
9. 𝑥 100% = 70,754 %
250 𝑚𝑔
266,048
10. 325 𝑥 100% = 81, 860 %
𝑚𝑔
267,486
11. 325 𝑥 100% = 82, 303 %
𝑚𝑔
264,610
12. 325 𝑥 100% = 81, 418 %
𝑚𝑔
Reaksi kimia pembakuan KHP dan HClO4