Bab Iii
Bab Iii
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu lebih dari 38ºC, dengan
metode pengukuran apapun) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului dengan
demam pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi susunan saraf pusat atau epilepsi
yang kebetulan terjadi bersama demam. Anak yang pernah kejang tanpa demam
kemudian mengalami kejang demam kembali dan bayi yang berumur kurang dari 4
minggu tidak termasuk dalam definisi kejang demam. Derajat tingginya demam yang
dianggap cukup untuk diagnosis kejang demam ialah 38 oC atau lebih, tetapi suhu
sebenarnya saat kejang berlangsung sering tidak diketahui.
Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit, fokal
atau multipel yaitu lebih dari pada 1 kali kejang per episode demam selama 24 jam.
Kejang demam sederhana ialah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15
menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik tanpa gerakan fokal, kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejadian kejang
demam sederhana yaitu 80% di antara seluruh kejang demam.
Jika kejang yang disertai demam terjadi selama lebih dari 30 menit baik satu kali
atau multipel tanpa kesadaran penuh diantara kejang maka diklasifikasikan sebagai status
epileptikus yang diprovokasi demam. Kejadian ini berkisar 5 % dari keseluruhan kejang
yang disertai demam.
3.2 EPIDEMIOLOGI
Kejang sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4
tahun yaitu terbanyak di antara umur 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang
demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya
setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi namun, beberapa pasien masih
dapat mengalami kejang demam sampai umur lebih dari 5-6 tahun. Dua sampai lima
persen anak dibawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam, insiden
bangkitan kejang tertinggi pada usia 18 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki.
Di Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2-5% pada anak umur
kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi dan
sekitar 80-90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Di Jepang
angka kejadian kejang demam adalah 9-10%.
Bangkitan kejang pada bayi dan anak-anak sering terjadi bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat, biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39°C
atau lebih, disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat (ISPA, OMA, dan lainya).
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam. Kejang dapat bersifat
tonik-klonik, tonik, klonik, fokal, atau akinetik.
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik-klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak
tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam kompleks dapat
diikuti oleh hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam
sampai beberapa hari.
3.4 KLASIFIKASI KEJANG
1. Kejang parsial
Kejang ini dapat dipicu oleh musik, cahaya berkedip-kedip, atau rangsangan
lain dan sering disertai oleh aktivitas motorik repetitif involunta yang
terkoordinasi yang dikenal sebagai perilaku otomatis (automatic behavior).
Contoh dari perilaku ini adalah menarik-narik baju, meraba-raba benda, bertepuk
tangan, mengecap-ngecap bibir, atau mengunyah berulang-ulang. Pasien tetap
sadar selama serangan tetapi umumnya tidak dapat mengingat apa yang terjadi.
kejang parsial kompleks dapat meluas dan menjadi kejang generalisata.
2. Kejang Generalisata
a. Kejang mioklonik
Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas dibeberapa otot atau tungkai,
cenderung singkat.
b. Kejang atonik
c. Kejang klonik
d. Kejang tonik
Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontaksi) wajah dan tubuh
bagian atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan kepala mungkin
berputar ke satu sisi, dapat menyebabkan henti nafas.
Adalah kejang demam yang berlangsung lebih dari 15 menit, atau berulang dalam
24 jam. Kejang bersifat fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria
modifikasi diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.Kejang
kelompok kedua ini memiliki kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang,
sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.
3.5 FAKTOR RESIKO KEJANG DEMAM
1. Faktor demam.
Demam ialah hasil pengukuran suhu tubuh di atas 37,80 oC aksila atau di atas
38,30 oC rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang tersering
pada anak disebabkan oleh infeksi dan infeksi virus merupakan penyebab terbanyak.
Demam merupakan faktor utama timbulnya bangkitan kejang.
2. Faktor usia
Pada keadaan otak belum matang (developmental window), reseptor untuk
asam glutamat sebagai reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA
sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan
dibanding inhibisi.
hipokampus tinggi dan berpotensi untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh
demam.
Anak pada masa developmental window merupakan masa perkembangan otak
fase organisasi yaitu saat anak berusia kurang dari 2 tahun. Pada masa ini, apabila
pada anak antara usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun, dengan kejadian paling sering
pada anak usia 18 sampai dengan 24 bulan.
3. Riwayat keluarga
Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan kejang demam.
Pewarisan gen secara autosomal dominan paling banyak ditemukan sekitar 60-80%.
Apabila salah satu orang tua memiliki riwayat kejang demam maka anaknya
beresiko sebesar 20-22%. Apabila kedua orang tua mempunyai riwayat pernah
menderita kejang demam maka resikonya meningkat menjadi 59-64%. Sebaliknya
apabila kedua orangtuanya tidak mempunyai riwayat kejang demam maka risiko
terjadi kejang demam hanya 9%. Pewarisan kejang demam lebih banyak oleh ibu
dibandingkan ayah yaitu 27% berbanding 7%.
Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan listrik yang
berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa
fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi. Sel syaraf, seperti juga sel hidup umumnya,
mempunyai potensial membran.
Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial
intrasel lebih negatif dibandingkan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat potensial membran
berkisar antara 30-100 mV, selisih potensial membran ini akan tetap sama selama sel
tidak mendapatkan rangsangan.
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori yaitu :
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, pada keadaan demam,
kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan
peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat
terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi
difusi ion kalium dan natrium melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan
listrik yang demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel tetangga dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung, otot,
dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan kejang
bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah. Pada kejang yang lama
akan terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder
akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi
neuron karena kegagalan metabolisme di otak.
- Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum
matang/immatur.
- Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan
gangguan permiabilitas membran sel.
- Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2
yang akan merusak neuron.
- Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan
kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan aliran ion-ion-
Kejang demam
keluar masuk sel.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38o C
Gambar 3. Mekanisme terjadinya kejang 1
sudah terjadi kejang, Namun
demam
pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang
4
baru terjadi pada suhu diatas 40o C. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada anak dengan ambang kejang rendah.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit)
biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skeletal yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapneu, dan asidosis
laktat. Hipotensi arterial disertai dengan aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh.
3.7 DIAGNOSIS
Kejadian demam pada kejang demam biasanya dikarenakan adanya infeksi pada
sistem respirasi atas, otitis media, infeksi virus herpes termasuk roseola. Hal – hal yang
perlu ditanyakan saat anamnesis yaitu :
Pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin tidak begitu bermanfaat untuk dilakukan
pada pasien dengan kejang demam sederhana kecuali jika terdapat komplikasi atau
penyakit lain yang mendasari seperti gangguan keseimbangan elektrolit yang berkaitan
dengan dehidrasi akibat infeksi saluran gastrointestinal. Pemeriksaan laboratorium
sebaiknya dilakukan untuk mencari penyebab demam diantaranya pemeriksaan kultur
urin untuk melihat ada tidaknya infeksi saluran kemih jika ternyata tidak ditemukan
fokus infeksi dari pemeriksaan fisik. Pemeriksaaan kadar elektrolit seperti kalsium,
fosfor, magnesium dan glukosa yang biasa dilakukan pada pasien kejang tanpa demam
juga kurang memberikan arti yang bermakna jika dilakukan pada pasien kejang demam
sederhana.
Pada kejang demam sederhana tidak diperlukan pemeriksaan penunjang baik berupa
pungsi lumbal, EEG, radiologi maupun biokimia darah karena kejang demam sederhana
didiagnosis berdasarkan gambaran klinis. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
menyingkirkan diagnosis banding kejang yang disertai dengan demam seperi meningitis.
Diagnosis kejang demam sederhana menurut konsensus ikatan dokter anak Indonesia
yaitu jika memenuhi kriteria sebagai berikut :
Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi
jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian
antipiretik. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap
dapat diberikan ketika anak demam (> 38,5oC). Dosis parasetamol yang digunakan ialah
10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen
5-10 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari.
Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah akan tercapai
dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan secara intravena dan dalam waktu 5
menit apabila diberikan secara intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB,
diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit
dengan dosis maksimal 20 mg. Untuk memudahkan orangtua di rumah dapat diberikan
diazepam rektal dengan dosis :
Tatalaksana kejang demam dan kejang secara umum yaitu tampak pada bagan berikut
ini :
Bagan 1. Tatalaksana kejang demam
Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena sering berulang dan
menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada 2 cara profilaksis yaitu proflaksis
intermiten pada waktu demam dan profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap
hari.
Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam pada kenaikan suhu mencapai 38,5 oC
atau lebih yaitu dengan dosis :
Diazepam dapat pula diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam ialah ataksia,
mengantuk dan hipotonia.
Untuk profilaksis terus-menerus dilakukan dengan pemberian fenobarbital 4-
5mg/kgBB/hari dengan kadar obat dalam darah sebesar 16µg/ml menunjukkan hasil
yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Efek samping fenobarbital
berupa kelainan watak yaitu iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada 30-
50% pasien. Efek samping dapat dikurangi dengan menurunkan dosis fenobarbital.
Adapun indikasi profilaksis terus-menerus yaitu sebagai berikut :
- Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan
- Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung
- Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis
sementara dan menetap
- Kejang demam terjadi pada bayi berumur < 12 bulan atau terjadi kejang multipel
dalam satu episode demam
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini
harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat efek
samping obat
3.9 PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Kematian akibat kejang demam juga tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan
neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang memang sebelumnya normal.
Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil
kasus dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus kejang yang lama atau kejang
berulang baik fokal atau kejang umum.
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang yaitu riwayat kejang demam dalam keluarga, usia saat kejang
pertama < 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang (<40°C) dan timbulnya kejang
yang cepat setelah demam. Bila semua faktor tersebut terpenuhi maka resiko
berulangnya kejang demam 80 % sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut resikonya
10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang paling besar pada tahun pertama.Faktor
risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi
adalah :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama
BAB IV
KESIMPULAN