Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keadaan perekonomian yang terus tumbuh dan berkembang, disertai dengan era
globalisasi menyebabkan kebutuhan dan keinginan konsumen yang terus meningkat dari
waktu ke waktu. Konsumen mencari produk dan jasa yang dapat memaksimalkan kepuasan
sehingga tuntutan terhadap alat pemuas kebutuhan yang berkualitas pun semakin meningkat.
Perusahaan berlomba-lomba memproduksi dan memasarkan produk dan jasa yang berbeda
corak, melakukan diversifikasi, dan memberikan nilai yang lebih agar perusahaan dapat
bersaing atau dapat mengungguli kompetitor. Keadaan perekonomian Indonesia yang terus
tumbuh berdampak pada pergeseran budaya berbelanja masyarakat di Indonesia. Hal ini
terlihat jelas dengan adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang dahulu berbelanja di
pasar tradisional, namun pada saat ini masyarakat Indonesia lebih suka dan memilih
berbelanja di pasar modern.

Seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat dan pola konsumsi masyarakat


yang berubah seperti saat ini menyebabkan peningkatan pada kebutuhan masyarakat. Perilaku
konsumen tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat memicu berkembangnya bisnis di
Indonesia. Menurut Ernawan (2007:11), bisnis adalah kegiatan manusia dalam
mengorganisasikan sumber daya untuk menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa
guna memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat. Perilaku konsumen yang berubah
tersebut menjadi peluang besar bagi para pebisnis, yaitu melihat suatu keadaan persaingan
yang sangat ketat dalam perdagangan tidak hanya terjadi pada satu jenis perusahaan saja,
namun juga terjadi pada hampir semua jenis perusahaan. Untuk meraih keunggulan yang
kompetitif dan mampu menarik minat para konsumen agar mau melakukan kunjungan ulang
ke tokonya, maka segala kemampuan pebisnis sangatlah diperlukan serta penerapan strategi
pemasaran yang tepat guna untuk menguasai pangsa pasar.

Faktor-faktor seperti meningkatnya jumlah pesaing, kecanggihan teknologi, dan


meningkatnya edukasi mengenai pemasaran, semakin mempercepat dan memacu para
pemasar untuk semakin kreatif dalam memasarkan produknya. Pada era persaingan bisnis
yang semakin ketat ini, menanamkan persepsi positif bagi konsumen yang merupakan faktor
penting dalam kesuksesan penjualan suatu usaha, maka dari itu para pelaku bisnis ditantang
untuk dapat menambahkan strategi yang lebih inovatif agar dapat mempertahankan eksistensi
sebuah bisnis. Perusahaan perlu menyampaikan atau mengkomunikasikan suatu produk atau
jasa dengan menyentuh sisi emosional konsumen.

Salah satu konsep pemasaran yang dapat digunakan untuk mempengaruhi emosi
konsumen adalah melalui experiential marketing. Menurut Andreanni (2007:2), experiential
marketing adalah lebih dari sekedar memberikan informasi dan peluang pada pelanggan
untuk mendapatkan pengalaman atas keuntungan yang diperoleh dari produk atau jasa itu
sendiri, namun juga membangkitkan emosi dan perasaan yang berdampak terhadap
pemasaran, khususnya penjual. Experiential marketing merujuk pada pengalaman nyata
pelanggan terhadap merek atau produk atau pelayanan untuk meningkatkan penjualan dan
kesadaran citra merek. Menurut Shaz Smilansky (2009:5), experiential marketing adalah
proses mengidentifikasi dan memuaskan kebutuhan konsumen dan aspirasi yang
menguntungkan, melibatkan konsumen melalui komunikasi dua arah yang membawa
kepribadian merek untuk hidup dan menambah nilai target konsumen. Komunikasi dua arah
dan keterlibatan interaktif adalah kunci untuk menciptakan pengalaman mengesankan yang
mendorong word of mouth, dan mengubah konsumen menjadi pendukung merek dan loyalitas
konsumen terhadap suatu merek. Menurut Handi Chandra (2008:166), experiential marketing
adalah strategi pemasaran yang dibungkus dalam bentuk kegiatan sehingga memberi
pengalaman yang dapat membekas dihati konsumen.

Experiential marketing dapat dibangun melalui hubungan yang berkelanjutan dengan


konsumen melalui 5 dimensi. Pertama, sense (panca indera), yaitu panca indera dapat
menciptakan sensory experience melalui indera penglihatan, suara, sentuhan, perasaan, dan
penciuman. Kedua, feel (perasaan), yaitu perasaan dapat menyentuh inner feelings dan emosi
dengan sasaran membangkitkan pengalaman afektif, sehingga ada rasa gembira dan bangga.
Ketiga, cara think (berpikir), yaitu menuntut pemikiran kreatif konsumen tentang perusahaan,
dengan berpikir dapat merangsang kemampuan intelektual dan kreatifitas seseorang.
Keempat, act (kebiasaan), yaitu di desain untuk menciptakan pengalaman konsumen dalam
hubungannya dengan physical body, lifestyle, dan interaksi dengan orang lain. Kelima, relate
(relasi), yaitu merupakan kombinasi dari sense, feel, think, dan act yang bertujuan untuk
mengaitkan individu dengan sesuatu yang berada di luar dirinya, dengan orang lain, maupun
kelompok-kelompok sosial dalam pekerjaan, gaya hidup, etnis, atau bahkan dengan ruang
lingkup sosial yang lebih luas, seperti budaya, masyarakat, dan negara.
Pelaku bisnis yang terjun dalam sektor makanan berupaya untuk menarik minat
konsumen dengan menawarkan berbagai jasa dengan desain menarik, kualitas pelayanan,
fasilitas, dan harga yang kompetitif. Banyak kafe-kafe dengan berbagai konsep atau ide-ide
ditawarkan untuk menarik konsumen, baik dari kalangan menengah ke bawah hingga
menengah ke atas. Kafe adalah tempat makan dan minum yang menyuguhkan suasana santai
tanpa aturan yang mengikat. Ada banyak pesaing yang menjadikan perusahaan sadar bahwa
persaingan pada industri makanan semakin ketat. Pihak pengelola usaha harus benar-benar
memikirkan strategi yang tepat dalam menghadapi persaingan agar perusahaannya tetap
bertahan meskipun banyak ancaman dari pesaing dengan bidang usaha sejenis. Semakin
banyaknya kafe membuat pelanggan memiliki berbagai macam pilihan sesuai dengan
keinginan mereka.

Banyak kafe dengan berbagai macam konsep atau ide yang ditawarkan untuk menarik
konsumen dari berbagai kalangan, baik ditinjau dari usia, pendidikan, penghasilan, dan
gender. Kafe yang sudah lama berdiri maupun kafe-kafe yang baru dibuka mereka berusaha
untuk mengenalkan atau menawarkan menu-menu baru agar dapat diterima dengan baik oleh
para pembeli atau konsumen. Kondisi tersebut akan menimbulkan banyak persaingan antar
kafe semakin ketat untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya agar datang mengunjungi
serta menikmati apa yang telah di sediakan. Kafe yang baru dibuka harus bisa semaksimal
mungkin untuk mengenalkan menu-menu terbaiknya agar bisa diterima di tengah-tengah
masyarakat umum. Untuk kafe yang mempunyai usia yang cukup lama juga harus mampu
mempertahankan kesuksesannya, apalagi semakin menjamurnya kafe-kafe baru dengan
berbagai jenis konsep dan menu yang ditawarkan mungkin potensial menggusur minat para
konsumen yang sudah lama tersebut.

Di Kota jambi, kafe-kafe saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat.Salah
satu kafe di Kota Jambi adalah Clave Cafe yang terletak di Jalan Ismail Malik, Mayang
Mangurai, Kota Baru, Kota Jambi. Clave Cafe menerapkan konsep outdoor yang merupakan
konsep kafe dengan menawarkan makanan dan minuman kepada para pengunjung di
lingkungan terbuka. Penerapan konsep outdor pada Clave Cafe dilengkapi dengan taman
yang asri, lingkungan yang bersih, pencahayaan yang baik, serta iringan musik bertujuan
untuk memanjakan konsumen dan membuat konsumen merasa nyaman dan rileks pada saat
berkunjung, dan merasakan kepuasan tersendiri saat berkunjung.
Konsep outdoor yang disuguhkan telah diikuti oleh beberapa kafe yang ada di Jambi,
dan ini merupakan pesaing Clave Cafe. Adapun kafe yang menggunakan konsep outdoor di
Kota Jambi antara lain sebagai berikut:

Tabel 1.1
Daftar Cafe yang menggunakan konsep Outdoor
Di Kota Jambi

NO Nama Cafe Lokasi

1. Food Capital Jl. Jend. Sudirman, Talang Jauh,


Jelutung, Kota Jambi
Jl. Ismail Malik, Mayang
2. Clave Cafe Mangurai, Kota Baru, Kota
Jambi
Komplek Perumahan Puri
3. Dapur Kito Mayang, Jl. Serma Ishak
Akhmad, Mayang Mangurai,
Kota Baru, Kota Jambi
Jl. Pratu Satir No. 90 Kebun
4 Duck Tale Kopi, Thehok, Jambi Selatan,
Kota Jambi
5 Domesteak Simpang Tugu Juang, Sipin,
Kota Jambi
Jl. Slamet Riyadi RT 20 No. 05,
6 Kedai Ala OS Solok Sipin, Telanaipura, Kota
Jambi
Sumber: Data diolah (2017)

Kafe yang ingin berhasil menembus persaingan, di samping menu yang ditawarkan,
mereka juga dituntut harus sekreatif mungkin untuk mengkonsep kafe itu sendiri dengan
meningkatkan suasana kafe yang baik. Fitur-fitur yang diberikan oleh suatu produk atau jasa
tidak cukup untuk membuat konsumen mengkonsumsi produk tersebut secara terus menerus
atau dapat dikatakan tidak terjadinya minat kunjung ulang konsumen tersebut. Untuk
mengatasi hal tersebut, konsep pemasaran telah berkembang pesat kepada sebuah
experiential marketing yang diberikan oleh kafe sehingga konsumen memiliki sebuah
pengalaman tersendiri yang unik serta menarik yang membuat keinginan untuk melakukan
kunjungan ulang pada kafe meningkat. Hal ini sangat menarik untuk diteliti dimana
perkembangan konsep pemasaran telah berkembang pesat serta konsep pemasaran tidak lagi
berfokus pada produknya, tetapi kini konsep pemasaran berfokus pada konsumennya.
Sehingga, sebuah pengalaman menarik akan memberikan sesuatu yang berbeda bagi
konsumen dalam menikmati produk atau jasanya setelah melakukan kunjungan ulang.
Dengan pengalaman tersebut, diharapkan timbul minat kunjung ulang konsumen pada suatu
kafe.

Berdasarkan penelitian Malahayati dan Sorayanti Utami (2016:197), menunjukkan


bahwa pengaruh dimensi experiential marketing terhadap minat beli ulang konsumen bersifat
langsung maupun tidak langsung dan di mediasi secara sebagian oleh kepuasan. Hal ini
berarti experiential marketing maupun kepuasan berpengaruh dalam mempengaruhi minat
beli ulang konsumen pada café Socolatte Pidie Jaya Aceh.

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang


experiential marketing dari Clave Cafe untuk mengetahui dan menjelaskan sejauh mana
experiential marketing berpengaruh terhadap minat kunjung ulang pada Clave Cafe, agar
Clave Cafemampu bertahan menghadapi ketatnya persaingan antar kafe yang ada di Kota
Jambi saat ini dengan judul penelitian “Pengaruh Experiential Marketing terhadap Minat
Kunjung Ulang Konsumen pada Clave Cafe Jambi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah yang terdapat pada
penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana pengaruh variabel experiential marketing (sense, feel, think, act dan
relate) secara simultan dan parsial terhadap minat kunjung ulang konsumen pada
Clave Cafe Jambi?
2. Variabel experiential marketing manakah yang lebih dominan berpengaruh
terhadap minat kunjung ulang konsumen pada Clave Cafe Jambi?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan pengaruh variabel experiential marketing secara simultan dan parsial


terhadap minat kunjung ulang konsumen.
2. Menjelaskan variabel experiential marketing yang lebih dominan berpengaruh terhadap
minat kunjung ulang konsumen.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:


1. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan bagaimana Pengaruh dari
Experiential Marketing terhadap Minat Kunjung Ulang Konsumen sehingga bisa
bermanfaat bagi berkembangnya ilmu pengetahuan dalam bidang manajemen
pemasaran yang berkaitan dengan experiential marketing.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjelaskan bagaimana praktek experiential
marketing, agar pemasar yang ingin menerapkan praktek experiential marketing dapat
mengerti dengan jelas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis

2.1.1 Experiential Marketing

Fakta bahwa saat ini semua orang ingin dilayani dengan lebih dan baik, menciptakan
peluang bagi pemasar dalam memasarkan produknya di tengah perasaingan yang semakin
meningkat. Pemasar menggunakan cara pendekatan pengalaman atau experiential marketing
dalam memasakan produknya. Bentuk dari experiential marketing dapat berupa memberikan
pelayanan yang baik, menyajikan makanan dan minuman yang tidak hanya enak namun juga
menarik, kenyamanan, dan lainnya. Menurut Verhoef et al. (2009), menyatakan bahwa
pengalaman pelanggan merupakan respon internal dan subjektif dari para pelanggan setelah
melakukan kontak langsung atau tidak langsung dengan perusahaan. Pemasar berusaha
melibatkan pelanggan secara emosional dan psikologikal ketika mengkonsumsi produk yang
ditawarkan pemasar. Menurut Schmitt (1999), menyatakan bahwa what they want is
products, communication, and marketing campaign that dazzle their senses, touch their
hearts, and stimulate their minds, that they can relate to and that they can incorporate into
their lifestyles, and to delive an experience, yang berarti apa yang diinginkan konsumen
adalah produk, komunikasi, dan pemasaran yang mempesona panca indera mereka,
menyentuh hati mereka, dan merangsang pikiran mereka, yang membuat mereka bisa
berhubungan dan bergabung dengan gaya hidup mereka, dan menyampaikan sebuah
pengalaman. Menurut Kartajaya (2004:168), menjelaskan bahwa dalam pendekatan
experiential marketing, produk dan layanan harus mampu membangkitkan sensasi dan
pengalaman yang akan menjadi basis loyalitas pelanggan. Sangat penting dalam
merefleksikan adanya bias dari otak kanan karena menyangkut aspirasi pelanggan untuk
memperoleh pengalaman yang berkaitan dengan perasaan tertentu kenyamanan dan
kesenangan di satu pihak dan penolakan atas ketidaknyamanan dan ketidaksenangan di lain
pihak.
Terdapat empat karakteristik dari experiential marketing menurut Schmitt (1999),
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Fokus kepada pengalaman konsumen
Pengalaman terjadi sebagai akibat dari menghadapi, menjalani, atau hidup melalui situasi.
Pengalaman memberikan nilai sensorik, emosional, dan relasional yang menggantikan
nilai-nilai fungsional. Fokus terhadap konsumen dapat dilakukan dengan memonitor
pengalaman atau experience yang dirasakan dari kontak tersebut (Gentille, Spiller dan
Noci, 2007:5).
2. Memeriksa situasi konsumsi
Produk, kemasan, dan iklan mereka sebelum dikonsumsi dapat meningkatkan pengalaman
konsumsi. Situasi konsumsi menciptakan sebuah gambaran gaya hidup seorang konsumen.
3. Konsumen adalah makhluk yang rasional dan emosional
Berdasarkan dari konsep dan ditemukan dari psikologi, ilmu kognitif, dan evolusioner
biologi, memiliki dampak kecil dalam lingkup pemasaran. Yang termasuk ke dalam
dampak tersebut adalah sebuah pesan penting bagi pemasar saat ini, yaitu jangan melayani
konsumen hanya sebagai pembuat keputusan yang rasional. Konsumen ingin dihibur,
dirangsang, efek emosional, dan menantang kreatifitas.
4. Metode dan alat-alat yang eklektik
Experiential marketing tidak terikat hanya dengan satu ideologi metodologikal, ini adalah
ekletik. Hanya menggunakan apa yang tampaknya tepat untuk mendapatkan ide yang
bagus. Sebagai seorang pemasar, kita harus menerapkan empat karakteristik ini dalam
menerapkan experiential marketing.

Experiential marketing didasari oleh ilmu psikologi, namun praktiknya berdasarkan


pada individu konsumen dan perilaku sosialnya. Kerangka ini memiliki dua aspek, yaitu:
1. Strategic Experiential Models (SEM’s) yang merupakan pendekatan seluruh pengalaman
indera, perasaan atau afeksi, kognisi, fisik dan gaya hidup, serta hubungan sengan kultur
atau referensi tertentu yang akhirnya mampu memberikan suatu imajinasi yang berdampak
timbulnya nilai pengalaman pada suatu produk atau jasa.
2. Experience Providers (ExPro’s) yang merupakan komponen yang memungkinkan
terbentuknya memorable experience yang mencakup communications, visual identity,
product presence, co-branding, spatial environment, web sites dan people.

Terdapat lima tipe dari pengalaman konsumen yang membentuk dasar dari kerangka
experiential marketing, diantaranya adalah:
1. Sense
Sense marketing (pemasaran panca indera) menciptakan pengalaman panca indera
melalui penglihatan, suara, sentuhan, rasa, dan aroma. Dalam sense marketing membutuhkan
pemahaman bagaimana untuk mendapatkan dampak sensorik. Menurut pendapat Schmitt
(1999), terdapat tiga tujuan strategi panca indera, yaitu panca indera sebagai diferensiasi,
panca indera sebagai motivator, dan panca indera sebagai penyedia nilai.

Gambar 2.1

Model S-P-C Panca indera

DIFERENSIASI MOTIVASI NILAI

STIMULI PROSES KONSEKUENSI

1. Vivid 1. Modality Principles 1. Please


Sumber 2.
Model S-P-C dari panca indera 2.
Meaningful (Schmitt, 1999:112)
Expro Guideline 2. Excite
3. Cognitive consistency

Pada model S-P-C dijelaskan bahwa pengalaman merupakan sebuah alat yang
membedakan produk atau jasa. Dalam mendiferensiasikan produk menggunakan strategi
panca indera, kita harus mengetahui rangasangan atau stimuli yang paling tepat untuk
menciptakan diferensiasi produk. Stimuli merangsang panca indera agar menggambarkan
atau mengingatkan produk serta menjadikannya sebagai sesuatu yang berbeda dan berarti.
Pada proses berkaitan dengan bagaimana panca indera konsumen dirangsang, pemasar harus
memilih ExPro’s guideline yang sesuai dan rangsangan mengacu pada pemahaman
intelektual dari ide yang telah dikeluarkan serta bagaimana ide tersebut dapat menarik
perhatian dan selalu diingat konsumen. Sehingga pada proses konsekuensi akan
menimbulkan dampak atau proses seperti perasaan senang dan suka bagi konsumen.

2. Feel
Pemasaran perasaan adalah strategi dan pengimplementasian dari efek yang ada
terhadap perusahaan dan brand melalui penyedia pengalaman. Untuk sukses feel marketing
membutuhkan bagaimana menciptakan perasaan selama pengalaman konsumsi. Feel
marketing muncul di iklan produk dan nama feel bahkan juga digunakan di desain-desain
bangunan.
Feel dapat diimplementasikan dengan cara pelayanan yang baik, keramahan dan sopan
santun karyawan, pelayanan yang tepat waktu, dan simpatik yang membuat pelanggan
merasa puas. Untuk membuat konsumen merasakan feel yang kuat terhadap produk atau jasa,
produsen harus memperhatikan kondisi konsumen dengan cara memperhitungkan mood yang
sedang dirasakan oleh konsumen, sehingga produk dan jasa yang diberikan dapat
menciptakan memorable experience yang akan berdampak positif bagi produk dan jasa
tersebut.

Affective experience adalah tingkat pengalaman, perasaan yang berbeda dalam


intensitas mulai dari mood positif atau negativ ke intensitas emosi. Jika kita berniat untuk
menggunakan affective experience secara efektif sebagai bagian dari strategi pemasaran, kita
harus memiliki pemahaman yang lebih baik tentang mood dan emosi.

a. Mood
Mood adalah sebuah keadaan afektif yang unspesifik.Mood dapat diperoleh dari
rangsangan yang sepesifik akan tetapi konsumen sering menyadarinya. Terkadang konsumen
dapat salah menanggapi sumber dari keadaan affektif mereka.
b. Emosi
Emosi selalu disebabkan oleh sesuatu atau seseorang seperti orang, keadaan,
perusahaan, produk, atau komunikasi untuk waktu tertentu emosi menyerap semua energi
kita.Terdapat dua titik emosi, yaitu basic emotion dan complex emotion.
Perasaan merupakan hal yang paling kuat ketika mereka mengalami proses konsumsi.
Perasaan yang kuat hasil dari kontak dan interaksi, dan mereka terus mengembangkannya.
Feel experience dapat menjadi berbagai bentuk, mulai dari mood ringan hingga emosi yang
kuat. Jadi, kita sebagai seorang pemasar yang menggunakan strategi memasarkan
pengalaman, kita harus memahami bagaimana cara menimbulkan perasaaan dan bagaimana
cara menematkan stimuli atau rangsangan yang tepat terhadap perasaan konsumen.

3. Think
Tujuan dari think marketing adalah mendorong konsumen untuk berpikir kreatif yang
dapat menyebabkan penilaian ulang perusahaan atau produk. Menurut seorang psikologis, J.
P. Guilford, ada dua konsep dari berfikir, yang pertama adalah divergent thinking dan yang
kedua adaah convergent thinking. Konsep ini mengacu pada jenis pengoperasian yang
berbeda. Menyempitkan fokus pikiran hingga menemukan solusi, atau melebarkan fokus
pikiran menjadi banyak arah berbeda. Kreatifitas termasuk dalam pemikiran convergent dan
divergent.
Bentuk paling spesifik dari pemikiran convergent adalah analisis alasan atau berpikir
probabilistic melibatkan masalah rasional yang terdefinisi dengan baik. Di dalam pemikiran
divergent melibatkan apa yang disebut oleh psikolog sebagai pengaruh persepsi, fleksibilitas,
dan keaslian. Seperti pemikiran convergent, pemikiran divergent memiliki kesulitan
tersendiri jika digunakan dengan tidak tepat. Pemikiran divergent tidak terjadi begitu saja,
pemikiran tersebut tergantung pada pengetahuan yang kuasai.

Untuk menimbulkan pemikiran kreatif, seorang manajer dapat menggunakan


pendekatan pemasaran directional dan associative yang merupakan sebuah pemahaman
tentang struktur pengetahuan konsumen, perhatian, dan sumber konsentrasi mereka.

4. Act
Strategi pemasaran dibuat untuk menciptakan pengalaman konsumen terhubung dengan
fisik, pola perilaku jangka panjang dan gaya hidup serta pengalaman yang terjadi sebagai
hasil dari interaksi dengan orang lain. Adapaun act marketing terdiri dari flase (pengalaman),
motor action (perilaku yang melibatkan aktivitas motorik dalam interaksi sosial), body signal
(tanda-tanda tubuh), enviromentalin fluences on physical desires (menempatkan pemasaran
pada sebuah tempat dimana keinginan fisik timbul). Tujuan dari act experience adalah untuk
memberikan kesan terhadap pola perilaku dan gaya hidup, serta memperkaya pola interaksi
sosial melalui strategi yang dilakukan.

5. Relate

Tujuan dari relate experience sendiri adalah untuk menghubungkan konsumen dengan
lingkungan sosial yang digambarkan oleh suatu produk. Relate experiences adalah gabungan
dari keempat aspek yang telah dijabarkan sebelumnya, yaitu sense, feel, think, dan act dengan
artian menghubungkan seorang individu dengan apa yang ada diluar dari dirinya dan
menunjukan hubungan antara seorang individu dengan individu dan kelompok lain dan
masyarakat sosial sehingga individu tersebut merasakan kebanggaan tersendiri dan diterima
dikelompoknya.

Salah satu cara membuat konsumen merasa diterima dan merasa menjadi salah satu
bagian dalam kelompok yaitu dengan cara menciptakan kontak langsung dengan konsumen
baik itu kontak fisik maupun telepon ataupun menjadi member, sehingga konsumen tidak
segan untuk datang kembali.

2.1.2 Minat Kunjung Ulang

Minat merupakan suatu hal yang sangat mempengaruhi seorang individu atau
kelompok ketika akan melakukan sesuatu. Minat dapat diartikan sebagai sebuah keinginan,
minat menjadi awal dan motivasi seseorang dalam bertindak. Terdapat beberapa definisi
tentang minat, diantaranya adalah menurut Gunarso (2005), menyatakan bahwa minat adalah
sesuatu yang pribadi dan berhubungan dengan sikap, individu yang berminat terhadap suatu
obyek akan mempunyai kekuatan atau dorongan untuk melakukan serangkaian tingkah laku
untuk mendekati atau mendapatkan objek tersebut. Sedangkan Chaplin (2005), mengartikan
minat sebagai suatu sikap yang kekal, mengikutsertakan perhatian individu dalam memilih
obyek yang dirasakan menarik bagi dirinya dan minat juga merupakan suatu keadaan dari
motivasi yang mengarahkan tingkah laku pada tujuan tertentu. Menurut Rustan (2008),
menjelaskan bahwa minat adalah kecenderungan seseorang untuk memberikan perhatian
apabila disertai dengan perasaan suka atau sering disebut. Dan menurut W.S Wingkel, minat
merupakan kecenderungan yang agak menetap untuk merasa tertarik pada bidang-bidang
tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Dari beberapa pengertian yang
telah disebutkan, disimpulkan bahwa minat merupakan sebuah sikap atau perilaku yang dapat
bersifat tetap bagi seorang individu jika hal yang menjadi minat seseorang tersebut ada
sangkut paut dengan dirinya dan efektif bagi dirinya serta memiliki rasa suka di dalamnya.

Faktor-faktor yang mendasari minat terdiri dari dua faktor menurut Crow & Crow,
yaitu faktor yang bersifat sosial dan faktor yang berhubungan dengan emosional. Faktor yang
dengan emosional yaitu memperlihatkan ukuran intensitas seseorang dalam menaruh
perhatian terhadap suatu kegiatan atau obyek tertentu. Sedangkan faktor yang didorong oleh
motivasi sosial adalah dorongan untuk mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari
lingkungan masyarakat.

Pada penelitian tentang minat kunjung, terdapat berbagai pembahasan yang


dikemukakan oleh para ahli, diantaranya menurut menurut Umar (2003), menyatakan bahwa
minat kunjungan ulang merupakan perilaku yang muncul sebagai respon terhadap objek yang
menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang. Menurut Osti,
Disegna, dan Brida (2012), menyatakan bahwa loyalitas dan kepuasan dapat menimbulkan
minat untuk berkunjung kembali. Menurut Brown dalam Reynolds & Wells (1977),
menjelaskan bahwa terdapat beberapa pola yang mencerminkan kesetiaan konsumen terhadap
sebuah perusahaan, dalam penelitian ini adalah kafe. Pola pertama, yaitu undivided loyalty
yang mencerminkan bahwa konsumen setia terhadap sebuah kafe sehingga akan selalu
berkunjung kembali meskipun terdapat banyak pesaing. Saat seorang konsumen memiliki
pola undivided loyalty terhadap kafe A, maka konsumen tersebut tidak akan berpindah ke
kafe lain. Biasanya hal ini terjadi karena konsumen telah merasa nyaman ketika berada di
kafe A sehingga timbul minat untuk berkunjung sampai berulang kali. Konsumen yang
memiliki pola ini tidak akan berpaling dari kafe tersebut walaupun ada pihak yang
memberikan referensi terhadap kafe lain.

Pola kedua adalah divided loyalty yang menggambarkan konsumen yang memiliki lebih
dari satu pilihan sehingga pola kunjungannya akan berubah dari A ke B lalu kembali ke A
dan seterusnya. Apabila terdapat tiga tempat yang menjadi kegemaran, maka selanjutnya
konsumen akan menimbang untuk mengunjungi salah satu diantara tiga tempat yang
digemari, tetapi tidak akan memilih tempat diluar ketiga pilihan tersebut. Jika mengambil
contoh kafe, biasanya konsumen memiliki beberapa kafe yang paling sering dikunjungi
akibat beberapa faktor misalnya lokasi, kenyamanan, pengalaman, suasana kafe, musik, atau
bahkan kemudahan mendapatkan parkir. Konsumen yang memiliki pola divided loyalty
cenderung tidak memilih kafe lainnya selain beberapa kafe kegemarannya tersebut.

Pola ketiga adalah unstable loyalty yang mencerminkan bahwa konsumen berpindah
dari satu tempat ke tempat lainnya. Ini dapat terjadi akibat ketidakpuasan konsumen terhadap
pilihan awal sehingga ingin mencari tempat baru yang lebih baik. Pada konsumen kafe yang
memiliki pola unstable loyalty, maka dapat dikatakan minat berkunjung kembali konsumen
terhadap kafe A tidak besar atau bahkan tidak ada, sehingga konsumen tersebut lebih memilih
kafe B yang dianggap lebih baik.

Pola terakhir adalah no loyalty yang berarti seorang konsumen tidak memiliki
kegemaran sehingga penentukan pilihan akan dilakukan secara acak. Jika mengambil contoh
pada kafe, berarti seorang konsumen tidak memiliki kafe yang digemari sehingga saat
pengambilan keputusan kafe mana yang ingin dikunjungi dilakukan secara acak. Misalnya
pada suatu saat pertimbangannya datang ke kafe A adalah lokasi, kemudian selanjutnya
pertimbangannya mengunjungi kafe B adalah berdasarkan pengalaman, dan setelah itu
menentukan kafe C yang ingin dikunjungi karena kafe tersebut merupakan kafe terbaru di
kotanya.

Melalui pola-pola tersebut terlihat bahwa salah satu kunci kesuksesan dari sebuah
tempat tergantung pada keinginan atau minat konsumen untuk tetap berkunjung ke tempat
tersebut setelah satu kali berkunjung. Salah satu kegunaan dari data pengunjung sebuah
tempat adalah untuk meramalkan apakah sebuah tempat yang dipasarkan ke masyarakat akan
digemari.
Dalam implementasinya pada kafe, tentu sebuah kafe menginginkan setiap konsumen
yang datang agar terus berkunjung sehingga dapat meningkatkan pendapatan kafe melalui
pembelian yang dilakukan konsumen. Sebuah kegiatan pemasaran yang tepat pada kafe dapat
menimbulkan minat berkunjung kembali pada konsumen, yaitu dapat dilakukan melalui
penglihatan yang menarik, suara musik, rasa dan aroma makanan pada kafe, mood dan
pelayanan yang baik, rangsangan kreatifitas oleh kafe sehingga konsumen dapat menilai
ulang produknya, gaya hidup yang diciptakan oleh kafe, serta memiliki hubungan sosial
dengan konsumen lain.

Dapat disimpulkan bahwa minat kunjung ulang merupakan pengimplementasian dari


hasil respon positif konsumen terhadap produk dan pelayanan yang diterima dengan
mempertimbangkan banyak hal dan mengambil berbagai tindakan positif yang berhubungan
dengan perusahaan atau produk yang diakhiri dengan melakukan kunjungan ulang.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian
sehingga dapat membantu penulis dalam memperkaya teori-teori yang digunakan dalam
mengkaji penelitian yang dilakukan yang berasal dari penelitian-penelitian yang sebelumnya
telah dilakukan. Pada penelitian terdahulu ini menjelaskan objek yang diteliti oleh para
peneliti terdahulu yang dimana menjelaskan tentang variable dan alat analisis, dan hasil
penelitiannya.

TABEL 2.1
Penelitian Terdahulu

No Peneliti dan Judul Variabel dan Alat Analisis Hasil Penelitian

1. Gersom Hendarsono Variabel Bebas (X) : Secara simultan dan


(2013) Experiential Marketing yang parsial, komponen-
“Analisa pengaruh terdiri dari : komponen experiential
Experiential Marketing X1 = Sense, X2 = Feel, X3 = marketing,yaitu sense
Terhadap Minat Beli Think, X4 = Act, X5 = Relate. experience, feel
Ulang Konsumen Café Variabel Terikat (Y) : experience, think
Buntos 99 Sidoarjo” Minat Beli Ulang experience, act
Alat Analisis : experience, relate
Analisis Regresi Linier, Uji experience berpengaruh
Validitas dan Realibilitas, secara signifikan
Analisis Regresi Linier terhadap minat beli
Berganda, Uji F, Uji t ulang. dapat diketahui
bahwa komponen-
komponen dari
experiential marketing
yaitu sense experience,
feel experience, think
experience, act
experience, relate
experience yang paling
dominan mempengaruhi
minat beli ulang adalah
variabel feel experience.
2. Vinsensius Ronald Variabel Eksogen : Hasil penelitian ini
Tetanoe dan Diah Experiential Marketing menunjukkan adanya
Dharmayanti, S.E., M.Si. Variabel Intervening : pengaruh experiential
(2014) Kepuasan Pelanggan marketing terhadap
“Pengaruh Variabel Endogen : Kepuasan pelanggan.
ExperientialMarketing Pembelian Ulang Semakin kuat dan jelas
Terhadap Pembelian Ulang Alat analisis : experiential marketing
dengan Kepuasan Structural Equational Models yang diberikan kepada
Pelanggan sebagai (SEM) with Lisreal pelanggan, maka
Variable Intervening di pelanggan akan puas.
Bread Talk Surabaya Pelanggan yang puas
Town Square” dengan pengalaman dan
perasaannya saat
membeli, akan
melakukan pembelian
ulang pada Bread Talk
Surabaya Town Square.
3. Nuzulia Mustika Dhani Variabel Bebas (X) : Variabel experiential
dan Firman (2015) Experiential Marketing yang marketing, yaitu Sense
“Pengaruh Experiential terdiri dari : (X1), Feel (X2), Act
Marketing Terhadap Minat X1 = Sense, X2 = Feel, X3 = (X3), Think (X4), dan
Kunjung Ulang Wisatawan Think, X4 = Act, X5 = Relate. Relate (X5) berpengaruh
Kawasan Objek Wisata Variabel Terikat (Y) : terhadap minat kunjung
Lembah Harau Kabupaten Kunjung Ulang Wisatawan ulang wisatawan ke
Lima Puluh Kota” Alat Analisis : Lembah Harau
Analisis Kuantitatif, Uji Kabupaten Lima Puluh
Validitas dan Reabilitas, Kota.
Analisis Regresi Berganda.
4. Oktarini, Yessi dan Variabel Bebas (X) : Seluruh variabel
Effed, Darta Hadi dan Experiential Marketing yang experiential marketing
Sularsih, dan terdiri dari : berpengaruh terhadap
Anggarawati (2014). X1 = Sense, X2 = Feel, X3 = minat kunjungan ulang
“Analisis Pengaruh Think, X4 = Act, X5 = Relate. pelanggan pada salon dan
Experiential Marketing Variabel Terikat (Y) : spa Rumah Cantique
terhadap Minat Kunjungan Minat Kunjung Ulang Amanie Kota Bengkulu.
Ulang Pelanggan pada Pelanggan Dan menyarankan pihak
Rumah Cantique Amanie Alat Analisis : manajemen Rumah
Kota Bengkulu” Metode Deskriptif, Metode Cantique Amanie
Kuantitatif, Uji Validitas, Uji mempertahankan dan
Realibilitas, Uji Asumsi meningkatkan variabel
Klasik, Uji Normalitas, Uji experiential marketing
Multikolinearitas, Uji dalam rangka
Heteroskedastisitas, Regresi meningkatkan minat
Linier Berganda, Uji F, Uji t, kunjung ulang pelanggan.
Analisis Koefisien
Determinasi
2.3 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan penjelasan yang telah ada sebelumnya, maka dapat digambarkan dalam
kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.2

Kerangka Pemikiran

EXPERIENTIAL
MARKETING

SENSE EXPERIENCE (X1)

FEEL EXPERIENCE
(X2) MINAT BELI ULANG
(Y)
THINK EXPERIENCE
(X3)

ACT EXPERIENCE
(X4)

RELATE EXPERIENCE
(X5)

2.4 Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah kesimpulan sementara yang muncul dengan berbagai
pertimbangan dan masih harus di uji kebenarannya. Hipotesis ini di maksudkan untuk
memberi arah bagi analisis. Oleh sebab itu, hipotesis sementara peneliti adalah:
Ho: Tidak terdapat Pengaruh Experiential Marketing terhadap Minat Kunjung Ulang
Konsumen pada Clave Cafe Jambi.
H1: Terdapat Pengaruh Experiential Marketing terhadap Minat Kunjung Ulang Konsumen
pada Clave Cafe Jambi
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kausal,
penelitian ini menggunakan jenis penelitian kausal karena perlu melihat satu variabel atau
lebih menyebabkan atau menjadi determinan terhadap variabel lain (Jasfar, 2004). Penelitian
ini terdiri dari variable bebas (X) atau independent variable, yaitu Experiential Marketing
yang terdiri dari sense experience (X1) merupakan salah satu cara penciptaan pengalaman
konsumen yang dilakukan oleh pihak yang berhubungan dengan panca indera konsumen, feel
experience (X2) adalah usaha yang dilakukan oleh pihak Clave Cafe untuk menciptakan
pengalaman yang berkaitan dengan perasaan dan emosional antara konsumen dengan pihak
Clave Cafe, think experience (X3) adalah usaha penciptaan pengalaman yang berkaitan
dengan stimuli atau rangsangan kreatifitas dan rasional yang diberikan oleh pihak Clave
Cafe, act experience (X4) adalah usaha penciptaan pengalaman yang dilakukan oleh pihak
Clave Cafe, berkaitan dengan gaya hidup dan image yang dibentuk oleh Clave Cafe, dan
relate experience (X5) adalah usaha penciptaan pengalaman yang dilakukan pihak Clave
Cafe, dengan hubungan sosial seperti hubungan satu individu dengan individu lainnya.

Sedangkan variabel terikat (Y) atau dependent variable yaitu minat kunjung ulang.
Minat kunjung ulang ini adalah hasil dari respon yang positif berdasarkan pengalaman atau
experience yang didapatkan oleh konsumen sehingga muncul minat dari seorang konsumen
yang memungkinkan konsumen untuk melakukan kunjungan ulang ke Clave Cafe.

3.2 Jenis Data dan Sumber Data

Terdapat dua jenis data yang ada di dalam penelitian ini, diantaranya adalah data primer
dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri secara langsung dari
objek yang diteliti untuk kepentingan studi. Data primer yang dikumpulkan menyangkut
persepsi konsumen tentang variabel-variabel experiental marketing.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dan disatukan oleh studi-
studi sebelumnya atau yang dibuktikan oleh berbagai instansi lain. Biasanya sumber tidak
langsung dapat berupa data dokumentasi, arsip –arsip resmi, artikel, dan jurnal penelitian.

3.3 Metode Pengumpulan Data

3.3.1 Field Research (Penelitian Lapangan)

Field Research adalah metode pengumpulan data untuk memperoleh data primer ini
dilakukan penelitian langsung (field research) yang dapat berupa:
a. Observasi
Merupakan metode pengumpulan data yang terjun langsung ke lapangan dengan cara
melihat, meninjau, mengamati, dan mencatat semua hal yang ada hubungannya dengan apa
yang sedang diteliti. Observasi ini dilakukan langsung di Clave Cafe.
b. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang dilaksanakan dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya oleh peneliti dan
ditanyakan langsung berhadapan dengan yang diwawancarai mengenai hal yang berhubungan
dengan apa yang diteliti. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu wawancara
dengan manajer dari Clave Cafe.
C. Kuisioner
Kuisioner merupakan berbagai daftar pertanyaan yang sebelumnya telah dipersiapkan
oleh peneliti yang disebarkan kepada responden yang berhubungan dengan apa yang diteliti,
dalam hal ini adalah para konsumen dari Clave Cafe yang sudah pernah melakukan
kunjungan setidaknya satu kali secara sistematik untuk mendapatkan data dan informasi
berupa jawaban atas pertanyaan yang berhubungan dengan 5 unsur dari experiential
marketing yang kemudian dijabarkan menjadi beberapa pernyataan. Setiap jawaban yang
diberikan oleh responden diberi nilai dengan menggunakan skala Likert dan memberikan 5
(lima) alternatif jawaban kepada responden. Menurut Maholtra (2005), skala Likert adalah
skala yang digunakan secara luas yang meminta responden menandai derajat persetujuan
ataupun ketidaksetujuan terhadap masing-masing dari serangkaian pernyataan mengenai
objek stimulus.
Rentang nilai yang diberikan adalah 1-5,yaitu :

Skala 1 = Sangat Tidak Setuju (STS) Diberi Nilai 1


Skala 2 = Tidak Setuju (TS) Diberi Nilai 2

Skala 3 = Ragu-ragu (RR) Diberi Nilai 3

Skala 4 = Setuju (S) Diberi Nilai 4

Skala 5 = Sangat Setuju (SS) Diberi Nilai 5

Skala ini digunakan untuk mengukur minat kunjung ulang konsumen, tersusun dalam
satu garis kontinum yang jawaban sangat positifnya terletak di bagian kiri garis atau
sebaliknya. Skala ini digunakan untuk mengukur minat kunjung ulang konsumen terhadap
Clave Cafe dari setiap pelanggannya dan data yang diperoleh adalah data interval.

3.3.2 Library Research (Studi Kepustakaan)

Studi yang dilakukan dengan cara mempelajari referensi baik dari buku-buku, majalah,
artikel, jurnal penelitian, serta data-data bersangkutan yang didapatkan dari internet.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi Penelitian

Didalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh pelanggan yang
melakukan pembelian ulang atau yang melakukan kunjungan ulang di Clave Cafe. Jumlah
populasi ini diambil berdasarkan dari jumlah pengunjung yang tidak diketahui jumlahnya
karena pada Clave Cave terdiri dari beberapa gerai makanan. Konsumen yang datang
langsung memesan makanan pada gerai yang dikehendaki dan langsung melakukan
pembayaran pada gerai tersebut.

3.4.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Teknik penarikan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik convenience
sampling dan purposive sampling. Teknik convenience sampling adalah teknik penentuan
sampel berdasarkan kebetulan (incidental) bertemu dengan peneliti, bila dipandang orang
yang kebetulan ditemui ini sesuai dengan kriteria sebagai sumber data (Sugiyono, 2009:122).
Teknik purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu. Teknik purposive sampling ini digunakan karena tidak semua sampel sesuai dengan
kriteria yang telah penulis tentukan menurut (Sugiyono, 2014:122).Oleh karena itu, penulis
memilih teknik purposive sampling dengan menetapkan pertimbangan-pertimbangan atau
kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel-sampel yang digunakan dalam
penelitian ini. Adapun kriteria sampel yang dipilih menjadi responden adalah konsumen Clave
Cafe yang sudah melakukan kunjungan ulang.

Penentuan sampel menggunakan pendekatan terapan, menurut Malhotra (2005) dimana


untuk survey dengan populasi tidak diketahui dan unit analisis adalah konsumen, jumlah
sampel atau responden dengan jumlah populasi tak terbatas empat hingga delapan kali jumlah
indikator yang diteliti. Sementara sifat survey berkaitan dengan suatu produk maka besaran
sampel kisarannya adalah 100-125 unit. Berikut perhitungan jumlah sampel penelitian ini:

n = 7 x Jumlah Indikator
n= 7 x 17 = 119
Dimana n = Jumlah sampel

Jumlah sampel yang di dapat dari perhitungan adalah 119 responden. Adapun
responden yang di diambil dalam penelitian ini digenapkan menjadi 120 responden yang
merupakan konsumen Clave Cafe yang melakukan kunjugan ulang ke kafe tersebut.

3.5 Operasional Variabel

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 1999). Berdasarkan uraian permasalahan yang telah
dibahas sebelumnya, dalam mengukur minat kunjung ulang konsumen dengan metode
experiential marketing, maka variabel-variabel yang diteliti adalah:

a. Variabel Independen (X) : X1 = Sense (Panca Indera)

X2 = Feel (Perasaan)

X3 = Think (Berpikir)

X4 = Act (Tindakan)

X5 = Relate (Pertalian)
b. Variabel Dependen (Y) : Minat Kunjung Ulang Konsumen

Definisi operasional adalah penentuan construct sehingga menjadi variabel yang


dapat diukur dan menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh peneliti dalam
mengoperasikan construct. Melekatkan arti pada suatu variabel dengan cara menetapkan
kegiatan atau tindakan yang perlu untuk mengukur variabel itu. Berdasarkan tujuan
penelitian, maka variabel yang digunakan dan definisinya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1

Operasional Variabel Penelitian

Variabel Dimensi Definisi Indikator Skala

Experiential Sense Sense Experience 1. Penglihatan Ordinal


Marketing Experience merupakan salah satu cara 2. Suara
penciptaan pengalaman 3. Sentuhan
(X) (X1)
konsumen yang dilakukan 4. Rasa
oleh Clave Cafe yang 5. Aroma
berhubungan dengan
panca indera konsumen.

Ordinal
Feel Feel Experience adalah 1. Pelayanan
Experience usaha yang dilakukan 2. Mood
oleh Clave Cafe untuk 3. Perasaan
(X2)
menciptakan pengalaman
yang berkaitan dengan
perasaan dan emosional
antara konsumen dengan
pihak dari pengelola
Clave Cafe.

Ordinal
Think Think Experience 1. Rangsangan
Experience merupakan usaha kreatifitas
(X3) penciptaan pengalaman 2. Penilaian
yang berkaitan dengan ulang produk
stimuli atau rangsangan
kreatifitas dan rasional
yang diberikan oleh pihak
Clave Cafe

Ordinal
Act Experience Act Experience adalah 1. Gaya hidup
usaha penciptaan 2. Environment
(X4)
pengalaman yang al influences
dilakukan oleh Clave on physical
Cafe berkaitan dengan desires
gaya hidup dan image
yang dibentuk oleh Clave
Café

Ordinal
Relate Relate Experience adalah 1. Hubungan
Experience usaha penciptaan sosial
pengalaman yang 2. Pengakuan
(X4)
diakukan oleh pihak dan
Clave cafe berkaitan penghargaan
dengan hubungan social diri dari
seperti hubungan satu lingkungan
individu dengan individu
lainnya

Minat Minat kunjung ulang 1. Melakukan


Kunjung merupakan perilaku yang Pembelian
Ulang muncul sebagai respon Ulang
terhadap objek yang 2. Intensitas
(Y)
menunjukkan keinginan dalam
pelanggan untuk menaruh
melakukan pembelian perhatian
ulang 3. Memiliki
rasa suka

3.5 Metode Analisis

Analisis data dalam penelitian ditujukan untuk memperoleh data yang lebih bermakna
dalam menjawab masalah-masalah dalam penelitian yang telah dirumuskan. Adapun metode
analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Metode Deskriptif

Metode deskriptif adalah analisis data yang dilakukan terbatas pada teknik pengolahan
datanya, seperti pengecekan data dan tabulasi, dalam hal ini sekedar membaca tabel, grafik
atau angka yang tersedia, kemudian melakukan uraian pada penafsiran.

2. Metode Kuantitatif

Analisis kuantitatif adalah analisayang mempergunakan alat analisa bersifat kuantitatif.


Alat analisa yang bersifat kuantitatif adalah alat analisa yang menggunakan model-model,
seperti model matematika (statistik, ekonometrik). Hasil analisa disajikan dalam bentuk
angka-angka yang kemudian dijelaskan dan di interpretasikan dalam suatu uraian
menggunakan alat analisis regresi berganda.

3.6 Alat Analisis

3.6.1 Metode Rata-Rata dan Skala Interval

Perhitungan dalam penelitian ini menggunakan mean atau rata-rata jawaban responden.
Mean dapat dimanfaatkan untuk melihat kecenderungan penilaian responden terhadap
pernyataan yang diberikan. Sebelum analisis mean dilakukan terlebih dahulu dibuat suatu
batas kelas yang digunakan untuk memutuskan apakah nilai rata-rata dapat masuk dalam
kategori baru. Hasil kuisioner yang telah ditabulasi kemudian diolah dengan rumus rata-rata.

Mencari skor rata-rata dengan cara jumlah seluruh hasil dikali dengan nilai masing-
masing dan dibagi dengan jumlah total frekuensi dapat menggunakan rumus:
𝑓𝑖 . 𝑤𝑖
X=
Σ𝑓𝑖

Keterangan: X = Rata – rata berbobot

𝑓𝑖 = Frekuensi

Σ𝑓𝑖 = Bobot

Hasil rata-rata kemudian dibagi dua pada rentang skala berdasarkan rumus berikut:

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ 5−1


Interval = = = 0,8
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 5

Kemudian dibuat rentang nilai sehingga dapat diketahui letak rata-rata penilaian konsumen
terhadap masing-masing variabel experiential marketing dalam penelitian ini. Rentang nilai
tersebut adalah:

1,00 – 1, 80 = Sangat tidak baik

1,81 – 2,60 = tidak baik

2,61 – 3,40 = Cukup / Normal

3,41 – 4,20 = Baik

4,21 – 5,00 = Sangat Baik

3.6.2 Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh variabel pada variabel yang lain. Dalam analisis ini,
peneliti menggunakan perangkat lunak SPSS. Sementara itu, analisis statistic dimaksudkan
untuk menguji hipotesis penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya, yaitu untuk
mengetahui apakah ada pengaruh signifikan antara variabelindependen, yaitusense (X1), feel
(X2), think (X3), act (X4), relate (X5) terhadap variable dependen, yaitu minat kunjung
ulang konsumen ClaveCafe(Y). Dalam hal ini teknik statistic yang digunakan adalah teknik
Regresi Linier Berganda. Formula untuk Regresi Linier Berganda adalah sebagai berikut
(Ghozali, 2006):

Y = α + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + е

Keterangan :

Y = minat kunjung ulang

α = konstanta

b1 − b5 = koefisien regresi yang hendak ditafsirkan

X1 = sense (panca indera)

X2 = feel (perasaan)

X3 = think (berpikir)

X4 = act (tindakan)

X5 = relate (pertalian)

е = error

Dalam menguji apakah masing-masing variable bebas berpengaruh secara signifikan


terhadap variabel terikat dengan menentukan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05) dan juga
penerimaan atau penolakan hipotesa, maka cara yang dilakukan menentukan signifikansi
kesimpulan:

 Bila (P Value) < 0,05 maka Ho ditolak Ha diterima. Artinya variabel bebas
mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat
 Bila (P Value) > 0,05 maka Ho diterima Ha ditolak. Artinya variabel bebas
tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.

Analisis koefisien determinasi (R2 ) juga dilakukan dalam penelitian.Koefisien


determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan
variasi variabel dependen (Ghozali, 2006).Koefisien determinan (R2 ) dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat ketepatan paling baik dalam analisis regresi, dimana hal yang ditunjukan
oleh besarnya koefisien determinasi (R2 ) antar 0 (nol) dan 1 (satu). Koefisien determinasi
(R2 ) nol variabel independen sama sekali tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

Apabila koefisien determinasi semakin mendekati satu, maka dapat dikatakan bahwa
variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.Selain itu, koefisien
determinasi dipergunakan untuk mengetahui persentase perubahan variabel dependen (Y)
yang disebabkan oleh variabel independen (X).

3.7 Uji Asumsi Klasik

3.7.1 Uji Validitas

Validitas ditentukan oleh proses pengukuran yang akurat. Suatu instrumen pengukuran
dikatakan mempunyai validitas yang tinggi jika instrumen tersebut mengukur apa yang
seharusnya diukur. Uji validitas digunakan untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu
kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pernyataan pada kuisioner mampu
mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut (Ghozali, 2006).

3.7.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukan konsistensi dan stabilitas dari suatu skala pengukuran.


Reliabilitas mencakup stabilitas ukuran dan konsistensi internal ukuran. Stabilitas ukuran
adalah kemampuan instrumen untuk tetap stabil atau tidak rentan terhadap situasi apapun.
Kestabilan ukuran membuktikan kebaikan ukuran dalam mengukur suatu konsep. Konsistensi
internal ukuran merupakan indikasi homogeitas item-item yang menyusun kontrak. Item-item
yang ada harus sama dan harus mampu mengukur konsep yang sama secara independen.

Adapun cara yang digunakan untuk menguji reliabilitas kuisioner dalam penelitian ini
adalah mengukur reliabilitas dengan uji statisticCronbach Alpha. Menurut Dwi Priyatno
(2010), Cronbach Alpha sangat cocok digunakan pada skor berbentuk skala (misalnya 1-4, 1-
5) atau skor rentang (misalnya 0-20, 0-50). Untuk mengetahui kuisioner tersebut sudah
reliable akan dilakukan pengujian reliabilitas kuisioner dengan bantuan program SPSS.

Jika hasil koefisien Alpha lebih besar dari taraf signifikasi 60% atau 0,6 maka kuisioner
dikatakan reliable. Namun, jika hasil koefisien Alpha lebih kecil dari taraf signifikasi 60%
atau 0,6 maka kuisioner dikatakan tidak reliable, (Ghozali, 2006).
3.7.3 Uji Normalitas

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
residual memiliki distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2006). Untuk menguji apakah data-
data yang dikumpulkan berdistribusi normal atau tidak, dapat dilakukan dengan metode
berikut:

a. Metode Grafik
Metode grafik yang baik adalah dengan melihat normal probability plot (P-plot) yang
membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal (Ghozali, 2006). Distribusi
normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan
dibandingkan dengan garis diagonal. Jika data menyebar disekitar garis diagonal, maka
model regresi memenuhi asumsi normalitas namun, apabila data menyebar jauh dari garis
diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

3.7.4 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2006). Jika terjadi korelasi, maka
dinamakan terdapat problem multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi diantara variable independen. Uji multikolinearitas pada penelitian dilakukan
dengan matriks korelasi. Pengujian ada tidaknya gejala multikolinearitas dilakukan dengan
memperhatikan nilai matriks korelasi yang dihasilkan pada saat pengolahan data serta nilai
VIF (Variance Inflation Factor) dan toleransinya. Apabila nilai matriks korelasi tidak ada
yang lebih besar dari 0,5 maka dapt dikatakan data yang akan dianalisis terlepas dari gejala
multikoliearitas. Kemudian apabila VIF berada dibawah 10 dan nilai toleransinya mendekati
1, maka diambil kesimpulan bahwa model regresi tersebut tidak terdapat masalah
multikolinearitas (Santoso, 2003).

3.7.5 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain
(Ghozali, 2006). Jika varians dari residu atau dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain
tetap, maka disebut homokedastisitas. Dan jika varians yang berbeda disebut dengan
heteroskedastisitas.Model regresi yang baik adalah homokedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas (Ghozali, 2006). Salah satu cara untuk mendeteksi heteroskedastisitas
adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen), yaitu
ZPRED dan nilai residunya SRESID, dimana sumbu X adalah residual (Y prediksi-Y
sesungguhnya) yang telah distandarisasi. Apabila titik-titik pada grafik scatterplot menyebar
secara acak baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat dinilai bahwa
tidak terjadi situasi heterokedastisitas.
DAFTAR PUSTAKA

Adiztya, W., 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Beli Ulang Gas Elpiji
3 KG. Diambil pada 5 November 2017 dari
http://eprints.undip.ac.id/26939/1/01._SKRIPSI(r).pdf

Annisa, L., dan Ixora, L., 2015. Pengaruh Event terhadap Berkunjung Kembali di Margo
City (Studi pada Event Holiday on Ice). Diambil pada 4 November 2017 dari
http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-09/S53082-Annisa%20Lalita

BE Prabawanti. 2012. Pengaruh Sense, Feel, dan Think terhadap Penciptaan Act dan Relate
Positif Mahasiswa di PT. A Jakarta. Diambil pada 4 November 2017 dari
http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1347/2/PROS_Benedicta%20EP-
Marsiana%20LS-
Benediktus%20EA_Pengaruh%20sense%20feel%20dan%20think_Full%20text.pdf

Gersom, H., dan Sugiono, S., S.E., M.M. 2013. Analisa Pengaruh Experiential Marketing
Terhadap Minat Beli Ulang Konsumen Cafe Buntos 99 Sidoarjo. Jurnal Manajemen
Pemasaran. Vol. 1, No. 2, (2013) 1-8
https://media.neliti.com/media/publications/133785-ID-analisa-pengaruh-experiential-
marketing.pdf (diakses tanggal 29 Oktober 2017)

Malahayati dan Sorayanti U., 2016. Pengaruh Experiential Marketing terhadap Minat Beli
Ulang yang dimediasi oleh Kepuasan pada Konsumen pada Café Socolatte di
Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen. Vol. 1,
No.1, November 2016: 183-201

Nuzulia, M.D., dan Firman, F., 2015. Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Minat
Kunjung Ulang Wisatawan Lembah Harau Kabupaten Lima Puluh Kota. Jurnal Praktik
Bisnis. Vol. 4, No. 2, (2015)
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/d3fe/article/view/6264 (diakses tanggal 4 November
2017)

Rainer, D., 2017. Pengertian Experiential Marketing, Fungsi, Manfaat Strategi,


Karakteristik, Implementasi Terlengkap. Diambil pada 5 November 2017 dari
http://www.spengetahuan.com/2017/09/pengertian-experiential-marketing-fungsi-
manfaat-strategi-karakteristik-implementasi.html

Anda mungkin juga menyukai