Anda di halaman 1dari 38

PENGARUH KEDISIPLINAN DAN TASK COMMITMENT TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP

BELAJAR IPA TERPADU DI SMP/MTS SWASTA KECAMATAN PASAR REBO JAKARTA


TIMUR

Tesis
diajukan untuk melengkapi
persyaratan mata kuliah
seminar proposal

NAMA : RAHMAT HIDAYAT


NPM : 20177279057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2019
DAFTAR ISI

Halaman

COVER ...........................................................................................................................

DAFTAR ISI .................................................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................................. 6

C. Batasan Masalah ....................................................................................... 7

D. Rumusan Masalah ..................................................................................... 7

E. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7

F. Manfaat Penelitian .................................................................................... 8

G. Sistematika Penulisan................................................................................ 9

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A. Landasan Teori

1. Hakikat Pemahaman Konsep Belajat IPA ............................................. 11

2. Hakikat Kedisiplinan ............................................................................. 22

3. Hakikat Task Commitment .................................................................... 27

B. Penelitian Yang Relevan ........................................................................... 31

C. Kerangka Berpikir..................................................................................... 32

D. Hipotesis Penelitian................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 35


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tatanan masyarakat dunia abad 21 menghendaki insan yang unggul

dibidang sains. Pendidikan abad ke-21 tidak terfokus lagi dalam hafalan

materi bidang kajian (core subjects), tetapi juga memberikan penekanan pada

kecakapan hidup (life skills), keterampilan belajar dan berpikir (learning &

thinking skills), literasi dalam teknologi informasi dan komunikasi (ICT

literacy). Terjadi transformasi paradigma pendidikan yang mendambakan

lahirnya generasi muda berpola pikir layaknya ilmuwan. Generasi yang kritis

yang tidak serta merta menerima pengetahuan yang diberikan tetapi juga

memahami proses didapatkannya. Kemampuan sains siswa dunia merujuk

pada studi sejenis PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study),

PISA (Programme for International Student Assessment) dan TIMSS (Trends

in International Mathematics and Science Study). Ketiga studi tersebut

cenderung mengukur kemampuan siswa pada periode peralihan operasional

konkret menuju formal, umumnya pada kelompok umur SMP (Sekolah

Menengah Pertama).

Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu

penekanan dari tujuan pendidikan di Indonesia, seperti yang tertuang dalam

Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang tujuan Pendidikan Nasional Bab

II Pasal 3 yang berbunyi : “Pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan


2

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan

YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan

tersebut dapat di tentukan dari usia muda warga negara, yaitu di sekolah.

Sekolah merupakan lembaga, tempat yang memiliki peran penting

dalam pembentukan kepribadian siswa yang mana membentuk

berkepribadian luhur, mulia dan berdisiplin tinggi. Sekolah sebagai tempat

pendidikan yang menciptakan sumber manusia yang berkualitas. Lickona

menjelaskan bahwa sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang

mengemban tugas mengembangkan nilai karakter. Nilai-nilai karakter itu

antara lain kejujuran, keterbukaan, toleransi, kebijaksanaan, disiplin diri,

kemanfaatan, saling menolong dan kasih sayang, keberanian, dan nilai-nilai

demokrasi. Dari sejumlah nilai karakter yang perlu ditanamkan tersebut,

disiplin diri merupakan salah satu nilai karakter yang penting dikembangkan.

Kedisiplinan merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk

kepribadian siswa. Kedisiplinan mendukung terlaksananya proses dan

kegiatan pendidikan agar berjalan lancar sesuai dengan peraturan sekolah,

menghargai orang lain dan tidak merugikan orang lain. Kedisiplinan juga

merupakan salah satu faktor dalam pencapaian prestasi belajar siswa.

Kedisiplinan tercipta karena adanya kesadaran pada diri siswa, peraturan

yang ketat, hukuman/ sanksi yang tegas dan timbul karena pengaruh luar
3

dirinya. Oleh karena itu kedisiplinan turut menentukan proses pembelajaran

berjalan dengan baik dan kondusif. Soegarda Poerbakawatja mendefinisikan

bahwa disiplin merupakan “suatu tingkat tata tertib tertentu untuk mencapai

kondisi baik guna memenuhi fungsi pendidikan”.Jika siswa belajar di

lingkungan yang kondusif secara tidak langsung akan mempengaruhi proses

pembelajaran. Siswa menjadi lebih semangat belajar dan prestasi belajar juga

meningkat. Slameto (2010: 2) mengatakan bahwa “belajar adalah suatu

proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Namun karena kondisi pembelajaran di SMP/MTS yang kurang

disiplin dan peraturannya kurang ketat menjadikan pembelajaran kurang

kondusif pula. Kedisiplinan merupakan salah satu faktor pencapaian

kesuksesan. Kedisiplinan tidak hanya dalam belajar tetapi juga mencakup

aspek lainnya yang mendukung terlaksananya pembelajaran sesuai dengan

peraturan, sehingga siswa dapat mencapai kompetensi belajar dengan baik

terutama dalam kompetensi belajar IPA terpadu.

IPA terpadu merupakan pembelajaran yang memadukan materi IPA

Biologi, Fisika, dan Kimia dalam satu mata pelajaran. Pembelajaran IPA

terpadu dilaksanakan seminggu dua kali dalam durasi per jam 40 menit yang

mana sesuai dengan kurikulum 2013. Kompetensi kurikulum 2013

merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang

direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Salirawati berpendapat


4

bahwa pembelajaran IPA Terpadu merupakan pembelajaran IPA yang

disajikan sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan, artinya siswa tidak

belajar ilmu fisika, biologi, dan kimia secara terpisah sebagai mata pelajaran

yang berdiri sendiri, melainkan semua diramu dalam satu kesatuan. Merujuk

dari penjelasan tersebut, bahwa pembelajaran yang terpadu ini akan

membantu siswa untuk memperoleh keutuhan pengetahuan IPA dan

kebulatan pandangan tentang kehidupan, dunia nyata, dan fenomena alam

semesta. Siswa mengeluh dan bingung belajar IPA terpadu karena siswa

belum siap menerima pelajaran IPA terpadu yang meliputi Biologi, Fisika,

dan Kimia. Pembelajaran IPA terpadu merupakan pembelajaran yang

melibatkan penghitungan dalam hal ini pelajaran IPA Fisika. Sedangkan

siswa menganggap bahwa mata pelajaran IPA tidak ada pelajaran berhitung.

Siswa juga sering menganggap bahwa belajar IPA itu susah atau sulit,

sehingga siswa kurang disiplin dalam belajar IPA terpadu. Hal ini dapat

dilihat dari keadaan siswa yang kurang siap dalam menerima pelajaran IPA,

misalnya siswa tidak membawa buku pelajaran, tidak memiliki kelengkapan

belajar, siswa sering bolos dan siswa tidak mengerjakan tugas dari guru. Hal

tersebut yang menyebabkan kompetensi belajar IPA terpadu siswa SMP/MTS

kurang mencapai KKM.

Siswa yang berhasil dalam belajarnya dalam artian memiliki tingkat

intelektual yang jauh di atas rata-rata anak seusianya sering dianggap sebagai

anak berbakat. Namun, definisi tentang keberbakatan Renzulli (dalam Akbar

2005: 71) mengemukakan bahwa, “perilaku berbakat terdiri dari perilaku


5

yang mencerminkan adanya interaksi dari ketiga kluster ciri dasar manusia

yang meliputi: kemampuan umum dan atau spesifik, tingkat tanggung jawab

terhadap tugas (task commitment) yang tinggi dan tingkat kreativitas yang

tinggi”. Anak berbakat adalah mereka yang mempunyai ketiga ciri dan

menampilkannya sebagai potensi yang dimiliki ke segala bidang yang

dikembangkan oleh manusia. Adapun task commitment (tanggung jawab

terhadap tugas) berperan mendorong seseorang untuk tekun dan ulet,

meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan karena orang tersebut

telah mengikatkan diri pada tugas atas kehendaknya sendiri. Dengan adanya

task commitment (tanggung jawab terhadap tugas), sesorang diharapkan dapat

meningkatkan kompetensi belajarnya.

Permasalahan yang dihadapi siswa mengenai rendahnya konsep

belajar IPA siswa disebabkan oleh rendahnya kedisiplinan dan task

commitment. Untuk mengetahui kebenaran anggapan tersebut, menurut

peneliti perlu adanya penelitian yang membahas tentang kedisiplinan dan task

commitment terhadap pemahaman konsep belajar IPA. Berdasarkan uraian di

atas, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul,

“Pengaruh Kedisiplinan dan Task Commitment terhadap Pemahaman

Konsep belajar IPA di SMP/MTS Swasta Kecamatan Pasar Rebo

Jakarta Timur”
6

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan

sebelumnya, peneliti mengidentifikasi adanya beberapa masalah yang terjadi

antara lain:

1. Tatanan masyarakat dunia abad 21 menghendaki insan yang unggul

dibidang sains.

2. Pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan bangsa melalui sekolah yang merupakan lembaga, tempat

yang memiliki peran penting dalam pembentukan kepribadian siswa.

3. SMP/MTS yang kurang disiplin dan peraturannya kurang ketat

menjadikan pembelajaran kurang kondusif dalam mencapai tujuan

kompetensi pembelajaran IPA terpadu.

4. Siswa yang kurang siap dalam menerima pelajaran IPA, misalnya siswa

tidak membawa buku pelajaran, tidak memiliki kelengkapan belajar, siswa

sering bolos dan siswa tidak mengerjakan tugas dari guru.

5. Task commitment (tanggung jawab terhadap tugas) berperan mendorong

seseorang untuk tekun dan ulet.

6. Permasalahan yang dihadapi siswa mengenai rendahnya konsep belajar

IPA siswa disebabkan oleh rendahnya kedisiplinan dan task commitment.

7. Kedisiplinan dan task commitment (komitmen terhadap tugas) diharapkan

mampu menjadi solusi dalam meningkatkan kemampuan pemahaman

belajar konsep IPA terpadu.


7

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi masalah

pada pengaruh kedisiplinan dan task commitment terhadap pemahaman konsep

belajar IPA di SMP/MTS swasta Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan ruang lingkup dan pembatasan masalah di atas, dapat

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh kedisiplinan dan task commitment secara

bersama-sama pemahaman konsep belajar IPA di SMP/MTS swasta

Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur?

2. Apakah terdapat pengaruh kedisiplinan terhadap pemahaman konsep belajar

IPA di SMP/MTS swasta Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur?

3. Apakah terdapat pengaruh task commitment terhadap pemahaman konsep

belajar IPA di SMP/MTS swasta Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh kedisiplinan dan task commitment

secara bersama-sama terhadap pemahaman konsep belajar IPA di

SMP/MTS swasta Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur.


8

2. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh kedisiplinan terhadap pemahaman

konsep belajar IPA di SMP/MTS swasta Kecamatan Pasar Rebo Jakarta

Timur

3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh task commitment terhadap

pemahaman konsep belajar IPA di SMP/MTS swasta Kecamatan Pasar

Rebo Jakarta Timur.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:

1. Manfaat Secara Teoritis

a. Untuk dunia pendidikan, dapat menambah perbendaharaan penelitian

dalam dunia pendidikan, khususnya dalam bidang karya ilmiah.

b. Untuk peneliti lain, hasil penelitian dapat digunakan sebagai pedoman

untuk mengadakan penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Secara Praktis

a. Untuk sekolah, dapat memberikan saran bagi pengembangan dan

pembinaan belajar siswa, khususnya dalam memperhatikan faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi disiplin belajar siswa.

b. Untuk siswa

1) Memberikan pengetahuan bahwa disiplin dan task commitment sangat

membantu terhadap prestasi belajar.


9

2) Memberikan pengetahuan bahwa bantuan orang tua, guru, sangat

mendukung dalam menciptakan kedisiplinan dan task commitment

yang terarah.

c. Untuk Orang tua, sebagai salah satu bahan informasi bagi para orang tua

mengenai pentingnya prestasi belajar anak, sehingga dapat memberikan

perhatian lebih intensif dan mengajarkan kedisiplinan dan task

commitment terhadap belajar anak.

A. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Dalam bab ini berisi tentang latar belakang, identifikasi masalah,

batasan masalah, rumusan masalah, kegunaan penelitian, serta

sistematika penelitian.

BAB II Landasan Teori, Penelitian yang Relevan, Kerangka Berpikir, dan

Hipotesis Penelitian

Dalam bab ini berisi tentang landasan teori, penelitian yang

relevan, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.

BAB III Metodologi Penelitian

Dalam bab ini berisi tentang waktu dan tempat penelitian, metode

penelitian, populasi, sampel dan teknik sampling, metode

pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, dan

hipotesis penelitian.
10

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam bab ini berisi tentang hasil penelitian yang dipaparkan

dalam bentuk penyajian data yang berkaitan dengan hasil yang

didapat di lapangan penelitian serta analisis data.

BAB V Simpulan dan Saran

Dalam bab terakhir ini akan disajikan tentang simpulan dari hasil

penelitian dan dilanjutkan dengan saran-saran yang sekiranya dapat

dijadikan bahan pemikiran bagi yang berkepentingan.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
11

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR,

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Landasan Teori

1. Hakikat Pemahaman Konsep Belajar Ipa

a. Hakikat Pemahaman Konsep

Pemahaman menurut Bloom (1979: 89) dalam Susanto (2016: 06)

“diartikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau

bahan yang dipelajari”. Pemahaman menurut Bloom ini adalah seberapa

besar siswa mampu menerima, menyarap dan memahami pelajaran yang

diberikan oleh guru kepada siswa, atau sejauh mana siswa dapat

memahami atau mengerti apa yang ia baca, yang dilihat, yang dialami,

atau yang ia rasakan berupa hasil penelitian atau observasi langsung yang

ia lakukan. Istilah pemahaman dalam teori Benjamin S. Bloom melalui

karyanya yang termashur Taxonomy of educational objectives merupakan

salah satu area kognitif dalam belajar yang meliputi enam jenjang, yaitu

pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi

(knowledge, Comprehension, Application, Analysis, synthesis,

Evaluation).

Kemudian Kuswana (2012: 43) menjelaskan, “kemampuan

intelektual yang menjadi tuntutan di sekolah dan perguruan tinggi, yaitu

pelibatan pemahaman”. Artinya, ketika siswa dihadapkan pada


12

komunikasi, diharapkan mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan

dan dapat menggunakan ide yang terkandung di dalamnya. Komunikasi

tidak secara otomatis menghasilkan pemahaman. Informasi, apabila

disampaikan dan dimengerti secara tepat, membuahkan inteligibilitas,

yang merupakan syarat pertama, sekalipun belum memadai, bagi

timbulnya pemahaman. Pemahaman sering dikaitkan dengan membaca

(reading) atau pemahaman bacaan, dalam katagori ini merupakan

pengertian yang lebih luas dan berhubungan dengan komunikasi yang

mencakup materi tertulis bersifat verbal. Dalam pengertian lain

penggunaan istilah agak terbatas dari biasanya karena pemahaman yang

tidak dibuat identik dengan pemahaman lengkap atau bahkan dengan

memahami sepenuhnya.

Sedangkan Suparman (2012: 2) mengatakan bahwa pemahaman

(Comprehension) adalah perilaku individu untuk menerjemahkan,

menafsirkan atau menginterpretasikan, menyimpulkan atau

mengekstapolasi (memperhitungkan) makna suatu konsep dengan

menggunakan kata-kata atau simbol-simbol lain yang dipilih sendiri. Di

sini pemahaman diartikan perilaku individu yang menunjukkan

kemampuan dalam menangkap pengertian suatu konsep untuk bisa

memahami suatu wacana yang kaji untuk memperoleh intelektualitas

yang tinggi.

Dari beberapa pendapat di atas dapat diuraikan bahwa,

pemahaman adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi karena


13

pengaruh interaksi baik individu dengan individu, individu dengan

lingkungan maupun dengan bahan bacaan untuk memperoleh ilmu

pengetahuan sehingga pola pikir individu semakin berkembang dan bisa

menduduki suatu posisi transisi antara tingkah laku di bawah kategori

pengetahuan dan jenis-jenis dari gambar tingkah laku di bawah

penafsiran.

Dapat disimpulkan bahwa persamaan pemahaman dari para ketiga

ahli diatas adalah kemampuan atau kapasitas individu untuk

menerjemahkan, menafsirkan atau mengeinterpretasikan, menyimpulkan

atau mengekstrapolasi, memperhitungkan makna atau konsep dengan

menggunakan kata-kata atau wacana atau bahasa maupun simbol-simbol

yang dipilih. Sedangkan perbedaan ketiga teori diatas adalah menurut

Bloom adalah seberapa besar siswa mampu menerima, menyarap dan

memahami pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa, berbeda

dengan Kuswana, Pemahaman sering dikaitkan dengan membaca

(reading) atau pemahaman bacaan, dalam katagori ini merupakan

pengertian yang lebih luas dan berhubungan dengan komunikasi yang

mencakup materi tertulis bersifat verbal. Perbedaan dengan teori yang

dikemukakan Suparman, pemahaman diartikan perilaku individu yang

menunjukkan kemampuan dalam menangkap pengertian suatu konsep.

Menurut Susanto (2016: 08), “konsep merupakan sesuatu yang

telah melekat dala hati seseorang dan tergambar dala pikiran, gagasan,

atau suatu pengertian”. Orang yang telah memiliki konsep, bearti orang
14

tersebut memiliki pemahaman yang jelas tenyang suatu konsep atau citra

mental tentang sesuatu. Sesuatu tersebut dapat berupa objek konkret

ataupun gagasan yang abstrak. Pemahaman dan penggunaan konsep yang

tepat bergantung pada penguasaan sifat yang melekat pada individu.

Wicaksono & Trisnawati (2014: 43), berpendapat bahwa “konsep

adalah representatif mental yang menggunakan otak untuk menunjukan

klasifikasi terhadap bebagai hal di duinia ini”. Konsep merupkan

representatif mental yang memungkinkan seseorang menarik kesimpulan

yang tepat tentang jenis entitas yang dijumpai pada kehidupan sehari-

hari. Konsep diperlukan pada proses kognitif, seperti kategorisasi

memori, pengambilan keputusan, belajar, dan iferensi.

Perbedaan kedua teori tengtang konsep yg diutarakan oleh

Susanto bahwa “dalam pemahaman konsep, maka domain yang sangat

berperan adalah domain kognitif”. Pengertian ini berhubungan dengan

kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara, metode, pola, dan

teknik tertentu terhadap dunia sekitarnya baik berupa individu-individu

maupun objek-objek tertentu. Sikap yang merujuk perbuatan, perilaku,

atau tindakan seseorang. Sedangkan konsep menurut wicaksono

merupakan representatif mental yang memungkinkan seseorang menarik

kesimpulan. Persamaan kedua teori ini terletak pada domain pada proses

kognitif.

Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau

memahami sesuatu. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui


15

tentang sesuatu dan dapat melihatnya dalam berbagai segi. Seseorang

dikatakan memahami suatu hal apabila ia dapat memberikan penjelasan

dan meniru hal tersebut dengan menggunakan kata-katanya sendiri.

Seseorang dikatakan memahami konsep jika ia dapat mengaitkan konsep

tersebut ke dalam pengetahuan yang dimilikinya. pemahaman konsep

diartikan sebagai kemampuan seseorang mengaitkan skema-skema

tertentu yang sesuai ke dalam skema yang dimilikinya yang telah

terbentuk di dalam bayangan mental seseorang yang diperoleh dari

pengalaman belajar sebelumnya.

b. Hakikat Belajar

Belajar merupakan suatu kegiatan untuk memahami segala

sesuatu yang belum dimengerti tentang berbagai aspek kehidupan, ilmu

pengetahuan, keterampilan, serta niai-nilai dan budaya. Dimyati dan

Mudjiono (2006: 7) menyatakan bahwa, “belajar merupakan tindakan

dan perilaku siswa yang kompleks”. Sebagai tindakan, maka belajar

hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau

tidak terjadinya proses memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan

sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam,

benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang

dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang suatu hal tersebut

tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar.

Sardiman (2014: 21) “belajar adalah berubah”. Dalam hal ini

yang dimaksudkan belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Belajar


16

akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar.

Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan,

tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga

diri, minat, watak, penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut segala aspek

organisme dan tingkah laku pribadi seseorang. Dengan demikian,

dapatlah dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa

raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia

seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah

kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Menurut Sagala (2013: 11), “Belajar merupakan komponen ilmu

pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi,

baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi)”. Teori-teori

yang dikembangkan dalam komponen ini meliputi antara lain teori

tentang tujuan pendidikan, organisasi kurikulum, isi kurikulum, dan

modul-modul pengembangan kurikulum. Ini berarti bahwa berhasil atau

gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses

belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di

lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Oleh karenanya, pemahaman

yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan

manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya para

guru.

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menurut Syah (2005:

132) dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi


jasmani dan rohani siswa.
17

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi


lingkungan di sekitar siswa.
3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis
upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang
digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran
materi-materi pelajaran.
Menurut Sardiman (2014: 26) tujuan belajar ada tiga jenis, yaitu:

(1) Untuk mendapatkan pengetahuan; (2) Penanaman konsep dan

keterampilan; (3) Pembentukan sikap.

Menurut Gagne (dalam Sagala, 2013: 19), ada tiga tahap dalam

belajar, yaitu: (1) persiapan untuk belajar dengan melakukan tindakan

mengarahkan perhatian, pengharapan, dan mendapatkan kembali

informasi; (2) pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi) digunakan

untuk persepsi selektif, sendi sematik, pembangkitan kembali, respon,

dan penguatan; (3) alih belajar yaitu pengisyaratan untuk membangkitkan

secara umum.

Persamaan kelima teori ini menjelaskan bahwa prestasi belajar

adalah hasil yang dicapai oleh siswa dari berbagai kegiatan belajar yang

telah dilakukan oleh siswa. Prestasi belajar juga mencerminkan sejauh

mana siswa memahami dan mengerti dalam melaksanakan proses

pembelajaran yang sudah ditetapkan di setiap bidang studi, serta

merupakan tolok ukur keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan belajar.

Hasil prestasi belajar siswa juga menjadi cerminan keberhasilan metode

belajar yang diterapkan oleh guru, serta menjadi acuan dan bahan

pertimbangan guru dalam menentukan metode belajar selanjutnya,

sehingga prestasi belajar siswa mencapai tingkat maksimal.


18

c. Hakikat IPA

Ahmad Susanto (2013: 167) mengatakan sains atau IPA adalah

usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang

tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan

penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Ilmu Pengetahuan

Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang

semula berasal dari bahasa Inggris ‘science’. Kata scince sendiri berasal

dari kata dalam bahasa latin ‘scienta’ yang berarti saya tahu. Untuk

mendefinisikan IPA tidaklah mudah, karena sering kurang dapat

menggambarkan secara lengkap pengertian sains sendiri.

Wisudawati & Sulistyowati (2014:139) berpendapat bahwa,

“Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah salah satu mata pelajaran yang

terdapat di sekolah dasar”. Konsep IPA untuk sebagian besar siswa

merupakan konsep yang sulit. Sehingga seorang guru dikatakan berhasil

dalam proses pembelajaran IPA jika dia mampu mengubah pembelajaran

yang semula sulit menjadi mudah, yang semula tidak menarik menjadi

menarik, yang semula tidak bermakna menjadi bermakna.

Nurdiansyah & Riananda (2016: 937) menyatakan “IPA adalah

suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum

terbatas dengan gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode

ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah

seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.

Menurut Haswan & Al- Hafis (2017: 33), “IPA (Ilmu

Pengetahuan Alam) adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh


19

atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu melakukan

observasi eksperimentasi, penyusunan teori, penyimpulan,

eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait-mengkait antara

cara yang satu dengan cara yang lain”. Cara untuk mendapatkan ilmu

secara demikian ini terkenal dengan nama metode ilmiah. Pada dasarnya

metode ilmiah merupakan suatu cara yang logis untuk memecahkan suatu

masalah tertentu. Memang benar IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)

merupakan suatu ilmu teoritis, akan tetapi teori tersebut didasarkan atas

pengamatan, percobaan-percobaan pada gejala-gejala alam. Betapapun

indahnya suatu teori yang dirumuskan, tidaklah dapat dipertahankan

kalau tidak sesuai dengan hasil-hasil pengamatan atau observasi. Fakta-

fakta tentang gejala kebendaan atau alam diselidiki dan diuji berulang-

ulang melalui percobaan-percobaan (eksperimen), kemudian berdasarkan

hasil dari eksperimen itulah dirumuskan keterangan ilmiahnya (teorinya).

Teori pun tidak dapat berdiri sendiri, teori selalu di dasari oleh suatu hasil

pengamatan.

Taufiq (2014: 141) menjelaskan “Tipe pembelajaran IPA terpadu

merupakan salah satu tipe pembelajaran yang dianjurkan untuk

diaplikasikan pada jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar/

Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) sampai dengan Sekolah Menengah

Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/ MTs)”. IPA terpadu merupakan

suatu konsep atau tema yang dibahas dari berbagai aspek bidang kajian

dalam bidangkajian IPA, yaitu fisika, biologi, dan kimia. Pembelajaran

IPA terpadu dibedakan berdasarkan pengintegrasian materi atau tema.

Dalam pembelajaran IPA terpadu beberapa konsep yang relevan dapat


20

dijadikan satu tema yang tidak perlu dibahas berulangkali dalam bidang

kajian yang berbeda, sehingga penggunaan waktunya dapat lebih efisien

dan pencapaian tujuan pembelajaran diharapkan agar lebih efektif. Salah

satu usaha untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien

yaitu dengan pengembangan media pembelajaran IPA berkarakter peduli

lingkungan.

d. Pemahaman Konsep Belajar IPA

Widiadnyana (2014: 02) “Penguasaan ilmu pengetahuan sangat

dibutuhkan seseorang dalam mengarungi kehidupan dengan permasahan

yang semakin kompleks ini”. Ilmu pengetahuan itu diantaranya adalah

IPA. Melalui IPA sebenarnya telah memberikan bekal dalam

memecahkan permasalahan kehidupan sehari-hari, mengingat IPA

merupakan ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa,

dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi,

struktur dan sifat, perubahan dan dinamika alam. Pembelajaran IPA

bukan hanya untuk menguasai sejumlah pengetahuan, tetapi juga harus

menyediakan ruang yang cukup untuk tumbuh berkembangnya sikap

ilmiah, berlatih melakukan proses pemecahan masalah, dan

penerapannya dalam kehidupan nyata.

Sadiqin, Santoso & Sholahuddin (2017: 54), pemahaman konsep

dalam konteks IPA adalah “kemampuan siswa dalam memahami

hubungan konsep satu sama lain sehingga bisa diterapkan untuk

memecahkan masalah”. Pemahaman konsep yang kurang mapan dapat

ditandai dengan tidak memahami makna konten pengetahuan, definisi,


21

dan alasan dari bagian pengetahuan yang saling terkait. Faktor pemicu

rendahnya pemahaman konsep adalah siswa tidak diberi praktik yang

cukup untuk menyelesaikan masalah pembelajaran pada masa lampau.

Siswa menjadi tidak terbiasa menghubungkan pengetahuan masa lampau

dan pengetahuan yang baru didapat. Siswa juga kesulitan dalam memilah

pengetahuan yang diperlukan dalam operasi pemecahan masalah

pembelajaran. Hasilnya siswa mengalami kesulitan dalam memahami

konsep yang sedang diajarkan.

Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPA

merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh

dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode

ilmiah dan dididapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang

bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan. Dalam pembelajaran

IPA mencakup semua materi yang terkait dengan objek alam serta

persoalannya. Ruang lingkup IPA yaitu makhluk hidup, energi dan

perubahannya, bumi dan alam semesta serta proses materi dan sifatnya.

IPA terdiri dari tiga aspek yaitu Fisika, Biologi dan Kimia. Pada apek

Fisika IPA lebih memfokuskan pada benda-benda tak hidup. Pada sapek

Biologi IPA mengkaji pada persoalan yang terkait dengan makhluk hidup

serta lingfkungannya. Sedangkan pada aspek Kimia IPA mempelajari

gejala-gejala kimia baik yang ada pada makhluk hidup maupun benda tak

hidup yang ada di alam. Dari uraian di atas mengenai pengertian

pendidikan dan IPA maka pendidikan IPA merupakan penerapan dalam

pendidikan dan IPA untuk tujuan pembelajaran termasuk pembelajaran di

SMP
22

2. Hakikat Kedisiplinan

a. Pengertian Kedisiplinan Belajar

Menurut N.A. Ametembun dalam Darmadi (2017: 321) Disiplin

dapat diartikan etimologi maupun terminologi. Secara etimologis, stiah

disiplin berasal dari bahasa inggris “dicipline” yang artinya pengikut atau

penganut. Sedangkan secara terminologis, istilah disiplin mengandung

arti sebagai keadaan tertib dimana para pengikut itu tunduk dengan

senang hati pada ajaran-ajaran pemimpinya. Disipin biasanya tibul

karena keterbukaan, kerjasama mematuhi suatu norma dengan rasa

tanggung jawab. Sudah menjadi keharusan bahwa tiap-tiap lembaga

pendidikan, baik formal maupun non formal harus bisa menegakkan serta

menciptakan suatu disiplin yang tinggi.

Disiplin merupakan suatu sikap yang menunjukan keterkaitan

siswa terhadap peraturan sekolah, disiplin adalah suatu keadaan tertib

dimana orang-orang yang tergabung dalam suatu sistem tunduk pada

peraturan-peraturan dengan senang hati (Susanto, 2018: 119). Niat untuk

mentaati peraturan sekolah merupakan suatu kesadaran bahwa tanpa

disadari unsur ketaatan, tujuan belajar tidak akan tercapai. Hal ini bearti

sikap dan perilaku didorong akan adanya kontrol diri yang kuat. Artinya;

skap dan perilaku untuk mentaati peraturan sekolah muncul dari dalam

diri siswa itu sendiri. Maka sikap dan perilaku dalam disiplin belajar
23

ditandai oleh berbagai inisiatif, kamauan dan kehendak untuk mentaati

peraturan.

Andi Rasdiyanah dalam Saifuddin, (2018: 64) mengemukakan

bahwa disiplin yaitu “kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan

satu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan,

perintah atau aturan yang berlaku”. Dengan kata lain, disiplin adalah

kepatuhan mentaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan.

Kedisiplinan merupakan keteraturan hidup yang menjadikan

seseorang dapat berada pada jalur sikap dan perilaku yang membentuk

manusia dengan mental dan moral yang berkualitas. Menurut Imron

(2011: 173), “Disiplin siswa adalah suatu keadaan tertib dan teratur yang

dimiliki siswa di sekolah, tanpa ada pelanggaran-pelanggaran yang

merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap siswa

sendiri dan terhadap sekolah secara keseluruhan”.

Ketiga teori ini menjelaskan disiplin merupakan hasil dari proses

pembinaan yang terdiri dari orang tua, guru atau pengajar dan tokoh

masyarakat. Siswa perlu bertanggung jawab atas tingkah lakunya. Guru

memberi kesempatan bagi siswa untuk berlatih membuat keputusan dan

melakukan kontrol diri. Pembinaan dan pendidikan yang diberikan

kepada siswa bertujuan agar siswa memiliki sifat disiplin, bertingkah

laku sesuai dengan aturan bukan karena paksaan dari pihak lain

melainkan berasal dari dalam diri sendiri.


24

Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian

materi pembelajaran, tetapi lebih dari itu, guru harus membentuk

kompetensi dan pribadi siswa. Guru berperan membimbing siswa

menjadi pribadi yang disiplin. Sebagai pembimbing guru harus berupaya

mengarahkan perilaku siswa ke arah yang positif dan menunjang

pembelajaran. Hal ini diperjelas oleh Mulyasa (2011: 170) “Guru harus

mampu displinkan siswa dengan kasih sayang, terutama disiplin diri”.

Menurut Gie (Imron, 2011: 172), ”Ada tiga macam disiplin:

Pertama, disiplin yang dibangun berdasarkan konsep otoritarian yaitu

siswa di sekolah dikatakan mempunyai disiplin tinggi manakala mau

duduk tenang sambil memperhatikan uraian guru ketika sedang

mengajar. Kedua, disiplin yang dibangun berdasarkan konsep permissive

yaitu siswa haruslah diberikan kebebasan seluas-luasnya di dalam kelas

dan sekolah. Ketiga, disiplin yang dibangun berdasarkan konsep

kebebasan yang terkendali atau kebebasan yang bertanggung jawab yaitu

memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada siswa untuk berbuat apa

saja, tetapi konsekuensi dari perbuatan itu haruslah ia tanggung”. Jenis

disiplin mempunyai konsekuensi masing-masing. Penerapan jenis

disiplin ini sesuai dengan keadaan lingkungan di sekitar. Seseorang yang

disiplin adalah seseorang yang patuh dan taat pada tanggung jawab atau

dapat mengendalikan diri walaupun diberi kebebasan.

Disiplin siswa dalam belajar atau disiplin belajar dapat dilihat dari

ketaatan (kepatuhan) siswa terhadap aturan (tata tertib) yang berkaitan


25

dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah yang meliputi, waktu masuk

sekolah, kepatuhan siswa dalam berpakaian, kepatuhan siswa dalam

mengikuti kegiatan sekolah dan lain sebagainya, (Darmadi, 2017: 322).

Semua aktivitas siswa yang dilihat kepatuhanya adalah berkaitan dengan

aktifitas belajar di sekolah. Siswa patuh kepada aturan, tata tertib atau

norma di sekolah.

Menurut Darmadi (2017: 322), faktor yang mempengaruhi sikap

disiplin siswa dalam belajar atau disiplin belajar siswa, yaitu:

Keteladanan dan kewibawaan orang tua sangat mempengaruhi sikap

disiplin anak, sebab sikap dan tindak tanduk atau tingkah laku orang tua

sangat mempengaruhi sikap dan akan ditiru oleh anak. Oleh karena itu,

orang tua bukanlah hanya sebagai pemberi kebutuhan anak secara materi,

tapi orang tua juga adalah sebagai pemberi ilmu pengetahuan dan

dituntut untuk menjadi suri tauladan bagi anaknya.

Disiplin sering terkait dengan ketaatan dan kepatuhan, yang

berarti ketaatan atau kepatuhan seseorang terhadap peraturan dan tata

tertib yang berlaku. Ini berarti seseorang bisa dikatakan disiplin apabila

orang tersebut dapat mengendalikan sikap dan tingkah laku, semua

pengendalian berasal dari dalam diri setiap orang itu sendiri, sehingga dia

mampu mengendalikan semua tingkah lakunya agar selalu sesuai dengan

norma-norma dan peraturan yang berlaku.


26

b. Fungsi-fungsi Kedisiplinan

Menurut Ibung (2009: 94), “fungsi disiplin sebagai pengontrol

diri agar sesuai dengan tujuan dan lingkungan sosial”. Dengan

pemahaman tentang disiplin, dapatlah dimengerti bahwa disiplin akan

membatu anak dalam berbagai aspek kepribadianya. Disiplin dengan

porsi yang tepat akan berguna untuk membatu anak menyesuaikan diri

dengan lingkunganya.

Fungsi disiplin menurut Afandi (2016: 3), antara lain; (1) menata

kehidupan bersama dalam suatu organisasi, (2) membangun dan melatih

kepribadian yang baik, (3) pemaksaan untuk mengikuti peraturan

organisasi, dan (4) sanksi atau hukuman bagi yang melanggar disiplin.

Disiplin berfungsi mengatur kehidupan bersama, dalam suatu kelompok

tertentu atau dalam lembaga pendidikan, dengan begitu hubungan yang

terjalin antar individu satu dengan individu lain menjadi lebih baik dan

lancar. Disiplin akan menciptakan suasana belajar yang kondusif dan

mendukung tercapainya tujuan pembelajaran.

Kedisiplinan mempunyai berbagai macam fungsi. Fungsi disiplin

menurut Tulus dalam Susanto (2018: 120) adalah: (1) menata kehidupan

bersama; (2) membangun kepribadian; (3) melatih kepribadian; (4)

pemaksaan; (5) hukuman; (6) menciptakan lingkungan yang kondusif.

Fungsi kedisiplinan ini nyata dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-

hari. Dalam kegiatan belajar, fungsi ini juga dapat dirasakan, diantaranya

ketika siswa disiplin terhadap peraturan dan norma-norma yang berlaku,


27

perilaku ini akan tertanam dalam diri seseorang dan akan menumbuhkan

kepribadian yang baik, disiplin bukanlah sebuah perilaku yang dapat

terbentuk secara instan, tetapi melalui latihan dalam perilaku kegiatan

sehari-hari seperti dalam belajar. Siswa akan disiplin dan mantaati

peraturan sekolah untuk menghindari hukuman yang akan menciptakan

lingkungan yang kondusif serta aman dan tentram. Kedisiplinan juga

terkadang memaksa siswa untuk mentaati segala peraturan sekolah.

Dari beberapa teori di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

kedisiplinan merupakan tingkah laku manusia yang terkendali untuk

mendapatkan kehidupan yang teratur. Dengan disiplin hidup akan

terencana dan lebih terarah. Meskipun sikap disiplin berasal dari dalam

diri individu tetapi masih dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Untuk itu perlunya latihan-latihan mematuhi peraturan yang ada, dengan

begitu individu akan terbiasa bersikap disiplin. Disiplin dalam belajar

berperan penting dalam keberhasilan belajar siswa. Dengan disiplin dapat

menciptakan suasana kelas yang kondusif. Suasana kelas yang kondusif

akan menunjang kebehasilan belajar.

3. Hakikat Task Commitment

Task dalam kamus bahasa Inggris berarti “tugas” sedangkan

commitment berarti tanggung jawab. Secara bahasa task commitment dapat

diartikan dengan tanggung jawab terhadap tugas. Task commitment (tanggung

jawab terhadap tugas) adalah suatu bentuk halus dari motivasi. Robins dalam
28

Noor (2017: 57) menyatakan bahwa, “jika motivasi biasanya didefinisikan

sebagai suatu proses energi umum yang merupakan faktor pemicu pada

organisme, maka motivasi meningkatkan rasa tanggung jawab seorang

individu”.

Task commitment sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai

komitmen pada tugas. Tentang arti kata komitmen sendiri, Hersey dan

Blanchart dalam Sagala (2013: 25) berpendapat bahwa “Komitmen pada

tugas (commitment to task), bearti konsentrasi terhadap tugas”.

Melaksanakan tugas memenuhi standart kualitas dan melaksanakan tugas

dengan penuh keiklasan bahwa hasil yang baik akan berguna bagi dirinya

maupun orang lain/organisasi. Komitmen tidak hanya dalam alam pikiran.

Tetapi komitmen harus diwujudkan melalui perbuatan dan praktek yang bisa

diukur secara nyata dan visual.

Definisi komitmen terhadap tugas (task commitment) dikemukakan

oleh Sutisna (2010: 268), yaitu suatu energi dalam diri yang mendorong

seseorang untuk tekun dan ulet mengerjakan tugasnya meskipun mengalami

macam-macam rintangan dalam menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung

jawabnya karena inividu tersebut telah meningkatkan diri terhadap tugas

tersebut atas kehendak sendiri.

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa task commitmet

adalah bentuk halus dari motivasi, maka hal-hal yang mempengaruhi motivasi

juga mempengaruhi task commitment. Faktor-faktor yang mempengaruhi task


29

commitment (komitmen terhadap tugas) menurut Dimyati dan Mudjiono

(2006: 97) sebagai berikut:

a) Cita-cita atau aspirasi siswa

b) Kemampuan siswa

c) Kondisi siswa

d) Kondisi lingkungan

e) Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran

f) Upaya guru dalam membelajarkan siswa

Menurut Akbar (2005: 92), ciri-ciri taggung jawab terhadap tugas

(task commitment):

1) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus untuk waktu


lama, tidak berhenti sebelum selesai);
2) Ulet (tidak lekas putus asa bila menghadapi kesulitan);
3) Mampu berprestasi sendiri tanpa dorongan orang lain;
4) Ingin mendalami bahan atau bidang pengetahuan yang diberikan di
dalam kelas (ingin mengetahui banyak bahan dari sekedar diajarkan
oleh guru);
5) Selalu berusaha untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas
dengan prestasinya);
6) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah orang
dewasa (misalnya terhadap pembangunan agama, politik, ekonomi,
korupsi, dan keadilan);
7) Senang dan rajin belajar dengan penuh semangat;
8) Cepat bosan dengan tugas-tugas rutin (dalam pelajaran maupun
pekerjaan);
9) Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin dengan
sesuatu, tidak mudah melepaskan pendapat tersebut);
10) Menunda pemuasan kebutuhan sesaat untuk mencapai tujuan di
kemudian hari (misalnya: siswa membatasi waktu bermain untuk
mencapai prestasi yang lebih tinggi).
Dari beberapa teori menjelaskan bahwa, task commitment merupakan

motivasi dan faktor pemicu dalam diri seseorang yang mendorong orang

untuk tekun dan ulet dalam mengerjakan tugas yang sudah menjadi tanggung
30

jawabnya, meskipun menghadapi berbagai macam halangan. Komitmen ini

bukan hanya ucapan janji semata, namun ada tindak lanjut berupa tindakan

nyata dalam menyelesaikan tugas. Tindakan nyata tersebut di antaranya

adalah tekun, ulet, senang dan rajin belajar dengan penuh semangat, serta

selalu berusaha untuk berprestasi sebaik mungkin.

Menurut Sagala (2017: 23), berpendapat bahwa “seseorang yang

memiliki komintmen yang tinggi akan berguna bagi dirinya sendiri dan juga

pada orang lain”. Artinya, komitmen merupakan suatu keputusan seseorang

dengan dirinya sendiri, apakah ia akan melakukan atau tidak melakukan suatu

kegiatan. Seseorang yang sudah memiliki komitmen tidak akan ragu-ragu

dalam menentukan sikap dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang

diambil tersebut.

Task commitment dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya

adalah cita-cita, kemampuan dan kondisi siswa, lingkungan, serta upaya guru

dalam membelajarkan siswa. Peran guru adalah untuk terus memotivasi siswa

agar mempunyai sikap bertanggung jawab serta berkomitmen terhadap semua

tugas yang diberikan oleh guru. Tugas guru juga untuk menanamkan

pemahaman kepada siswa bahwa tugas bukan merupakan beban, melainkan

sebuah kewajiban yang harus diselesaikan meskipun menghadapi berbagai

rintangan dan halangan. Sehingga siswa akan dengan senang hati

mengerjakan tugas dari guru tanpa mengeluh dan merasa terbebani.


31

B. Penelitian yang Relevan

Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian relevan, yang dapat dijadikan

sebagai landasan dalam mengembangkan penelitian tentang kedisiplinan dan task

commitment terhadap prestasi belajar:

1. Kantun Toni. I Wayan, Lasmawan. I Wayan , Arnyana. Ida Bagus dalam e-

Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program

Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013) dengan judul “Determinasi

Konsep Diri, Motivasi Berprestasi Dan Disiplin Belajar Terhadap Hasil

Belajar IPA SD Se-Kecamatan Buleleng” menyimpulkan terdapat hubungan

yang positif dan signifikan antara konsep diri, motivasi berprestasi, disiplin

belajar secara bersama-sama terhadap hasil belajar IPA.

2. Retna Widyasari & Abdul Karim dalam Seminar Nasional Pendidikan, Sains

dan Teknologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Muhammadiyah Semarang ISBN : 978-602-61599-6-0, yang berjudul

“Pengaruh Kedisiplinan Terhadap Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Ipa

Kelas IV Di SD Islam Nu Pungkuran” menyimpulkan bahwa terdapat

pengaruh yang signifikan peran kedisiplinan siswa dalam pembelajaran IPA.

3. Najamuddin, Ridwan Idris, & Ahmad Afif, dalam Jurnal MIPA dan

Pembelajaran p-ISSN: 2354-6883 ; e-ISSN: 2581-172X Volume 3, Nomor 2,

Desember 2015 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar

“Pengaruh Kecerdasan Interpersonal dan Taks Commiment Terhadap Hasil

Belajar IPA Siswa Kelas VIII MTS Negeri Balang-Balang Kabupaten Gowa”
32

menyimpulkan bahwa kecerdasan interpersonal dan task commitment

terdapat pengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa.

4. Supardi U. S. dalam Jurnal Formatif 4(2): 80-88, 2014 Universitas

Indraprasta PGRI “Peran Kedisiplinan Belajar dalam Pembelajaran

Matematika” menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan peran

kedisiplinan belajar dan kecerdasan matematis logis dalam pembelajaran

Matematika.

5. Ari Firmanto dalam Jurnal Sains dan Praktik Psikologi Vol 1(1): 26-36, 2013

Magister Psikologi UMM yang berjudul “Kecerdasan, Kreatifitas, Task

Commitment dan Jenis Kelamin sebagai Prediktor Prestasi Hasil Belajar

Siswa” menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh kecerdasan, kreatifias, task

commitment dan jenis kelamin terhadap prestasi hasil belajar.

C. Kerangka Berpikir

Tatanan masyarakat dunia abad 21 menghendaki insan yang unggul

dibidang sains. Pendidikan abad ke-21 tidak terfokus lagi dalam hafalan materi

bidang kajian (core subjects), tetapi juga memberikan penekanan pada kecakapan

hidup (life skills), keterampilan belajar dan berpikir (learning & thinking skills),

literasi dalam teknologi informasi dan komunikasi (ICT literacy). Terjadi

transformasi paradigma pendidikan yang mendambakan lahirnya generasi muda

berpola pikir layaknya ilmuwan. Generasi yang kritis yang tidak serta merta

menerima pengetahuan yang diberikan tetapi juga memahami proses

didapatkannya. Kemampuan sains siswa dunia merujuk pada studi sejenis PIRLS

(Progress in International Reading Literacy Study), PISA (Programme for

International Student Assessment) dan TIMSS (Trends in International


33

Mathematics and Science Study). Ketiga studi tersebut cenderung mengukur

kemampuan siswa pada periode peralihan operasional konkret menuju formal,

umumnya pada kelompok umur SMP (Sekolah Menengah Pertama).

Akan tetapi siswa Indonesia hanya mampu menyelesaikan routine problem

(permasalahan rutin) dan mengalami kesulitan ketika menghadapi masalah

nonroutine problem (permasalahan non rutin). Kesulitan meliputi pemecahan

masalah melalui penalaran dalam soal pengamatan tentang konsep sains. Siswa

hanya mampu memahami beberapa fakta terkait konsep dasar fenomena alam.

Belum mampu melaporkan dan menghubungkan berbagai konten pengetahuan

apalagi menerapkan konsep-konsep yang kompleks dan abstrak. Berdasarkan

analisis kurikulum SMP, topik perubahan benda-benda di sekitar kita merupakan

bahasan pada mata pelajaran IPA yang menampilkan banyak pengetahuan konsep

berbasis masalah. Kurikulum memuat konten pengetahuan konsep berupa konsep

perubahan fisika, konsep perubahan kimia dan pemisahan campuran. Konsep-

konsep tersebut saling terkait sehingga memerlukan keterampilan melakukan

penalaran agar siswa dapat memahaminya secara utuh.

Pangkal masalah berdasarkan sudut pandang instructional design adalah

kurangnya kedisiplinan siswa dan Task Comitment (komitmen siswa dalam

mengerjakan tugas dari guru). Untuk meningkatkan pemahaman konsep belajar

IPA siswa perlu diupayakan perbaikan pembelajaran. Perbaikan pembelajaran

harus diupayakan agar siswa yang semula pasif menjadi aktif, semula tidak

disiplin menjadi disiplin, dan yang semula sering menganggap remeh tugas dari

guru menjadi siswa yang berkomitmen tinggi dalam mengerjakan tugasya . Hal

yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet mengerjakan tugasnya meskipun

mengalami macam-macam rintangan dalam menyelesaikan tugas yang menjadi


34

tanggung jawabnya karena inividu tersebut telah meningkatkan diri terhadap tugas

tersebut atas kehendak sendiri.

Kedisiplinan siswa adalah ketaatan siswa terhadap peraturan-peraturan

yang berlaku demi terciptanya suatu tujuan. Menanamkan rasa kesadaran, rasa

senang, dan rasa pertanggungjawaban sejak dini terhadap peraturan. Kedisiplinan

dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) merupakan sikap seseorang

yang meyakini bahwa apa yang terjadi dalam dirinya merupakan akibat dari

tindakannya sendiri. Dengan kata lain, semua prestasi belajar Matematika yang

didapat oleh siswa dipengaruhi oleh kemampuan dirinya sendiri bukan karena

campur tangan orang lain.

Di duga, Pemahaman konsep IPA akan meningkat sesuai dengan

kedisiplinan dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) dalam

pembelajaran yang didapat dari orang tua, guru, dan lingkungan. Siswa harus

mampu meningkatkan kedisiplinan dan tanggung jawab terhadap tugas (task

commitment) agar lebih mudah meningkatkan pemahaman konsep IPA dan

mendapatkan hasil belajar IPA yang maksimal.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, peneliti

merumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh positif antara kedisiplinan dan task commitment secara

bersama-sama terhadap pemahaman konsep IPA.

2. Terdapat pengaruh positif antara kedisplinan terhadap pemahaman konsep

IPA.

3. Terdapat pengaruh positif antara task commitment terhadap pemahaman

konsep IPA.
35

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Pandi. (2016). Concept & Indicator Human Resources Management For
Management Research. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Akbar, Agustina. G. (2005). Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman & Rukun Islam. Jakarta: Arga.
Darmadi. (2017). Pengembangan Model Metode Belajar dalam Dinamika Belajar
Siswa. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Dimyati & Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Firmanto, A. (2013). Kecerdasan, Kreatifitas, Task Commitment dan Jenis
Kelamin sebagai Prediktor Prestasi Hasil Belajar Siswa. http://www.e-
jurnal.com/2013/09/kecerdasan-kreatifitas-task-commitment.html?m=1.
(Diakses tanggal 4 Januari 2019).
Haswan, Febri & Nofri Wandi Al-Hafiz. (2017). Aplikasi Game Edukasi Ilmu
Pengetahuan Alam. Riau: Riau Journal Of Computer Science Vol.3 No.1.
Ibung, Dian. (2009). Mengembangkan Nilai Moral Pada Anak. Jakarta: PT
Gramedia.
Imron, A. (2011). Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Jakarta: Bumi
Aksara.
Kuswana, Wowo Sunaryo. (2012). Taksonomi Kognitif Perkembangan Ragam
Berpikir. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyasa. (2011). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.


Noor, Juliansyah. (2017). Metode Penelitian; Skripsi, Tesis, Disertasi & Karya
Ilmah. Jakarta: Kencana.
Nurdiansyah, & Riananda. (2016). Developing ICT-Based Learning Model to
Improve Learning Outcomes IPA of SD Fish Market in Sidoarjo. Sidoarja:
Proceedings of International Research Clinic & Scientific Publications of
Educational Technology.
Sadiqin, Ikhwan Khairu 1. Uripto Trisno Santoso Arif Sholahuddin. (2017).
Pemahaman Konsep IPA Siswa SMP Melalui Pembelajaran Problem
Solving pada Topik Perubahan Benda-Benda di Sekitar Kita. Kalimantan
Selatan: Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 3 (1), 2017, 52-62.
Sagala, Syaiful. (2013). Etika & Moralitas: Peluang & Tantangan. Jakarta:
Kencana.
36

Saifuddin. (2018). Pengelolaan Pembelajaran Teori dan Praktis. Yogyakarta: CV


Budi Utama.
Supardi, U. S. (2014). Peran Kedisiplinan Belajar dan Kecerdasan Matematis
Logis dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Formatif UNINDRA 4(2):
80-88.
Suparman, Atwi. (2012). Panduan Para Pengajar & Inovator Pendidikan Desain
Instruksional Modern. Jakarta. Erlangga
Susanto, Ahmad. (2018). Bimbingan dan Konseling di Sekolah: Konsep, Teori,
dan Aplikasinya. Jakarta: Prenadamedia Group.
Susanto, A. (2013, 2016). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: Prenadamedia Group.
Sutisna, S. (2010). Perbedaan Kecemasan dalam Menghadapi Ujian antar Siswa
Program Reguler dengan Siswa Program Akselerasi. Karya Ilmiah (tidak
diterbitkan Medan: Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3650/1/10E00545.pdf.
(Diakses 4 Januari 2019)
Taufiq M, N. R. Dewi, & A. Widiyatmoko. (2014). Pengembangan Media
Pembelajaran Ipa Terpadu Berkarakter Peduli Lingkungan Tema
“Konservasi” Berpendekatan Science-Edutainment. Semarang: Jurnal
Pendidikan IPA Indonesia, Vol: 3, No.2.
Wicaksono, Endah Trisnawati. (2014). Teori Interior. Jakarta: Griya Kreasi
Widiadnyana, Sadia, & Suastra. 92014). Pengaruh Model Discovery Learning
Terhadap Pemahaman Konsep IPA dan Sikap Ilmiah Siswa SMP.
Singaraja: e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Ganesha Program Studi IPA (Volume 4 Tahun 2014).

Anda mungkin juga menyukai