1. Definisi
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan
adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan
aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya
hipertensi dan proteinuria pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Edema tidak lagi dipakai
sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan
normal. (POGI, 2014). Sedangkan Cunningham et al., (2005) mendefinisikan preeklampsia
adalah sindrom kehamilan spesifik yang ditandai dengan penurunan perfusi organ secara
sekunder hingga terjadinya aktivasi vasospasme dan endotel.
Definisi preeklampsia berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya
160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik. Alat tensimeter sebaiknya menggunakan
tensimeter air raksa, namun apabila tidak tersedia dapat menggunakan tensimeter jarum
atau tensimeter otomatis yang sudah divalidasi. Laporan terbaru menunjukkan pengukuran
tekanan darah menggunakan alat otomatis sering memberikan hasil yang lebih rendah.
Proteinuria berat ditetapkan bila ekskresi protein dalam urin ≥ 5 g/24 jam atau tes
urin dipstik ≥ positif 2. Pemeriksaan urin dipstik bukan merupakan pemeriksaan yang akurat
dalam memperkirakan kadar proteinuria. Konsentrasi protein pada sampel urin sewaktu
bergantung pada beberapa faktor, termasuk jumlah urin. Selain itu juga dapat disertai
dengan keterlibatan organ lain. Kriteria lain preeklampsia berat yaitu bila ditemukan gejala
dan tanda disfungsi organ, seperti kejang, edema paru, oliguria, trombositopeni,
peningkatan enzim hati, nyeri perut epigastrik atau kuadran kanan atas dengan mual dan
muntah, serta gejala serebral menetap (sakit kepala, pandangan kabur, penurunan visus
atau kebutaan kortikal dan penurunan kesadaran).
2. Patofisiologi
Dalam perjalanannya beberapa faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang
saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan terjadinya iskemia
plasenta. Pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari patogenesianya.
Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah
dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri
spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis
tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam
ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta. Hipoksia plasenta yang
berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam
bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya stress
oksidatif yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan
antioksidan. Stress oksidatif pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar
dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang disebut
disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel pembuluh darah
pada organ-organ penderita preeklampsia.
Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak
sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan
vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II sehingga akan terjadi
vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi. Peningkatan kadar lipid peroksidase juga
akan mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan
thrombus. Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita
preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ seperti:
a. Pada ginjal: hiperurisemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
b. Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi. Perubahan
permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru dan oedema
menyeluruh.
c. Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati.
d. Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.
e. Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan,
pelepasan retina, dan pendarahan.
f. Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia
g. janin, dan solusio plasenta.
Patofisiologi terjadinya preeklampsia dapat dijelaskan sebagai berikut (Cunningham
et al., 2010):
1) Sistem Kardiovaskuler
Pada preeklampsia, endotel mengeluarkan vasoaktif yang didominasi oleh
vasokontriktor, seperti endotelin dan tromboksan A2. Selain itu, terjadi penurunan
kadar renin, angiotensin I, dan angiotensin II dibandingkan kehamilan normal.
2) Perubahan Metabolisme
Pada perubahan metabolisme terjadi hal-hal sebagai berikut :
a) Penurunan reproduksi prostaglandin yang dikeluarkan oleh plasenta.
b) Perubahan keseimbangan produksi prostaglandin yang menjurus pada
peningkatan tromboksan yang merupakan vasokonstriktor yang kuat,
penurunan produksi prostasiklin yang berfungsi sebagai vasodilator dan
menurunnya produksi angiotensin II-III yang menyebabkan makin
meningkatnya sensitivitas otot pembuluh darah terhadap vasopressor.
c) Perubahan ini menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah dan
vasavasorum sehingga terjadi kerusakan, nekrosis pembuluh darah, dan
mengakibatkan permeabilitas meningkat serta kenaikan darah.
d) Kerusakan dinding pembuluh darah, menimbulkan dan memudahkan
trombosit mengadakan agregasi dan adhesi serta akhirnya mempersempit
lumen dan makin mengganggu aliran darah ke organ vital.
e) Upaya mengatasi timbunan trombosit ini terjadi lisis,sehingga dapat
menurunkan jumlah trombosit darah serta memudahkan jadi perdarahan.
(Manuaba, 2001)
3) Sistem Darah dan Koagulasi
Pada perempuan dengan preeklampsia terjadi trombositopenia, penurunan
kadar beberapa faktor pembekuan, dan eritrosit dapat memiliki bentuk yang tidak
normal sehingga mudah mengalami hemolisis. Jejas pada endotel dapat
menyebabkan peningkatan agregasi trombosit, menurunkan lama hidupnya, serta
menekan kadar antitrombin III. (Cunningham et al., 2014).
4) Homeostasis Cairan Tubuh
Pada preeklampsia terjadi retensi natrium karena meningkatnya sekresi
deoksikortikosteron yang merupakan hasil konversi progesteron. Pada wanita hamil
yang mengalami preeklampsia berat, volume ekstraseluler akan meningkat dan
bermanifestasi menjadi edema yang lebih berat daripada wanita hamil yang normal.
Mekanisme terjadinya retensi air disebabkan karena endothelial injury. (Cunningham
et al, 2014).
5) Ginjal
Selama kehamilan normal terjadi penurunan aliran darah ke ginjal dan laju
filtrasi glomerulus. Pada preeklampsia terjadi perubahan seperti peningkatan
resistensi arteri aferen ginjal dan perubahan bentuk endotel glomerulus. Filtrasi yang
semakin menurun menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat. Terjadi
penurunan aliran darah ke ginjal, menimbulkan perfusi dan filtrasi ginjal menurun
menimbulkan oliguria. Kerusakan pembuluh darah glomerulus dalam bentuk
“gromerulo-capilary endhotelial” menimbulkan proteinuria. (Cunningham et al, 2014).
6) Serebrovaskular dan gejala neurologis lain
Gangguan seperti sakit kepala dan gangguan pengelihatan. Mekanisme pasti
penyebab kejang belum jelas. Kejang diperkirakan terjadi akibat vasospasme
serebral, edema, dan kemungkinan hipertensi mengganggu autoregulasi serta sawar
darah otak.
7) Hepar
Pada preeklampsia ditemukan infark hepar dan nekrosis. Infark hepar dapat
berlanjut menjadi perdarahan sampai hematom. Apaabila hematom meluas dapat
terjadi rupture subscapular. Nyeri perut kuadran kanan atas atau nyeri epigastrium
disebabkan oleh teregangnya kapsula Glisson.
8) Mata
Dapat terjadi vasospasme retina, edema retina, ablasio retina, sampai kebutaan.
KEGAGALAN MIGRASI TROPHOBLAS INTERSTITIAL SEL DAN ENDOTELIAL
TROPHOBLAS KE DALAM ARTERIOLI MIOMETRIUM
FAKTOR TROPHOBLAS
PENYAKIT MATERNAL
FAKTOR IMMUNOLOGIS BERLEBIHAN
HIPERTENSI
KEBUTUHAN DARAH, NUTRISI DAN O2 HAMIL GANDA
KARDIOVASULAR
TIDAK TERPENUHI SETELAH 20 MG MOLA HIDATIDOSA
PENYAKIT GINJAL
HAMIL + DM
MENIMBULKAN
GANGG.FUNGSI
KHUSUS DARAHNYA:
HEMOKONSENTRASI TROMBOSITOPENIA
HIPOVOLUMIA TROMBOKSAN A2 ↑
HEMOLISIS DARAH /
ERITROSIS
c. Macam Diet
Ada 3 macam diet pada hiperemesis gavidarum yaitu:
a. Diet hiperemesis I
Diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan hanya berupa roti kering dan buah-
buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Makanan
ini kurang akan zat-zat gizi kecuali vitamin C karena itu hanya diberikan selama
beberapa hari.
b. Diet hiperemesis II
Diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. secara berangsur mulai diberikan
bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Pemberian minuman tidak diberikan bersama
makanan. Makanan ini rendah dalam semua zat-zat gizi kecuali vitamin A dan D.
c. Diet hiperemesis III
Diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan. Menurut kesanggupan
penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua
zat gizi kecuali kalsium.
Makanan yang dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, dan III adalah roti panggang,
biskuit, crakers, buah segar dan sari buah, minuman botol ringan, sirup, kaldu tak
berlemak, teh dan kopi encer. Sedangkan makanan yang tidak dianjurkan adalah
makanan yang umumnya merangsang saluran pencernaan dan berbumbu tajam. (Ai
Yeyeh,dkk.2010)