Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN APLIKASI KLINIS KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN COPD (CHRONIC


OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE) DI RUANG MELATI
RUMAH SAKIT PARU JEMBER

Oleh :

Elsa Windasari
NIM 152310101086

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus Aplikasi Klinis Keperawatan yang dibuat oleh:

Nama : Elsa Windasari

NIM : 152310101086

Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Copd (Chronic Obstructive


Pulmonary Disease) Di Ruang Melati Rumah Sakit Paru Jember

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :

Tanggal : Januari 2018

Jember, Januari 2018

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

NIP. NIP.

2
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... 1


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3
BAB 1. KONSEP PENYAKIT ........................................................................... 4
1.1 Definisi Penyakit ....................................................................................... 5
1.2 Epidemiologi ............................................................................................. 5
1.3 Etiologi ...................................................................................................... 6
1.4 Klasifikasi ................................................................................................. 6
1.5 Patofisiologi .............................................................................................. 8
1.6 Manifestasi Klinis ..................................................................................... 10
1.7 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 10
1.8 Penatalaksanaan ........................................................................................ 10
1.9 Pathway ..................................................................................................... 13
BAB 2. PROSES KEPERAWATAN ................................................................. 14
2.1 Pengkajian ............................................................................................... 14
2.2 Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 16
2.3 Intervensi................................................................................................. 16
2.4 Evaluasi ................................................................................................... 23
2.5 Discharge Planning ................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 26

3
BAB 1. KONSEP PENYAKIT

1.1 Definisi Penyakit


PPOK adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan
yang disebabkan oleh emfisema dan bronkitis kronis. PPOK lebih sering
menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal. PPOK ini merupakan suatu
penyakit yang terjadi di paru-paru yang berlangsung lama. Penyakit ini
bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus, dan sebagian
reversibel. PPOK juga diartikan sebagai penyakit yang menyebabkan
terjadinya hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible,
bersifat Progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap
partikel/ gas berbahaya.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai
penyakit atau gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa
ostruksi saluran pernapasan yang bersifat progresif dan tidak sepenuhnya
reversible. Obstruksi ini berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru
terhadap partikel asing atau gas yang berbahaya. Pada PPOK, bronkitis
kronik dan emfisema sering ditemukan bersama, meskipun keduanya
memiliki proses yang berbeda.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai
dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi
yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak
mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.
Penyakit paru obtruksi menahun (PPOK) adalah aliran udara
mengalami obstruksi yang kronis dan pasien mengalami kesulitan dalam
pernafasan. PPOK sesungguhnya merupakan kategori penyakit paru-paru
yang utama dan bronkitis kronis, dimana keduanya menyebabkan
perubahan pola pernafasan
1.2 Epidemiologi
PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular utama, yang
agak jarang terekpose karena kurangnya informasi yang diberikan. Di

4
Amerika Serikat data tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi PPOK
sebesar 10,1% pada laki-laki sebesar 11,8% dan untuk perempuan 8,5%.
Sedangkan mortalitas menduduki peringkat keempat penyebab terbanyak
yaitu 18,6 per 100.000 penduduk pada tahun 1991 dan angka kematian ini
meningkat 32,9% dari tahun 1979 sampai 1991. Sedangkan prevalensi
PPOK di negara-negara Asia Tenggara diperkirakan 6,3% dengan
prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam (6,7%) dan China (6,5%)
(Oemiati, 2013).

1.3 Etiologi
Menurut Arif Muttaqin, (2008: 156 ) penyebab dari Penyakit Paru
Obstruksi Kronik adalah :
a. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronkhitis
kronik dan emfisema.

5
b. Adanya infeksi : Haemophilus influenzae dan streptococcus
pneumonia.
c. Polusi oleh zat- zat pereduksi.
d. Faktor sosial- ekonomi : keadaan lingkungan dan ekonomi yang
memburuk.

1.4 Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obtruksi kronik
adalah :
1. Bronkitis kronis
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari
disertai dengan pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan dalam
satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun.
2. Asma bronkhial
Dikarakteristikan oleh kontruksi yang dapat pulih dari otot halus
bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin,obat,
kimia dan infeksi.
3. Emfisema
Suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya
secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai
dinding alveolus.

Menurut KEMENKES RI (2008), penentuan klasifikasi (derajat)


PPOK sesuai dengan ketentuan Perkumpulan Dokter Paru Indonesia
(PDPI)/Gold tahun 2005 sebagai berikut :
1) PPOK Ringan
Gejala klinis : c. Sesak napas derajat sesak
a. Dengan atau tanpa batuk 0 sampai derajat sesak 1
b. Dengan atau tanpa Spirometri :
produksi sputum a. VEP1 ≥ 80% prediksi
(normal spirometri) atau

6
b. VEP1/KPV < 70%
2) PPOK Sedang
Gejala klinis :
a. Dengan atau tanpa batuk
b. Dengan atau tanpa
produksi sputum
c. Sesak napas derajat sesak
2 (sesak timbul pada saat
aktivitas)
Spirometri :
a. VEP1/KPV < 70% atau
b. 50% < VEP1 < 80%
prediksi

7
3) PPOK Berat
Gejala klinis :
a. Sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik
b. Eksaserbasi lebih sering terjadi
c. Disertai komplikasi kor pulmonal atau gagal jantung kanan
Spirometri :
a. VEP1/KPV < 70%
b. VEP1 < 30% prediksi
c. VEP1 > 30% dengan gagal napas kronik
Komponen dasar AGD mencakup pH, PaCO2, PaO2, SO2, HCO3 dan BE (base excesses/kelebihan basa).

1.5 Patofisiologi
Faktor risiko terjadinya PPOK diantaranya asap rokok, polusi udara, stress oksidatif, genetik tumbuh kembang paru dan sosial ekonomi. Kebiasaan
merokok menjadi satu-satunya penyebab terpenting dibandingkan faktor lainnya. Hal ini disebabkan karena di dalam asap rokok terdapat ribuan radikal bebas dan

8
bahan iritan yang apabila masuk pada saluran pernafasan akan menempel pada silia yang selalu berlendir. Selain itu produksi mucus akan bertambah banyak dan
kondisi ini sangat kondusif untuk tumbuh kuman, dan apabila kondisi tersebut berlanjut maka akan terjadi radang dan penyempitan saluran nafas serta
berkurangnya elastisitas (Prabaningtyas, 2010).

Penyempitan tersebut akan menyebabkan hambatan aliran udara yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal,
perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang disebabkan adanya suatu inflamasi kronik dan perubahan struktural pada paru. Respon inflamasi tersebut akan
menyebabkan kerusakan parenkim yang berakibat emfisema dan fibrosis saluran nafas kecil (bronkiolus). Inflamasi paru tersebut akan diperberat oleh adanya stres
oksidatif dan kelebihan proteinase. stres oksifdatif yang meningkat akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan
menimbulkan kerusakkan sel dan inflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar. Dimana aktivitas sel tersebut akan menyebabkan
dilepaskannya faktor kemotaktik neutrofil seperti interleukin 8 dan leukotrien B4, tumor necrosis factor (TNF), Monocyte chemotactic peptide (MCP)-1 dan
reactive oxygen species (ROS). Faktor-faktor tersebut merangsang neutrofil melepaskan protease yang akan merusak jaringan ikat parenkim paru sehingga
menyebabkan emfisema serta memicu stimulasi hipersekresi mukus. Kerusakan parenkim paru ini akan menyebabkan penurunan transfer gas. Perubahan
berikutnya dapat berupa pembesaran kelenjar mukus dan hyperplasia sel goblet sehingga terjadinya batuk dan produksi mukus berlebih. Perubahan ini memberi
gejala sebagai bronkitis kronis (Rosyid, 2015).

Merokok dan berbagai partikel berbahaya seperti inhalasi dari biomass fuels meyebabkan inflamasi pada paru, respon normal ini kelihatannya berubah pada
pasien yang berkembang menjadi PPOK. Respon inflamasi kronik dapat mencetuskan destruksi jaringan parenkim (menyebabkan emfisema), mengganggu
perbaikan normal dan mekanisme pertahanan (menyebabkan fibrosis jalan nafas kecil) yang menimbulkan kerusakkan pada dinding bronkiolus terminalis, akibat
nya bronkus kecil (bronkiolus terminalis) akan mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi sehingga udara akan mudah masuk pada saat inspirasi
namun pada saat ekspirasi udara akan terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara yang sering disebut dengan air trapping, Hal inilah yang
menyebabkan adanya keluhan sesak napas (Hartono, 2011).

1.6 Manifestasi Klinis


Gejala yang dominan pada PPOK adalah sesak napas yang sering dimulai saat aktivitas, sering kali terdapat batuk produktif menghasilkan sputum. Gejala
umum bersifat progresif dengan sesak nafas yang semakin berat, terdapat eksaserbasi, seringkali berhubungan dengan infeksi, dimana terdapat sesak nafas yang
semakin berat, batuk, mengi dan produksi sputum. Biasanya terjadi pasien berusia lebih dari 45 tahun.
9
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain:
1) Radiologi (foto toraks)
a) Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
b) Pada bronkitis kronik :
- Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
2) Spirometri
a) Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
- Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagidan sore, tidak lebih dari 20%
b) Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudianilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1
atau APE < 20% nilai awal dan< 200 ml

10
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

3) Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi hipoksia kronik)
4) Analisa gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
5) Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi)

1.8 Penatalaksanaan
Secara umum tata laksana PPOK adalah sebagai berikut :
a) Pemberian obat-obatan
1) Bronkodilator (antikolinergik, agonis beta-2, kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2, xantin)
Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada eksaserbasi digunakan oral atau sistemik.
2) Anti inflamasi (metilprednisolon atau prednison)
Untuk penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Pada eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau
sistemik.
3) Antibiotik (amoksisilin, makrolid, amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid baru)
Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan eksaserbasi. Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman
setempat.
4) Mukolitik
Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan simtomatik bila terdapat dahak yang lengket dan kental.
5) Antitusif (agonis beta-2, antikolinergik, teofilin)
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu. Penggunaan secara rutin merupakan kontraindikasi.

11
b) Pengobatan penunjang
1) Rehabilitasi
a. Edukasi
b. Berhenti merokok
c. Latihan fisik dan respirasi
d. Nutrisi
2) Terapi oksigen
Harus berdasarakan analisa gas darah baik pada penggunaan jangka panjang atau pada eksaserbasi. Pemberian yang tidak berhati-hati dapat
menyebabkan hiperkapnia dan memperburuk keadaan. Penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil derajat berat dapat memperbaiki kualitas
hidup.
3) Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik invasif digunakan di ICU pada eksaserbasi berat. Ventilasi mekanik non invasif digunakan di ruang rawat atau di rumah sebagai
perawatan lanjutan setelah eksaserbasi pada PPOK berat.
4) Operasi paru
Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang besar atau transplantasi paru.
5) Vaksinasi influenza
Untuk mengurangi timbulnya eksaserbasi pada PPOK stabil. Vaksinasi influensa diberikan pada :
a. Usia diatas 60 tahun
b. PPOK sedang dan berat

12
Clinical Pathway

PPOK
Kemampuan pertukaran
O2 dan CO2
Bronkitis kronis Emfisema Rokok & Polusi

Kadar O2 , CO2
Inflamasi pada bronkus Perubahan anatomis Inflamasi Bersihan jalan nafas tidak
parenkim paru efektif
Suplai O2 ke seluruh tubuh
tidak adekuat Penyempitan bronkus Sekresi sputum
Sumbatan pada
Jumlah sel goblet
bronkiolus
Hipoksia Obstruksi
Fungsi silia

Alveoli kolaps
Gangguan pertukaran gas
Insufiensi pernapasan Ketidakseimbangan
ventilasi perfusi
Sesak Kapasitas vital

Ventilasi
Hipoksemia
Pola nafas tidak efektif
Rasio volume residual terhadap
kapasitas total paru

Metabolisme anaerob Defisit energi Malaise Gangguan perfusi


Intoleransi aktivitas
terhambat jaringan

Ketidakseimbangan nutrisi
ATP Anoreksia
kurang dari kebutuhan tubuh
13
BAB 2. PROSES KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
Engram (2000) menambahkan pengkajian data dasar pada pasien dengan Penyakit
Paru Obstruktif Kronis adalah :
a. Riwayat atau adanya faktor-faktor penunjang
1) Merokok produk tembakau
2) Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat
3) Riwayat alergi pada keluarga
4) Riwayat asma pada masa kanak-kanak
b. Riwayat atau adanya faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi,
seperti alergen (serbuk, debu, kulit, serbuk sari, jamur) stress emosional,
aktivitas fisik berlebihan, polusi udara, infeksi saluran nafas, kegagalan
program pengobatan yang dianjurkan.
c. Pemeriksaan fisik yang berdasarkan pengkajian sistem pernafasan yang
meliputi :
1) Manifestasi klasik dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis adalah :
a) Peningkatan dispnea (paling sering ditemukan).
b) Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot
abdominal, mengangkat bahu saat inspirasi, nafas cuping hidung).
c) Penurunan bunyi nafas.
d) Takipnea.
e) Ortopnea.
2) Gejala – gejala menetap pada proses penyakit dasar :
a) Bronkitis
(1) Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan,
yang biasanya terjadi pada pagi hari dan sering diabaikan
oleh perokok (disebut batuk perokok).
(2) Inspirasi ronkhi kasar (crackles) dan mengi.
(3) Sesak nafas.
b) Bronkitis (Tahap Lanjut)
(1) Penampilan sianosis (karena polisitemia yang terjadi akibat
dari hipoksemia kronis)
(2) Pembengkakan umum atau penampilan “puffy” (disebabkan
oleh edema asistemik yang terjadi sebagai akibat dari kor
pulmonal), secara klinis, pasien ini umumnya disebut “blue
bloaters”.
c) Emfisema
(1) Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter
toraks anterior posterior meningkat sebagai akibat hiperinflasi
paru-paru).
(2) Fase ekspirasi memanjang.
d) Emfisema (Tahap Lanjut)
(1) Hipoksemia dan hiperkapnia tetapi tak ada sianosis pasien ini
sering digambarkan secara klinis sebagai “pink puffers“.
(2) Jari-jari tabuh.
d. Pemeriksaan diagnostik :
1) Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi.
2) Sinar x dada menunjukkan hiperinflasi paru-paru, pembesaran jantung
dan bendungan pada area paru-paru.
3) Pemeriksaan fungsi paru menunjukkan peningkatan kapasitas paru-paru
total (KPT) dan volume cadangan paru (VC), penurunan kapasitas vital
(KV), dan volume ekspirasi kuat (VEK).
4) Jumlah Darah Lengkap menunjukkan peningkatan hemoglobin,
hematokrit, dan jumlah darah merah (JDM).
5) Kultur sputum positif bila ada infeksi.
6) Esei imunoglobin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum
(Immunoglobulin E) jika asma merupakan salah satu komponen
7) dari penyakit tersebut.
2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronik) menurut teori diagnosa keperawatan NANDA
NIC NOC adalah sebagai berikiut:

15
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas, hiperventilasi.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan
posisi.
6) Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman
terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.

2.3 Intervensi
2.4 N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
o keperawatan
1 Bersihan jalan nafas NOC : Setelah dilakukan NIC :
tidak efektif. perawatan selama 3x24 jam Hisap Jalan nafa
maka pasien menunjukkan Aktivitas-aktivitas:
indikator: 1.Informasikan pada klien

Status Respirasi : Jalan dan keluarga tentang suction


napas paten 2.Minta pasien nafas dalam

1.Mendemonstrasikan batuk sebelum suction


efektif dan suara nafas yang 3.Monitor status oksigen
bersih, mampu mengeluarkan pasien
sputum, dan mampu bernafas 4.Posisikan pasien untuk
dengan baik. memaksimalkan ventilasi

2.Menunjukkan jalan nafas 5.Auskultasi suara nafas,


yang paten catat adanya suara tambahan

3.Mampu mengidentifikasi dan 6. Kolaborasi terapi

mencegah faktor yang dapat bronkodilator


menghambat jalan nafas 7. anti implamasi

16
2 Pola nafas tidak NOC : Setelah dilakukan NIC :
efektif perawatan selama 3x24 jam Manajemen Jalan Nafas
maka pasien menunjukkan Aktifitas-aktifitas :
indikator: 1.Posisikan pasien untuk
Status Respirasi : Ventilasi memaksimalkan ventilasi
1.Mendemonstrasikan batuk 2.Identifikasi pasien perlunya
efektif dan suara nafas yang pemasangan alat jalan nafas
bersih, tidak ada sianosis dan buatan
dispneu 3.Keluarkan secret dengan
2.Menunjukkan jalan nafas batuk efektif atau suction
yang paten (frekuensi 4.Auskultasi suara nafas,
pernafasan dalam rentan catat adanya suara tambahan
normal, suara nafas abnormal) 5.Monitor respirasi dan status
3.Memastikan tanda-tanda vital O2
normal ( tekanan darah, nadi, Terapi Oksigen
pernapasan) Aktifitas-aktifitas :
1.Pertahankan jalan nafas
yang paten
2.Atur peralatan oksigen
3.Monitor aliran oksigen
4.Observasi adanya tanda-
tanda hipoventilasi
5.Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigen
Monitor tanda vital
1.Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2.Catat adanya fluktuasi
darah
3.Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama dan setelah
aktivitas

17
4.Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5.Monitor pola pernapasan
normal
6.Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit

3 Gangguan pertukaran NOC : Setelah dilakukan NIC :


gas. perawatan selama 3x24 jam Manajemen Jalan Nafas
maka pasien menunjukkan Aktivitas-aktivitas:
indikator: 1.Posisikan pasien untuk
Status Respirasi : Pertukaran memaksimalkan ventilasi
Gas 2.Identifikasi pasien perlunya
1.Mendemonstrasikan pemasangan alat jalan nafas
peningkatan ventilasi dan buatan
oksigen yang adekuat 3.Lakukan fisioterapi dada
2.Memelihara kebersihan paru- jika perlu
paru dan bebas dari tanda- 4.Berikan bronkodilator bila
tanda distress perlu
3.Mendemonstrasikan batuk 5.Auskultasi suara nafas,
efektif dan suara nafas yang catat adanya suara tambahan
bersih, tidak ada sianosis dan Monitor Respirasi
dipsneu 1.Monitor rata-rata
4.Tanda-tanda vital dalam kedalaman, irama, dan usaha
rentan normal respirasi
2.Catat pergerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular
dan intercostal
3.Monitor suara nafas seperti
dengkur

18
4.Monitor pola nafas :
bradipneu, takipneu,
kusmaul, dan hiperventilasi
5.Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan/tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan

19
4. Ketidakseimbangan Asupan nutrisi tidak cukup NIC :
nutrisi kurang dari untuk memenuhi kebutuhan Manajemen nutrisi
kebutuhab kebutuhan metabolik. Aktivitas-aktivitas:
NOC : Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi
perawatan selama 3x24 jam makanan
maka pasien menunjukkan 2. Kolaborasi dengan
indikator: ahli gizi untuk
Status Nutrisi : makanan dan menentukan
cairan jumlah kalori dan
1.Berat badan ideal sesuai nutrisi yang
dengan tinggi badan dibutuhkan.
2.Mampu mengidentifikasi 3. Berikan makanan
kebutuhan nutrisi yang terpilih
3.Tidak ada tanda malnutrisi 4. Memberikan
4.Tidak terjadi penurunan berat informasi tentang
badan yang berarti kebuutuhan nutrisi
5.Menunjukkan peningkatan 5. Ajarkan pasien
fungsi pengecapan dari menelan untuk membuat
6.Adanya peningkatan berat catatan makanan
badan sesuai dengan tujuan harian
6. Mengkaji
kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
7. Aspek makan
sedikit tapi sering
8. Makan selagi
masih hangat

20
5. Gangguan pola tidur Interupsi jumlah waktu dan NIC :
kualitas tidur akibat faktor Peningkatan tidur
eksternal. Aktivitas-aktivitas:
NOC : Setelah dilakukan 1.Determinasi efek-efek
perawatan selama 3x24 jam medikasi
maka pasien menunjukkan 2.Jelaskan pentingnya tidur
indikator : yang adekuat
Istirahat : Tingkat dan pola 3.Ciptakan lingkungan yang
1.Jumlah jam tidur dalam batas nyaman
normal 6-8 jam/ hari 4.Diskusikan dengan pasien
2.Pola tidur, kualitas dalam batas dan keluarga tentang teknik
normal tidur pasien
3.Perasaan segar sesudah tidur 5.Instruksikan untuk
atau istirahat memonitor tidur pasien
4.Mampu mengidentifikasi hal- 6.Monitor waktu makan dan
hal yang meningkatkan tidur minum dengan waktu tidur
7.Monitor/catat kebutuhan
tidur pasien setiap hari dan
jam

21
2.4 Evaluasi
NO Diagnosa Evaluasi
1. 00031. S : Pasien mengatakan mampu bernafas dengan
Ketidakefektifan
mudah dan mengeluarkan sputum.
bersihan jalan
napas O : Pasien mampu beraktifitas yang tepat

A : Tujuan intervensi tercapai


2. 00032. S : Pasien mengatakan frekuensi nafas normal
Ketidakefektifan P: Hentikan intervensi
O : Tanda-tanda vital dalam batas normal
pola nafas
A : Tujuan intervensi tercapai
3. 00030. Gangguan S : Pasien mengatakan mampu melakukan batuk
P: Hentikan intervensi
Pertukaran Gas efektif dengan baik

O : Tanda-tanda vital normal


A : Tujuan intervensi tercapai
4. 00002 S
P :: Hentikan
Pasien mengatakan
intervensi mampu memilih makanan

Ketidakseimbangan dan aktivitas fisik dengan klien dengan cara yang


Nutrisi Kurang tepat
Dari Kebutuhan O : Pasien mampu eraktifitas yang tepat
Tubuh
A : Tujuan intervensi tercapai
5. 00198 S
P ::Klien mengatakan
Hentikan “Saya sudah bisa mentoleransi
intervensi
Gangguan Pola nyeri dan rasa nyaman meningkat”
Tidur O : Tanda-tanda vital dalam batas normal
A : Tujuan intervensi tercapai
P : Hentikan intervensi

6. 00146 S : Pasien mengatakan “saya sudah tidak merasa dan


Ansietas bisa mengendalikan rasa cemas saya”
O : Tanda tanda vital dalam batas normal
A : Tujuan intervensi tercapai
P: Hentikan intervensi

22
2.5 Discharge Planning
a) Masalah Yang lazim muncul pada klien
1. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
2. Pola Nafas tidak efektif
3. Gangguan Pertukaran gas
4. Kurang Pengetahuan
5. Disfungsi respon penyapihan ventilator
6. Resiko Aspirasi
7. PK : Syok Septik
8. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
9. Hipertermia
b) Discharge Planning
1. Evaluasi kesiapan untuk pulang. Faktor yang dikaji adalah sebagai berikut
:
a. Status pernafasan yang stabil
b. Masukan nutrisi dan pertumubuhan yang adekuat
c. Kebutuhan obat yang stabil
d. Rencana pengobatan medis yang realistik untuk di rumah
2. Beri instruksi pemulangan kepada orang tua seperti berikut :
a. penjelasan tentang penyakit
b. bagaimana memantau tanda tanda distress pernafasan dan masalah
medis lainnya
c. kebutuhan makan perorangan
d. kebutuhan bayi sehat
e. kapan harus memanggil dokter
f. bagaimana melakukan resusitau jantung paru
g. penggunaan peralatan dirumah dan pemantauan
h. bagaimana memberi dan memantau efek pengobatan
i. pencegahan infeksi
j. pentingnya daerah bebas rokok
k. aktivitas perkembangan yang tepat
l. pengenalan isyarat stress dan interaksi pada bayi
m. sumber di komunitas dan sarana pendukung yang ada.

23
3. Lakukan program tindak lanjut untuk memantau kebutuhan pernafasan,
nutrisi, perkembangan, dan kebutuhan khsus lainnya yang sifatnya terus
menerus.
a. Bantu orang tua membuat janji kunjungan pemeriksan tindak lanjut yang
pertama, beri catatan tertulis tentang kapan janji itu harus dilaksanakan
b. Buat rujukan untuk kunjungan keperawatan di rumah sesuai yang
dibutuhkan bayi dan keluarga

24
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2.
Jakarta: EGC

Engram, Barbara. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta
: EGC Buku Kedokteran.

Khairani, F. (2013) Hubungan Antara Skor COPD Assessment Test (CAT) dengan Rasio
Fev1/Fvc Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok) Klinis. Semarang
Jurusan Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, Semarang. Diakses
Melalui http://eprints.undip.ac.id Pada Tanggal 09 Januari 2018

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/SK/XI/2008


tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

Oemiati, Ratih. 2013. Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, Juni 2013: 82-88. Diakses pada 09 Januari
2018melaluihttp://ejournal.litbang.depkes.go.id/
index.php/MPK/article/view/3130

25

Anda mungkin juga menyukai