Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2002).
Gagal Ginjal Kronik merupakan Gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (Retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah). (Brunner dan Suddart 2001).
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21%. Sedangkan glomerulonefritis menjadi
yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau
nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3, 4%. Penyebab yang
tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21
%. (US Renal System)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis dapat menyimpulkan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit gagal ginjal kronik?
2. Apa saja etiologi penyakit gagal ginjal kronik?
3. Bagaimana kalsifikasi penyakit gagal ginjal kronik?
4. Apa saja manifestasi penyakit gagal ginjal kronik?
5. Bagaimana patofisiologi penyakit gagal ginjal kronik?
6. Bagaimana penatalaksanaan penyakit gagal ginjal kronik?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang penyakit gagal ginjal kronik?
8. Bagaimana komplikasi penyakit gagal ginjal kronik?

1
9. Bagaimana asuhan keperawatan teori penyakit gagal ginjal kronik?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan Khusus
Untuk mengetahui konsep dasar penyakit ginjal kronik.
Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit gagal ginjal kronik
2. Untuk mengetahui apa saja etiologi penyakit gagal ginjal kronik.
3. Untuk mengetahui apa manifestasi penyakit gagal ginjal kronik
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisilogi penyakit gagal ginjal kronik.
5. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan penyakit gagal ginjal kronik.
6. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan penyakit gagal ginjal kronik.
7. Untuk mengetahui bgaimana pemeriksaan penunjang penyakit gagal ginjal kronik.
8. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi penyakit gagal ginjal kronik.
9. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan penyakit gagal ginjal kronik.
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan di atas penulis dapat menyimpulkan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi institusi pendidikan, hasil makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan
di bidang kesehatan sebagai bahan informasi.
2. Bagi pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai materi tentang konsep
penyakit gagal ginjal kronik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penyakit Gagal Ginjal Kronik


Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).
Gagal Ginjal Kronik merupakan Gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (Retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah). (Brunner dan Suddart 2000).

2.2 Etiologi Penyakit Ginjal Kronik

Begitu banyak kondisi klinis yang bias menyebabkan terjadinya gagal ginjal
kronis. Akan tetapi apa pun sebabnya respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal
yang progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bias
disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.

1. Penyakit dari ginjal


a. Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonephritis
b. Infeksi kuman : pyelonephritis
c. Batu ginjal: nefrolitiasis
d. Kista di ginjal : polcystis kidney
e. Trauma langsung pada ginjal
f. Keganasan pada ginjal
g. Sumbatan: tumor, batu, penyempitan
2. Penyakit umum di luar ginjal
a. Penyakit sistemik : DM, Hipertensi, Kolesterol tinggi

3
b. SLE
c. Dyslipidemia
d. Infeksi di badan: TBC paru,sifilis malaria, hepatitis
e. Preeklamsi
f. Obat-obatan
g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21%. Sedangkan glomerulonefritis menjadi
yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau
nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3, 4%. Penyebab yang
tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif, lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21
%. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006). Penyebab gagal ginjal kronis
yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis
menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes
melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%,
dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).

2.3 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft
Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59

4
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam.Jakarta : FKUI

Rumus GFR For Male = (140-age) x wt (kg)/ (72 x Serum Creatinin)

GFR for Female= GFR (females)= GFR (males) x 0,85

Menurut stadium dari Chronik Kidney Disease ada 3 yaitu :


1) Stadium Pertama
Dinamakan penurunan cadangan ginjal, selama stadium ini kreatinin
serum dan kadar BUN Normal, Creatinin Clerance berkisar 40-70 ml/mnt.
Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang
berat pada ginjal tersebut. Seperti, tes pemekatan kemih yang lama atau dengan
mengadakan tes GFR yang teliti.
2) Stadium Kedua
Perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak. (GFR besarnya 25% dari normal) kadar
BUN mulai meningkat diatas batas normal, kadar kreatinin serum juga mulai
meningkat melebihi kadar normal. Kegagalan ginjal pada stadium kedua dimana
nilai creatinin clearance 20-40 ml/mnt. Gejala nokturia dan poliuria timbul,
gejala ini timbul sebagai respon terhadap stres dan perubahan makanan atau
minuman secara tiba-tiba.

3) Stadium Ketiga
Stadium akhir gagal ginjal proresif, disebut gagal ginjal stadium akhir
uremia, gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari masa nefron
telah hancur atau sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh, nilai GFR hanya
10% dari keadaan normal dan creatinin clearance 5 ml/mnt. Pada keadaan ini
kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok

5
sebagai respon terhadap GFR yang mengalami penurunan. Pada stadium akhir
gagal ginjal penderita mulai mengalami gejala-gejala yang cukup parah, karena
ginjal sudah tidak sanggup lagi mempertahankan homoestasis cairan dan
elektrolit dalam tubuh.

2.4 Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronik

Menurut Brunner dan Suddarth(2002),Slamet Suyono(2001) dan Sylvia A.


Price,(2000) adalah sebagai berikut : Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis
kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel dari berbagai penyebab diantaranya
infeksi, penyakiy peradangan, penyakit vaskular hipertensif, gangguan jaringan
penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik (DM,
Hipertiroidisme), Nefropati toksik (penyalahgunaan analgesik),
nefropatiobstruktif(saluran kemih bagian atas dan saluran kemih bagian bawah).

Pada saat fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang
normalnya di ekskresikan kedalam urine menjadi tertimbun didalam darah, sehingga
terjadinya uremia dan mempengaruhi sistem sistem tubuh, akibat semakin banyaknya
tertimbun produk sampah metabolik, sehingga kerja ginjal akan semakin berat.

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dan penurunan
jumlah glomeruli yang dapat menyebabkan penurunan klirens. Substansi darah yang
seharusnya dibersihkan, tetapi ginjal tidak mampu untuk memfiltrasinya. Sehingga
mengakibatkan kadar kreatinin serum, nitrogen, urea darah (BUN) meningkat. Ginjal
juga tidak mampu mengencerkan urine secara normal. Sehingga tidak terjadi respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehingga terjadi
tahanan natrium dan cairan. (Brunner & Suddarth, 2002).

Asidosis metabolik dapat terjadi karena ketidakmampuan ginjal


mengekspresikan muatan asam yang berlebihan terutama amoniak (NH3) dan
mengabsorpsi bikarbonat.

Anemia, terjadi akibat berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga


rangsangan eritropoisis pada sumsum tulang menurun, hemolisis akibat berkurangnya

6
masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, defisiensi besi, asam folat dan lain-
lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan paling sering pada saluran cerna
dan kulit.

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat terjadi karena gangguan dalam


metabolismenya. Dengan menurunya filtrasi glomerulus dapat mengakibatkan
peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Sehingga
menyebabkan perubahan bentuk tulang. Penyakit tulang dan penurunan metabolisme
aktif vitamin D karena terjadi perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan
parathormon sehingga menyebabkan osteodistrofi (penyakit tulang uremik).

2.5 Manifestasi Klinis

Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :

1) Manifestasi kardiovaskuler

Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.

2) Manifestasi dermatologi

Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.

3) Manifestasi Pulmoner

Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul

4) Manifestasi Gastrointestinal

7
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal.

5) Manifestasi Neurologi

Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas


pada telapak kaki, perubahan perilaku.

6) Manifestasi Muskuloskeletal

Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop

7) Manifestasi Reprodukti: Amenore dan atrofi testikule

2.6 Komplikasi

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

8
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
1. Laju Endap Darah: meningginya yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia, Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
2. Ureum dan Kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin
kurang lebih 20:1.
3. Hiponatremi: Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalmia: biasanya terjadi pada
gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.
4. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3
pada GGK.
5. Phosphate: alkaline meninggi akibat gangguan metabolism tulang, terutama Isoenzim
fosfatase lindi tulang

Diagnostik

1. Radiologi ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
2. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa
kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
3. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
4. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
5. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
6. Foto Polos Abdomen untuk menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau
obstruksi lain.
7. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
8. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal, anatomi sistem pelviokalises,
dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan
ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.

9
9. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta
sisa fungsi ginjal
10. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi pericarditis
11. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
12. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
13. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
14. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
15. Biopsi Ginjal: dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis
atau perlu untuk mengetahui etiologinya

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Medis

a) Obat anti hipertensi yang sering dipakai adalah Metildopa (Aldomet),


propanolol dan klonidin. Obat diuretik yang dipakai adalah furosemid (lasix).
b) Hiperkalemia akut dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin
intravena yang memasukan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian kalsium
glukonat 10% intravena dengan hati-hati sementara EKG terus diawasi. Bila
kadar K+ tidak dapat diturunkan dengan dialisis, maka dapat digunakan resin
penukar kation natrium polistiren sulfonat (Kayexalate).
c) Pengobatan untuk anemia yaitu : rekombinasi eritropoetin (r-EPO) secara
meluas, saat ini pengobatan untuk anemia uremik : dengan memperkecil
kehilangan darah, pemberian vitamin, androgen untuk wanita, depotestoteron
untuk pria dan transfusi darah.

10
d) Asidosis dapat tercetus bilamana suatu asidosis akut terjadi pada penderita
yang sebelumnya sudah mengalami asidosis kronik ringan, pada diare berat
yang disertai kehilangan HCO3. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan
pemberian pemberian NaHCO3 parenteral.
e) Dialisis : suatu proses dimana solut dan air mengalir difusi secara pasif
melalui suatu membran berpori dari suatu kompartemen cair menuju
kompartemen lainnya.
f) Dialisis peritoneal : merupakan alternatif dari hemodialisis pada penanganan
gagal ginjal akut dan kronik.
g) Pada orang dewasa, 2 L cairan dialisis steril dibiarkan mengalir ke dalam
rongga peritoneal melalui kateter selama 10-20 menit. Biasanya
keseimbangan cairan dialisis dan membran semipermeabel peritoneal yang
banyak vaskularisasinya akan tercapai setelah dibiarkan selama 30 menit.
h) Transplantasi ginjal : prosedur standarnya adalah memutar ginjal donor dan
menempatkannya pada fosa iliaka pasien sisi kontralateral. Dengan demikian
ureter terletak di sebelah anterior dari pembuluh darah ginjal, dan lebih mudah
dianastomosis atau ditanamkan ke dalam kandung kemih resipien.
Penatalaksanaan Keperawatan
1) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
2) Penimbangan berat badan setiap hari
3) Batasi masukan kalium sampai 40-60 mEq/hr
4) Mengkaji daerah edema.
5) Melakukan perawatan kulit
6) Lakukan perawatan oral hygien
7) Lakukan pengukuran EKG, mengindikasi adanya hyperkalemia
Penatalaksanaan diit
Tinggi karbohidrat, rendah protein, rendah natrium, batasi diit rendah protein
sampai mendekati 1g / kgBB selama fase oliguri. Untuk meminimalkan pemecahan
protein dan untuk mencegah penumpukan hasil akhir toksik. Batasi makanan dan
cairan yang mengandung kalium dan fosfor (pisang, buah dan jus-jusan serta kopi).
Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya, yaitu:

11
2.9 Pengkajian Fokus Keperawatan
Pengkajian:
1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai ndak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera
makan (anoreksi); mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau
(ureum), dan gatal pada kulit.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas,
kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau amonia, dan
perubahan emenuhan nutrisi. Kaji sudah ke mana saja klien meminta pertolongan
untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, dan prostatektomi.
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes melitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat

12
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
kemudian dokumentasikan.
4. Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialisis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
sebagai berikut :
a) Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat
terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting
sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang
terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum /
mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
b) Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
c) Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu
6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau
turun.
d) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan
tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
1. Pengkajian fisik
a) Penampilan / keadaan umum.

13
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
g) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h) Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum dan TTV

14
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat kesadaran menurun
sesuai dengan tingkat uremia di mana dapat memengaruhi sistem saraf pusat. Pada
TTV sering didapatkan adanya perubahan; RR meningkat. Tekanan darah terjadi
perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
BI (Breathing)
Klien bernapas dengan bau urine (fektor uremik) sering didapatkan pada fase ini.
Respons uremiadidapatkan adanya pernapasan kussmaul. Pola napas cepat dan
dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang
menumpuk di sirkulasi.
B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan menemuka,adanya
frichtion rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial. Didapatkan tanda dan
gejala gagal jantung kongestif. TD meningkat, akral dingin, CRT >3 detik,
palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema
penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemia, dan gangguan konduksi elektrik otot.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat
dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia
sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan
mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
B3 (Brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses pikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya
neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan
nyeri otot.
B4 (Bladder)
Penurunan urine output <400ml/hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat.
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau mulut
amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

15
B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk
saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus. demam (sepsis,
dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,
pada kulit, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1) Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
2) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder
3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan
retensi cairan dan natrium.
4) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
5) Nyeri akut
6) Gangguan Integritas Kulit.

4. Intervensi
1. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru
Manajemen Jalan Napas
Observasi
1) Monitor pola napas (Frekuensi, keadalaman, usaha napas)
2) Monitor bunyi napas tambahan
Terapeutik
1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt-dan chin-lift( jaw-thrust
jika curiga trauma servikal)
2) Posisikan semi fowler atau fowler
3) Berikan Oksigen jika perlu
Edukasi

16
1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/ hari, jika tidak kontraindikasi
Kolaborasi
1) Pemberian bronkodialtor, espektoan, mukolitik, jika perlu
Pengaturan Posisi
Observasi
1) Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah posisi
Terapeutik
1) Tempatkan pada matras atau tempat tidur terapeutik yang tepat
2) Tempatkan pada posisi terapeutik
Edukasi
1) Hindari menempatkan pada posisi yang dapat meningkatkan nyeri
Kolaborasi
1) Pemberian premedikasi sebelum mengubah posisi, jika perlu
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
Perawatan Sirkulasi
Observasi
1) Periksa sirkulasi perifer ( mis. nadi perifer, edema, pengisihan kapiler,
warna , suhu, ankle bronkial indeks)
2) Identifikasi factor resiko ganguan sirkulasi
3) Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik
1) Tempatkan pada posisi terapeutik
Edukasi
1) Anjurkan penggunaan obat dan olahraga
2) Laporkan tanda dan gejala darurat jika ada
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat antikoagulan , jika perlu
3. Nyeri Akut
Manajemen Nyeri
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

17
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
Terapeutik
1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri ( mis. TENS,
hypnosis, akupressur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompers hangat / dingin, terapi bermain)
Edukasi
1) Jelaskan strategi meredakan nyeri
2) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgesic jika perlu

Terapi Relaksasi
Observasi
1) Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, suhu sebelu dan
sesudah latihan.
2) Monitor respon terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
1) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan
suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
Edukasi
1) Anjurkan mengambil posisi nyaman
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan
retensi cairan dan natrium
Manajemen Cairan
1) Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan masukan dan
haluaran, turgor kulit dan adanya edema
2) Batasi masukan cairan
3) Identifikasi sumber potensial cairan
4) Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan cairan
5) Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.

18
Terapi Hemodalisi
1) Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah (misalnya BUN, kreatinin,
natrium, pottasium, tingkat phospor) sebelum perawatan untuk
mengevaluasi respon terhadap terapi.
2) Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi, pernapasan, dan tekanan
darah untuk mengevaluasi respon terhadap terapi.
3) Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah yang tepat dari
cairan berlebih di tubuh klien.
4) Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk menyesuaikan panjang
dialisis, peraturan diet, keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk
mengatur cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan

5. Defisit Nutrisi berhubungan dengan anoreksia mual muntah.


Manajemen Nutrisi
Observasi
1) Identifikasi Nutrisi
2) Monitor asupan makanan
3) Monitor hasil laporan laboratorium
Terapeutik
1) Fasilitasi pedoman penggunaan diet
Edukasi
1) Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang di butuhkan
6. Gangguan Integritas Jaringan
Perawatan Integritas Kulit
Observasi
1) Identifikasi penyebba gangguan integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, penurunan kelembapan, suhu lingkungan ekstrim,
penurunan mobilitas)

19
Terapeutik
1) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
Edukasi
1) Anjurkan minum air yang cukup
2) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010). Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah
menjadi etiologi tersering terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21%.
Sedangkan glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis
tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal
polikistik masing-masing 3, 4%. Stadium dari Chronik Kidney Disease ada 3yaitu :
1) Stadium Pertama
2) Stadium Kedua
3) Stadium Ketiga
Menurut Brunner dan Suddarth(2002), adalah sebagai berikut : Gagal ginjal
merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel dari
berbagai penyebab diantaranya infeksi, penyakiy peradangan, penyakit vaskular
hipertensif, gangguan jaringan penyambung, gangguan kongenital dan herediter,
penyakit metabolik (DM, Hipertiroidisme), Nefropati toksik (penyalahgunaan
analgesik), nefropatiobstruktif(saluran kemih bagian atas dan saluran kemih bagian
bawah). Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala.
3.2 Saran
1) Bagi Institusi Pendidikan
Sebaiknya pihak yang bersangkutan memberikan pengarahan yang lebih
mengenai konsep penyakit ginjal kronik
2) Bagi Mahasiswa
Mengenai makalah yang kami buat, bila ada kesalahan maupun ketidak
lengkapan materi mengenai konsep penyakit ginjal kronik. Kami mohon maaf,
kamipun sadar bahwa makalah yang kami buat tidaklah sempurna. Oleh karena itu
kami mengharap kritik dan saran yang membangun.

21
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management for
Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2005
Brunner and Suddarth. (2002). Hand Book for Brunner & Suddarth Text Book Medical Surgical
Nursing. (Penerjemah Yasmin Asih, S.Kp). Lipincott –

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Johnson, M. Etal. Nursing Intervension Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010
Tim Pokja SIKI PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Smeltzer,S.C dan Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
. Edisi ke-8. Jakarta: EGC
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006

22

Anda mungkin juga menyukai