Anda di halaman 1dari 58

Tn.

Mulyadi, 20 th

KU : - Mata kiri merah sejak 3 hari lalu

- Epiforia

KT : - Gatal, lengket, berlendir RPD : - tidak trauma RPO : Menggunakan insto dan tidak
- Pagi sulit membuka mata ada perbaikan
- Tidak pernah sakit
krn ada kotoran seperti ini Rsos: - anak ke5 dr 6 bersaudara
berwarna kuning di
kelopak mata RPK : Keluarga tidak pernah - Tidak punya pekerjaan tetap
- Visus normal, tidak sakit seperti pasien - Tamatan SD
fotofobia
- Mata kanan normal

HIPOTESA : Mata Merah Visus Normal Bersekret

- Konjungtivitis OS
- Skleritis OS

Kelainan Palpebra

- Blefaritis OS
- Kalazion OS

PEMERIKSAAN
STATU S GENERALISATA STATUS OD OS
OPHTALMIKUS
Keadaan Umum : Sakit Ringan VISUS TANPA 6/6 6/6
KOREKSI
Kesadaran : CM kooperatif VISUS DGN KOREKSI - -
REFLEKS FUNDUS + +
TV : DBN SILLIA/SUPERSILIA DBN KRUSTA
PALPEBRA SUPERIOR DBN UDEM
Mata : DBN PALPEBRA INFERIOR DBN UDEM
MARGO PALPEBRA HORDEOLUM (-) HORDEOLUM (-)
THT : DBN KALAZION (-) KALAZION (-)
APARATUS DBN HIPERLAKRIMASI
Leher : DBN LAKRIMALIS
KONJUNGTIVA DBN HIPEREMIS
Thorak : DBN TARSAL
KONJUNGTIVA DBN KHEMOSIS
Abdomen : DBN FORNIKS
KONJUNGTIVA BULBI DBN HIPEREMIS, INJEKSI
Ekstremitas : DBN KONJUNGTIVA,
SEKRET MUKOID
SCLERA PUTIH PUTIH
KORNEA BENING BENING
PX MIKROBIOLOGI COA CUKUP DALAM CUKUP DALAM
IRIS DBN DBN
Bentuk : Coccus PUPIL DBN DBN
LENSA BENING BENING
Susunan : anggur KORPUS VITREUM BENING BENING
FUNDUS TDK DIPERIKSA TDK DIPERIKSA
Warna : Ungu TEKANAN BULBUS DBN DBN
OKULI
GERAKAN BULBUS DBN DBN
OKULI

DIAGNOSA

BLEFARO KONJUNGTIVITIS
BAKTERIALIS OS e.c STREPTOCOCCUS

FARMAKO NON FARMAKO

Antibiotic topical pada mata Edukasi kebersihan diri dan lingkungan


PEMBAHASAN

1. ANAMNESA
- KU : mata merah yang bersifat akut dan adanya epiforia

Kita bisa mengambil hipotesa : ~ Blefaritis ~ Keratitis

~ Konjungtivitis ~ Skleritis

~ Trauma Mata ~ Kalazion

~ Benda asing pada mata

- KT
~ Kita bisa menghapus Keratitis, karena pada keratitis terdapat penurunan visus secara
mendadak dan fotofobia
~ Menguatkan hipotesa yang diambil dari KU, yaitu konjungtivitis
Karena secret hanya dikeluarkan oleh sel goblet konjungtiva
~ Dan menguatkan blefaritis karena adanya kotoran bewarna kuning melekat pada
palpebra, kemungkinan adanya infeksi/kelainan pada palpebranya
- RPD
Dapat menghapus hipotesa Trauma Mata
- RPK
Menunjukan tidak berkaitan dengan genetic
- RPO
Dapat menghapus adanya benda asing di mata.
Karena insto atau obat tetes mata yang dijual bebas di pasaran fungsinya untuk mengeluarkan
benda asing yang ada di mata.
Disini pasien menggunakan insto tetapi tidak ada perbaikan.
- RPsos
Ditanyakan untuk memberikan info etiologi, pemberian obat dan prognosis.

Jadi, dari anamnesa kita bisa mengambil hipotesa :

~ Mata Merah Visus Normal Bersekret

- Konjungtivitis OS
- Skleritis OS

~ Kelainan Palpebra

- Blefaritis OS
- Kalazion OS
2. PEMERIKSAAN

Status Generalisata

- KU : Sakit Ringan
Karena pasien merasakan sakit pada matanya
- Kesadaran
Tidak ada penurunan kesadaran
- TV
Tidak mengganggu sistemik
- Mata
Konjungtiva tidak anemis => Keluhan pada mata tidak disebabkan karena anemia
Sklera tidak ikterik => keluhan pada mata tidak disebabkan karena gangguan metabolism di hati
- THT
Normal, KGB preaurikuler tidak membesar => tidak adanya infeksi atau metastasis sel tumor
- Leher
KGB tidak membesar => tidak adanya infeksi atau sel metastasis tumor
- Thoraks, Abdomen,Ekstremitas
Normal => tidak mengganggu atau berasal dari organ lain

Status Ophtalmikus

- Visus Normal => tidak ada gangguan pada media refraksi mata
- Refleks Fundus => Retina masih normal
- Silia/Supersilia OS ada krusta => adanya infeksi di OS
- Palpebra Superior & Inferior OS udem => menunjukan adanya peradangan pada palpebra
menguatkan hipotesa Kelainan palpebra
- Margo Palpebra => menghapus hipotesa kalazion
- Aparatus Lakrimalis OS epiforia => adanya pertahanan mata terhadap gangguan yang terjadi
pada pasien sehingga mengakibatkan epiforia
- Konjungtiva tarsal OS hiperemis => adanya inflamasi
- Konjungtiva forniks OS khemosis => adanya inflamasi
- Konjungtiva bulbi OS hiperemis, injeksi konjungtiva, ada secret mukoid => menguatkan
blefaritis dan konjungtivitis
- Sclera di kedua mata putih => mencoret hipotesa skleritis, karena jika pasien mengalami
skleritis pada pemeriksaan pembuluh darah melebar sehingga mengakibatkan mata merah
- Kornea di kedua mata bening => pasien memang tidak mengalami keratitis
- COA normal => menunjukkan tidak adanya glaucoma akut, disini diperiksa karena mata merah
dapat disebabkan oleh glaucoma akut.
- Iris normal => diperiksa karena mata merah juga dapat disebabkan karena iritis akut
- Pupil => normal
- Lensa => diperiksa untuk mengetahui pasien mengalami katarak atau tidak
- Korpus Vitreus => normal
- Tekanan bulbus okuli => diperiksa untuk membuktikan ada atau tidak glaucoma.
- Gerakan bulbus okuli => untuk memeriksa apakah ada kelainan nervus dan otot atau tidak.

PX MIKROBIOLOGI

Menunjukkan bahwa etiologinya adalah bakteri Streptococcus

Jadi, Diagnosa : Blefaro Konjungtivitis Bakterialis OS e.c Streptococcus

3. PENGOBATAN
- Streptococcus : bakteri gram + bersifat anaerob fakultatif
Tidak dapat mereduksi nitrat, mampu memfermentasikan glukosa
Bakteri non motil yang tidak membentuk spora

Disini kita memberikan antibiotic topical mata untuk bakteri gram +, yaitu kloramfenikol atau
nama patennya Erlamycetin eye

- Untuk non farmako


Kita beri edukasi tentang kebersihan diri dan lingkungannya
PATOFISIOLOGI

Tn. Mulyadi, 20 tahun

Tamatan SD

Pengetahuan kebersihan diri dan lingkungan rendah

Mudah terinfeksi

Terinfeksi bakteri Streptococcus di OS

Mekanisme pertahanan tubuh Menginfeksi

Merangsang peningkatan produksi Palpebra Konjungtiva

Air mata

BLEFARITIS KONJUNGTIVITIS

EPIFORIA

Proses Inflamasi

Dilatasi PD Keluar Histamin Migrasi sel-sel radang di sekitar Konjungtiva

MATA MERAH GATAL KEMOSIS Infiltrasi sel-sel radang Sel-sel radang +


fibrin &

Di sekitar palpebra mukus dr sel goblet

PSEUDOPTOSIS SEKRET MUKOID


MATA SULIT DIBUKA

NB : penutupan palpebra membuat suhu mata = suhu badan.

Suhu badan : incubator optimal kuman, sehingga kuman berkembang biak dgn baik

Sekret lebih banyak

MATA SULIT DIBUKA TERUTAMA PAGI HARI


Anatomi Mata

1. Rongga Orbita
 Berbentuk piramida dengan basis di depan (rongga depan mata) dan apeks di
belakang.
 Tulang penyusun:
o Os frontale
o Os maxilla
o Os zygomaticum
o Os sphenoid
o Os palatine
o Os ethmoid
o Os lacrimal
 Bagian-bagian:
o Atap/dinding superior  dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontalis.
Memisahkan orbitadari fossa cranii anterior & lobus frontalis.
o Dinding lateral  dibentuk oleh os zygomaticum dan ala major ossis
sphenoidalis.
o Dinding medial  dari depan ke belakang terdiri atas processus frontalis
ossis maxilla, os lacrimalis, lamina orbitalis ossis ethmoidalis, dan corpus
ossis sphenoidalis.
o Dasar/dinding inferior  dibentuk oleh facies orbitalis os maxilla.
Memisahkan orbita dari sinus maxillaris.
o Apex  di canalis opticus di os sphenoid, arah medial dari fissure
orbitalis superior
o Basis  didepan yang jadi rongga depan  margo orbitalis.

 Batas-batas:
o Margo orbitalis  di sebelah atas oleh os frontal  tempat lewat a.,v.,n.,
supraorbitalis
o Margo Infraorbitalis  dibentuk ole hos zygomaticum dan os maxilla
o Margo medialis  dibentuk oleh processus maxillaris dan os frontale
o Margo lateralis  dibentuk oleh os zygomaticum dan os maxilla
 Di bagian belakang ada saluran:
o Fissura orbitalis superior  dilalui CN III, IV, VI, V1, N. lacrimalis, n.
frontalis, n. nasociliaris, vena ophthalmica superior.
o Fissura Orbitalis inferior  CN V1, vena ophthalmica inferior, saraf
parasimpatis.
o Canalis opticus  dilalui CN II dan arteri ophthalmica.
o Aditus orbitae  di anterior, 1/6 bola mata terbuka dan sisanya
dilindungi oleh dinding-dinding orbita.
o Incisura supraorbitalis  terletak pada margo supraorbitalis. Dilalui
oleh a., v., n. supraorbitalis.
o Sulcus dan Canalis infraorbitalis  Pada dasar orbita. Dilalui n.
infraorbitalis dan pembuluh darah.
o Canalis nasolacrimalis  di anterior pada dinding medial. Dilewati oleh
ductus nasolacrimalis.
o Foramina zygomaticotemporalis dan zygomaticofacialis  di dinding
lateral dilewati n. zygomaticotemporalis dan n. zygomaticofacialis.
o Foramina ethmoidalis anterior dan posterior  di dinding medial di os
ethmoidale masing-masing dilalui oleh n. ethmoidalis anterior dan
posterior.
 Otot-Otot Orbita:
o M. levator palpebrae superioris:
 Origo: permukaan bawah ala minor osis sphenoidalis, di atas
canalis opticus
 Insersio: Tarsus superior dan kulit palpebral
 Persarafan: CN III
 Fungsi: mengangkat palpebral superior
o Mm. Recti: m. rectus superior, inferior, medialis, lateralis
 Origo: dari annulus tendineus communis
 Insersio: Pada sclera 6mm di belakang pinggir kornea
 Persarafan:
 M. Rectus superior, inferior, dan medial  CN III
 M. Rectus Lateralis  CN VI
 Fungsi:
 M. Rectus Superior: mengangkat kornea ke atas dan medial
 M. Rectus Inferior: menurunkan kornea ke bawah dan
medial
 M. Rectus Medialis: memutar bola mata hingga kornea ke
medial
 M. Rectus Lateralis: memutar bola mata hingga kornea ke
lateral
o M. Obliquus superior dan inferior:
 M. Obliquus Superior:
 Origo: dinding posterior orbita
 Insersio: Pada sclera
 Persarafan: CN IV
 Fungsi: memutar bola mata hingga kornea ke bawah dan
lateral
 M. Obliquus Inferior:
 Origo: dasar orbita
 Insersio: Pada sclera
 Persarafan: CN III
 Fungsi: Memutar bola mata hingga kornea ke atas dan
lateral

 Saraf Orbita:
o CN II  masuk lewat canalis opticus
o CN III:
 Ramus superior: mempersarafi m. rectus superior dan m. levator
palpebrae superioris
 Ramus inferior:
 Mempersarafi m. rectus inferior, m. rectus medialis, dan
m.obliquus inferior
 Nervus yang mempersarafi m. obliquus superior memberi
cabang ke ganglion ciliaris  bawa serabut parasimpatis ke
m. sphincter pupillae dan m. ciliaris.
o CN VI: masuk orbita lewat bagian bawah fissure orbitalis superior,
berjalan ke depan mempersarafi m. rectus lateralis.
o Nervus lacrimalis: dari divisi ophtalmiva CN V pada dinding alteral sinus
cavernosus  masuk lewat fissure orbitalis superior.
o Nervus Frontalis: berasal dr CN V  masuk orbita lewat bagian atas
fissure orbitalis superior kemudian bercabang jadi:
 N. supratrochlearis: berjalan di atas trochlea untuk m. obliquus
superior dan kulit dahi.
 N. Supraorbitalis: lewat incisura supraorbitalis dan mempersarafi
kulit dahi lateral.
o Nervus nasociliaris: berasal dr CN V divisi ophtalmica  msauk lewat
bagian bawah fissure orbitalis. Berjalan ke depan dan bercabang dua:
 N. ethmoidalis anterior
 N. infra trochlearis
o Ganglion Ciliaris: menerima serabut-serabut parasimpatis preganglion
dari CN III  jalan ke depan  ke bagian belakang bola mata 
mempersarafi m. sphincter pupillae dan m. ciliaris.
 Pembuluh Darah dan Limfe Orbita
o Arteri Ophthalmica: cabang dari arteri carotis interna dan berjalan ke
depan lewat canalis opticus bersama n. opticus.
Ateri Carotis interna

Arteri ophthalmica

A. Supratrochlearis A. Supraorbitalis
A. centralis retinae A. Lacrimalis

Masuk bola mata Ke kelenjar Untuk kulit dahi


lewat discus lacrimal
opticus kemudian
bercang-cabang

Aa. Ciliares

o Vena Ophthalmica: berjalan ke belakang lewat fissure orbitalis superior


dan bermuara di sinus cavernosus.
 Vena ophthalmica Superior: berhubungan di depan dengan vena
facialis.
 Vena ophthalmica inferior: berhubungan melalui fissure orbitalis
inferior dengan plexus venosus pterygoideus
o Pembuluh Limfe  TIDAK ADA kelenjar atau pembuluh limfe
2. Palpebra
 Terletak di depan mata da nada dua bagian yaitu yang superior dan yang inferior
yang keduanya membentuk Fissura Palpebrae, yaitu celah elips yang terbentuk
kalau kita menutup palpebral sebagai jalan masuk ke saccus conjunctivae.
Mudahnya dia adalah jalan masuk tepat ke bola mata kita.
 Di sudut medial:
o Dipisahkan dari bola mata oleh rongga sempit  Lacus Lacrimalis
o Papilla Lacrimalis: tonjolan kecil tempat keluarnya airmata keluar
setelah bulu mata dan glandula tarsalis:
 Punctum Lacrimale: lubang kecil di puncak papilla
 Canaliculus Lacrimalis: slauran air mata yang berhubungan
dengan punctum lacrimale
o Caruncula Lacrimalis  tonjolan kecil warna kuning kemerahan di
lacus lacrimalis
o Plica Semilunaris  lipatan di sisi lateral caruncula lacrimalis
 Sulcus Subtarsalis  alur di bawah kelopak mata.
 Komponen Palpebra:
o Cilia:
 folikelnya sebagai muara Glandula sebacea/glandula Zeis
 Di antara bulu mata ada muara glandula ciliaris/glandula moll
o Tarsus:
 Lamina jaringan ikat padat berbentuk bulan sabit
 Di dalamnya ada glandula tarsalis.
 Ujung lateralnya dilekatkan oleh ligamentum palpebrae lateral
sedangkan ujung medialnya oleh ligamentum palpebrae medial ke
crista ossis lacrimalis.
o Konjungtiva:
 Permukaan dalam dari palpebral
 Membetnuk ruang potensial disebut Saccus Conjunctivalis
 Ada 3 bagian:
 Konjungtiva Palpebra/Tarsal: menutui tarsus dan susah
digerakkan dari tarsus
 Konjungtiva Forniks: tempat peralihan antara konjungtiva
tarsal dengan konjungtiva bulbi
 Konjungtiva Bulbi: menutupi sclera dan mudah
digerakkan dari sclera di bawahnya
3. Apparatus Lacrimalis
 Terdiri atas:
o Glandula Lacrimalis:
 untuk menyekresi air mata,
 terletak di atas bola mata
 kurang lebih 12 ductus keluar dari glandula dan bermuara di
bagian lateral konjungtiva forniks
 Terdiri atas pars orbitalis dan pars palpebralis yang slaing
berhubungan pad aujung lateral aponeurosis m. levator palpebrae
superior
o Ductus Lacrimalis:
 Untuk mengalirkan air mata dari glandula lacrimalis ke saccus
conjunctivalis
 Air mata yang dikeluarkan berkumpul di dalam lacus lacrimalis
 lewat punctum lacrimale  masuk canaliculi lacrimalis 
berjalan ke medial dan bermuara ke dalam saccus lacrimalis 
masuk ke ductus nasolacrimalis  berjalan ke bawah, belakang,
lateral di dalam canalis oseosa  bermuara di meatus nasi
inferior
4. Mata
 Lapisan bola mata:
o Tunica Fibrosa:
 Terdiri dari kornea dan sclera
 Sklera ditembus n. opticus dan menyatu dengan selubung dura
saraf tersebut.
 Kornea: transparan dna berfungsi untuk memantulkan cahaya
yang masuk ke mata
o Tunica Vasculosa Pigmentosa:
 Choroidea  lapisan luar berpigmen dan lapisan dalamnya sangat
vascular
 Corpus cilliare:
 Corona ciliaris: bagian posterior. Punya warna abu-abu
dangkal disebut striae ciliares.
 Processus ciliaris: lipatan-lipatan tersusun radial dna
permukaan posteriornya melekat pada ligamentum
suspensorium iridis.
 M. Ciliares: serabut-serabut otot polos meridian dan
sirkular sipersarafi serabut parasimpatis CN III
 Iris dan Pupil:
 Membagi ruangan antara lensa dan kornea menjadi
camera oculi anterior dan posterior.
 Punya serabut otot  m. sphincter pupillae dan m. dilator
pupillae
o Tunica Nervosa/Retina:
 Ada 2 bagian:
 Pars pigmentosa  diluar  melekat ke choroidea 
punya 2 lapis sel
 Pars nervosa  di dalam  berhubungan dengan corpus
vitreum  punya 10 lapis sel
 Ora Serrata  daerah peralihan dari pars nervosa ke pars
pigmentosa.
 Pada pertengahan posterior ada daerah lonjong kekuningan
tempata daya lihat paling jelas disebut Makula lutea  bagian
tengahnya yang berlekuk  Fovea sentralis
 Arah medial dari macula lutea ada discus opticus sebagai tempat
n. opticus meninggalkan retina. Tengahnya agak cekung sebagai
tempat a. centralis retinae menembus n. opticus. Pada daerah ini
tidak ada sel batang dna kerucut maka disebut bintik buta.
 Isi Bola Mata:
o Humor aquosus  cairan bening yang mengisi camera anterior dan
posterior.
o Corpus vitreum  gel yang transparan di belakang lensa. Di tengahnya
ada canalis hyaloidea.
o Lensa  struktur bikonveks transparan yang terdiri atas fibrae lentis,
capsula elastis, epithelium cuboideum.
 Jaras Visual:

Cahaya

Mengaktifkan sel fotoreseptor retina

Diteruskan lewat sel-sel bipolar (NEURON ORDO I)

Bersinaps dengan sel-sel ganglion (NEUORN ORDO II)

Keluar dari bola mata membentuk nervus opticus

n. opticus bagian medial n. opticus bagian lateral

Menyilang ke arah Ipsilateral


berlawanan membentuk
chiasma opticum

Menjadi tractus opticus

Ke corpus geniculatum laterale dari thalamus Menuju nucleus pretectalis,


dan bersinaps dengan neuron ORDO III nucleus suprachiasmatis,
dan coliculus superior

Ke korteks serebri Kea rah temporal


membentuk radiation optica membentuk LOOP OF
MEYER
Fisiologi Mata
Untuk dapat melihat, cahaya yang masuk keretina agar dapat menghasilkan impuls
ransangan cahaya atau penglihatan harus diarahkan menggunakan pembiasan cahaya.

Pembiasan cahaya adalah pembelokan berkas cahaya pada bidang peralihan yang miring.
Derajat pembiasan akan meningkat sesuai dengan:

 Rasio indeks bias dari ke 2 media transparan


 Derajat kemiringan antara bidang peralihan dari permukaan gelombang yang datang

Indeks bias pada mata

Total indeks bias pada mata adalah 59 dioptri

Sekitar 2/3 dari daya bias mata dihasilkan oleh permukaan anterior kornea karena indeks
bias kornea sangat berbeda dengan udara.

Lensa mata memiliki daya bias total hanya 20 dioptri kira kira 1/3.

Selain indeks bias, mata juga memilik daya akomodasi untuk lebih memusatkan
cahaya. Mekanisme akomodasi ini diperankan oleh lensa. Pada orang muda lensa adalah
kapsul elastik yang kuat dan berisi cairan kental yang mengandung banyak protein namun
transparan. Saat keadaan relaksasi lensa dianggap hampir sferis, terutama akibat retraksi
elastik dari kapsul interna, namun ada sekitar 70 ligamen suspensorIum yang melekat
disekeliling lensa menarik lensa kelingkar luar, ligamen ini diregangkan oleh
perlekatannya pada tepi anterior koroid dan retina. Regangan ini menyebabkan lensa
tetap relatif datar dalam keadaan istirahat.
Tempat perlekatan lateral ligamen juga dilekati oleh otot siliaris yang diatur oleh
sinyal saraf parasimpatis yang dijalarkan kemata melalui saraf kranialis 3.

Jumlah cahaya yang memasuki mata melalui pupil sebanding dengan luas pupil atau
kuadrat diameter pupil. Kedalaman fokus sistem lensa meningkat dengan menurunnya diameter
pupil.

Lalu cahaya akan sampai pada retina.Diameter retina adalah sekitar 11 mikrometer,
bintik itu paling terang ditengah dan mengabur ketepi di fovea. Fovea punya diameter kurang
dari 0,5 mm yang berarti tajam penglihatan maksimal kurang dari 20 lapang pandang.

Retina mengandung sel kerucut untuk penglihatan warna dan sel batang untuk
penglihatan hitam putih dan dalam gelap.

Lapisan retina :
1. Lapisan pigmen
2. Lapisan batang dan kerucut
3. Lapisan nukleus keluar yang mengandung batang dan kerucut
4. Lapisan pleksiform luar
5. Lapisan nukleus dalam
6. Lapisan pleksiform dalam
7. Lapisan ganglion
8. Lapisan serabut saraf optik
9. Membran limitan dalam

Seperti yang sudah disebutkan diatas bahwa fovea adalah titik jatuh cahaya yang
paling menghasilkan gambaran cahaya yang jelas. Hal ini disebabkan karna hampir
seluruhnya terdiri atas sel-sel kerucut yang mampu mendeteksi bayangan penglihatan
secara rinci.

4 segmen utam asl batang dan kerucut:

1. Segmen luar yang terdiri atas sel batang dan kerucut


2. Segmen dalam
3. Nukleus
4. Badan sinaps
Fotokimia penglihatan terjadi pada saat cahaya mengenai sel batang dan kerucut.
Saat energi cahaya diabsorpsi rodopsin segera terurai menjadi 11-cis retinal dan skotopsin
lalu cis berubah menjadi all trans karna tidak lagi sesuai maka all trans dan skotopsin terlepas
lalu berubah menjadi batorodopsin lalu berubah menjadi lumirodopsin lalu berubah lagi menjadi
metarodopsi 1 lalu berubah menjadi metarodopsin 2(rodopsin teraktivasi) yang akan meransang
perubahan elektrik dalam sel batang yang akan menghantarkan bayangan penglihatan ke ssp
dalam bentuk potensial aksi nervus optikus.

Lalu all trans retinal diubah kembali menjadi 11-cis retinal dengan menggunakan energi
metabolik dan enzim retinal isomerase, lalu 11-cis retinal berikatan kembali dengan skotopsin
dan berubah menjadi rodopsin.

Perjalanan syaraf
Cahaya diterima oleh batang dan kerucut dilapisan retina

Batang akan Kerucut akan


menangkap menangkap
ransang pada ransang pada
keadaan keadaan terang
kurang terang benderang

Impuls tercetus
distratum korneum

Serabut aferen
sel” di stratum
optikum berjalan
lau membelok di
papila nervi optisi
atau diskoroptikus

Lalu nervus
optikus memasuki
ruang intracranial
melalui foramen
optikum

Lalu didepan tuber Tergabung


sinerium (tangkai menjadi satu
hipofisis) terpisah berkas
menjadi nervus dinamakan
optikus kanan dan chiasma
kiri

Lalu terpisah lagi

Menuju Kolikulus
korteks superior
kalkarinus
Menghantar
Korteks
impuls visual
perseptif
visual primer
(area 17)
Membangkit
kan refleks
optosomatik
Terwujud
perasaan Contoh:
(sensasi)
visual Gerakan otot
sederhana sfinkter
papilae pada
Korteks
Korteks penyinaran
area 18
area 19 mata

Mendapat
bentuk dan
arti

“penglihatan”
KONJUNGTIVITIS

Gejala khusus pada kelainan konjungtiva adalah terbentuknya secret.

Sekret merupakan produk kelenjar, yang pada konjungtiva bulbi dikeluarkan oleh sel goblet.
Sekret konjungtiva bulbi pada konjungtivitis dapat bersifat :

 Air, kemungkinan disebabkan infeksi virus atau alergi


 Purulen, oleh bakteri atau klamidia
 Hiperpurulen, disebabkan gonokok atau meningokok
 Lengket, oleh alergia tau vernal, dan
 Seros, oleh adenovirus

Bila pada secret konjungtiva bulbi dilakukan pemeriksaan sitologik dengan pewarnaan Giemsa,
kemungkinan penyebab sekret seperti terdapatnya :

 Limfosit – monosit –sel berisi nukelus sedikit plasma  virus


 Neutrofil  bakteri
 Eosinofil  alergi
 Sel epitel dengan badan inklusi basofil sitoplasma  klamidia
 Sel raksasa multinuclear  herpes
 Sel Leber – makrofag raksasa  trakoma
 Keratinisasi dengan filament  pemfigus atau dry eye
 Badan Guarneri eosinofilik  vaksinia

DIAGNOSIS BANDING

Virus Bakteri Fungus & Alergi


Purulen Non purulen Paraasit
Kotoran / Sedikit Mengucur Sedikit Sedikit Sedikit
eksudasi
Air mata Mengucur Sedang Sedang Sedang Sedikit
Gatal Sedikit Minimal - - Hebat
Injeksi / Umum Umum Lokal Lokal Umum
hiperemis
Nodul Lazim / Jarang Lazim Lazim -
preaurikular kering
Pewarnaan MN Bakteri , Bakteri, PMN Biasanya Eosinofil
dan usapan PMN negatif
Sakit Sesekali Sesekali - - -
tenggorokan
dan demam
Konjungtivitis  terdapat tanda-tnda radang umum

1. Calor  panas
2. Rubor  merah – injeksi konjungtivitis
3. Dolor  seperti ada benda asing, gatal, perih
4. Tumor  sebagai praeksudasi dan infiltrasi berupa
 Sekret
 Bangunan patologis
 Khemosis konjungtiva

Konjungtiva: membrane mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan
posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sclera (konjungtiva
bulbaris)

Konjungtiva terdiri dari:

 Palpebralis
 Bulbaris

Konjungtivitis: peradangan pada konjungtiva

 Penyakit mata paling umum didunia


 Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia ringan dengan mata berair, hingga
konjungtivitis berat dengan sekret purulen kental.
Etiologi:

 Endogen
 Eksogen : yang paling umum
a. Bakteri : Streptococcus pneumonia
Staphylococcus aureus
Neisseria meningitis
Haemophilus influenza
b. Parasit
c. Fungi
d. Virus : Adenovirus tipe 3 dan 7
Virus Herpes simpleks tipe 1 dan 2
Picornavirus
 Alergika
Kimiawi/iritatif, berkaitan dengan penyakit yang tidak diketahui, etiologi tidak diketahui
 2 agen yang ditularkan secara seksual dan dapat menimbulkan konjungtivitis :
- Chlamydia trachomatis
- Neisseria gonorrhoae

Gejala:

 Sensasi benda asing


 Sensasi penuh disekeliling mata
 Gatal
 Fotofobia
 Jika ada rasa sakit, kornea agaknya juga terkena

Tanda-tanda konjungtivitis:

a. Hiperemia
Karena dilatasi pembuluh darah konjungtiva posterior, kemerahan paling jelas diforniks
dan makin berkurang kea rah limbus.
- Dilatasi perilimbus atau hyperemia siliaris mengesankan adanya radang kornea atau
struktur yang lebih dalam
- Warna merah terang mengesankan konjungtivitas bakteri
- Warna putih susu mengesankan konjungtivitas alergika
- Hyperemia tanpa infiltrasi sel mengesankan iritasi oleh penyebab fisik , seperti angin,
matahari, asap.
b. Mata berair (epifora)
Diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, sensasi terbakar atau tergores, atau oleh
rasa gatalnya.
Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh-pembuluh yang hyperemia dan menambah
jumlah air mata tersebut.
c. Eksudasi
Ciri semua jenis konjungtivitis akut.
- Eksudatnya berlapis-lapis dan amorf pada konjungtivitis bakteri.
Berserabut pada konjungtivitis alergika
- Pada hampir semua konjungtivitis didapatkan banyak kotoran mata dipalpebra saat
bangun tidur.
- Jika eksudatnya sangat banyak dan saling melengket (palpebranya) agaknya
konjungtivitis disebabkan oleh bakteri dan clamidia.

Sekret:

 Serous  virus
Encer seperti air (cair bening)
Isinya albumin, kadang enzim
e.c virus
 Mucous/mucus  allergen
Kental, bening, elastic (bila ditarik dengan ujung kapas)
Terdiri atas fibrin-fibrin  glikoprotein
e.c penyakit kronis/alergi
 Purulen  bakteri
Pus (nanah)
Isinya sel yang mati, terutama leukosit dan jaringan nekrosis
Kumannya tipe ganas, fibrin sudah hancur
Makin ganas kumannya makin purulen
Bila ditutul kapas, ia akan terisap seperti air
Berwarna kuning
 Mukopurulen
Campuran antara mucus dan purulen
Kental berwarna kuning
Elastic
d. Pseudoptosis
Adalah terkulainya palpebra superior karena infiltrasi diotot muller (akibat kelopak mata
bengkak)
Keadaan ini dijumpai pada konjungtivitis berat.
Contoh : trakoma, keratokonjungtivitis epidemic
e. Hipertofi palpebra
Adalah reaksi konjungtiva nonspesifik yang terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus
atau limbus dibawahnya oleh serabut-serabut halus.
- Bila papilanya kecil, tampilan konjungtiva umumnya licin, seperti beludru.
- Konjungtiva dengan papilla yang merah mengesankan penyakit bakteri atau klamidia
- Bila papilanya raksasa berarti infiltrasi berat konjungtiva.
f. Khemosis
Sangat mengarah pada konjungtivitis alergika, tetapi dapat timbul pada konjungtivitis
gonokok atau meningokok akut terutama pada konjungtivitis adenoviral.
g. Folikel
Merupakan pembesaran limfadenoid
Lebih sering di konjungtiva palpebra inferior
h. Pseudomembran dan membrane
Adalah hasil dari proses eksudatif dan hanya berbeda derajatnya.
Seolah-olah seperti melekat pada konjungtiva tetapi mudah diambil dan tidak
mengakibatkan perdarahan.
- Pseudomembran  suatu pengentalan (koagulum) diatas permukaan epitel, yang bila
diangkat, epitelnya tetap utuh.
- Membrane  pengentalan yang meliputi seluruh epitel yang jika diangkat,
meninggalkan permukaan kasar dan berdarah.

Etiologi : Streptococcus haemoliticus

i. Konjungtivitis ligneosa
Adalah bentuk istimewa konjungtivitis membranosa rekuren. Keadaan ini bilateral,
terutama pada anak-anak, lebih banyak pada perempuan, dan mungkin menyertai temuan
sistemik lain, seperti nasofaringitis dan vulvovaginitis.
j. Granuloma
Selalu mengenai stroma dan paling sering berupa kalazion
k. Fliktenula
Merupakan reaksi hipersensitivitas lambat terhadap antigen mikroba.
Fliktenula konjungtiva awalnya berupa perivaskulitis dengan penumpukan limfosit di
pembuluh darah.
l. Limfadenopati preaurikular  tanda penting konjungtivitis.

KONJUNGTIVITIS BAKTERI

Terdapat 2 bentuk konjungtivitis bakteri:

1. Akut
a. Hiperakut
b. Subakut
Biasanya bisa sembuh sendiri, berlangsung <14 hari
Pengobatan dengan salah satu obat antibakteri yang tersedia biasanya sembuh dalam
beberapa hari.
Konjungtivitis hiperakut (purulen) disebabkan oleh N. gonorrhoeae atau N. meningitidis
dapat menimbulkan komplikasi mata berat bila tidak diobati sejak dini.
2. Kronik
Biasanya sekunder terhadap penyakit palpebra atau obstruksi ductus nasolacrimalis.
Tanda dan Gejala:

- Iritasi
- Pelebaran pembuluh darah (injeksi) bilateral
- Eksudat purulen dengan palpebra saling melengket saat bangun tidur
- Kadang-kadang edema palpebra
- Infeksi biasnaya mulai pada satu mata dan melalui tangan menular ke sebelahnya
- Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui benda yang dapat menyebarkan kuman.
1. Konjungtivitis bakteri hiperakut (purulen)
Disebabkan oleh N. gonorrheae, N. kochii, N. meningitidis
Ditandai oleh eksudat purulen yang banyak
Setiap konjungtivitis berat dengan banyak eksudat harus segera dilakukan px lab dan
segera diobati.
2. Konjungtivitis mukopurulen (catarrhal) akut
Sering terdapat dalam bentuk epidemic dan disebut mata merah (pink eye) oleh banyak
orang awam.
Ditandai dengan:
 Hyperemia konjungtiva akut
 Sekret mukopurulen berjumlah sedang
 Perdarahan subkonjungtiva
 Penyebab paling umum:
Streptococcus pneumonia – pada iklim sedang
Haemophilus aegyptius – pada iklim tropis
3. Konjungtivitis Subakut
Paling sering disebabkan oleh Haemophilus influenza dan terkadang oleh Escherichia coli.
Infeksi H. influenza ditandai dengan :
 Eksudat tipis
 Berair
 Berawan
4. Konjungtivitis bakteri kronik
Terjadi pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis dan dakriositosis kronik, yang
biasanya unilateral.
Dapat disebabkan oleh Corynebacterium diptheriae dan Streptococcis pyogenes walaupun
jarang.
Pseudomembran atau membrane yang dihasilkan oleh organism ini dapat terbentuk pada
konjungtiva palpebralis.

Temuan Laboratorium:

 Organisme penyebab dapat diidentifikasi dengan pulasan Gram atau Giemsa,


pemeriksaan ini banyak neutrofil PMN.
 Kerokan konjungtiva disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakitnya
purulen, bermembran/pseudomembran.
 Studi sensitivitas antibiotic juga diperlukan, tetapi terapi antibiotic empiris harus dimulai.
Bila uji sensitivitas antibiotic sudah didapatkan, terapi dengan antibiotic spesifik dapat
diberikan.

Komplikasi dan Sekuele :

 Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis stafilokok, kecuali pada pasien
sangat muda yang bukan sasaran blefaritis.
 Parut konjungtiva dapat mengikuti konjungtivitis pseudomembranosa dan membranosa
dan pada kasus tertentu diikuti oleh ulserasi kornea dan perforasi.
 Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N. gonorrheae, N. kochii, N.
meningitidis, H. aegyptius, S. aureus, dan M. catarrhalis.
 Jika produk toksik N. gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk kebilik mata depan,
dapat timbul iritis toksik.

Terapi :

Bila belum diketahui jenisnya, dapat dimulai terapi dengan antimikroba topical spectrum luas.

Contoh : polymixin-trine-thoprin

Pada Gram negative dan sugestif Neisseria. Harus segera dimulai terapi topical dan sistemik.
Jika kornea tidak terlibat bisa diberikan : cetriaxone 1g dosis tunggal/i.m

Jika kornea terkena, diberikan : cetriaxone parenteral 1-2g/hari (selama 5 hari)

Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen

 Saccus konjungtivitis harus dibilas dengan larutan saline agar dapat menghilangkan
sekret konjungtiva.
 Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan
hygiene perorangan secara khusus.

Perjalanan dan Prognosis :

 Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai 1-3 hari.
 Kecuali konjungtivitis stafilokok yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki fase kronik.
 Dan konjungtivitis gonokok yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan
endoftalmitis.
 Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk meningokokus ke dalam darah dan
meninges, septicemia dan meningitis dapat menjadi hasil akhir konjungtivitis
meningokok.
 Konjungtivitis bakteri kronik mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi masalah
pengobatan yang menyulitkan.
KONJUNGTIVITIS VIRUS

Adalah peradangan konjungtiva yang bisa disebabkan oleh berbagai jenis virus

A. KONJUNGTIVITIS VIRUS AKUT


1. Demam Faringokonjungtival
Gejala:
 Demam 38,3 – 40 derajat C
 Faringitis
 Konjungtiva folikular yang bisa mengenai 1 atau kedua mata
 Folikel sering sangat mencolok pada hari kedua konjungtiva dan mukosa faring
 Penyakit ini bisa bilateral maupun unilateral
 Mata merah dan berair (sedikit) sering terjadi
 Bisa dapat terdapat keratitis epitel superfisial untuk sementara dan sesekali
terdapat sedikit kekeruhan di sub epitel
 Yang khas : limfadenopati preaurikular (tidak nyeri tekan)
Sindrom ini tidak lengkap, hanya terdiri dari satu atau 2 tanda utama (demam,
faringitis, konjungtivitis)

Etiologi:

Adenoviris tipe 3 dan kadang tipe 4 dan 7. Kerokan konjungtiva terutama


mengandung sel MN, dan tidak ada bakteri yang tumbuh pada biakan.

Terapi:

Pengobatan hanya suportif, karena dapat sembuh sendiri (kira-kira 10 hari).


Diberikan kompres, astringen, lubrikasi, pada kaus yang berat dapat diberikan
antibiotic dengan steroid topical. Pengobatan biasanya simptomatik dan antibiotic
untuk mencegah infeksi sekunder.

2. Keratokonjungtivitis Epidemika
Gejala:
 Umumnya bilateral, awalnya sering pada satu mata saja, dan biasanya mata
pertama lebih parah.
 Pada awalnya terdapat : injeksi konjungtiva, mata berair berat seperti kelilipan,
nyeri sedang.
 Dalam 5-14 hari akan diikuti oleh : fotofobia, keratitis epitel, kekeruhan
subepitel yang bulat (terutama terfokus di pusat kornea, biasanya tidak pernah
ke tepian, menetap berbulan-bulan, tapi sembuh tanpa parut)
 Terdapat nodus preauricular dengan nyeri tekan yang khas.
 Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut
 Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam
 Dapat terbentuk pseudomembran (sesekali membrane sejati)
 Dan mungkin disertai, atau diikuti parut datar atau pembentukan simblefaron.

Etiologi:

Adenovirus 8 dan 19

3. Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks (HSV)


Gejala:
 Injeksi unilateral
 Iritasi
 Sekret mukoid
 Nyeri
 Fotofobia ringan

Etiologi:

Virus herpes simplek tipe 1  penyebab hampir seluruh kasus mata

Virus herpes simpleks tipe 2  penyebab umum pada neonatus

4. Konjungtivitis New Castle


Jarang didapat
Gejala:
 Perasaan terbakar
 Gatal
 Nyeri
 Mata berair
 Merah
 Penglihatan kabur (jarang)
Etiologi:
Virus New Castle
5. Konjungtivitis Hemoragika Akut
Merupakan konjungtivitis disertai timbulnys perdarahan konjungtiva.
Gejala:
 Nyeri
 Fotofobia
 Sensasi benda asing
 Banyak mengeluarkan air mata
 Kemerahan
 Edema
 Perdarahan subkonjungtiva

Etiologi:

Virus pikorna atau enterovirus 70.

B. KONJUNGTIVITIS VIRAL KRONIK


1. Blefarokonjungtivitis Molluscum Contangiosum
2. Blefarokonjungtivitis Varicella Zoster
3. Keratokonjungtivitis Campak

KONJUNGTIVITIS ALERGI

 Bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi
cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada
reaksi terhadap obat, bakteri, toksik.
 Merupakan reaksi antibody humoral terhadap allergen, biasanya dengan riwayat atopi.

Gejala Utama:

 Radang (merah, sakit, bengkak dan panas)


 Gatal
 Silau berulang dan menahun
 Terdapatnya papil besar pada konjungtiva, datang bermusim, yang dapat mengganggu
penglihatan.

Pemeriksaan Lab:

Sel eosinofil, sel plasma, limfosit, basofil.

Terapi:

Walaupun dapat sembuh sendiri, tapi keluhan perlu pengobatan.

Hindari faktor pencetus, diberikan astringen, sodium kromolin, steroid topical dosis rendah,
kompres dingin untuk menghilangkan edema.

Macam Konjuntivitis Alergi:

A. Konjungtivitis Vermal
Akibat reaksi hipersensitivitas (tipe 1) yang mengenai kedua mata bersifat rekuren.
Dua bentuk utama:
- Bentuk palpebra. Pada tipe palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior.
Terdapat pertumbuhan papil yang besar (Coble stone) yang diliputi sekret mukoid.
- Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan
hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea
atau eosinofil dibagian epitel limbus kornea, terbentuk pannus dengan sedikit
eosinofil.
B. Konjungtivitis Flikten
Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan alergi terhadap bakteri atau antigen
tertentu. Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi (hipersensitivitas tipe IV)
terhadap tuberkuloprotein, stafilokok, limfogranuloma venereal, leismaniasis, infeksi
parasit di tempat lain di tubuh.
C. Konjungtivitis Iatrogenik
Konjungtivitis akibat pengobatan yang diberikan oleh dokter.
D. Sindrom Steven-Johnson
Suatu penyakit eritema multiform yang berat (mayor)
E. Konjungtivitis Atopik
Reaksi alergi selaput lender atau konjungtiva terhadap polen disertai dengan demam.
Ditandaim mata berair, bengkak, dan belek berisi eosinofil.

SKLERITIS

Skleritis adalah peradangan pada lapisan sklera yang ditandai dengan adanya infiltrasi
seluler, kerusakan kolagen, dan perubahan vaskuler. Proses peradangan ini terjadi karena adanya
proses imunologis, atau karena suatu infeksi. Trauma lokal juga dapat mencetuskan proses
peradangan tersebut. Skleritis sering berasosiasi dengan suatu infeksi sistemik ada suatu penyakit
autoimun.

Skleritis merupakan penyakit yang jarang ditemui. Insidensi di Amerika Serikat


diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi penduduk. Dari kasus skleritis yang ditemukan, sekitar
94 % merupakan skleritis anterior dan sisanya ialah skleritis posterior. Skleritis lebih sering
dijumpai pada wanita, pada umumnya sekitar umur 20-60 tahun. Hampir separuh dari kasus
skleritis terjadi secara bilateral.

Adapun gejala-gejala umum yang biasa terjadi pada skleritis yaitu rasa nyeri berat yang
dapat menyebar ke dahi, alis, dan dagu. Rasa nyeri ini terkadang dapat membangunkan dari tidur
akibat sakitnya yang sering kambuh. Pergerakan bola mata dan penekanan pada bulbus okuli
juga dapat memperparah rasa nyeri tersebut. Rasa nyeri yang berat pada skleritis dapat dibedakan
dari rasa nyeri ringan yang terjadi pada episkleritis yang lebih sering dideskripsikan pasien
sebagai sensasi benda asing di dalam mata. Selain itu terdapat pula mata merah berair, fotofobia,
dan penurunan tajam penglihatan.
Etiologi
Skleritis dapat merupakan insiden tersendiri (43%) atau berkaitan dengan penyakit
sistemik lainnya (57%). Adapun beberapa etiologi dari skleritis ialah:

I. Autoimun (48%)
o Penyakit jaringan ikat dan kondisi peradangan lainnya, antara lain:

 Rheumatoid arthritis
 Systemic lupus erythematosus
 Ankylosing spondylitis
 Reactive arthritis
 Psoriatic arthritis
 Gouty arthritis
 Inflammatory bowel diseases
 Relapsing polychondritis
 Polymyositis
 Sjögren syndrome
 Mixed connective tissue disease
 Progressive systemic sclerosis
o Penyakit vaskulitik, antara lain:
 Polyarteritis nodosa
 Allergic angiitis of Churg-Strauss syndrome
 Wegener’s granulomatosis
 Behçet disease
 Giant cell arteritis
 Cogan syndrome
II. Infeksi dan Granulomatosa (7%)
o Tuberkulosis
o Sifilis
o Sarkoidosis
o Toksoplasmosis
o Herpes simpleks
o Herpes zoster
o Infeksi Pseudomonas
o Infeksi Streptokokus
o Infeksi Stafilokokus
o Aspergilosis
o Leprosi
III. Lain-lain (2%)
o Atopi
o Sekunder dikarenakan benda asing, trauma kimia, atau obat - obatan
(pamidronate, alendronate, risedronate, zoledronic acid, ibandronate).
IV. Idiopatik

Patofisiologi

Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi sel T dan
makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis. Inflamasi dari sklera bisa
berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan menyebabkan penipisan pada sklera dan
perforasi dari bola mata.

Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit imun sistemik dan
penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit auto imun secara umum merupakan
faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa disebabkan oleh kompleks imun yang
berhubungan dengan kerusakan vaskular (reaksi hipersensitivitas tipe I II dan respon kronik
granulomatous (reaksi hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem
imun aktif dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun pada
pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan venula post kapiler
dan respon imun sel perantara.

Skleritis adalah peradangan primer pada sklera, yang biasanya (sekitar 50 persen kasus)
berhubungan dengan penyakit sistemik. Penyakit tersering yang menyebabkan skleritis antara
lain adalah rheumatoid arthritis, ankylosing spondylitis, systemic lupus erythematosus,
polyarteritis nodosa, Wegener's granulomatosis, herpes zoster virus, gout dan sifilis
Karena sklera terdiri dari jaringan ikat dan serat kolagen, skleritis adalah gejala utama dari
gangguan vaskular kolagen pada 15% dari kasus. Gangguan regulasi autoimun pada pasien yang
memiliki predisposisi genetik dapat menjadi penyebab terjadinya skleritis. Faktor pencetus dapat
berupa organisme menular, bahan endogen, atau trauma. Proses peradangan dapat disebabkan
oleh kompleks imun yang mengakibatkan kerusakan vaskular (hipersensitivitas tipe III) ataupun
respon granulomatosa kronik (hipersensitivitas tipe IV).

Hipersensitivitas tipe III dimediasi oleh kompleks imun yang terdiri dari antibody IgG
dengan antigen. Hipersensitivitas tipe III terbagi menjadi reaksi lokal (reaksi Arthus) dan reaksi
sistemik. Reaksi lokal dapat diperagakan dengan menginjeksi secara subkutan larutan antigen
kepada penjamu yang memiliki titer IgG yang signifikan. Karena FcgammaRIII adalah reseptor
dengan daya ikat rendah dan juga karena ambang batas aktivasi melalui reseptor ini lebih tinggi
dari pada untuk reseptor IgE, reaksi hipersensitivitas lebih lama dibandingkan dengan tipe I,
secara umum memakan waktu maksimal 4 – 8 jam dan bersifat lebih menyeluruh. Reaksi
sistemik terjadi dengan adanya antigen dalam sirkulasi yang mengakibatkan pembentukan
kompleks antigen – antibodi yang dapat larut dalam sirkulasi. Patologi utama dikarenakan
deposisi kompleks yang ditingkatkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular yang diakibatkan
oleh pengaktivasian dari sel mast melalui FcgammaRIII. Kompleks imun yang terdeposisi
menyebabkan netrofil mengeluarkan isi granul dan membuat kerusakan pada endotelium dan
membran basement sekitarnya. Kompleks tersebut dapat terdisposisi pada bermacam – macam
lokasi seperti kulit, ginjal, atau sendi. Contoh paling sering dari hipersensitivitas tipe III adalah
komplikasi post – infeksi seperti arthritis dan glomerulonefritis.

Hipersensitivitas tipe IV adalah satu – satunya reaksi hipersensitivitas yang disebabkan


oleh sel T spesifik – antigen. Tipe hipersensitivitas ini disebut juga hipersensitivitas tipe lambat.
Hipersensitivitas tipe lambat terjadi saat sel jaringan dendritik telah mengangkat antigen lalu
memprosesnya dan menunjukkan pecahan peptida yang sesuai berikatan dengan MHC kelas II,
kemudian mengalami kontak dengan sell TH1 yang berada dalam jaringan. Aktivasi dari sel T
tersebut, membuatnya memproduksi sitokin seperti kemokin untuk makrofag, sel T lainnya, dan
juga kepada netrofil. Konsekuensi dari hal ini adalah adanya infiltrasi seluler yang mana sel
mononuklear (sel T dan makrofag) cenderung mendominasi. Reaksi maksimal memakan waktu
48 – 72 jam. Contoh klasik dari hipersensitivitas tipe lambat adalah tuberkulosis. Contoh yang
paling sering adalah hipersensitivitas kontak yang diakibatkan dari pemaparan seorang individu
dengan garam metal atau bahan kimia reaktif.

Jaringan imun yang terbentuk dapat mengakibatkan kerusakan sklera, yaitu deposisi
kompleks imun di kapiler episklera, sklera dan venul poskapiler (peradangan mikroangiopati).
Tidak seperti episkleritis, peradangan pada skleritis dapat menyebar pada bagian anterior atau
bagian posterior mata.

KLASIFIKASI

Skleritis dibagi menjadi :


Episkleritis Simple

Biasanya jinak, sering bilateral, reaksi inflamasi terjadi pada usia muda yang berpotensi
mengalami rekurensi. Gejala klinis yang muncul berupa rasa tidak nyaman pada mata, disertai
berbagai derajat inflamasi dan fotofobia. Terdapat pelebaran pembuluh darah baik difus maupun
segmental. Wanita lebih banyak terkena daripada pria dan sering mengenai

usia dekade 40-an.

Episkleritis Nodular
Baik bentuk maupun insidensinya hampir sama dengan bentuk simple scleritis. Sekitar 30%
penyebab skleritis nodular dihubungkan dengan dengan penyakit sistemik, 5% dihubungkan
dengan penyakit kolagen vaskular seperti artritis rematoid, 7% dihubungkan dengan herpes
zoster oftalmikus dan 3% dihubungkan dengan gout.

Skleritis dapat diklasifikasikan menjadi anterior atau posterior. Empat tipe dari skleritis anterior
adalah:

1. Diffuse anterior scleritis. Ditandai dengan peradangan yang meluas pada seluruh
permukaan sklera. Merupakan skleritis yang paling umum terjadi.
2. Nodular anterior scleritis. Ditandai dengan adanya satu atau lebih nodul radang yang
eritem, tidak dapat digerakkan, dan nyeri pada sklera anterior. Sekitar 20% kasus
berkembang menjadi skleritis nekrosis.
3. Necrotizing anterior scleritis with inflammation. Biasa mengikuti penyakit sistemik
seperti rheumatoid arthtitis. Nyeri sangat berat dan kerusakan pada sklera terlihat jelas.
Apabila disertai dengan inflamasi kornea, dikenal sebagai sklerokeratitis.
4. Necrotizing anterior scleritis without inflammation. Biasa terjadi pada pasien yang
sudah lama menderita rheumatoid arthritis. Diakibatkan oleh pembentukan nodul
rematoid dan absennya gejala. Juga dikenal sebagai skleromalasia perforans.

Di samping skleritis anterior, ada pula skleritis posterior. Skleritis posterior ini jarang
terjadi dan ditandai dengan adanya nyeri tekan bulbus okuli dan proptosis. Terdapat perataan dari
bagian posterior bola mata, penebalan lapisan posterior mata (koroid dan sklera), dan edema
retrobulbar. Pada skleritis posterior dapat dijumpai penglepasan retina eksudatif, edema makular,
dan papiledema.

Penatalaksanaan

Pengobatan pada skleritis membutuhkan pengobatan secara sistemik. Pasien yang


terdiagnosa dengan penyakit penyerta akan memerlukan pengobatan yang spesifik juga.
Penatalaksanaan skleritis dibagi menjadi pengobatan pada skleritis yang tidak infeksius,
pengobatan pada skleritis yang infeksius, serta konsultasi kepada bagian terkait apabila dicurigai
ada penyakit sistemik yang menyertai.

1. Pengobatan pada skleritis yang tidak infeksius. NSAIDs, kortikosteroid, atau obat
imunomodulator dapat digunakan. Pengobatan secara topikal saja tidak mencukupi.
Pengobatan tergantung pada keparahan skleritis, respon pengobatan, efek samping, dan
penyakit penyerta lainnya.
o Diffuse scleritis atau nodular scleritis
 Pengobatan awal menggunakan NSAIDs. Jika gagal dapat menggunakan 2
jenis NSAIDs yang berbeda. Untuk pasien resiko tinggi, berikan juga
misoprostol atau omeprazole untuk perlindungan gastrointestinal.
 Jika NSAIDs tidak efektif, gunakan kortikosteroid oral. Jika terjadi remisi,
dipertahankan menggunakan NSAIDs.
 Jika oral kortikosteroid gagal, obat – obatan imunosupresif dapat
digunakan. Methotrexate adalah obat pilihan pertama, tapi dapat juga
digunakan azathioprine, mycophenolate, mofetil, cyclophosphamide, atau
cyclosporine. Untuk pasien dengan Wegener’s granulomatosis atau
polyarteritis nodosa, cyclophosphamide adalah pilihan utama.
 Jika masih gagal, dapat diberikan obat – obatan imunomodulator seperti
infliximab atau adalimumab yang diharapkan dapat efektif.
o Necrotizing scleritis
 Obat – obatan imunosupresif ditambahkan dengan kortikosteroid pada
bulan pertama, kemudian jika mungkin dikurangi perlahan – lahan.
 Jika gagal, pengobatan imunomodulator dapat digunakan.
 Injeksi steroid periokular tidak boleh dilakukan karena dapat
memperparah proses nekrosis yang terjadi.
2. Pengobatan untuk skleritis yang infeksius. Pengobatan sistemik dengan atau tanpa
antimikrobial topikal dapat digunakan. Sementara kortikosteroid dan imunosupresif tidak
boleh digunakan.
3. Konsultasi. Dapat dilakukan kepada ahli penyakit dalam untuk penyakit penyerta, dan
konsultasi dengan spesialis hematologi atau onkologi untuk pengawasan terapi
imunosupresif.

Adapun jenis obat-obatan yang dapat dipakai sebagai medikamentosa dalam penyakit
skleritis ialah:

A. NSAIDs (Non-steroid Anti Inflammatory Drugs)

Obat ini digunakan untuk menurunkan rasa nyeri dan peradangan. NSAIDs bekerja
dengan cara menghambat sintesis prostaglandin, menghalangi perjalanan dari lekosit, dan
menghambat fosfodiesterase.

Pemberian:

Minum pada waktu yang bersamaan dengan makanan atau dengan air untuk menghindari
gangguan pada saluran pencernaan.
1. Indometasin (Indocin)

Sering dianggap sebagai obat pilihan pertama. Indometasin dapat dengan cepat diserap.
Metabolisme terjadi di hati dengan demetilasi, deasetilasi, dan konjugasi glukuronid.

Dosis: 75-150 mg PO/hari or dibagi 2 kali sehari; tidak melampaui 150 mg/hari

Pemberian pada lansia harus diawasi fungsi ginjal, Penurunan fungsi ginjal lebih
mungkin terjadi usia lanjut. Dosis/frekuensi terendah disarankan.

2. Diflunisal (Dolobid)

Turunan asam salisilat nonsteroid yang bekerja secara perifer sebagai analgesik. Memiliki
efek antipiretik dan anti – radang; tetapi, berbeda secara kimia dengan aspirin dan tidak
dimetabolisme menjadi asam salisilat. Obat ini adalah sebuah penghambat prostaglandin
– sintase.

Dosis: 250-1000 mg PO setiap hari dibagi setiap 12 jam.

Dosis maksimum: 1500 mg/hari.

3. Naproxen (Naprelan, Anaprox, Aleve, Naprosyn)

Digunakan untuk meredakan nyeri ringan sampai sedang. Menghambat reaksi peradangan
dan nyeri dengan menurunkan aktifitas enzim siklooksigenase, menghasilkan penurunan
dari sintesis prostaglandin.

Naproxen diserap dengan cepat dan memiliki paruh waktu sekitar 12 – 15 jam.

Dosis: 250-500 mg PO 2 kali sehari. Tidak lebih dari 1500 mg/hari.

4. Ibuprofen (Motrin, Ibuprin, Advil)

Biasanya merupakan obat pilihan untuk pengobatan nyeri ringan sampai sedang, jika
tidak ada kontraindikasi. Menghambat reaksi peradangan dan nyeri, kemungkinan dengan
menurunkan aktifitas enzim siklooksigenase, yang menghasilkan sintesis prostaglandin.

Obat yang berikatan kuat dengan protein dan siap diserap secara oral. Memiliki paruh
waktu yang singkat (1.8-2.6 jam).

Dosis: 300-800 mg PO 4 kali sehari

400-800 mg IV selama 30 menit setiap 6 jam kalau diperlukan. Tidak melebihi 3200
mg/hari

5. Sulindac (Clinoril)

Menurunkan aktifitas siklooksigenase dan, dengan begitu, menghambat sintesis


prostaglandin. Menghasilkan penurunan pembentukan mediator peradangan.

Dosis: 150-200 mg PO 2 kali sehari. Tidak melebihi 400 mg/hari.

Gunakan dosis terendah yang paling efektif untuk jangka waktu terpendek.

6. Piroxicam (Feldene)

Secara struktur kimia berbeda dengan NSAID. Berikatan dengan protein plasma.
Menurunkan aktifitas siklooksigenase dan dengan begitu, menghambat sintesis
prostaglandin. Efek ini menurunkan pembentukan mediator radang.

Dosis: 20 mg PO setiap harinya atau dibagi 2 kali sehari; tidak melebihi 30-40 mg/hari

B. Agen Imunosupresan

Digunakan untuk skleritis berat (Necrotizing scleritis) dan yang resisten terhadap
NSAIDs.

1. Methotrexate (Folex, Rheumatex)

Mekanisme kerjanya dalam pengobatan reaksi peradangan kurang diketahui. Dapat


mempengaruhi fungsi imun dan biasanya menghilangkan gejala peradangan (nyeri,
bengkak, kaku).

Dosis tunggal PO sebanyak 7.5 mg setiap minggu. Dosis dibagi PO sebanyak 2.5 mg
setiap 12 jam untuk 3 dosis, sebagai pengganti sekali seminggu
Peningkatan sampai respon optimum; tidak melebihi dosis tunggal dari 20 mg
(meningkatkan resiko supresi sum –sum tulang). Kurangi sampai serendah mungkin.
Kurangi sampai dosis efektif terendah dengan waktu istirahat terpanjang

Awasi : fungsi ginjal, keracunan hematopoietik, fungsi paru, fungsi hati

2. Cyclophosphamide (Cytoxan, Neosar)

Secara struktur kimia berhubungan dengan mustards nitrogen. Sebagai alkylating agent,
mekanisme kerjanya sebagai metabolit aktif mungkin melibatkan penyambungan silang
DNA, yang dapat mengganggu pertumbuhan sel normal dan neoplastik.

Pemberian IV:
Dosis tunggal: 40-50 mg/kg dibagi selama 2-5 hari; dapat diulangi dalam interval 2-4 minggu
Dosis setiap hari: 1-2.5 mg/kg/hari
Pemberian oral:
Dosis : 400-1000 mg/sq.meter dibagi selama 4-5 hari sebagai terapi intermiten
Terapi berulang: 50-100 mg/sq.meter/hari
Pemberian:

Berikan dosis pertama sepagi mungkin

Minum banyak cairan bersamaan dengan dosis per oral

Pasien harus buang air untuk mencegah sistitis hemoragik.

Awasi: Hitung sel darah (Sel darah putih dapat menurun sampai 2000-3000/cu.mm tanpa
resiko serius terkena infeksi)

3. Azathioprine (Imuran)

Menghambat mitosis dan metabolisme seluler dengan mengganggu metabolisme purin


dan sintesis DNA, RNA, dan protein.

Dosis awal: 1 mg/kg IV/PO setap hari atau dipisah 2 kali sehari, dapat ditingkatkan
seperti berikut:
Sebesar 0.5 mg/kg/hari setelah 6-8 minggu, kemudian sebesar 0.5 mg/kg/hari setiap 4
minggu, tidak melebihi 2.5 mg/kg/hari.

Pengawasan: Kurangi dosis sebanyak 0.5 mg/kg setiap 4 minggu sampai dosis efektif
terendah tercapai

4. Cyclosporine (Neoral)

Siklik polipeptida yang menekan beberapa imun humoral dan reaksi imun yang dilakukan
sel, seperti hipersensitifitas tipe lambat dan penolakan cangkok.

Dosis: 2.5 mg/kg/hari dibagi 2 kali sehari PO kurang lebih 8 minggu, Dapat ditambah
menjadi tidak lebih dari 4 mg/kg/hari

Awasi: fungsi ginjal

C. Glukokortikoid

Memiliki sifat anti peradangan dan mengakibatkan bermacam efek metabolik.


Kortikosteroid mempengaruhi respon imun tubuh dan berguna dalam pengobatan skleritis
yang berulang.

1. Methylprednisolone (Depo-Medrol, Solu-Medrol, Medrol)

Pemberian IM atau IV. Biasanya digunakan sebagai tambahan agen imunosupresif


lainnya.

Dosis: 2-60 mg/hari dibagi sekali sehari atau 2 kali sehari PO

Metilprednisolon asetat: 10-80 mg IM setiap 1-2 minggu

Jika diberikan sebagai pengganti sementara untuk pemberian oral, berikan dosis IM setiap
harinya sama dengan dosis oral.

Untuk efek jangka panjang, berikan dosis oral 7 kali setiap harinya IM setiap minggu.

Hanya metilprednisolon sodium sukinat dapat diberikan secara IV

Dosis: 1 g IV selama 1 jam selama 3 hari


2. Prednisone (Deltasone, Orasone, Sterapred)

Digunakan untuk mengobati reaksi peradangan dan alergi. Bekerja dengan cara
meningkatkan permeabilitas kapiler dan menekan kerja PMN, serta dapat menurunkan
peradangan.

Dosis: 5-60 mg/hari PO setiap hari atau dibagi 2 kali sehari sampai 4 kali sehari.

Komplikasi

Skleritis dapat mengakibatkan terjadinya beberapa komplikasi. Makular edema dapat


terjadi karena perluasan peradangan di sklera bagian posterior sampai koroid, retina, dan saraf
optik. Makular edema dapat mengakibatkan penurunan penglihatan. Komplikasi lainnya yaitu
perforasi dari sklera yang mengakibatkan hilangnya kemampuan mata untuk melihat.
Skleromalasia juga dapat terjadi, terutama pada skleritis dengan rheumatoid arthritis. Obat
kortikosteroid juga dapat memicu terjadinya perforasi serta meningkatkan tekanan intraokular
sehingga beresiko merusak saraf optik akibat glaukoma. Tanpa pengobatan segera dapat terjadi
kondisi seperti katarak, ablasio retina, keratitis, uveitis, atau atrofi optik. Uveitis anterior terjadi
pada sekitar 30% kasus skleritis. Sedangkan uveitis posterior terjadi pada hampir seluruh kasus
skleritis posterior, namun tak jarang juga dijumpai pada kasus skleritis anterior. Skleritis dapat
berulang dan berpindah ke posisi sklera yang berbeda.

Prognosis

Individu dengan skleritis ringan biasanya tidak akan mengalami kerusakan penglihatan
yang permanen. Hasil akhir cenderung tergantung pada penyakit penyerta yang mengakibatkan
skleritis. Necrotizing scleritis umumnya mengakibatkan hilangnya penglihatan dan memiliki
21% kemungkinan meninggal dalam 8 tahun.

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam


Blefaritis

Blefaritis adalah peradangan kronis pada kelopak dan tepi kelopak mata. Blepharitis sering
dikaitkan dengan sejumlah penyakit kulit sistemik, seperti: rosasea dan dermatitis seborheik.
Keadaan ini juga erat kaitannya dengan beberapa penyakit mata seperti: dry eye, khalazion,
trikhiasis, konjungtivitis dan keratitis.

Secara anatomis blepharitis dapat dikelompokkan menjadi blepharitis anterior dan


blepharitis posterior. Blepharitis anterior merujuk pada peradangan yang terutama terpusat di
sekitar bulu mata dan folikel rambutnya. Sedangkan blepharitis posterior kebanyakan
melibatkan peradangan pada orifisium kelenjar Meibom.

Blepharitis Anterior
Blepharitis anterior biasanya mengenai area disekitar basis bulu mata. Berdasarkan
etiologinya, blepharitis anterior dapat dibedakan menjadi blepharitis staphyloccocal yang
terutama disebabkan oleh bakteri staphyloccocus aureus. Penyebab lainnya adalah bakteri
staphyloccocus epidermidis atau staphylococcus koagulase negatif. Jenis kedua dari blepharitis
anterior adalah blepharitis seborrhoik yang disebabkan oleh bakteri pytirosporum ovale. Kedua
jenis blepharitis ini juga dapat muncul secara bersamaan sebagai suatu blepharitis anterior tipe
campuran.

Patogenesis
Peradangan pada blepharitis staphyloccocal diduga timbul sebagai akibat dari adanya
respon sel yang abnormal terhadap komponen dinding sel bakteri Staphyloccocus aureus.
Blepharitis seborheik sering berhubungan dengan kelainan seborheik general yang dapat
mengenai lapisan kulit kepala, lipat nasolabial, bagian belakang telinga dan juga sternum.
Karena letak palpebra yang terlalu dekat dengan permukaan bola mata dapat memicu terjadinya
peradangan sekunder serta perubahan mekanis pada konjungtiva dan kornea.
Diagnosis
a. Gejala :
Harus diketahui baha dengan gejala klinis yang ada, klinisi tidak selalu dapat membedakan
tipe blepharitis. Gejala blepharitis timbul sebagai akibat adanya penurunan fungsi normal
penglihatan dan penurunan stabilitas air mata.
 Sensasi seperti terbakar, berpasir dan fotofobia ringan dengan episode remisi dan
eksaserbasi merupakan gejala yang khas.
 Gejala biasanya memburuk di pagi hari, bahkan pada pasien yang juga menderita dry
eyes, perburukan gejala meningkat terus sepanjang hari.
b. Tanda :
 Blepharitis Staphylococcus
- Adanya skuama dan krusta yang keras yang terutama berlokasi di sekitar basis dari
bulu mata.
- Konjungtivitis papiler ringan dan hiperemia konjungtival sering dijumpai.
- Terbentuknya jaringan parut dan tylosis tepi kelopak mata, madarosis dan trichiasis
sering menjadi komplikasi dari kasus-kasus yang lama.
- Perubahan sekunder meliputi marginal keratitis dan terkadang phlyctenulosis.
- Gangguan penyerta seperti instabilitas film air mata dan dry eye sering terjadi.
 Blepharitis Seborheik
- Tepi kelopak mata yang hiperemis dn berminyak, disertai kerontokan bulu mata
- Skuama yang terbentuk halus dan dapat berlokasi dimana saja pada tepi kelopak
mata, maupun menempel pada bulu mata.
Terapi
Terdapat sedikit sekali bukti penelitian yang memaparkan protokol terapi khusus untuk
blepharitis. Pasien harus selalu diingatkan baha pengobatan yang kontinyu sangat dibutuhkan
untuk mencapai keberhasilan terapi. Kesembuhan secara permanen memang sangat sulit untuk
dicapai, namaun pengendalian gejala masih sangat mungkin untuk dikerjakan. Adapun
penatalaksanaan blepharitis anterior meliputi:
a) Tindakan Higienitas Palpebra :
 Kompres hangat yang diaplikasikan selama beberapa menit untuk melunakkan krutsa
yang melekat pada dasar bulu mata.
 Pembersihan kelopak mata secara mekanis dengan cotton bud yang mengandung cairan,
membantu melepaskan/membersihkan krusta yang menutupi tepi kelopak mata satu
sampai dua kali sehari.
 Kelopak mata juga dapat dibersihkan dengan samphoo saat keramas
 Secara bertahap aktivitas yang tergolong lid hygiene ini dapat diturunkan frekuensi
pelaksanaanya, saat kondisi pasien telah berhasil dikontrol.
b) Antibiotik Topikal :
Asam fusidat, bacitracin, atau chloramphenicol yang biasanya digunakan untuk mengobati
folikulitis akut dapat diaplikasikan pada sisi kelopak mata yang meradang setelah
dilakukannya tindakan lid hygiene.

c) Antibiotik Sistemik :
Azithromycin (500 mg/hari selama 3 hari) kemungkinan dapat membantu mengontrol
penyakit ulkus pada tepi kelopak mata.
d) Steroid Topikal dengan Potensi Lemah :
Agen steroid topikal dengan potensi rendah misalnya fluorometholone yang dioleskan
sebanyak 4x/hari berguna untuk mengatasi konjungtivitis papiler dan keratitis marginal.
e) Terapi pengganti Air Mata :
Diperlukan untuk mrngatasi instabilitas film air mata.

Diagnosis Banding :
Adapun diagnosis banding dari keadaan ini, meliputi:
a) Dry Eye :
Dapat memberikan gejala yang sama, tetapi berkebalikan dengan blepharitis, iritasi okuler
yang terjadi pada dry eye jarang bersifat berbahaya dan biasanya terbentuk setelah beberapa
hari.
b) Tumor Palpebra Infiltratif :
Sebaiknya dipertimbangkan pada pasien yang mengalami blepharitis kronis yang asimetris
maupun unilateral, khususnya bila juga disertai dengan madarosis.
Blepharitis Posterior
Patogenesis
Blepharitis posterior disebabkan oleh adanya disfungsi kelenjar meibom dan perubahan
sekresi kelenjar meibom. Enzim Lipase yang dilepaskan oleh bakteri menyebabkan pembentukan
asam lemak. Keadaan ini menyebabkan peningkatan titik lebur meibom sehingga menghambat
pengeluarannya dari kelenjar. Hal ini berpengaruh terhadap timbulnya iritasi permukaan okuler
dan memungkinkan terjadinya pertumbuhan bakteri terutama jenis Staphylococcus aureus.
Hilangnya komponen posfolipid film air mata yang seharusnya berperan sebagai surfaktan
mengakibatkan peningkatan osmolaritas dan penguapan air mata dan ketidakstabilan air mata.

Diagnosis
Terdapat korelasi yang buruk antara tingkat keparahan gejala dan tanda klinis
a. Gejala :
 Gejala blepharitis posterior sama dengan blepharitis anterior
b. Tanda :
Berupa tanda-tanda disfungsi kelenjar meibom :
 Sekresi kelenjar meibom yang berlebihan dan abnormal yang ditandai oleh tertutupnya
orifisium kelenjar meibom oleh gelembung minyak
 Sumbatan orifisium kelenjar meibom disertai oleh hyperemia dan telangektasia margo
posterior palpebra
 Penekanan pada margo palpebral yang meradang mengakibatkan keluarnya secret
kelenjar meibomyang tampak seperti pasta gigi
 Pada transiluminasi terhadap palpebra yang meradang, tampak hilangnya kelenjar, dan
dilatasi kistik dari duktus meibomian
 Film air mata menjadi berminyak dan bebusa, dengan busa yang terakumulasi pada
margo palpebra maupun kantus medial.
 Adanya perubahan sekunder berupa konjungtivitis papiler dan erosi epitel kornea di
bagian sentral.
Terapi
Seperti halnya blepharitis anterior, pada blepharitis posterior kesembuhan permanen sangat
sulit dicapai. Meskipun remisi dapat terjadi, namun rekurensi masih sangat mungkin terjadi,
terutama bila terapi dihentikan.
a. Tindakan Higienitas Palpebra
Kompres hangat dan higienitas palpebra seperti halnya pada blepharitis anterior, kecuali
tindakan pemijatan kelenjar meibom untuk mengeluarkan secret yang tertahan dianggap
kurang bermanfaat. Kompres hangat berguna untuk mencairkan secret yang mengeras,
sehingga lebih mudah terdrainasi, sehingga mengurangi jumlah sekret yang mengiritasi
kelenjar.
b. Tetrasiklin Sistemik
Merupakan terapi utama dalam penatalaksanaan blepharitis posterior. Penggunaan antibiotika
golongan ini didasarkan pada kemampuan agen ini dalam menghambat pembentukan produk
lipase stafilokokus. Namun agen ini tidak boleh digunakan pada anak-anak dibaah umur 12
tahun dan anita hamil maupun menyusui, karena agen ini terakumulasi di tulang dan gigi
(akibat terikat oleh kalsium) sehingga sangat mungkin menyebakan perubahan karna gigi dan
hipoplasia gigi. Antibiotika golongan ini tersedia dalam bentuk :
 Tetrasiklin 4 x 250 mg selama 1 minggu pertama, selanjutnya 2 x 250 mg selama 6-
12 minggu berikutnya.
 Doksisiklin 2 x 100 mg selama 1 minggu pertama, dilanjutkan dengan pemberian
sebanyak 1 x 100 mg selama 6-12 minggu berikutnya.
 Minosiklin 1 x 100 mg selama 6-12 minggu.
c. Eritromisin atau azitromisin digunakan sebagai pengganti golongan tetrasiklin apabila
terdapat kontraindikasi penggunaan, namun efektifitasnya tidak sebaik golongan tetrasiklin.
Komplikasi
Pada kasus blepharitis posterior dapat terjadi sejumlah kondisi penyulit, seperti :
a. Pembentukan khalazion yang dapat bersifat rekuren
b. Instabilitas film air mata pada sekitar 30% pasien. Keadaan ini dapat merupakan akibat
ketidakseimbangan antara komponen air dan lemak, sehingga meningkatkan penguapan film
air mata
c. Konjungtivitis papiler dan erosi epitel kornea inferior

Anda mungkin juga menyukai