Anda di halaman 1dari 13

KONSEP TEORI

A. Pengertian
Demam berdarah dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
(Arthropadborn Virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aides (Aides
albopictus dan Aedes Aegepty) (Ngastiyah, 2005). Demam berdarah dengue adalah
penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam manifestasi perdarahan dan bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer, 2000).
Dengue hemoragic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang disertai leukopenia, dengan /
tanpa ruam (rash) dan limfadenopati. Thrombocytopenia ringan dan bintik-bintik
perdarahan (Noer Syaifullah, 2000). Jadi demam berdarah dengue adalah suatu
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan menifestasi klinis demam
disertai gejala perdarahan dan bila timbul renjatan dapat menyebabkan kematian.
Untuk memahami DHF perlu pemahaman terkait Anatomo fisiologi pada sistem
sirkulasi.
B. Etiologi
Penyebab penyakit Dengue Hemorragic Fever (DHF) atau demam berdarah
adalah Virus Dengue, di indonesia virus tersebut sampai saat ini telah di isolsi
menjadi 4 serotipe virus Dengue yang termasuk dalam grup B dalam Arthropedi bone
viruses (arbu viruses), yaitu DEN-1,DEN -2,DEN-3, dan DEN4.Ternyata DEN-2 dan
DEN-3 merupakan serotipe yang menjadi penyebab terbanyak.Di Thailand, di laporka
bahwa serotipe DEN-2 adalah dominan.sementara di Indnesia, yang terutama domian
adalah DEN-3, tetapi akhhir-akhir ini ada kecenderungan doinansi DEN-2.
C. Patofisiologi
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk terjadi
viremia, yang ditandai dengan demam mendadak tanpa penyebab yang jelas disertai
gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot, pegal di seluruh tubuh, nafsu
makan berkurang dan sakit perut, bintik-bintik merah pada kulit. Selain itu kelainan
dapat terjadi pada sistem retikulo endotel atau seperti pembesaran kelenjar-kelenjar
getah bening, hati dan limpa. Pelepasan zat anafilaktoksin, histamin dan serotonin
serta aktivitas dari sistem kalikrein menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
kapiler/vaskuler sehingga cairan dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler atau
terjadinya perembesaran plasma akibatnya terjadi pengurangan volume plasma yang
terjadi hipovolemia, penurunan tekanan darah, hemokonsentrasi, hipoproteinemia,
efusi dan renjatan.
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF, dengan
masa inkubasi antara 13-15 hari menurut WHO (1975) sebagai berikut 1. Demam
tinggi mendadak dan terus menerus 2-7 hari 2. Manifestasi perdarahan, paling tidak
terdapat uji tourniquet positif, seperti perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis.
Epistaksis, Hematemesis, Hematuri, dan melena) 3. Pembesaran hati (sudah dapat
diraba sejak permulaan sakit) 4. Syok yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai
tekanan darah menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik
20 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada
ujung hidung, jari dan kaki, penderita gelisah timbul sianosis disekitar mulut
E. Klasifikasi
Mengingat derajat beratnya penyakit bervariasi dan sangat erat kaitanya dengan
pengelolaan dan prognosis, WHO (1975) membagi DBD dalam 4 derajat setelah
kriteria laboratorik terpenuhi yaitu :
a. Derajat I Demem mendadak 2-7 hari disertai gejala tidak khas, dan satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah tes toniquet positif
b. Derajat II Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau perdarahan
lain.
c. Derajat III Ditemukan kegagalan sirkulasi ringan yaitu nadi cepat dan lemah
tekanan darah rendah, gelisah, sianosis mulut, hidung dan ujung jari.
d. Derajat IV Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi.
F. Penatalaksaaan
1. Medis
Pada dasarnya pengoobatan pasien DHF bersifat simtomatis dan suportif
a. DHF tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien
dehidrasi dan haus. Pada pasien ini perlu diberi banyak minum, yaitu 1,5
sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirup, susu, dan bila
mau lebih baik oralit. Cara memberikan minum sedikit demi sedikit dan orang
tua yang menunggu dilibatkan dalam kegiatan ini. Jika anak tidak mau minum
sesuai ang dianjurkan tidak dibenarkan pemasangan sonde karena merangsang
resiko terjadi perdarahan. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat anti
piretik dan kompres dingin. Jika terjadi kejang diberi luminal atau anti
konfulsan lainnya. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur kurang 1
tahun 50 mg IM, anak lebih 1 tahun 75 mg. Jika 15 menit kejang belum
berhenti lminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kg BB. Anak diatas 1 tahun
diveri 50 mg, dan dibawah 1 tahun 30 mg, dengan memperhatikan adanya
depresi fungsi vital.
Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila :
a. Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi.
b. Hematokrit yang cenderung meningkat.
Hematokrit mencerminkan kebocoran plasma dan biasanya
mendahului mnculnya secara klinik perubahan fungsi vital (hipotensi,
penurunan tekanan nadi), sedangkan turunya nilai trombosit biasanya
mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien yang diduga
menderita DHF harus diperiksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari mlai hari
ke-3 sakit sampai demam telah turun 1-2 hari. Nilai hematokrit itlah yang
menentukan apabila pasien perlu dipasang infus atau tidak.
b. DHF disertai renjatan (DSS)
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera sipasang infus
sebagai penganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Caiaran yang
diberikan bisanya Ringer Laktat. Jika pemberian cairan tidak ada respon
diberikan plasma atau plasma ekspander, banyaknya 20-30 ml/kgBB. Pada
pasien dengan renjatan berat diberikan infs harus diguyur dengan cara
membuka klem infus.
Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitudo nadi
besar, tekanan sistolik 80 mmHg /lebih, kecepatan tetesan dikurangi 10
l/kgBB/jam. Mengingat kebocoran plasma 24-48 jam, maka pemberian infus
dipertahankan sampai 1-2 hari lagi walaupn tanda-tanda vital telah baik.
Pada pasien renjtan berat atau renjaan berulang perlu dipasang CVP
(Central Venous Pressure) untuk mengukur tekanan vena sentral melalui vena
magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU.
Trafusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal
yang berat. Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal berat dapat diduga
apabila nilai hemoglobin dan hematokrit menutun sedangkan perdarahanna
sedikit tidak kelihatan. Dengan memperhatikan evaluasi klinik yang telah
disebut, maka engan keadaan ini dianjurka pemberian darah.
2. Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya kegagalan sirkulasi
darah, resiko terjadi pendarahan, gangguan suhu tubuh, akibat infeksi virus
dengue, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit
a. Kegagalan sirkulasi darah
Dengan adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah ke dalam
jaringan ekstrovaskular, yang puncaknya terjadi pada saat renjatan akan
terlihat pada tubuh pasien menjadi sembab (edema) dan darah menjadi kental.
Pengawasan tanda vital (nadi, TD, suhu dan pernafasan) perlu
dilakukan secara kontinyu, bila perlu setiap jam. Pemeriksaan Ht, Hb dan
trombosit sesuai permintaan dokter setiap 4 jam. Perhatikan apakah pasien ada
kencing / tidak. Bila dijumpai kelainan dan sebagainya segera hubungi dokter.
b. Resiko terjadi pendarahan
Adanya thrombocytopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi merupakan faktor penyebab terjadinya
pendarahan utama pada traktus gastrointestinal. Pendarahan grasto intestinal
didahului oleh adanya rasa sakit perut yang hebat (Febie, 1966) atau daerah
retrosternal (Lim, dkk.1966).
Bila pasien muntah bercampur darah atau semua darah perlu diukur.
Karena melihat seberapa banyak darah yang keluar perlu tindakan secepatnya.
Makan dan minum pasien perlu dihentikan. Bila pasien sebelumnya tidak
dipasang infuse segera dipasang. Formulir permintaan darah disediakan.
Perawatan selanjutnya seperti pasien yang menderita syok. Bila terjadi
pendarahan (melena, hematesis) harus dicatat banyaknya / warnanya serta
waktu terjadinya pendarahan.
Pasien yang mengalami pendarahan gastro intestinal biasanya dipasang
NGT untuk membantu mengeluarkan darah dari lambung
c. Gangguan suhu tubuh
Gangguan suhu tubuh biasanya terjadi pada permulaan sakit atau hari
ke-2-ke-7 dan tidak jarang terjadi hyperpyrexia yang dapat menyebabkan
pasien kejang. Peningkatan suhu tubuh akibat infeksi virus dengue maka
pengobatannya dengan pemberian antipiretika dan anti konvulsan. Untuk
membantu penurunan suhu dan mencegah agar tidak meningkat dapat
diberikan kompres dingin, yang perlu diperhatikan, bila terjadi penurunan
suhu yang mendadak disertai berkeringat banyak sehingga tubuh teraba dingin
dan lembab, nadi lembut halus waspada karena gejala renjatan. Kontrol TD
dan nadi harus lebih sering dan dicatat secara baik dan memberitahu dokter.
d. gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan rasa aman dan nyaman dirasakan pasien karena penyakitnya
dan akibat tindakan selama dirawat. Hanya pada pasien DHF menderita lebih
karena pemeriksaan darah Ht, trombosit, Hb secara periodic (stp 4 jam) dan
mudah terjadi hematom, serta ukurannya mencari vena jika sudah stadium II.
Untuk megurangi penderitaan diusahakan bekerja dengan tenang
yakinkan dahulu vena baru ditusukan jarumnya. Jika terjadi hematum segera
oleskan trombophub gel / kompres dengan alkohol.
Bila pasien datang sudah kolaps sebaiknya dipasang venaseksi agar
tidak terjadi coba-coba mencari vena dan meninggalkan bekas hematom di
beberapa tempat. jika sudah musim banyak pasien DHF sebaiknya selalu
tersedia set venaseksi yang telah seteril
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Fokus
1. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang
dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan
orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan pasien lemah.
3. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil dan saat
demam kesadaran kompos mentis. Panas turun terjadi antara hari ke-3 dan ke-7,
dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemesis
4. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak biasanya mengalami
serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain.
5. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
6. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status
gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila ada faktor predisposisinya. Anak
yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah,dan nafsu akan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status
gizinya menjadi kurang.
7. Kondisi lingkungan
sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang kurang
bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang di kamar).
8. Pola kebiasaan
Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang,
dan nafsu makan menurun.
Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami diare atau konstipasi. Sementara
DHF grade III-IV bisa terjadi melena.
Eliminasi BAK : perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau banyak, sakit
atau tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
Tidur dan istirahat : anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit
atau nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun
istirahatnya kurang.
Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes
aegypti. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.
9. Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai ujung
kaki.
10. Sistem integumen
Adanya peteki pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin dan
lembab.
11. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan adanya infeksi dengue
adalah :
a. Uji rumple leed / tourniquet positif
b. Darah, akan ditemukan adanya trombositopenia, hemokonsentrasi, masa
perdarahan memanjang, hiponatremia, hipoproteinemia.
c. Air seni, mungkin ditemukan albuminuria ringan
d. Serologi Dikenal beberapa jenis serologi yang biasa dipakai untuk
menentukan adanya infeksi virus dengue antara lain : uji IgG Elisa dan uji
IgM Elisa
e. Isolasi virus
Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body technique test
secara langsung / tidak langsung menggunakan conjugate (pengaturan atau
penggabungan)
f. Identifikasi virus
Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body tehnique test
secara langsung atau tidak langsung dengan menggunakan conjugate
g. Radiology
Pada fhoto thorax selalu didapatkan efusi pleura terutama disebelah hemi
thorax kanan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan intraseluler ke
ekstraseluler (kebocoran plasma dari endotel) Ditandai dengan:
a. Hipotensi
b. Takikardi
c. Pengisian kapiler lambat
d. Berkeringat
e. Urin pekat atau menurun
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen dalam jaringan
menurun Ditandai dengan :
a. Penurunan nadi perifer, pengisian kapiler lambat atau menurun
b. Perubahan warna kulit
c. Edema jaringan ekstremitas dingin
3. Hipertermi berhubungan viremia Ditandai dengan:
a. Peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan normal
b. Kulit kemerahan, hangat waktu disentuh
c. Peningkatan tingkat pernafasan
d. Takikardi
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubunggan dengan proses patologis (viremia)
Ditandai dengan:
a. Keluhan nyeri
b. Perilaku yang bersifat hati-hati atau melindungi
c. Wajah menunjukkan nyeri
d. Gelisah
5. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan kadar trombosit dalam darah
Di tandai dengan:
a. Akral dingin
b. Tekanan darah menurun
c. Nadi lemah
d. Kesadaran menurun (Nasrudin, 2005)

C. Intervensi
1. Devisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan intraseluler ke
ekstraseluler Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit volume
cairan dapat terpenuhi
KH :
a. Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan perilaku yang, perlu untuk
memperbaiki defisit cairan
b. Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran
urine adekuat, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit
baik.
c. Volume cairan cukup, input cukup, output tidak berlebih.
Rencana tindakan:
1. Kaji keadaan umum pasien (lemah pucat, tachicardi) serta tandatanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, untuk mengetahui dengan cepat
penyimpangan dari keadaan normalnya
2. Observasi adanya tanda-tanda syok.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan t.indaka.n untuk menangani syok
yang dialami pasien.
3. Berikan cairan intravaskuler sesuai program dokter.
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami
defisit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk karena cairan
langsung masuk kedalam pembuluh darah.
4. Anjurkan pasien untuk banyak minum
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan
tubuh.
5. Kaji tanda dan gejala dehidrasi atau hipovolemik (riwayat muntah diare,
kehausan turgor jelek).
Rasional : Untuk mengetahui penyebab devisit volume cairan, jika haluaran
urine < 25 ml/jam, maka pasien mengalami syok
6. Kaji perubahan haluaran urine dan monitor asupan haluaran
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan tingkatan dehidrasi.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigin dalam jaringan
menurun. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suplai oksigen ke
jaringan adekuat.
KH :
Menunjukkan peningkatan perfusi secara individual misalnya tidak ada
sianosis dan kulit hangat.
Rencana tindakan:
1. Auskultasi frekuensi dan irama jantung cacat adanya bunyi jantung ekstra.
Rasional : Tachicardia sebagai akibat hipoksemia kompensasi upaya
peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan, gangguan irama berhubungan
dengan hipoksemia, ketidakseimbangan elektrolit. Adanya bunyi jantung
tambahan terlihat sebagai peningkatan kerja jantung.
2. Observasi perubahan status metal
Rasional : Gelisah bingung disorientasi dapat menunjukkan gangguan aliran
darah serta hipoksia.
3. Observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa.
Rasional : Kulit pucat atau sianosis, kuku membran bibir atau lidah dingin
menunjukkan vasokonstriksi prifer (syok) atau gangguan aliran darah perifer.
4. Ukur haluaran urine dan catat berat jeuis urine
Rasional : Syok lanjut atau penurunan curah jantung menimbulkan penurunan
perfusi ginjal dimanifestasi oleh penurunan haluaran urine dengan berat jenis
normal atau meningkat
5. Berikan cairan intra vena atau peroral sesuai indikasi.
Rasional : Peningkatan cairan diperlukan untuk menurunkan hiperviskositas
darah (Potensial pembentukan trombosit) atau mendukung volume sirlukasi
atau perfusi jaringan.
3. Hipertemi berhubungan dengan terjadinya veremia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan temperatur suhu dalam batas
normal (36°-37° C).
KH:
a. Klien tidak menunjukkan kenaikan srihu tubuh.
b. Suhu tubuh dalam batas normal (36°-37° C)
Rencana tindakan:
1. Kaji saat timbulnya demam
Rasional : Untuk mengidentifikasi pola demam pasien
2. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
3. Tingkatkan intake cairan.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi asupan cairan
4. Catat asupan dan keluaran
Rasional : untuk mengetahui ketidakseimbangancairan tubuh
5. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses patologis (viremia)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang/hilang
KH :
a. Rasa nyaman pasien terpenuhi
b. Nyeri berkurang atau hilang
Rencana tindakan:
1. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien dengan skala nyeri (0 - 10), tetapkan
tipe nyeri yang dialami pasien, respon pasien terhadap nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui berat nyeri yang dialami pasien
2. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri.
Rasional : Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut maka perawat dapat
melakukan intervensi yang sesuai dengan masalah klien.
3. Berikan posisi yang nyata dan, usahakan situasi ruang yang terang.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri .
4. Berikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain, pasien dapat sedikit melupakan
perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
5. Berikan kesempatan pada pasien untuk berkomunikasi dengan temanteman
atau orang terdekat.
Rasional : Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat atau teman
membuat pasien bahagia dan dapat mengalihkan, perhatiannya terhadap
nyeri.
6. Berikan obat analgetik (Kolaborasi dengan dokter)
Rasional : Obat analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.
Tugas Keperawatan Kritis

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK dengan Dengue hemoragic fever (DHF)

Oleh
Nopdin Kamai
201601123

Kelas IV B Keperawatan

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2019

Anda mungkin juga menyukai