Anda di halaman 1dari 79

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ASMA BRONCHIAL


TUBERKULOSIS DAN BRONCHOPNEUMONIE

KELOMPOK I

1. Muhamad Sabri 131911123006


2. James Anthonius Djoupari 131911123010
3. Kurnia Dusa Agustina 131911123007
4. Elisabeth Kaka 131911123011
5. Maria theresia dhiu 131911123008
6. Rani Putri Haji Soleman 131911123009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fungsi sistem pernapasan adalah menghantarkan udara masuk dan keluar paru sehingga
terjadi pertukaran antara Oksigen dan Karbondioksida. Sistem pernafasan atas terdiri dari
hidung, rongga hidung dan faring. Sedangkan sistem pernafasan bagian bawah terdiri dari
trachea, bronkus – bronkus dan paru. Selain itu terdapat otot yang digunakan untuk
memisahkan rongga thorax dengan abdomen yang juga digunakan saat inspirasi yang disebut
dengan diafragma.

Sistem pernafasan ini sangatlah penting bagi tubuh manusia, karena dengan bernafas maka
tubuh mendapatkan suplai oksigen yang cukup dan mengeluarkan karbondioksida yang
berlebih dari dalam tubuh. Oksigen sangatlah penting bagi organ vital di dalam tubuh, jika
dalam beberapa menit saja organ tubuh tidak mendapatkan suplai oksigen maka akan terjadi
kematian jaringan yang akan mengganggu kelangsungan system didalam tubuh bahkan bisa
menyebabkan kematian.

Terdapat beberapa penyakit yang pada umumnya dapat mengganggu system pernafasan
antara lain : Asma, tuberculosis, dan bronkopneumonia. Penyakit ini tidak hanya meyerang
orang dewasa, tetapi juga anak – anak rentan terkena penyakit tersebut.

Asma merupakan gangguan pernafasan yang ditandai dengan ekspirasi yang terbatas,
wheezing, batuk terus menerus dan nafas yang dangkal (Gina, 2016).

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri


mycobacterium tuberculosa yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru – paru.
penyakit ini bila tidak ditangani atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan
komplikasi berbahaya hingga kematian.

2
Bronkopneumonia adalah penyakit yang disebabkan kuman Pneumococcus,
Staphylococcus. Streptococcus, dan virus, suatu peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution) (Bennete, 2013)

Prevalensi Asma menurut Riskedas menurut diagnose dokter pada semua umur tercatat 0.4
% pada anak usia kurang dari 1 tahun, 1.6 % pada anak usia 1-4 tahun, dan 1.9 % pada anak
usia 5-14 tahun. Sedangkan prevalensi asma pada penduduk semua umur menurut provinsi
secara umum menurun dari angka 4.5 % di tahun 2013 ke angka 2,4 %. Namun demikian pada
tahun 2019 terdapat perubahan iklim dan cuaca yang signifikan di Indonesia. Hal ini dapat
menjadi perhatian karena perubahan cuaca dapat memicu kekambuhan asma bronkiale pada
anak.

Untuk prevalebsi TB paru menurut Riskesdas 2018 berdasarkan diagnosis dokter menurut
provinsi, secara umum mengalami peningkatan dari hasil Riskesdas 2013, walaupun bila
dilihat dari angka prevalensi tetap pada angka rata-rata 0.4 %. Dengan banyaknya kasus pada
orang dewasa, maka kemungkinan terbesar jumlah anak terinfeksi TB juga meningkat.

Sedangkan pneumonia menurut hasil Riskesdas 2018, prevalensi pneumonia berdasarkan


diagnosa tenaga kesehatan ada pada angka 2.0 %. Angka ini meningkat secara siginifikan
hamper merata di seluruh Indonesia apa bila dibandingkan dengan Riskesdas 2013 pada
kategori yang sama yaitu pada angka 1.6 %. Prevalensi diatas merupakan prosentasi
berdasarkan semua umur, kemungkinan pada usia anak jumlah anak yang terinfeksi
pneumonia juga bertambah banyak.
Gangguan system respiratori pada anak di Indonesia cukup tinggi karena cuaca di
Indonesia yang panas dan lembap. Situasi ini mendukung pertumbuhan bakteri yang menjadi
penyebab infeksi saluran pernapasan. Selain itu sanitasi yang kurang juga menjadi faktor
pendukung terjadinya infeksi saluran pernapasan pasa anak. Asupan gizi yang kurang
seimbang di daerah pelosok juga salah satu faktor penyebab anak mudah terjangkit penyakit
infeksi saluran pernafasan.

3
Dengan mempelajari asuhan keperawatan anak dengan gangguan respiratori diharapkan
perawat dapat memberikan pelayanan secara optimal, baik dalam pelayanan promotif,
preventif maupun kuratif dan rehabilitatif.

1.2 Rumusan Masalah


Mampukah mahasiswa menerapkan asuhan keperawatan gangguan respiratori diantaranya
asma, TB dan Bronchopneumonia?

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan
pernafasan : Asma, TB dan Bronchopneumonia
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi sistem pernafasan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi gangguan pernafasan dengan asma, TB dan
bronchopneumonia
3. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi gangguan pernafasan pada anak dengan
Asma, TB dan bronchopneumonia
4. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi gangguan pernafasan pada anak dengan
Asma, TB dan bronchopneumonia
5. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari Asma, TB dan bronchopneumonia
6. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis dari Asma, TB dan
Bronchopneumonia
7. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dari Asma, TB dan bronchopneumonia
8. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada anak Asma, TB dan
bronchopneumonia
9. Mahasiswa mampu menjelaskan proses asuhan keperawatan pada anak dengan Asma,
TB dan Bronchopneumonia

1.4 Manfaat
a. Manfaat Teoritis

4
Dengan penulisan makalah ini mahasiswa dapat memahami kerangka sistem asuhan
keperawatan pada anak khususnya dengan gangguan Asma, Tb, dan Bronchopneumonia

b. Manfaat praktis
1. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan anak dengan gangguan sistem
pernafasan, asma, Tb dan Bronchopneumonia
2. Mahasiswa mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait cara mencegah
dan memberikan pertolongan pertama pada anak dengan asma, Tb dan
Bronchopneumonia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SISTEM RESPIRATORY


A. Definisi Sistem Respiratory
Sistem respiratory atau sistem pernafasan adalah sistem organ yang digunakan untuk
pertukaran gas. Pada manusia atau hewan berkaki empat, sistem pernafasan pada umumnya
termasuk saluran yang digunakan untuk membawa udara kedalam paru-paru dimana terjadi
pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida). Diafragma menarik udara masuk dan juga
mengeluarkannya. Berbagai variasi sistem pernafasan ditemukan pada berbagai jenis mahluk
hidup. Bahkan pohon pun memiliki sistem pernafasan. Organ-organ pernafasan meliputi
hidung, faring, laring, trakea, bronkus, paru-paru, alveolus. (http://www.gurupendidikan
.com/pengertian-sistem-pernafsan-manusia/lengkap)
Fungsi sistem pernafasan adalah mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel
tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan oleh sel-sel tubuh
kembali ke atmosfer. Organ-organ respiratorik berfungsi dalam :
 Produksi bicara, membantu proses dalam berbicara
 Keseimbangan asam basa dalam darah dan jaringan tubuh manusia
 Pertahanan tubuh melawan benda asinng, organism asing yang masuk melalui
proses pernafasan ke dalam tubuh.
 Mengatur hormonal tekanan darah dan keseimbangan hormon dalam darah

5
Respirasi melibatkan proses-proses berikut ini.
 Ventilasi pulmonary (pernafasan ) adalah jalan masuk dan keluar udara dari
saluran pernafasan dan paru-paru
 Respirasi eksternal adalah disfungsi oksigen dan karbon dioksida antara udara
dalam paru dan kapiler pulmonary
 Respirasi internal adalah difusi oksigen dan karbon dioksida antara sel darah dan
sel-sel jaringan
 Respirasi seluler adalah penggunaan oksigen oleh sel-sel tubuh untuik produksi
energy dan pelepasan produk oksidasi CO2 dan air oleh sel-sel tubuh.

Yang termasuk struktur utama sistem pernapasan adalah saluran udara pernapasan
(saluran pernafasan atas) terdiri dari hidung , faring, laring, trakea, sedangkan saluran
pernafasan bagian bawah yaitu bronkus, bronkiolus dan paru-paru (alveoli). Urutan saluran
pernafasan adalah rongga hidung- faring-laring- trachea- bronkus- bronkiolus-paru-paru
(alveoli).
1. Saluran Pernafasan Atas
a. Hidung
Rongga Hidung merupakan rongga yang kaya akan pembuluh darah, lender semua
sinus yag mampu menghangatkan udara yang masuk ke hidung dan terdapat bulu-
bulu halus yang berfungsi untulk menyaring udara kotor. Hidung juga sebagai indera
pembau yang sensitive, sehingga dengan kemampuan indera pembau yang sensitive
ini manusia dapat membedakan atau menghindar dari gas beracun dan bau tidak enak
yang tentunya itu akan mengganggu pernafasan.
b. Faring
Faring adalah pipa berotot yang letaknya di belakang hidung (nasofaring), di
belakang mulut (orofaring), dan di belakang laring (faring-laringeal). Terdapat tekak
tempat pita suara dan bersambung dengan esophagus
c. Laring
Lanjutan dari orofaring dan bagian trachea, terdapat tulang hyoid dan akar lidah,
disusun oleh beberapa tulang rawan tidak beraturan yang disatukan oleh ligament

6
dan membrane-membran. Disini terdpat pita suara yang jika ada udara masuk amka
pita suara akan bergetar, dan pita suara inilah yang memberikan sinyal berubah suara
wheezing, dll jika ada sumbatan pada saluran nafas. Pada laring ini juga terdapat
epiglottis, yaitu tulang rawan berbentuk daun yang terikat pada bagian dalam bagian
depan dinding tulang rawan tiroid. Selama proses menelan, laring bergerak kearah
atas dan kearah depan, sehingga laring yang terbuka tersebut dapat ditahan oleh
epiglottis.
d. Trachea
Trakea panjang sekitar 9-12cm. Trakea dimulai dari laring bagian bawah sampai
ketinggian vertebra torakalis ke lima dan di tempat ini bercabang menjadi dua
bronkus. Trakea tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran tak lengkap berupa cincin
tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan melengkapi lingkarang
disebelah belakang trakea. Trakea dihubungkan dengan epithelium yang
mengandung sel-sel goblet yang menyekresi mucus, silia membersihkan mucus dan
partikel-pertikel asing yang dihisap kearah laring.
2. Organ Pernafasan Bawah
a. Bronkus dan Bronkiolus
Trachea bercabang menjadi 2 yaitu menjadi bronkus, bronkus kanan dan kiri.
Susunan bronkus sama dengan trachea. Bronkus kanan letaknya lebih landau karena
terdorong Aorta kebawah, lebar dan lebih pendek. Sedangkan bronkus kiri letaknya
lebih curam (tinggi) karena adanya organ jantung pada dada kiri, lebih panjang dan
langsing. Begitupun bronkus, bronkus ini yang langsung bersentuhan dengan alveoli
di dalam paru-paru.
b. Paru-paru ( pulmo )
Paru – paru merupakan alat pernafasan yang utama yang terdiri dari paru kanan dan
paru kiri. Paru – paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks di atas dan
muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam dasar leher. Paru-paru kanan
terdapat 3 lobus dan paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus. Di dalam paru-paru terdapat
bronkuiolus yang langsung bersentuhan dengan alveoli yang di kelilingi oleh
pembuluh darah kapiler, disinilah pertukaran udara (gas O2 dan CO2) secara disfusi.
Bentuk alveoli dalam paruberegrombol seperti buah anggur yang disebut alveolus.

7
Paru-paru ini dibungkus dengan selaput yang disebut pleura, pleura ini ada dua
bagian yaitu pleura dalam (visceralis) dan pleura bagian luar (parientalis). Diantara
2 pleura ini ada rongga yang berisi cairan yang memungkinkan paru-paru
berkembang maksimal, tidak bergesekan ketika inspirasi. Daya muat udara oleh paru
– paru adalah 4.500 – 5.000 ml. Kapasitas vital adalah volume udara yang dapat
dicapai masuk dan keluar paru pada inspirasi paling kuat.
3. Mekanisme Pernafasan
Paru-paru dan dinding dada dalam keadaan normal memiliki struktur yang elastis
dan terdapat lapisn cairan tipis yang memisah paru-paru dan dinding dada. Posisi paru-
paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-
paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer. Paru-paru akan teregang dan
berkembang pada waktu bayi lahir. Pada waktu akhir ekspirasi tenang kecenderungan
recoil ( pergeseran ) dinding dada diimbangi oleh kecenderungan dinding dada untuk
bergeser kearah yang berlawanan.
Otot diafragma yang terletak di bagian dalam dan luar interkostalis, kontraksinya
bertambah dalam. Rongga toraks menutup dan mengeras ketka udara masuk kedalam
paru-paru, diluar muskulus interkostalis akan menekan tulang iga dan mengendalikan
luas rongga toraks yang menyokong pada saat ekspirasi sehingga bagian luar
interkostalis dan ekspirasi menekan bagian perut. Kekuatan diafragma kearah atas
membantu mengembalikan volume udara bertambah.
Pada waktu menarik nafas dalam, maka oto akan berkontraksi , tetapi pengeluaran
pernafasan berada dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup, penarikan nafas
melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak,
kemudian diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas bernafas
merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernafas dalam dan volume
udara bertambah.

2.2 ASMA
A. Pengertian
Asma berasal dari kata “Asthma” yang diambil dari bahasa yunani yang berarti “sukar
bernafas”. Penyakit asma merupakan inflamasi kronik saluran pernafasan yang melibatkan

8
banyak sel dari elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernafasan ini
menjadi hiperesponsif, sehingga mudah terjadi bronkokontriksi, edema dan hiperekskresi
kelenjar yang menghasilkan pembatasan aliran udara disaluran pernafasan dengan manifestasi
klinik yang bersifat periodic berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat , batuk- batuk
terutama pada dini hari atau malam hari. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi
yang derajatnya bervariasi dan bersifat reversible secara spontan maupun dengan atau tanpa
pengobatan. (Gina, 2011)
Asma merupakan penyakit kronis yang sering muncul pada masa kanak – kanak dan usia
muda sehingga dapat menyebabkan kehilangan hari – hari sekolah atau hari kerja produktif
yang juga menyebabkan ganguan aktifitas sosial, bahkan berpotensi mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004 definisi asma adalah mengi
berulang dan atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut : timbul secara
episodic, cenderung pada malam hari (nocturnal) musiman, setelah aktifitas fisik, serta
terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan atau keluarganya (Rahajoe dkk, 2008).
Pada tahun 2008 WHO mencatat sebanyak 300 juta orang menderita asma dan 225 ribu
penderita meninggal karena asma diseluruh dunia. Angka asma 80% terjadi di negara
berkembang yang diakibatkan kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan dan
fasilitas pengobatan. Untuk sepuluh tahun kedepan angka kematian diseluruh dunia yang
disebabkan oleh asma diperkirakan akan meningkat 20% jika tidak terkontrol dengan baik.
Prevalensi asma diseluruh dunia adalah sebesar 8-10% pada anak dan 3-5% pada dewasa, dan
dalam sepuluh tahun terakhir ini meningkat sebesar 50%.
Pada tahun 2007 Riskesda mencatat prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun
diperkirakan 5-7% penduduk Indonesia menderita asma.
Dalam Oemati dkk, (2007). Di Indonesia diperkirakan prevalensi asma 2-5%, dan
mengalami peningkatan dari 4,2% pada tahun 1995 menjadi 5,4% pada tahun 2003. DKI
Jakarta memiliki prevalensi asma yang lebih besar yaitu 7,5% pada tahun 2007. Anak dan
bayi memiliki kejadian yang lebih tinggi yaitu sekitar 10-85% dibandingkan pada orang
dewasa (10-45%).

B. Klasifikasi Asma

9
Klasifikasi asma berdasarkan penyebabnya menurut Somantri, 2009, dibagi menjadi 3,
yaitu : asma alergik atau ekstrinsik, asma idiopatik/ intrinsic dan asma campuran.
1) Asma alergik/ekstrinsik
Asma jenis ini adalah asma yang disebabkan oleh allergen seperti debu, binatang kecil,
asap, polusi udara, bau kotoran dan sampah, bau bauan menyengat dan juga makanan
yang mengandung MSG dapat memicu terjadinya asma jenis ini. Asma jenis ini banyak
terjadi pada anak anak karena aktifitasnya yang dinamis.
2) Asma idiopatik/intrinsic
Asma ini disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas dan bawah, biasanya terjadi pada
orang yang lebih dewasa. Infeksi ini menyebabkan peradangan sehingga terjadi
penyumbatan saluran udara. Gejala – gejala yang terjadi biasanya sesak nafas, batuk dan
nafas menjadi cepat dan pendek.
3) Asma campuran
Asma jenis ini merupakan bentuk gabungan antara asma alergik dan non
alergik/idiopatik.

Tabel pembagian derajat penyakit asma pada anak


Parameter klinis, Asma episodik Asma episodik sedang Asma persisten
kebutuhan obat, dan jarang (Asma sedang) (Asma berat)
faal paru. (Asma ringan)
1. Frekuensi serangan <1x/bulan >1x/bulan Sering
2. Lama serangan <1 minggu ≥1 minggu tidak ada Hampir sepanjang
remisi tahun
3. Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
4. Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
5. Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
6. Pemeriksaan fisis di Normal Mungkin terganggu Tidak pernah normal
luar serangan
7. Obat pengendali Tidak perlu Perlu, non steroid Perlu, steroid
(anti inflamasi)

10
8. Faal paru di luar PEF/FEVI >80% PEF/FEVI 60-80% PEF/FEVI <60%
serangan variabilitas 20-30%
9. Faal paru pada saat Variabilitas >15% Variabilitas >30% Variabilitas >50%
ada gejala/serangan
C. Etiologi
Penyebab asma terdiri dari allergen ekstrinsik dan intrinsik (Kowalak, 2014).
1) Alergen ekstrinsik :
a. polen
b. bulu binatang
c. debu rumah
d. kapuk
e. zat yang menimbulkan sensitifitas
f. zat adiktif
2) Alergen intrinsik
a. stress
b. kelelahan
c. iritan
d. bahan di lingkungan kerja
e. hiperventilasi dan exercise
f. status sosio ekonomi dan besarnya keluarga

D. Patofisiologi
Asma timbul karena seseorang yang atopi terpapa allergen yang ada dalam lingkungan
sehari – hari dan membentuk IgE. Allergen yang masuk ke dalam tubuh melali saluran
pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja
sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah allergen di proses dalam sel APC, selanjutnya
oleh sel tersebut di presentasikan ke sel th. Sel th memberikan signal kepada sel B dengan
dilepaskannya interleukin 2 (IL-2) untuk berproliferasi menjadi sel plasma dan membentuk
IgE. IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basophil yang
ada dalam jaringan dan basophil yang ada dalam sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada
seseorang maka orang itu sudah desentisasi atau baru menjadi rentan.

11
Bila orang yang sudah terpapar untuk yang kedua kali atau lebih dengan allergen yng
sama, allergen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada dalam permukaan mastosit dan
basophil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan perubahan di dalam sel
dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel yang menyebabkan dilepaskannya
mediator mediator kimia yang meliputi: histamine, slow releasing subtance of anaphylaksis
(SRS-A), Eosinophilik chomotetik factor of Anaphylaksis (ECF-A), trypase dan kinin. Hal ini
akan menyebabkan timbulnya tiga reaksi utama yaitu: kontraksi otot – otot polos yang besar
maupun kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permiabilitas kapiler yang
berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran
nafas. Peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan produksi mucus. Proses ini akan
menimbulkan sesak, napas berbunyi (wheezing), dan batuk yang produktif. Asma non alergik
terjadi bukan karena pemaparan allergen tetapi terjadi akibat beberapa factor pencetus seperti
infeksi saluran pernafasan bagian atas, olahraga atau kegiatan jasmani yang berat dan tekanan
jiwa atau stress psikologi. Serangan asma ini terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama
gangguan saraf simpatis yaitu blockade adrenergic beta dan hiperaktifitas adrenergic alfa.
Dalam keadaan normal aktifitas adrenergic beta lebih dominan daripada adrenergic alfa. Pada
sebagian penderita asma aktifitas adrenergic alfa diduga meningkat sehingga mengakibatkan
bronkokonstriksi dan menimbulkan sesak napas (Muttaqin, A. 2008).

12
E. Web Of Causion (WOC)

Faktor
Faktor
Intrinsik
ekstrinsik

Sistem saraf otonom


Alergen : bulu binatang,
faktor pemicu infeksi,
debu, serbuk tangan
emosi, olahraga berlebih,
dingin, polutan, merokok
Antigen merangsang IgE di sel mast,
terjadi reaksi antigen - antibodi Perangsangan
saraf
Proses pelepasan produk – produk sel
mast (mediator kimiawi) Histamin, Asetilkolin pada
bradikinin, prostaglandin, anafilaksisd otot polos bronkus
dari substansi yang bereaksi lambat
(SRS-A)
Bronkokontriksi

Mempengaruhi jaringan
mukosa dalam jalan nafas

Peningkatan Spasme Edema Kelelahan


mukus otot mukosa
bronkus
Berkurangnya
energi/kelemahan
Rangsangan batuk Obstruksi jalan
dan nyeri insisi dada
INTOLERANSI
Sesak nafas AKTIFITAS
BERSIHAN JALAN
NAFAS TIDAK EFEKTIF Penurunan
Asma nafsu makan

Muncul pada Kurang pajanan Nutrisi kurang dari


malam hari informasi kebutuhan tubuh

GANGGUAN DEFISIT Pola nafas tidak


POLA TIDUR PENGETAHUAN efektif

13
Dampak hospitalisasi

Anak Orang tua

takut Kurang pengetahuan

F. Manifestasi klinis
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodic batuk, mengi dan sesak napas.
Pada gejala awal sering terjadi gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma
alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai secret,
tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan secret baik yang mukoid,
putih kadang – kadang purulent. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk
tidak disertai mengi, dikenal dengan istilah cough varian asma. Bila dicurigai seperti itu maka
harus dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi
dengan metakolin.
Asma dicirikan dengan adanya wheezing episodic, kesulitan bernafas, dada sesak dan
batuk. Frekuensi gejala asma mungkin semakin buruk dimalam hari,
Variasi sirkadian pada tonus bronkodlator dan reativitas bronkus mencapai titik terendah
antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala gejala dari bronkokontriksi (Tierney dkk, 2002).

G. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul menurut Mansjoer (2008) yang mungkin
timbul adalah :
a. Pneumotoraks
b. Pneumomediastinum
c. Atelektasis
d. Aspergilosis
e. Gagal Napas
f. Bronkhitis

14
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
b. Gas Darah Arterial (GDA)
c. Radiografi Dada
d. Pemeriksaan lain : pemeriksaan sputum (sputum eosinophil). Uji alergi kulit, IgE.

I. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Pengobatan asma diarahkan terhadap gejala–gejala yang timbul saat serangan,
mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan kesehatan optimal
yang umum ditujukan agar pengobatan dapat merelaksasi bronkus.
Terapi tahap awal yaitu :
1. Memberikan oksigen pernasal
2. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2.5 mg atau terbutalin
10mg) dan Inhalasi nebulisasi
3. Aminophilin intravena 5-6mg per kg.
4. Kortikosterid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera atau
dalam serangan sangat berat.
5. Bonkodilator untuk mengatasi obstruksi jalan nafas
b. Pengobatan non farmakologis
Penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu :
1. Fisioterapi dada dan batuk efektif
2. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
3. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml/hari
4. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
5. Hindarkan pasien dari factor pencetus

J. Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan Asma


a. Pengkajian
 Identitas

15
Meliputi pengkajian nama, jenis kelamin, usia tanggal lahir, medical record, alamat,
nama ayah/penanggung jawab, pekerjaan ayah/ penanggung jawab.
 Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Nafas pendek, suara nafas wheezing, dada terasa berat, kesulitan bernafas, batuk,
pilek disertai/tidak disertai dengan secret.
b. Riwayat kesehatan terdahulu
Riwayat penyakit yang pernah di derita oleh pasien sebelumnya seperti ISPA
atau keluhan yang sama serta bagaimana riwayat imunisasi pasien.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga terdahulu yang pernah mengalami sakit Asma.
 Riwayat Keperawatan Sebelumnya (Post History)
a. Pre natal : kondisi ibu saat mengandung pasien, adakah riwayat penyakit yang
diderita dan bagaimana riwayat pengobatannya.
b. Natal : kondisi pernafasan saat lahir, menggunakan alat bantu nafas atau secara
spontan.
c. Post natal : kondisi pasien setelah lahir adakah hambatan mengenai kelancaran
konsumsi ASI.
 Riwayat Tumbuh Kembang
Riwayat tumbuh kembang pasien sejak lahir hingga saat ini terkait dengan kondisi
penyakit.
 Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi pasien lengkap atau tidak
 Status Gizi
 Pemberian ASI esklusif sejak 0-6 bulan
 MPASI mulai usia 6 bulan
 Penurunan nafsu makan
 Adanya penurunan berat badan saat sebelum sakit hingga saat pengkajian
 Psikososial
 Bayi usia 0 bulan- 1 tahun : apakah bayi dirawat oleh ibu kandung dibantu ayah,
nenek dan keluarga. Bagaimana gambaran kedekatan antara ibu dan bayi

16
 Toddler (1 tahun- 3 tahun) : perkembangan anak mulai dari kegiatan makan,
eliminasi hingga kemampuan berpakaian
 Pre school (4-5 tahun) : anak mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya
atau tidak, apakah anak menjadi aktif atau lebih pemalu, prestasi sekolah

 Psikosexual, anak dalam fase oedipal/falik dan fase laten.


 Interaksi anak dengan antar anggota keluarga

b. 11 Fungsional Kesehatan menurut teori Gordon :


c. Pola persepsi dan mempertahankan kesehatan
Persepsi klien/keluarga terhadap masalah kesehatan dan penyakit serta cara
penyembuhan
d. Pola latihan dan aktifitas
Pembatasan aktifitas yang tidak berlebihan atau pengaturan aktifitas yang cukup
e. Pola nutrisi
Pembatasan makanan yang berlebihan dan yang menimbulkan resiko alergi
f. Pola eliminasi
Pola BAK/BAB terdapat masalah atau tidak
g. Pola tidur dan istirahat
Terjadi insomnia saat malam hari
h. Pola kognitif dan konseptual
Pemahaman anak tentang pencegahan ashma
i. Pola persepsi diri
Persepsi ibu tentang diri dan anak, harga diri, ancaman terhadap konsep diri,
riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan psikologis.
j. Pola hubungan – peran
Gambaran tentang peran berkaitan dengan keluarga, teman kerja. Pola
membesarkan anak, hubungan dengan orang lain, struktur serta dukungan keluarga,
pola pengambilan keputusan
k. Pola reproduksi – seksualitas
Masalah atau perhatian seksual dan efek terhadap kesehatan

17
l. Pola mekanisme koping – stress
Stres psikologis dapat memicu terjadinya serangan ashma
m. Pola keyakinan – nilai
Agama, kultur/budaya, keyakinan dalam budaya yang dapat mempengaruhi
kesehatan
n. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan meliputi Tinggi badan, berat badan, TTV : Suhu, Tekanan Darah,
Pernafasan, Nadi, keadaan umum : kesadaran, tingkat kebutuhan pelayanan (partial
care, minimal care, total care). Wajah pucat, kelemahan, tidak bersemangat, adanya
lesi pada organ tubuh, pemeriksaan head to toe : kepala, rambut, mata, telinga, hidung,
mulut, ekstremitas atas, ekstremitas bawah, dada, abdomen, genetalia, kuku, dan kulit.

1) B1 (Breathing)
 Inspeksi : terlihat adanya peningkatan usaha pernafasan, peningkatan frekuensi
pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi otot otot interkostalis,
peningkatan sifat dan irama pernafasan.

 Palpasi : biasanya pada palpasi kesimetrisan, ekspansi, taktil fremitus normal.


 Perkusi : biasanya didapatkan suara normal hingga hipersonor, sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah
 Auskultasi : di dapat suara vesikuler yang meningkatkan disertai dengan ekspirasi
lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan
utama wheezing pada akhir ekspirasi.
2) B2 (Blood)
Perawat memonitor dampak asma pada kardiovaskuler meliputi : Nadi, tekanan
darah dan CRT
3) B3 (Brain)
Inspeksi tingkat kesadaran pasien apakah komposmentis, somnolen, atau coma dan
lakukan pemeriksaan GCS
4) B4 (Bladder)

18
Ukur volume output urin untuk melihat keseimbangan intake dan output, kaji
adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok
5) B5 (Bowel)
Kaji bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi, mengingat hal-hal tersebut juga
dapat merangsang serangan asma. Pengkajian tentang status nutrisi klien meliputi
jumlah frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Pada
klien dengan sesak napas, sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan
kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipnea saat makan, laju metaabolisme,
serta kecemasan yang dialami klien.
6) B6 (Bone)
Kaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas
karena dapat merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji adanya
permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis.
Pada rambut, dikaji warna rambut, kelembapan, dan kusam. Perlu dikaji pula tentang
bagaimana tidur dan istirahat klien yang meliputi berpa lama klien tidur dan istirahat,
serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami pasien. Adanya wheezing, sesak, dan
ortopnea dapat memengaruhi pola tidur dan istirahat klien. Perlu dikaji juga tentang
aktivitas keseharian klien seperti olahraga, bekerja, dan aktiviatas lainnya. Aktivitas
juga dapat menjadi faktor pencetus asma yang disebut dengan exercise incuded asma.

o. Pemeriksaan diagnostik
 Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan spirometri dan radiografi

p. Pemeriksaan untuk anak usia <6 tahun


 Motorik Kasar
 Motorik Halus

19
q. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi secret
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan untuk
memasukkan atau mencerna nutrisi
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelamahan menyeluruh
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit

r. Intervensi
Diagnosa
Rencana Keperawatan
Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Tujuan dan
Intervensi
Kriteria Hasil
Bersihan jalan nafas NOC: ▪ Kaji RR dan kecepatan
tidak efektif  Respiratory status : ventilation pernafasan
berhubungan dengan  Respiratory status : airway ▪ Berikan O2 sesuai
produksi sekret patency kebutuhan
 Aspirational control ▪ Auskultasi suara nafas, kaji
Setelah dilakukan tindakan adanya suara nafas
DS: tambahan
keperawatan selam 3x24 jam,
- Batuk ▪ Posisikan pasien untuk
jalan nafas kembali efektif
- Nafas terasa sesak memaksimalkan ventilasi
dengan kriteria hasil :
DO: ▪ Anjurkan orang tua untuk
 Mendemonstrasikan batuk
- RR >30x/menit mengajak anak istirahat dan
efektif dan suara nafas yang
- wheezing ajarkan untuk meniup lilin
bersih, tidak ada dispnea
- Menggunakan otot
 Tidak ada sekret untuk melatih nafas dalam
bantu cuping ▪ Berikan bronkodilator
 RR dalam batas normal 20-
hidung ▪ Monitor status
30x/mnt
 Menunjukkan jalan nafas yang hemodinamik
paten ▪ Monitor aspirasi dan status
 Mampu mengidentifikasi dan O2
mencegah factor penyebab ▪ Pertahankan hidrasi yang
 Saturasi O2 dalam batas adekuat untuk
normal 95% - 100% mengencerkan secret
 Foto torax dalam batas normal ▪ Lakukan fisioterapi dada
jika perlu

20
Gangguan pola tidur NOC: NIC :
berhubungan  anxiety control ▪ determinasi efek efek
dengan sesak nafas  comfort level medikasi terhadap pola tidur
 pain level ▪ jelaskan pentingnya tidur
DO/DS:  rest : extent and pattern yang adekuat
 Gelisah  sleep : extent ang pattern ▪ fasilitasi untuk
 Nafas cepat mempertahankan aktifitas
 RR> 30x/mnt Setelah dilakukan tindakan sebelum tidur
 Sering terbangun keperawatan selama 3x24jam, ▪ ciptakan lingkungan nyaman
 Melaporkan secara gangguan pola tidur pasien ▪ kolaborasi pemberian obat
verbal adanya teratasi dengan kriteria hasil: tidur
ketidak nyamanan ❖ jumlah jam tidur dalam batas
 Kelelahan normal 10-11jam
❖ pola tidur, kualitas dalam
batas normal tidak sering
terbangun
❖ perasaan fresh sesudah
tidur/istirahat
❖ mampu mengidentifikasi hal
hal yang meningkatkan tidur
nutrisi kurang dari NOC : NIC :
kebutuhan tubuh a. nutritional status : adequacy  kolaborasi dengan ahli gizi
berhubungan of nutrient untuk menentukan jumlah
dengan b. nutritional status : food and kalori dan nutrisi yang
ketidakmampuan fluid intake dibutuhkan
memasukkan atau c. weight control  makan dengan porsi sedikit
mencerna nutrisi tapi sering
Setelah dilakukan asuhan  monitor adanya penurunan
DS : keperawatan selama 1 x24 jam berat badan
-nyeri abdomen nutrisi teratasi dengan kriteria  jadwalkan pengobatan dan
-muntah hasil : tindakan tidak selama jam
-rasa penuh tiba tiba - konjungtiva anikterik makan
setelah makan - pasien menunjukkan nafsu  monitor pucat, kemerahan
DO : makan bertambah dan kekeringan pada
- kurang nafsu makan - makan habis ¾ porsi sampai konjungtiva
- makan hanya habis dengan satu porsi  monitor intake nutrisi
¼ porsi - tidak ada mual dan muntah  monitor mual dan muntah
- konjungtiva pucat - pasien menunjukkan minat  informasikan pada klien dan
- denyut nadi lemah untuk makan dan minum keluarga tentang nutrisi
- adanya penurunan  atur posisi semi fowler atau
berat badan 3 bulan fowler selama makan
terakhir  kelola pemberian anti
emetic
 anjurkan banyak minum

21
Intoleransi aktifitas NOC : NIC :
berhubungan  self care : ADLs  observasi adanya
dengan :  toleransi aktifitas pembatasan klien dalam
a. kelemahan  konservasi energy melakukan aktifitas
menyeluruh  monitor nutrisi dan sumber
b. ketidakseimbang Setelah dilakukan tindakan energy yang adekuat
an antara suplai keperawatan selama 3x24 jam  monitor pasien akan
oksigen dengan masalah intoleransi aktifitas adanya kelelahan fisik dan
kebutuhan dapat teratasi dengan kriteria emosi secara berlebihan
hasil :  monitor pola tidur dan
 mampu berpartisipasi dalam lamanya tidur/istirahat
DS : aktifitas fisik tanpa disertai pasien
- melaporkan secara dengan peningkatan TD, Nadi  bantu klien
verbal adanya dan RR mengidentifikasi aktivitas
kelelahan atau  pasien mampu melakukan yang bisa dilakukan
kelemahan ADL secara mandiri  bantu mengidentifikasi
- adanya dyspneu  aktifitas dan istirahat seimbang dan mendapatkan sumber
atau  melaporkan secara verbal yang diperlukan untuk
ketidaknyamanan tentang berkurangnya aktifitas yang diinginkan
saat beraktifitas kelemahan yang dirasakan  bantu mengidentifikasi
DO :  fresh dan tidak mudah lelah aktifitas yang disukai
- respon abnormal
 bantu pasien/keluarga
dari tekanan darah
mengidentifikasi
atau nadi terhadap
kekurangan dalam
aktifitas
beraktivitas
- perubahan ECG :
 sediakan penguatan positif
aritmia, iskemia
bagi yang aktif beraktifitas
 monitor respon fisik,
emosi, social dan spiritual
 libatkan orangtua atau
keluarga disetiap tindakan
yang dilakukan.
Deficit pengetahuan NOC : NIC :
berhubungan ❖ knowledge : disease proses ❖ jelaskan patofisiologi dari
dengan kurangnya ❖ knowledge : health penyakit dan bagaimana
informasi tentang behaviour hal ini berhubungan
penyakit dengan anatomi dan
Setelah dilakukan tindakan fisiologi dengan cara yang
DS/DO : keperawatan selama …. Pasien tepat
 menyatakan menunjukkan pengetahuan ❖ gambarkan tanda dan
secara verbal tentang proses penyakit dengan gejala yang biasa muncul
adanya masalah Kriteria Hasil : pada penyakit dengan cara
 ketidakakuratan ❖ pasien dan keluarga yang tepat
mengitu menyatakan pemahaman ❖ gambarkan proses
instruksi, tentang penyakit, kondisi, penyakit dengan cara yang
prognosis dan program tepat

22
perilaku tidak pengobatan ❖ identifikasi kemungkinan
sesuai ❖ pasien dan keluarga mampu penyebab dengan cara
melaksanakan proedur yang yang tepat
dijelaskan secara benar ❖ sediakan informasi pada
❖ pasien dan keluarga mampu pasien tentang kondisi
menjelaskan kembali apa dengan cara yang tepat
yang dijelaskan perawat/tim ❖ sediakan informasi bagi
kesehatan lain keluarga tentang
kemajuan dengan cara
yang tepat
❖ diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
❖ dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau di indikasikan
❖ eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

2.3 BRONCHOPNEUMONIA
A. Pengertian
Bronchopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai penyebaran
berbercak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke
parenkim paru (Brunner dan Suddarth, 2001).
Bronchopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran
berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke
parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Alimun,A.H.A,2003).
Bronchopneumonia merupakan proses inflamasi paru yang umumnya disebabkan oleh
agens infeksius, serta mengambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran
berbercak, dalam satu atau lebih area terlokalisasi dalam bronkiolus dan meluas ke parenkim
paru yang terdekat (Nursalam, 2005).

B. Etiologi
Pada umumnya tubuh terserang Bronchopneumonia karena disebabkan oleh penurunan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Penyebab
Bronchopneumonia yang biasa ditemukan adalah:

23
1. Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus,
Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium
Tuberculosis.
2. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
3. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides,
Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.
4. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopneumonia adalah
a. Faktor predisposisi adalah usia /umur dan genetik
b. Faktor pencetus adalah gizi buruk/kurang, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak
mendapatkan ASI yang memadai, imunisasi yang tidak lengkap, polusi udara, dan
kepadatan tempat tinggal.
C. Patofisiologi
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur, bakteri,
virus) dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (bensin, minyak tanah, dan
sejenisnya). Serta aspirasi (masuknya isi lambung ke dalam saluran napas). Awalnya
mikroorganisme dapat masuk melalui percikan ludah (droplet) infasi ini dapat masuk ke
saluran pernapasan atas dan menimbulkan reaksi imunologis dari tubuh. Reaksi ini
menyebabkan peradangan, di mana ketika terjadi peradangan tubuh dapat menyesuaikan diri
maka timbullah gejala demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan secret. Semakin lama secret semakin
menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakin sempit & pasien dapat merasa
sesak. Tidak Hanya terkumpul di bronkus, lama kelamaan secret dapat sampai ke alveolus
paru dan mengganggu sistem pertukaran gas di paru. Tidak Hanya menginfeksi saluran napas,
bakteri ini dapat juga menginfeksi saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat
membuat flora normal dalam usus menjadi agen pathogen sehingga timbul masalah GI tract.

24
D. Web of Causion (WOC)

Via InhalasiVirus,
bakteri,
jamurInvasi

Saluran napas atas

Kuman terbawa ke
Kuman berlebih Saluran
di bronkus pencernaaan

Infeksi saluran
Hipertermi Proses peradangan cerna

Peristaltik usus
Peningkatan Suplai O2
Bersihan jalan meningkat
sekret
napas
Di bronkus
Tidak efektif

hipoksia Malabsorb
anoreksi si
a

fatique Frekuensi BAB


Penurunan Meningkat
Kemampuan (diare)

Intoleransi
Nutrisi kurang aktifitas
dari Gangguan
Kebutuhan tubuh keseimbangan
Cairan tubuh

25
E. Manifestasi Klinis
 Biasanya didahului infeksi traktus respiratoris atas
 Demam (390C– 400C) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
 Anak sangat gelisah, dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang dicetuskan
oleh bernapas dan batuk.
 Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar
hidung dan mulut.
 Kadang-kadang disertai muntah dan diare
 Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi, whezing.
 Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
 Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mukus yang menyebabkan
atelektasis absorbsi.

F. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami bronkopneumonia terjadi akibat
tidak dilakukan pengobatan secara segera. Komplikasi yang kemungkinan terjadi pada
diantaranya sebagai berikut:
1. Otitis media
Terjadi apabila anak yang mengalami bronkopnemonia tidak segera diobati sehingga
jumlah sputum menjadi berlebih dan akan masuk ke dalam tuba eustaci sehingga
menghalangi masuknya udara ke telinga tengah.
2. Bronkiektase
Hal ini terjadi akibat bronkus mengalami kerusakan dan timbul fibrosis juga terdapat
pelebaran bronkus akibat tumpukan nanah.
3. Abses Paru
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4. Empiema

26
Anak yang mengalami bronkopneumonia, paru – parunya mengalami infeksi akibat
bakteri maupun virus sehingga rongga pleuranya berisi nanah.
5. Meningitis
Anak yang mengalami infeksi bakteri ataupun virus yang menyerang selaput otak

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis.
2. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.
Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk
mendeteksi agen infeksius.
3. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa.
4. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
5. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen
mikroba.
6. Pemeriksaan Radiologi

H. Penatalaksanaan
a. Terapi Oksigen. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus
yang berat.
b. Hidrasi Cairan. Bila ringan hidrasi oral, tetapi jika dehidrasi berat dilakukan secara
parenteral (menggunakan infus).
c. Bila terdapat obstruksi jalan napas dan lendir maka diberikan bronkodilator
d. Pemberian antibiotik
e. Anjurkan istirahat yang cukup

I. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1. Identitas.

27
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia
berulang atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya
tahan tubuh yang menurun akibat penyakit menahun, trauma pada paru, aspirasi dan
pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
2. Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, disertai pernapasan
cuping hidung, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah,
diare, dan anoreksia
b. Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas
selama beberapa hari dan mengalami sesak napas.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
b. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
3. Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990, pneumonia sering terjadi pada musim hujan
dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan
yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau
banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
4. Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit
infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena sistem pertahanan tubuh yang tidak
cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
5. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
6. Nutrisi.
Riwayat gizi buruk (malnutrisi energi protein = MEP)

28
b. Pemeriksaan persistem.
 B1 (breathing)
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping
hidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan
dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, perkusi redup pada daerah
terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan
anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
 B2 (Blood)
Perawat memonitor nadi, tekanan darah dan CRT
 B3 (Brain)
Inspeksi tingkat kesadaran pasien apakah komposmentis, somnolen, atau coma dan
lakukan pemeriksaan GCS
 B4 (Bladder)
Anak atau bayi menderita diare atau dehidrasi, orang tua mungkin belum
memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai
berat)
 B5 (Bowel)
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang
tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang
tujuan dan cara pemberian makanan/cairan personde
 B6 (bone)
Tonus otot menurun, lemah secara umum,.

c. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi bronkus
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya anoreksia

29
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemasukan dan
pengeluaran oksigen

d. Rencana Keperawatan
1. Diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi bronkus
NOC:
 Respiratory status : Ventilation
 Respiratory status : Airway patency
 Aspiration Control
Kriteria hasil:
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah)
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
 Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan
nafas

NIC:
 Airway suction
o Pastikan kebutuhan oral / tracheal suction
o Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction
o Informasikan pada orang tua anak tentang suction
o Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction
nasotrakeal
o Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
o Monitor status oksigen pasien
o Ajarkan orang tua pasien bagaimana cara melakukan suksion
o Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
 Airway Management

30
o Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
o Posisikan anak untuk memaksimalkan ventilasi
o Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
o Pasang mayo bila perlu
o Lakukan fisioterapi dada pada anak jika perlu
o Keluarkan sekret dengan suction secara berkala
o Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
o Lakukan suction pada mayo
o Berikan bronkodilator bila perlu
o Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
o Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
o Monitor respirasi dan status O2

2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi


Kriteria Hasil
 Volume cairan normal
 Tidak ada tanda dehidrasi
 Suhu tubuh normal 36,50C-37 0C
 Kelopak mata tidak cekung
 Turgor kulit baik
 Akral hangat
NIC
o Kaji perubahan suhu tubuh
o Jaga kelancaran aliran infus
o Periksa adanya tromboplebitis
o Pantau tanda vital tiap 6 jam
o Lakukan kompres dingin jika terdapat hipertermi suhu diatas 380C
o Pantau balance cairan
o Berikan nutrisi sesuai diit
o Awasi turgor kulit

31
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya
anoreksia
NOC
 Nutritional Status : food and Fluid Intake
Kriteria Hasil:
 Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
 Berat badan anak sesuai dengan tahap perkembangan
 Orang tua ampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
 Orang tua memahami tanda tanda malnutrisi pada anak
NIC
 Nutrition Management
o Kaji adanya alergi makanan
o Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien, libatkan orang tua.
o Anjurkan orang tua untuk meningkatkan protein dan vitamin C
o Berikan substansi gula
o Yakinkan orang tua untuk memberikan makanan yang mengandung tinggi
serat untuk mencegah konstipasi
o Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
o Ajarkan orang tua bagaimana membuat catatan makanan harian.
o Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
o Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi anaka sesuai tumbuh kembang
anak
o Kaji kemampuan orang tua untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemasukan dan


pengeluaran oksigen
NOC
 Self Care : ADLs
 Toleransi aktivitas
 Konservasi energi

32
Kriteria hasil:
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah,
nadi dan RR
 Mampu melakukan aktivitas sehari hari secara mandiri
 Keseimbangan aktivitas dan istirahat
NIC
o observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktifitas
o monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
o monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
o monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
o bantu klien mengidentifikasi aktivitas yang bisa dilakukan
o bantu mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
aktifitas yang diinginkan
o bantu mengidentifikasi aktifitas yang disukai
o bantu pasien/keluarga mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas

2.4 TUBERKULOSIS PARU


A. Pengertian
Tuberkolosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu jenis penyakit degenerative yang
disebabkan oleh Mycobacterium tubercolosa yang telah berjangkit dalam periode waktu lama
di tengah-tengah masyarakat Indonesia, yang menyerang kelompok usia produktif maupun
anak-anak dan merupakan penyakit menular pembunuh nomor satu (Depkes RI, 2007).
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat penderita TB Paru yang sangat tinggi
yang menimpa urutan ketiga setelah negara Cina dan India ( Depkes, 2007).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian
seluruh tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Somantri, 2009).

B. Klasifikasi
a. Tuberkolosis Primer yang Potensial ( potencial primary tuberculosis ) terjadi kontak
dengan kasus terbuka, tetapi uji tuberculin masih negative.

33
b. Tubercolosis primer laten ( latent primary tuberculosis )
 Tanda-tanda infeksi sudah kelihatan, tetapi luas dan aktivitas penyakit tidak
diketahui
 Uji tuberculin masih negative
 Radiologis tidak Nampak kelainan
c. Tuberculosis primer yang manifest ( manifest primary tuberculosis )
 Uji tuberculin positif
 Terlihat kelainan radiologis

C. Etiologi
Penyebab TB Paru adalah kuman Mycrobacterium tubercolosi. Ada 2 macam
mycrobacteria yag menyebabkan penyakit tuberculosis yaitu tipe human (berada dalam bercak
ludah dan droplet ) dan tipe bovin yang berada dalam susu sapi.
Agen tuberculosis, Mycrobacterium tubercolosa, Mycrobacterum bovis, dan
Mycrobacterium africanum, merupakan anggota ordo Actinomycetes dan family
Mycobacteriaceace. Ciri-ciri kuman berbentuk batang lengkung, gram positif lemah,
pleimorfik, tidak bergerak , dengan ukuran panjang 1-4 um dan tebal 0,3-0,6 um, tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar matahari dan ultra violet.

D. Faktor Resiko Terpajan Tuberkulosis


Mereka yang paling beresiko terpajan adalah mereka yang tinggal berdekatan dengan
orang yang terinfeksi aktif. Mereka mencakup para gelandangan yang tinggal di tempat
penampungan dimana terdapat tuberculosis, serta anggota keluarga pasien. Terutama pada
negara berkembang.
Yang berisiko terpajan atau terjangkit tuberculosis adalah para pekerja kesehatan yang
merawat pasien tuberculosis, dan mereka yang menggunakan fasilitas klinik perawatan atau
rumah sakit yang juga digunakan oleh para penderita tuberculosis. Diantara mereka yang
terpajan, individu yang system imunnya tidak adekuat misalnya mereka yang kekurangan gizi,
orang lanjut usia atau bayi, individu yang mendapat obat immunosuspresan dan mereka yang
mengidap virus immunodefesiensi manusia (HIV) kemungkinan terbesar akan terinfeksi.

34
E. Manifestasi Klinis
Permulaan tuberculosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena penyakit
mulai secara perlahan-perlahan. Kadang-kadang tubekulosa ditemukan pada anak-anak tanpa
keluhan atau gejala-gejala tuberkulosis primer, dapat juga hanya panas yang naik turun selama
1-2 minggu dengan atau tanpa batuk pilek.
Berdasarkan Kemenkes RI (2013) terdapat gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai
berikut:
1) Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan adekuat
atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik.
2) Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam
tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dll). Demam umumnya tidak tinggi. Keringat
malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan
gejala-gejala sistemik/umum lain.
3) Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat nin-remitting (tidak pernah reda atau intensitas
semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan.
4) Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure ti
thrive)
5) Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain
6) Diare persisten/metepat (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.
Pada bayi atau anak kecil, jika ditemui gejala diatas terutama jika panasnya menyerupai
panas thypoid abdominalis, harus dipikirkan juga kemungkinan tuberculosis sebagai
penyebab panas tersebut. Selain itu bila didapatkan riwayat kontak erat dengan penderita,
boleh saja langsung sarankan pada dokter untuk melakukan tes mantoux untuk menegakkan
diagnosa. Uji tuberculin mantoux lebih penting artinya pada anak kecil bila diketahui adanya
konversi dari negative.

F. Patofisiologi
Masuknya basil tuberculosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Terjadinya
infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberculosis serta daya tahan tubuh
manusia.

35
Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui
berbagai jalan yaitu :
1. Percabangan Bronkus
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronkus dapat mengenai area paru atau melalui
sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
2. Sistem Saluran Limfe
Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya
secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui ductus limfatikus dan
menimbulkan tuberculosis milier.
3. Aliran Darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau mengangkut material
yang mengandung bakteri tuberculosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ
melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar, otak, dan meningen.
4. Reaktivasi Infeksi Primer ( infeksi pasca primer )
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh dan
bakteri tuberculosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman atau tidur.
Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras atau memakai obat yang
melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberculosis yang dorman kembli
aktif, inilah yang disebut reaktiv infeksi primer atau infeksi pasca primer. Infeksi ini dapat
terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca primer juga
diakibatkan oleh bakteri yang masuk kedalam tubuh ( infeksi baru ), bukan bakteri dorman
yang aktiv kembali. Biasanya organ paru tempat timbulnya infeksi pasca-primer terutama
berada di daerah apeks paru.

36
G. Web of Causion (WOC)

Penyebaran bakteri
Inhalasi Bakteri Tuberkulosis
secara bronkogen,
limfogen, dan
hematogen Sembuh

Infeksi Primer

SEMBUH DENGAN FOKUS GHON

Infeksi Pasca-Primer Sembuh dengan


Bakteri Dorman
(Reaktivasi) Fibrotik

Bakteri Muncul Beberapa Tahun Kemudian

Reaksi Infeksi/Inflamasi, Membentuk Kavitas dan Merusak Parenkim Paru

 Edema Trakeal/ Reaksi Sistemis :


Faringeal Penurunan Jaringan Efektif Paru
 Peningkatan Produksi Anoreksia, Mual, Demam,
Sekret Penurunan Berat Badan
 Pecahnya Pembuluh Dan Kelemahan
Darah Jalan Nafas Sesak Nafas, Penggunaan  Perubahan Pemenuhan Nutrisi
Otot Bantu Nafas, dan Pola Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Nafas Tidak Efektif
 Batuk Produktif
 Batuk Darah
 Sesak Nafas

 Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Napas

37
H. Komplikasi
Tuberculosis primer cenderung sembuh sendiri, tetapi sebagian akan menyebar lebih
lanjut dan dapat menimbulkan komplikasi. Tuberkulosis dapat meluas dalam jaringan paru
sendiri. Selain itu basil tuberculosis dalam aliran darah dapat mati, tetapi dapat pula
berkembang terus, hal ini tergantung keadaan penderita dan virulensi kuman. Melalui aliran
darah basil tuberculosis dapat mencapai alat tubuh lain seperti bagian paru lain, selaput otak,
otak, tulang, hati, ginjal, dan lain-lain. Dalam alat tubuh tersebut basil tuberculosis dapat
segera menimbulkan penyakit, tetapi dapat pula menjadi tenang dahulu dan setelah beberapa
waktu menimbulkan penyakit atau dapat pula tidak pernah menimbulkan penyakit sama
sekali. Sebagian besar komplikasi tuberculosis primer terjadi dalam 12 bulan setelah
terjadinya penyakit.
Apabila penyakit TB tidak segera di lakukan tindakan pengobatan dengan segera makan
akan terjadi komplikasi berupa:
1) Pembesaran kelenjar sevikalis yang superfisial
2) Pleuritis tuberkulosa
3) Efusi pleura
4) Tuberkulosa milier
5) Meningitis tuberkulosa
6) Hemoptisis berat
7) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
8) Bronkietasis
9) Pneumothorak
10) Insifusiensi kardiopulmonal

Upaya Pencegahannya
Adapun yang dapat dilakukan dalam mencegah TB pada anak menurut Kemenkes RI
(2013) antara lain:
1) Vaksinasi BCG pada anak
Vaksin BCG adalah vaksin hidup yang dilemahkan yang berasal dari
Mycobacterium bovis. Pemberian vaksinasi BCG berdasarkan Program Pengembangan
Imunisasi diberikan pada bayi 0-2 bulan. Pemberian vaksin BCG pada bayi >2 bulan

38
harus didahului dengan uji tuberculin. Petunjuk pemberian vaksinasi BCG mengacu pada
Pedoman Program Pemberian Imunisasi Kemenkes. Secara umum perlindungan vaksin
BCG efektif untuk mecegah terjadinya TB berat seperti TB milier dan TB meningitis
yang sering didapatkan pada usia muda. Saat ini vaksinasi BCG ulang tidak
direkomendasikan karena tidak terbukti memberi perlindungan tambahan.

2) Skrining dan manajemen kontak


Skrining dan manajemen kontak adalah kegiatan investigasi yang dilakukan secara
aktif dan intensif untuk menemukan 2 hal yaitu (1) anak yang mengalami paparan dari
pasien TB BTA +, dan (2) orang dewasa yang menjadi sumber penularan bagi yang
didiagnosis TB.
Tujuan utama skrining dan manajemen kontak adalah:
a) Meningkatkan penemuan kasus melalui deteksi dini dan mengobati temuan kasus
sakit TB.
b) Identifikasi kontak pada semua kelompok umur yang asimtomatik TB, yang berisiko
untuk berkembang jadi sakit TB.
c) Memberikan terapi pencegahan untuk anak yang terinfeksi TB, meliputi anak usia
<5 tahun dan infeksi HIV pada semua umur.

Kasus TB yang memerlukan skrining kontak adalah semua kasus TB dengan BTA + dan
semua kasus anak yang didiagnosis TB. Skrining kontak ini dilaksanakan secara
sentripetal dan sentrifugal.

3) Tatalaksana pencegahan dengan isoniazid


Cara pemberian isoniazid untuk pencegahan sesuai dengan table berikut:
Umur HIV Hasil pemeriksaan Tatalaksana
Balita (+)/(-) Infeksi laten TB INH profilaksis
Balita (+)/(-) Kontak (+), uji tuberculin (-) INH profilaksis
>5 th (+) Infeksi laten TB INH profilaksis
>5 th (+) Sehat INH profilaksis
>5 th (-) Infeksi laten TB Observasi
>5 th (-) Sehat Observasi

39
Keterangan
- Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/kgBB (7-15 mg/kg)
setiap hari selama 6 bulan.
- Setiap bulan (saat pengambilan obat isoniazid) dilakukan pemantauan terhadap adanya
gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3, ke 4, ke 5 atau ke 6, maka
harus segera dievaluasi terhadap sakit TB dan jika terbukti sakit TB, pengobatan harus
segera ditukar ke regimen terapi TB anak dimulai dari awal.
- Jika regimen isoniazid profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6 bulan
pemberian), maka regimen isoniazid profilaksis dapat dihentikan
- Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BGC, perlu diberikan BCG setelah
pengobatan profilaksis dengan INH selesai.

I. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis pasti TB ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi yang terdiri
beberapa cara yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung atau biopsi jaringan untuk
menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman TB. Pada anak dengan gejala TB dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan mikrobiologi. Pemeriksaan serologi yang sering digunakan
tidak direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan sebagai sarana diagnostik TB.
Pemeriksaan mikrobiologik pada anak sangat sulit dilakukan karena sulitnya mendapatkan
spesimen. Spesimen dapat berupa sputum, induksi sputum atau pemeriksaan bilas lambung
selama 3 hari berturut-turut apabila fasilitas tersedia. Pemeriksaan penunjang lainnya yang
dapat dilakukan adalah pemeriksaan hispatologi (PA/PATOLOGI ANATOMI) yang dapat
memberikan gambaran yang khas. Pemeriksaan PA dapat memberikan gambaran granuloma
dengan nekrosis perkijuan ditengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia langhans
dan atau kuman TB.

Cara Mendapatkan Sampel pada Anak


1) Berdahak / Sputum

40
Pada anak lebih dari 5 tahun dengan gejala TB paru, dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan dahak mikroskopis, terutama bagi anak yang mampu mengeluarkan dahak .
Kemungkinan mendapatkan hasil kuman BTA positif lebih tinggi pada anak > 5thn.
Pemeriksaan ini menjadi sangat penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberculosis dapat ditegakkan. Disamping itu pemeriksaan sputum/dahak juga
dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan, tetapi kadang-
kadang tidak mudah untuk menemukan sputum terutama penderita yang tidak batuk pada
anak-anak. Pada pemeriksaan sputum/dahak kurang begitu berhasil karena pada umumnya
sputum langsung ditelan, untuk itu dibutuhkan fasilitas laboraturium bakteriologi yang
cukup baik, yang berarti membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
2) Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang meragukan.
Pada saat tuberculosis baru dimulai (aktif) akan didapatkan sedikit leukosit yang sedikit
meningkat. Jumlah limfosit masih normal. Laju Endap Darah mulai meningkat. Bila
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan laju endap darah mulai turun
kearah normal lagi.
3) Bilas Lambung
Bilas lambung dengan NGT (NASO GASTRIC TUBE) dapat dilakukan pada anak yang
tidak dapat mengeluarkan dahak. Dianjurkan specimen dikumpulkan selama 3 hr berturut-
turut pada pagi hari.
4) Induksi Sputum
Induksi sputum relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak semua umur,dengan
hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung. Terutama apabila menggunakan lebih dari 1
sample. Metode ini bisa dikerjakan secara rawat jalan tetapi diperlukan pelatihan dan
peralatan yang memadai untuk melaksanakan metode ini.
Secara umum gambaran radiologis yang menunjang TB adalah sebagai berikut:
1) Pembesaran kelenjar hilus atau paratracheal dengan/tanpa infiltrat (visualisasinya selain
dengan foto thoraks AP juga disertai posisi Lateral)
2) Konsolidasi segmental/lobar
3) Efusi pleura
4) Miller

41
5) Atelectasis
6) Kavitas
7) Kalsifikasi dengan infiltrate
8) Tuberkuloma

J. Diagnosis Tb pada Anak dengan Sistem Skoring


Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostic dapat dikerjakan,
namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia, dapat menggunakan
suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai system skoring, system skooring tersebut
dikembangkan diuji coba melalui 3 tahap penelitian oleh para ahli IDAI, KEMENKES, dan
didukung oleh WHO dan disepakati sebagai salah satu cara untuk mempermudah penegakan
diagnosis TB anak terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. System skooring ini
membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun
pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya
underdiagnosis ataupun overdiagnosis TB.
Penilaian/pembobotan pada system skoring dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Parameter uji tuberculin dan kontak erat dengan pasien TB menular mempunyai nilai
tertinggi yaitu 3
2) Uji tuberculin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan diagnosa TB pada
anak dengan menggunakan system skooring.
3) Pasien dengan jumlah skor > 6 harus ditatalakasana sebagai pasien TB dan mendapat
terapi OAT.

Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak dan diberikan pengobatan OAT (Obat Anti
Tuberkulosis) harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan secara cermat terhadap respon
klinis pasien. Apabila respon klinis terhadap pengobatan baik, maka OAT dapat dilanjutkan
sedangkan apabila didapatkan respon klinis tidak baik maka sebaiknya pasien segera dirujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang TB di fasyankes.


Parameter 0 1 2 3 Skor

42
Kontak TB Tidak jelas - Laporan BTA (+)
keluarga,
BTA (-) /
BTA tidak
jelas / tidak
tahu
Uji Tuberkulin Negative - - Positif (≥10mm
(Mantoux) atau ≥5 mm pada
imunokompromais)
Berat Badan/ - BB/TB ,90% Klinis gizi -
Keadaan Gizi atau BB/U buruk atau
<80% BB/TB <70%
atau BB/U
<60%
Demam yang - ≥2 minggu - -
tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - ≥3 minggu - -
Pembesaran - ≥1 cm, lebih - -
kelenjar limfe dari 1 KGB,
kolli, aksila, tidak nyeri
inguinal
Pembengkakan - Ada - -
tulang/sendi pembengkakan
panggul, lutut,
falang
Foto toraks Normal/ Gambaran
kelainan sugestif
tidak jelas (mendukung)
TB
Skor total

43
Skor ≥6

Beri OAT
2 bln terapi, dievaluasi

Respon (+) Respon (-)

Terapi TB diteruskan Rujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut

Jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini, pasien dirujuk ke fasilitas pelayana kesehatan
rujukan:
1) Foto toraks menunjukan gambar efusi pleura atau milier atau kavitas
2) Gibbus, koksitis
3) Tanda bahaya:
a) Kejang, kaku kuduk
b) Penurunan esadaran
c) Kegawatan lain, misalnya sesak nafas
Catatan :
Parameter system skoring:
1) Kontak dengan pasien TB BTA + diberi 3 bila ada bukti tertulis hasil laboratorium BTA
dari sumber penularan yang bisa diperoleh dari TB 01 atau dari hasillaboratorium.
2) Penentuan status gizi:
a) Berat badan dan panjang/tinggi badan dinilai saat pasien dating (moment opname)
b) Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. penentuan status gizi untuk anak usia
<5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes, sedangkan untuk anak usia >5 tahun
merujuk pada kurva CDC 2000
c) Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.
3) Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik setelah diberikan
pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas

44
4) Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB berupa: pembesaran
kelenjar hillus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrate, atelectasis, konsolidasi
segmental/lobar, milier, klasifikasi dengan infiltrate, tuberkuloma.

Penegakan Diagnosis
1) Diagnosis dengan system skoring ditegakkan oleh dokter. Apabila di fasilitas pelayanan
kesehatan tersebut tidak tersedia tenaga dokter, pelimpahan wewenang tersbatas dapat
diberikan pada petugas kesehatan terlatih strategi DOTS untuk menegakkan diagnosis
dan tatalaksana TB anak mengacu pada Pedoman Nasional.
2) Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥6 (skor maksimal 13)
3) Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA positif dan hasil uji
tuberculin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan observasi atau diberi INH
profilaksis tergantung dari umur anak tersebut. Foto toraks bukan merupakan alat
diagnostic utama pada TB anak.
4) Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka
pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.
5) Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala klinis lain, pada
fasyankes yang tidak tersedia uji tuberculin, maka dapat didiagnosis, diterapi dan
dipantau sebagai TB anak. Pemantauan dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila
terdapat perbaikan klinis, maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai.
6) Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG dicurigai telah
terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan system skoring TB anak.
7) Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB.
8) Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan daras yang terbatas (uji tuberculin dan
atau foto toraks belum tersedia) maka evaluasi dengan system soring tetap dilakukan, dan
dapat didiagnosis TB dengan syarat skor ≥6 dari total skor 13
9) Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis sebaiknya
diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor penyebab lain misalnya kesalahan
diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB MDR maupun masalah dengan
kepatuhan berobat dari pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien dirujuk ke

45
RS. Yang dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal yang
ditemukan pada anak tersebut pada saat diagnosis.

K. Penatalaksanaan
Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis
(pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB
diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa
sakit TB (profilaksis sekunder).
Beberapa hal penting dalan tatalaksana TB anak adalah:
1) Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi
2) Pemberian gizi yang adekuat
3) Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.

Prinsip pengobatan TB anak menurut Kemenkes RI (2013):

1) OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk mencegah
terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler.
2) Waktu pengobatan TB pada anak 6-12, pemberian obat jangka panjang selain untuk
membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan.
3) Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
a) Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan minimal 3
macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
b) Tahap lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil pemeriksaan
bakteriologis dan berat ringannya penyakit.

Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari untuk
mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak
diminum setiap hari

4) Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal
seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan.

46
5) Pasa kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, pericarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednisone)
dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis maksimal prednisone adalah
60 mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh
dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid ini
untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadinya perlekatan jaringan.
6) Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia adalah:
a) Kategori anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
b) Kategori anak dengan 4 macam dosis obat: 2HRZE(S)/4-10HR
7) Paduan OAT kategori anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT-KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam
satu paket untuk satu pasien.
8) OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak untuk digunakan
dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Table 1.1 dosis OAT kombipak pada anak


Jenis obat BB < 10 kg BB 10-19 Kg BB 20-32 Kg
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Table 1.2 dosis OAT KDT pada anak


Berat Badan 2 bulan tiap hari RHZ 4 bulan tiap hari RH
(Kg) (75/50/150) (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet

47
Table 1.3 Dosis OAT pada Anak
Nama obat Dosis harian Dosis Efek samping
(mg/kgBB/hari) maksimal
(mg/hari)
Isoniazid 5-15 300 Hepatitis, neuritis
perifer,
hipersensivitas
Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal,
reaksi kulit,
hepatitis,
trombositopenia,
peningkatan enzim
hati, cairan tubuh
berwarna orange
kemerahan.
Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hati,
asthralgia,
gastrointestinal
Etambutol 15-20 1250 Neuritis optic,
ketajaman mata
berkurang, buta
warna merah-hijau,
penyemitan lapang
pandang,
hipersensivitas,
gastrointestinal
Streptomisin 15-40 1000 Ototoksik,
nefrotoksik

48
L. Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan Tuberkulosis Paru
I. Pengkajian
1. Identitas Diri Klien dan Keluarga
 Nama ( inisial )
 Jenis kelamin, umur
 Alamat Klien untuk melihat bagaimana lingkungan pemukiman klien, sehat atau
tidak, lingkungan padat atau tidak, ventilasi di pemukiman, dan sosialisasi anak
 Nama penanggung jawab klien (orang tua/ wali) yang bias digali informasi
menegnai kesehatan klien dan untuk memberikan edukasi mengenai penyakit
klien dan memberikan peryataan untuk setiap tindakan medis yang dilakukan
pada klien.
 Pekerjaan penanggung jawab klien terkait dengan kondisi ekonomi klien dan
biaya pengobatan untuk penyakit klien

2. Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama untuk menegtahui apa yang dikeluhkan klien saat ini
berhubungan dengan penegakan diagnose keperawatan dan untuk kelancaran
memebrikan pelayanan terhadap klien yang berkaitan dengan yang dilekuhkan
ayang muncul akibat penyakit klien misallnya sesak nafas atau batuk berdahak
atau lemas, dll, dan data ini bias di dapatkan dari klien sendiri atau dari orang
yang terdekat dengan klien misalnya orang tua klien
 Riwayat kesehatan sekarang terkait dengan kondisi kesehatan klien saat ini yang
berhubungan dengan diagnose medis atau penyakut klien missal bagaimana pola
nafasnya adakah suara nafas tambahan, batuk dan sputumnya.
 Riwayat kesehatan dahuulu terkait dengan kondisi kesehatan klien saat sebelum
masuk rumah sakit atau sebelum dirawat pernakah klien mengalami sakit yang
sama atau pernah mengalami tan dan gejala yang psama saat dinyatakan terkena
penyakit ini.atau mungkin penyakit lainnya.

49
 Riwayat kesehatan keluarga terkait dengan penyakit yang diderita klien adakah
keluarga atau orang terdekat klien yang menderita penyakit yang sama dengan
klien karena penyakit ini merupakan penyakit degeneratif.
3. Riwayat Keperawatan Sebelumnya ( Post History )
 Pre Natal terkait dengan masa kehamilan ibu saat mengandung klien, adakah
gangguan kesehatan yang diderita oleh ibu selama mengandung klien atau obat-
obatan tertentu yang dikonsumsi ibu klien selama mengandung klien
 Natal terkait dengan kondisi klien saat dilahirkan bagaimana system
pernafasannya saat pertama lahir spintanitas atau lainnya
 Post Natal terkait dengan kondisi klien saat setelah dilahirkan, misal asi dari ibu
klien lancer atau tidak dll.
4. Riwayat tumbuh kembang
Terkait dengan tumbuh kembang klien dari lahir sampai sekarang normal atau
tidak, ada gangguan atau tidak terutama yang terkait dengan penyakit.
5. Riwayat Imunisasi
Terkait dengan imunisasi mulai klien lahir sampai saat ini apakah imunisasi lengkap
atau kurang.
6. Status Gizi
Terkait dengan pemberian ASI, MPASI, perkembangan berat badan dll.
7. Psikososial
Lingkungan sekitar klien dari usia 0 sampai saaat ini terutama interaksi di dalam
keluarga interaksi antar anggota keluarga, dan kepribadian klien selama ini,
termasuk psikososial klien.
8. Psikosexual: klien berada diantara fase oedipal/falik dan fase laten.
9. Interaksi: menurut ibunya klien pendiam dan cengeng. Klien sangat dekat dengan
ibunya dibandingkan dengan ayahnya.
10. Pola Fungsional Kesehatan Gordon
a. Pola persepsi dan mempertahankan kesehatan:
Terkait dengan persepsi klien/keluarga klien terhadap masalah kesehatan atau
penyakit yag dialami oleh klien.

50
b. Pola latihan dan aktifitas:
Terkait dengan aktifitas klien selama inni sebelum dan setelah sakit, apakah
kelianan setelah sakit, atau ada perbedaan sebelum dan seetlah sakit.
c. Pola nutrisi:
Terkait pemenuhan nutrisi sebelum klien sakit dan stelah klien sakit, dan
apakah ada perubahan pola nutrisi selama sebelum dan setelah klien
mengalami sakit, keluhan yang dialami atau perubahan pada organ yang
terkait dengan pola nutrisi selama klien sakit atau sebelum klien sakit.
d. Pola eliminasi:
Terkait dengan system eliminasi klien sebelum dan setelah klien sakit durasi,
warna, bau dll.
e. Pola tidur dan istirahat:
Terkait dengan pola istirahat dan tidur klien selama klien belum sakit dan
setelah klien sakit.
Tidak bisa dikaji karena kesadaran klien somnolen.
f. Pola kognitif dan perseptual:
Terkait dengan bagaimana tanggapan atau persepsi klien mengenai
penyakitnya dan diri sendiri sebelum dan setelah klien sakit.
g. Pola persepsi diri:
Terkait dengan penilaian diri sendiri terhadap diri sendiri dan penyakitnya.
h. Pola peran – hubungan:
Terkait dengan gambaran keefektifan/kualitas hubungan dan peran dengan
keluarga ataupun dengan lainnya.
i. Pola seksualitas/reproduktif:
Menggambarkan hubungan seksual keuasaan dalam hal seksual atau masalah
dalam seksualitas.
j. Pola mekanisme koping dan stress:
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan menggunakan
system pendukung, apakah yang dilakukan dalam menghadapi masalah
k. Pola nilai dan keyakinan

51
Menggambarkan spiritualitas, nilai, system kepercayaan dan keyakinan klien
atau keluarga terhadap sesuatu.

II. Pemeriksaan Fisik


Menggunalan metode yang sama yaitu inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi
a. B1 (breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang
terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
 Inspeksi:
Bentuk dada dan gerakan pernapasan: Sekilas pandang klien dengan TB paru
baisanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter
bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi lateral. Apabila ada penyulit
dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang massif, maka terlihat adanya
ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaranintercostals space (ICS) pada sisi yang
sakit. TB paru yang disertai atelaksis paru membuat bentuk dada menjadi tidak
simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan intercosta
space (ICS) pada sisi yang sakit.
Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan
pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat
komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien
akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan
penggunaan otot bantu pernapasan.
Batuk dan sputum: Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB
paru, biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai adanya yang disertai
adanya peningkatan produksi secret dan sekresi sputum yang purulen. Periksa
jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru disertai adanya
bronkhiektasis yang membuat klien mengalami peningkatan produksi sputum.
 Palpasi
Palpasi trachea: Adanya pergesaran trachea menandakan adanya gangguan
penyakit pada lobus atas paru. Pada TB paru yang disertai adanya efusi pleura
massif dan pneumothoraks akan mendorong posisi trachea kearah berlawanan
kesisi sakit

52
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan: TB paru tanpa
komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan daa saat pernapasan biasanya
normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan
dinding pernapasan biasanya dietmukan pada klien TB paru dengan kerusakan
parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vocal): Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan
tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh
penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat
dinding dada dalam gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan. Kapasitas
merasakan bunyi dada disebut taktil fremitus. Adanya penurunan taktil fremitus
pada klien dengan TB paru biasanya ditemukan pada klien yang disertai
komplikasi efusi pleura massif, sehingga hantaran suara menurun karena
transmisi getaran suara harus melewati cairan yang berkumolasi di rongga
pleura.
 Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan
bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru
yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup
sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga
pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan
terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru kesisi yang
sehat.
 Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada
posisi yang sakit. Penting bagi perawat memeriksa untuk mendokumentasikan
hasil askultasi didaerah mana didapatkan adanya ronhki. Bunyi yang terdengar
melaui stetoskop ketiak klien berbicara disebut dengan resonan vocal.Klien
dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumothoraks
akan didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.

53
b. B2 (blood)
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik
Palpasi : denyut nadi perifer melemah
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi
pleura masif mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya
tidak didapatkan.
c. B3 (brain)
Kesadaran biasanya compos mentes, ditemukan adanya sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan
wajah meringis, merintih meregang dan mengeliat. Saat dilakukan pengkajian pada
mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan
hemoptoe massif dan kronis, dan sclera ikterik pada TB paru dengan gangguan
fungsi hati.
d. B4 (bladder)
Pengukuran volume akut urine berhubungan denga intake cairan. Oleh karena itu,
perawat perlu memonitor adanay oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal
dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga
pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi
sebagai meminum OAT terutama Rimfampisin.

e. B5 (bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah penurunan nafsu makan, dan penurunan
berat badan.
f. B6 (bone)
Aktivitas sehari-hari berkuarang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang
muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap dan jadwal
olahraga menjadi tidak teratur.

Pemeriksaan Tingkat Untuk Usia <6 Tahun


1. Motorik Kasar : sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain atau belum.
54
2. Motorik Halus : sudah bisa memegangi barang atau tidak misalnya saja seperti itu.

III. Pemeriksaan Diagnostik


1. Uji tuberculin
2. Foto rontgen dada ( thorax ), pemeriksaan rontgent dapat membantu diagnosis
tetapi tidak dapat digunakan sebagai salah satunya alat diagnosis.
3. Pemeriksaan darah tidk digunakan untuk diagnosis TB anak.
4. Jika memungkinkan perlu dilakukan pemeriksaan dahak
5. Mengingat susah mendapatkan dahak dari anak, jadi pemeriksaaan tuberculin
merupakan pemeriksaan yang sangat penting
6. Diagnosis TB anak dapat ditegakkan dengan system skoring TB anak

IV. Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret
pada jalan nafas
2. Hipertermi berhubungan dengan reaksi infeksi/peradangan
3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan perusakan/pelemahan muskulo
skeletal
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membrane alveolar-
kapiler
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi tidak
adekuat
6. Gangguan pemenuhan ADL ketidakseimbangan antara supplei oksigen dengan
kelemahan
7. Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan kecemasan yang dialami
klien
8. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

55
9. Ketidaktahuan/pemenuhan informasi berhubungan dengan interpretasi terhadap
informasi yang salah.

V. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret pada
jalan nafas.

Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran


pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.

Batasan Karakteristik :
Dispneu; Penurunan suara nafas; Orthopneu; Cyanosis; Kelainan suara nafas (rales,
wheezing); Kesulitan berbicara; Batuk, tidak efektif atau tidak ada; Mata melebar;
Produksi sputum; Gelisah; Perubahan frekuensi dan irama nafas

Faktor-faktor yang berhubungan:


 Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi
 Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan
nafas, asma.
 Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus,
adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya
benda asing di jalan nafas.

NOC :
- Respiratory status : Ventilation
- Respiratory status : Airway patency
- Aspiration Control

Kriteria Hasil :
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)

56
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal
 Mampu mengidentifikasi dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan
nafas

NIC :
 Airway suction
- Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
- Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
- Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
- Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
- Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion
nasotrakeal
- Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
- Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan
dari nasotrakeal
- Monitor status oksigen pasien
- Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
- Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
 Airway Management
- Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
- Pasang mayo bila perlu
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Lakukan suction pada maYO
- Berikan bronkodilator bila perlu
- Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

57
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
- Monitor respirasi dan status O2

2. Hipertermi berhubungan dengan reaksi infeksi/peradangan


Definisi : peningkatan suhu tubuh yang menandakan adanya infeksi kuman atau virus
pada tubuh

Faktor yang berhubungan :


Penyakit/trauma; Peningkatan metabolisme; Aktivitas yang berlebih; Dehidrasi

Batasan karakteristik :
Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal; Serangan atau konvulsi ( kejang ); Kulit
kemerahan; Pertambahan RR; Takikardi; Kulit teraba hangat/panas

NOC
Termoregulasi

NIC
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…… pasien menunjukkan : suhu
tubuh dalam batas normal degan kriteria hasil :
 Suhu 36-37 0C
 Nadi dan RR dalam rentang nnormal
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Intervensi NIC
Pengkajian
 pantau aktivitas kejang
 pantau hidrasi (turgor kulit, kelembaban membrane mukosa)
 pantau TD, Nadi dan pernapasan

58
 kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan sesuai dengan suhu lingkungan
 pantau penurunan kesadaran
 monitor intake dan output

Penyuluhan untuk pasien dan keluarga


 ajarkan pasien dan keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali
secara dini hipertermiregulasi suhu (NIC);
 ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan yang diperlukan
 ajarkan keluarga untuk mengompres pasien pada lipat paha dan axila

Aktivitas kolaboratif
 regulasi suhu:
 berikan obat antipiretik, jika perlugunakan matras dingin
 mandi air hangat untuk mengatasi gangguan suhu tubuh jika perlu
 memberikan cairan intravena
 monitor WBC, Hb, Hct

Aktivitas lain
 lepaskan pakaian yang berlebihan
 tutupi pasien dengan selimut saja
 anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter sehari dengan tambahan cairan
selama aktivitas berlebihan atau aktivitas dalam cuaca panas gunakan kipas yang
berputar diruangan pasien

Perawatan dirumah
banyak intervensi diatas sesuai diterapkan untuk perawatan dirumah
 ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan thermometerkaji suhu lingkungan
rumah, bantu untuk mendapatkan kipas angina tau AC jika perlu

Untuk bayi dan anak-anak

59
 ajarkan orang tua agar tidak memberikan aspirin untuk demam pada anak-anak
dibawah usia 18 thun
 ajarkan orang tua bahwa tidak perlu selalu mengobati semua jenis demam pada
anak-anak.
 Sebagai pedoman, demam pada anak yang tidak memiliki riwayat kejang tidak
perlu diobati, kecuali mencapai suhu lebih dari 40 derajat selsius.
 Kompres hangat dapat digunakan untuk mengatasi demam, tetapi dapat
meningkatkan rasa tidak nyaman anak dan dapat menyebabkan anak menangis dan
gelisah dan menghambat efek pendinginan dari kompres tersebut

3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penggunaan otot bantu nafas

Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak adekuat

Batasan karakteristik :
Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi; Penurunan pertukaran udara per menit;
Menggunakan otot pernafasan tambahan; Nasal flaring; Dyspnea; Orthopnea;
Perubahan penyimpangan dada; Nafas pendek; Assumption of 3-point position;
Pernafasan pursed-lip; Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama; Peningkatan
diameter anterior-posterior; Pernafasan rata-rata/minimal (Bayi: < 25 atau > 60, Usia
1-4: < 20 atau > 30, Usia 5-14: < 14 atau >25, Usia >14: < 11 atau >24); Kedalaman
pernafasan (Dewasa volume tidalnya 500 ml saat istirahat, Bayi volume tidalnya 6-8
ml/Kg); Timing rasio; Penurunan kapasitas vital.

Faktor yang berhubungan :


Hiperventilasi; Deformitas tulang; Kelainan bentuk dinding dada; Penurunan
energi/kelelahan; Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal; Obesitas; Posisi tubuh;
Kelelahan otot pernafasan; Hipoventilasi sindrom; Nyeri; Kecemasan; Disfungsi
Neuromuskuler; Kerusakan persepsi/kognitif; Perlukaan pada jaringan syaraf tulang
belakang; Imaturitas Neurologis

NOC :

60
- Respiratory status : Ventilation
- Respiratory status : Airway patency
- Vital sign status

Kriteria Hasil :
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
- Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal
- Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

NIC :
 Airway Management
- Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
- Pasang mayo bila perlu
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Lakukan suction pada mayo
- Berikan bronkodilator bila perlu
- Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
- Monitor respirasi dan status O2
 Terapi Oksigen
- Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
- Pertahankan jalan nafas yang paten
- Atur peralatan oksigenasi
- Monitor aliran oksigen

61
- Pertahankan posisi pasien
- Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
- Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
 Vital sign Monitoring
- Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
- Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan abnormal
- Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
- Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membrane alveolar-


kapiler

Faktor yang berhubungan:


 Perubahan membrane kapiler-alveolar
 Ketidakseimbangan perfusi-ventilasi

Batasan karakteristik:
 Subjektif:
Dispnea; Sakit kepala pada saat bangun tidur; Gangguan penglihatan
 Objektif:

62
Gas darah arteri yang tidak normal; pH arteri yang tidak normal; Ketidaknormalan
frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan; Warna kulit tidak normal;
Konfusisianosis karbondioksida menurun; Diaphoresis; Hiperkapnia; hiperkarbia;
hipoksia; hipoksemia; iritabilitas; napas cuping hidung; gelisah; somnolen;
takikardi

Hasil & NOC


NOC:
· Respon alergi: sistemik; keparahan respon hipersensitifitas imun sistemik terhadap
antigen lingkungan tertentu
· Keseimbangan elektrolit dan asam basa; keseimbangan elektrolit dan non elektrolit
dalam kompartemen intrasel dan ekstrasel tubuh
· Respon ventilasi mekanis: orang dewasa; pertukaran alveolar dan perfusi jaringan
yang disokong oleh ventilasi mekanis
· Status pernapasan: pertukaran gas; pertukaran O2 dan CO2 di alveoli untuk
mempertahankan konsentrasi gas darah
· Status pernapasan: ventilasi; pergerakan udara yang masuk dan keluar ke dan dari
paru
· Perfusi jaringan paru; keadekuatan aliran darah melewati vaskular paru yang utuh
untuk perfusi unit alveoli-kapiler
· TTv dalam batas normal

Tujuan dan kriteria evaluasi


Gangguan pertukaran gas berkurang yang dibuktikan oleh tidak terganggunya respon
alergi: sistemik, keseimbangan elektrolit dan asam basa, respon ventilasi mekanis:
orang dewasa, status pernapasan: pertukaran gas, status pernapasan: ventilasi, perfusi
jaringan paru, TTV Menunjukkan status pernapasan: pertukaran gas dan ventilasi,
yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut:
- Status kognisi
- PaO2, PaCO2, pH arteri dan SaO2
- Tidal akhir CO2
- Dispnea saat istirahat
63
- Dispnea saat beraktivitas berat
- Gelisah, sianosis dan somnolen
- Frekuensi dan irama pernapasn
- Kedalaman inspirasi
- Ekspulsi paru
- Bunyi napas saat istirahat
- Pasien akan:
· mempunyai fungsi paru dalam batas normal
· memiliki ekspansi paru yang simetris
· menjelaskan rencana perawatan dirumah
· tidak menggunakan pernapasan bibir mencucu
· tidak mengalami napas dangkal atau ortopnea
· tidak menggunakan otot aksesoris untuk bernapas

Intervensi NIC
 Pengkajian
- kaji suara napas, frekuensi kedalaman dan usaha napas, dan produksi sputum
sebagai indicator keefektifan penggunaan alat penunjang
- pantau saturasi O2 dengan oksimetri nadi
- pantau hasil gas darahpantau hasil elektrolit
- pantau status mental
- peningkatan frekuensi pemantauan saat pasien tampak somnolen
 Manajemen jalan napas (NIC):
- identifikasi kebutuhan pasien terhadap pemasangan jalan napas aktual atau
potensial
- auskultasi suara napas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan adanya
bunyi tambahan
- pantau status pernapasan dan oksigenasi sesuai kebutuhan
 Pengaturan hemodinamik (NIC):
- auskultasi bunyi jantung
- pantau dan dokumentasikan frekuensi, irama dan denyut jantung

64
- pantau adanya edema perifer, distensi vena jugularis dan bunyi jantung S3 dan S4
- pantau alat fungsi pacu jantung
 Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
- jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan
- ajarkan kepada pasien teknik bernapas dan relaksasi
- jelaskan pada pasien dan keluarga alasan pemberian oksigen dan tindakan lainnya
- informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok itu tidak baik
 Manajemen jalan napas (NIC):
- ajarkan tentang batuk efektif
- ajarkan pada pasien bagaimana menggunakan inhaler yang dianjurkan sesuai
kebutuhan
 Aktivitas kolaboratif
- konsultasikan dengan dokter tentang pentingnya pemeriksaan gas darah arteri dan
penggunaan alat bantu yang dianjurkan sesuai dengan adanya perubahan pada
kondisi pasien
- laporkan perubahan pada data pengkajian terkait
- berikan obat yang diresepkan untuk mempertahankan keseimbangan asam basa
- persiapkan pasien untuk ventilasi mekanis, bila perlu
 Aktivitas lain
- jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur untuk
menurunkan ansietas dan meningkatkan rasa kendali
- berikan penenangan kepada pasien selama periode gangguan atau kecemasan
- lakukan oral hygiene secara teratur
- lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen
- apabila oksigen diprogramkan kepada pasien yang memiliki masalah pernapasan
kronis, pantau aliran oksigen dan pernapasan secara hati-hati adanya resiko
depresi pernapasan akibat oksigen
- buat rencana perawatan untuk pasien yang menggunakan ventilator, yang
meliputi: meyakinkan keadekuatan pemberian oksigen dengan melaporkan
ketidaknormalan gas darah arteri, menggunakan ambu bag didekat pasien dan
berikan hiperoksigenasi sebelum melakukan pengisapan, meyakinkan keefektifan

65
pola pernapasan, mempertahankan kepatenan jalan napas, memantau komplikasi,
memastikan ketepatan pemasangan slang ET,
 Manajemen jalan napas (NIC):
- atur posisi untuk memaksimalkan potensia ventilasi
- atur posisi untuk mengurangi dyspnea
- pasang jalan napas melalui mulut atau nasoparing, sesuai dengan kebutuhan
- bersihkan secret dengan menganjurkan batuk atau melalui pengisapan
- dukung untuk bernapas pelan, dalam dan batuk
- bantu dengan spirometer insentif, jika perlu
- lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- pengaturan hemodinamika (NIC): meninggikan bagian kepala tempat tidur, jika
perlu
- atur posisi pasien keposisi trendelenburg, jika perlu
 Perawatan dirumah
- kaji sumber allergen dan perokok pasif
- bantu pasien mengidentifikasi dan menghindari situasi yang dapat mengakibatkan
masalah pernapasan
- beri penekanan kepada keluarga bahwa seharusnya tidak ada yang merokok
dirumah
- rujuk untuk mengikuti program berhenti merokok, jika diperlukan
- dorong keluarga untuk memasang penyaring udara dirumah
- instruksikan pasien dan keluarga untuk perencanaan perawatan dirumah
- pertahankan suhu dirumah diatas 20 derajat rujuk kelaanan bantuan rumah tangga
dan layanan pemeliharaan rumah untuk menghemat energi
- evaluasi keamanan sumber listrik, jika menggunakan respirator dirumah, laporkan
kepolisi dan pemadam kebakaran serta perusahaan penyewa alat

5. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi tidak adekuat

Faktor yang berhubungan

66
 Ketidak mampuan untuk menelan atau mencerna makanan atau menyerap nutrient
 akibat factor biologis, psikologis atau ekonomi
 contoh non nanda berikut: Ketergantungan zat kimia
 Penyakit kronis
 Intoleransi makanan
 Kebutuhan metabolik tinggi
 Reflek mengisap pada bayi tidak efektif
 Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
 Akses terhadap makanan terbatas
 Hilang nafsu makan
 Mual dan muntah
 Pengabaian oleh orang tua
Batasan karakteristik
 Berat badan kurang dari 20% atau lebih dibawah berat badan ideal
 Asupan makanan kurang dari kebutuhan metabolic,baik kalori total maupun zat gizi
tertentu
 Kehilangan berat baan dengan asupan makanan yang adekuat
 Melaporkan asupan makanan yang tidak adekuat kurang dari RDA.
Subjektif:
 Kram abdomen
 Nyeri abdomen
 Menolak makan
 Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makan
 Melaporkan perubahan sensasi rasa
 Melaporkan kurangnya makanan
 Merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan
Objektif:
 Pembuluh kapiler rapuh
 Diare atau steatore
 Kehilangan rambut yang berlebihan

67
 Bising usus hiperaktif
 Kurangnya minat terhadap makanan
 Rongga mulut terluka
 Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mnengunyah
NOC:
 Nutritional status : Adequancy of nutrient
 Nutritional status : food and fluid intake
 Weight control
NIC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. jam kurang nutrisi teratasi dengan
kriteria hasil :
 Albumin serum dalam batas normal
 Pre albumin serum dalam batas normal
 Hematocrit
 Hemoglobin
 Total iron binding capacity
 Jumlah limfosit

Intervensi Keperawatan
Pengkajian
 Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
 Pantau nilai laboratotium, khususnya transferin, albumin, dan elektrolit
 Manajemen nutrisi:Ketahui makanan kesukaan pasien, dan alergi makanan pada pasien
 Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
 Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
 Timbang pasien pada interval yang tepat
 Monitor turgor kulit, mual dan muntah, intake nutrisi,
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor kekeringan, rambut kusam
Penyuluhan untuk pasien/keluarga

68
 Ajarkan metode untuk perencanaan makan
 Ajarkan pasien dan keluarga tentang makanan yang berizi dan tidak mahal
 Manajemen nutrisi: berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya
 Anjurkan pada keluarga untuk sering memeberi banyak minum dan pola makan sedikit
tapi sering

Aktivitas kolaboratif
 Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang
mengalami ketidak adekuat akan asupan protein
 Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan lengkap,
pemberian makanan melaui selang baik NGT maupun Parenteral, atau nutrisi parenteral
total agar asupan kalori yang adekuat dapat dipertahankan
 Rujuk kedokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
 Rujuk ke program gizi dikomunitas yang tepat jika pasien tidak dapat memenuhi asupan
nutrisi yang adekuat
 Manajemen nutrisi; tentukan dengan melakukan kolaborasi dengan ahli gizi jika
diperlukan jumlah kalori, dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi.

Aktivitas lain
 Buat perencanaan makan sesuai dengan selera pasien
 Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien
 Anjurkan pasien menggunakan pola makan sedikit tapi sering
 Suapi pasien jika perlu
 Manajemen nutrisi: berikan pasien minuman dan kudapan bergizi tinggi protein, tinggi
kaori yang siap dikonsumsi dan ajarkan pasien tentang cara membuat jadwal makan jika
perlu

Untuk bayi dan anak-anak


 Sesuaikan cara berkomunikasi saudara dengan tahap perkembangan anak
 Ajarkan orang tua dan anak tetang pentingnya memilih kudapan yang sehat, bukan

69
makanan yang tinggi gula, garam atau lemak
 Apabila memungkinkan dan diperlukan batasi asupan susu anak sehingga anak berselera
untuk makan makanan
 Ajarkan orang tua mengenai nutrisi yang diperlukan pada masing masing perkembangan
 Jangan membiasakan waktu makan menjadi arena berperang antara orang tua dan anak
 Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering

6. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan yang dialami klien

Definisi: Gangguan kemampuan untuk melakukan ADL pada diri

Batasan karakteristik :
ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian, ketidakmampuan
untuk makan, ketidakmampuan untuk toileting

Faktor yang berhubungan :


kelemahan, kerusakan kognitif atau perceptual, kerusakan neuromuskular/ otot-otot saraf

NOC :
Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Kriteria Hasil :
- Klien terbebas dari bau badan
- Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
- Dapat melakukan ADLs dengan bantuan

NIC :
 Self Care assistane : ADLs
- Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
- Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
berhias, toileting dan makan.
- Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
- Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan
yang dimiliki.

70
- Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya.
- Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
- Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
- Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

7. Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan kecemasan yang dialami klien

Definisi : Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal

Batasan Karakteristik :
Perubahan pola tidur normal; Penurunan kemampuan berfungsi; Ketidakpuasan tidur;
Menyatakan sering terjaga; Menyatakan tidak mengalami kesulitan tidur; Menyatakan
tidak merasa cukup istirahat

Faktor yang berhubungan:


Kelembaban lingkungan sekitar; Suhu lingkungan sekitar; Tanggung jawab memberi
asuhan; Perubahan pejanan terhadap cahaya gelap; Gangguan(mis.,untuk tujuan terapeutik,
pemantauan, pemeriksaan laboratorium); Kurang kontrol tidur; Kurang privasi;
Pencahayaan; Bising; Bau gas; Restrain fisik; Teman tidur; Tidak familier dengan perabot
tidur

NOC
 Anxiety reduction
 Comfort level
 Pain level
 Rest : Extent and Pattern
 Sleep : Extent an Pattern

Kriteria Hasil :
- Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari
- Pola tidur, kualitas dalam batas normal

71
- Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat
- Mampu mengidentifikasikan hal-hal yang meningkatkan tidur

NIC
- Sleep Enhancement
- Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
- Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
- Fasilitas untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur (membaca)
- Ciptakan lingkungan yang nyaman
- Kolaborasikan pemberian obat tidur
- Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang teknik tidur pasien
- Instruksikan untuk memonitor tidur pasien
- Monitor waktu makan dan minum dengan waktu tidur
- Monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam

8. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan


Definisi : perasaan gelisah yang tak jelas dari ketidaknyamanan atau ketakutan yang
disertai respon autonomy ( summer tidak diketahui oleh individu).

Berhubungan dengan: faktor keturunan, krisis situasional, strees, perubahan status


kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan
hospitalisasi

Batasan karakteristik :
Gelisah, Insomnia, Resah,Ketakutan,Sedih,Focus pada diri,Kekhawatiran,Sering kencing,
kontak mata kurang, gemetar, diare/mual/kelelahan, blocking dalam pembicaraan, sulit
berkonsentrasi, nyeri perut, kesulitan bernafas, peningkatan TD, Nadi, RR.

NOC
 Control Kecemasan
 Koping
72
NIC
Anxiety Reduction ( Penurunan kecemasan ).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…. Jam, kecemasan teratasi dengan
kriteria hasil :
 Klien mampu mengindetifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
 Klien mampu untuk mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan tehnik untuk
mengontrol cemas
 Vital sign dalam batas normal
 Postur tubuh, ekspresi wajah, Bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan

Intervensi Keperawatan
 Gunakan pendekatan yang menenangkan ( kalo pada anak bias menggunakan kata-
kata yang gampang dimenegrti dan menggunakan kartun yang di sukai atau melakukan
pendekatan dengan bantuan orang tua anak tersebut )
 Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
 Jelaskan semua prosedur dana pa yang dirasakan selama prosedur
 Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
 Berikan informasi factual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
 Dorong keluarga untuk menemani anak
 Lakukan back / neck rub
 Dengarkan dengan penuh perhatian apa yang dikatakan pasien
 Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien menggunakan tehnik relaksasi
 Lakukan kolaboratif pemberian obat untuk mengurangi kecemasan

9. Kurang pengetahuan pemenuhan informasi berhubungan dengan interpretasi terhadap


informasi yang salah

73
Definisi : Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic
spesifik

Faktor yang mempengaruhi :


 Keterbatasan kognitif
 Interpretasi terhadap informasi yang salah
 Kurangnya keinginan untuk mencari informasi
 Tidak mengetahui sumber-sumber informasi

NOC
 Knowledge : disease process
 Knowledge : health behavior

NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…jam pasien menunjukkan pengetahuan
tentang proses penyakit dengan kriteria hasil :
 Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan
program pengobatan
 Pasien dan keluarga mampu melaksanakan mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
 Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya

Intervensi Keperawatan
o Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
spesifik
o Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat
o Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
o Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
o Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat

74
o Sediakan informasi pada psien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
o Hindari harapan kosong
o Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
o Diskusikan perubahan gaya hidupyang mungkin diperlukan untuk menvegah
komplikasi di masa yang akan dating dan atau proses pengontrol penyakit
o Diskusikan pilihan terapi yang tepat
o Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
o Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
o Rujuk pasien pada grup atau agensi di kommunitas local, dengan cara yang tepat
o Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.

Rentang tanda-tanda vital normal adalah

1. Nadi
Bayi : 120-130 x/mnt
Anak : 80-90 x/mnt
Catatan :
Takikardia (Nadi di atas normal) : Lebih dari 100 x/mnt
Bradikardia (Nadi dibawah normal) : Kurang dari 60x/mnt
2. Tekanan darah
Bayi : 70-90/50 mmHg
Anak : 80-100/60 mmHg
Remaja : 90-110/66 mmHg
Catatan :
Hipotensi : Kurang dari 90/60 mmHg
Normal : 90-120/60-80 mmHg
Pre Hipertensi : 120-140/80-90 mmHg
3. Suhu
Normal : 36,6oC - 37,2 oC
Sub Febris : 37 oC - 38 oC

75
Febris : 38 oC - 40 oC
Hiperpireksis :40 oC - 42 oC
Hipotermi : Kurang dari 36 oC
Hipertermi :Lebih dari 40 oC
Catatan :
Oral :0,2 oC – 0,5 oC lebih rendah dari suhu rektal
Axilla :0,5 oC lebih rendah dari suhu oral

4. Pernafasan
Bayi :30-40 x/mnt
Anak :20-30 x/mnt
Catatan :
Dispnea : Pernapasan yang sulit
Tadipnea : Pernapasan lebih dari normal ( lebih dari 20 x/menit)
Bradipnea : Pernapasan kurang dari normal ( kurang dari 20 x/menit)
Apnea : Pernapasan terhenti
Ipnea : Pernapasan normal

Pola tidur normal :


a. Neonatus s.d 3 bulan
Kira-kira membutuhkan 16 jam/hari
Mudah berespon terhadap stimulus
Pada minggu pertama kelahiran 50% adalah tahap REM
b. Bayi
Pada malam hari kira-kira tidur 8-10 jam
Usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun kira-kira tidur 14 jam/hari
Tahap REM 20-30%

76
c. Toddler
Tidur 10-12 jam/hari
25% tahap REM
d. Preschooler
Tidur 11 jam pada malam hari
20% REM

BAB III

77
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Asma merupakan penyakit kronis yang sering muncul pada masa kanak – kanak dan usia
muda sehingga dapat menyebabkan kehilangan hari – hari sekolah atau hari kerja produktif yang
juga menyebabkan ganguan aktifitas sosial, bahkan berpotensi mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak. Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, definisi asma adalah
mengi berulang dan atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut : timbul secara
episodic, cenderung pada malam hari (nocturnal) musiman, setelah aktifitas fisik, serta terdapat
riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan atau keluarganya (Rahajoe dkk, 2008).
Bronchopneumonia merupakan proses inflamasi paru yang umumnya disebabkan oleh agens
infeksius, serta mengambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyenaran berbercak, dalam
satu atau lebih area terlokalisasi dalam bronkiolus dan meluas ke parenkim paru yang terdekat
(Nursalam, 2005).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian seluruh tubuh lain
seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Somantri, 2009).

3.2 Saran
Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami kerangka
sistem asuhan keperawatan pada anak khususnya dengan gangguan sistem pernapasan diantaranya
yaitu asma, tuberkulosis paru, dan bronchopneumonia sehingga mahasiswa mampu membuat
asuhan keperawatan anak dengan gangguan sistem pernapasan, serta mampu memberikan
pemahaman kepada masyarakat terkait cara mencegah dan memberikan pertolongan pertama pada
anak dengan asma , tuberkulosis paru, dan bronchopneumonia.

78
DAFTAR PUSTAKA

Pearce, Evelyn. 2011. Anatomi dan Fisiologis untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama

Kowalak. 2014. Buku Ajar Patofisiologi Edisi 6. Jakarta : EGC

Arif Muttaqin. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan, Jakara :
Salemba Medika
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA, Intervensi
NIC kriteria hasil NOC, ed 9. Jakarta: EGC
Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika
http://askep33.com/2016/08/03/laporan-pendahuluan-bronchopneumonia/
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-asma.pdf

79

Anda mungkin juga menyukai