Anda di halaman 1dari 309

BAB II

TINJAUAN TEORI

1.1. KEHAMILAN
1.1.1. Pengertian Kehamilan
Proses kehamilan merupakan mata rantai yang

berkesinambungan dan terdiri dari ovulasi pelepasan ovum, terjadi

migrasi spermatozoa dan ovum, terjadi konsepsi ditambah

pertumbuhan zigot, terjadi nidasi (implantasi) pada uterus,

pembentukan plasenta dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai

aterm (Manuaba, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB Edisi

2 2010 : 75).
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin.

Lamanya hamil normal 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)

dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi 3 triwulan

yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan

kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan tiga dari bulan

ketujuh sampai 9 bulan (Sarwono, Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal 2009 : 89).

1.1.2. Fisiologi Kehamilan

8
a. Ovulasi

Ovum merupakan sel terbesar pada badan manusia. Setiap bulan

satu ovum atau kadang-kadang lebih menjadi matur, dengan sebuah

penjamu mengelilingi sel pendukung. Ada dua lapisan pelindung yang

mengelilingi ovum. Lapisan pertama berupa membran tebal tidak

berbentuk, yang disebut zona pelucida. Lingkaran luar yang disebut

korona radiata, terdiri dari sel-sel oval yang dipersatukan oleh asam

hialuronat. Ovum dianggap subur selama 24 jam setelah ovulasi. Apabila

tidak difertilisasi oleh sperma, ovum berdegenerasi dan direabsorbsi

(Fitramaya, 2009 : 34).

Ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang dipengaruhi oleh

sistem hormonal yang kompleks. Selama masa subur yang berlangsung 20

sampai 35 tahun, hanya 420 buah ovum yang dapat mengikuti proses

pematangan dan terjadi ovulasi. Proses pertumbuhan ovum (oogenesis)

asalnya epitel germinal menjadi oogonium, oogenium berkembang

menjadi folikel primer, dimana folikel primer akan menjadi proses

pematangan pertama. Dengan pengaruh FSH, folikel primer mengalami

perubahan menjadi folikel de Graaf yang menuju ke permukaan ovarium

disertai pembentukan cairan folikel. Desakan folikel de Graaf ke

permukaan ovarium menyebabkan penipisan dan disertai devaskularisasi.

Selama pertumbuhan menjadi folikel de Graaf, ovarium mengeluarkan

hormon estrogen yang dapat memengaruhi gerak dari tuba yang makin

mendekati ovarium, gerak sel rambut lumen tuba makin tinggi, peristaltik

9
tuba makin aktif. Ketiga faktor ini menyebabkan aliran cairan dalam tuba

makin deras menuju uterus. Dengan pengaruh hormon LH yang semakin

besar dan fluktuasi yang mendadak, terjadi proses pelepasan ovum yang

disebut ovulasi. Dengan gerak aktif tuba yang mempunyai umbai

(fimbriae) maka ovum yang telah dilepaskan segera ditangkap oleh

fimbriae tuba. Proses penangkapan ini disebut ovum pick up mechanism.

Ovum yang tertangkap terus berjalan mengikuti tuba menuju uterus, dalam

bentuk pematangan pertama, artinya telah siap untuk dibuahi (Manuaba,

Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB 2010 : 75).

b. Spermatozoa

Proses pembentukan spermatozoa merupakan proses yang

kompleks. Spermatogenium berasal dari sel primitif tubulus, menjadi

spermatosit pertama, menjadi spermatosit kedua, menjadi spermatid,

akhirnya spermatozoa. Pertumbuhan spermatozoa dipengaruhi matarantai

hormonal yang kompleks dari pancaindera, hipotalamus, hipofisis, dan sel

interstitial Leydig sehingga spermatogonium dapat mengalami mitosis

(Manuaba, 2010 : 76).

Spermatozoa terdiri 3 bagian yaitu kaput (kepala) yang

mengandung bahan nucleus, ekor berguna untuk bergerak, dan bagian

silindrik menghubungkan kepala dan ekor (Fitramaya, 2009 : 34).

Pada saat coitus kira-kira 3-5 cc semen ditumpahkan ke dalam

forniks posterior, dengan jumlah spermatozoa sekitar 200-500 juta.

10
Dengan gerakan ekornya sperma masuk ke dalam kanalis servikalis.

Didalam rongga uterus dan tuba gerakan sperma terutama disebabkan oleh

kontraksi otot-otot pada organ tersebut. Spermatozoa dapat mencapai

ampula, kira-kira 1 jam setelah coitus. Ampula tuba merupakan tempat

terjadinya fertilisasi. Hanya beberapa ratus sperma yang dapat mencapai

tempat ini, sedangkan sebagian mati karena akibat keasaman vagina dan

hilang atau mati dalam perjalanan. Sperma dapat bertahan dalam saluran

reproduksi wanita sampai empat hari. Dalam saluran reproduksi wanita

spermatozoa mengalami kapasitasi sebelum ia mampu membuahi ovum.

Kapasitasi terjadi dalam rongga uterus dan tuba yaitu berupa pelepasan

lapisan pelindung disekitar akrosom. Setelah ini terjadilah reaksi

akrosomik yaitu pembentukan lubang-lubang kecil pada akrosom tempat

dilepaskannya enzim-enzim yang dapat melisiskan corona radiata dan zona

pelucida. Setidak-tidaknya dikenal dua enzim yaitu CPE (Corona

Penetrating Enzyme) yang mencerna corona radiata dan hialuronidase

yang mencerna zona pelucida (Fitramaya, 2009 : 35).

c. Konsepsi

Pertemuan inti ovum dengan inti spermatozoa disebut konsepsi

atau fertilisasi dan membentuk zigot. Fertilisasi meliputi penetrasi

spermatozoa ke dalam ovum, fusi spermatozoa dan ovum, diakhiri dengan

fusi materi genetik. Hanya satu spermatozoa yang telah mengalami proses

kapasitasi mampu melakukan penetrasi membran sel ovum (Sarwono,

2009 : 141). Dengan adanya fertilisasi inti ovum segera berubah menjadi

11
pronukleus betina, sementara spermatozoa setelah melepaskan ekornya

berubah menjadi pronukleus jantan. Kedua pronukleus ini akhirnya

melebur ditengah-tengah sitoplasma sel telur dan terjadilah zigot, sebuah

sel tunggal, awal sebuah kehidupan baru makhluk manusia (Fitramaya,

2009 : 36). Proses konsepsi dapat berlangsung seperti uraian di bawah ini.

Keseluruhan proses tersebut merupakan matarantai fertilisasi atau

konsepsi.

a. Ovum yang dilepaskan dalam proses ovulasi, diliputi oleh korona

radiata, yang mengandung nutrisi.


b. Pada ovum, dijumpai inti dalam bentuk metafase di tengah sitoplasma

yang disebut vitelus.


c. Dalam perjalanan, korona radiata makin berkurang pada zona pelusida.

Nutrisi dialirkan kedalam vitelus, melalui saluran padazona pelusida.


d. Konsepsi terjadi pada pars ampularis tuba, tempat yang paling luas

yang dindingnya penuh jonjot dan tertutup sel yang mempunyai silia.

Ovum mempunyai waktu hidup terlama di dalam ampula tuba.


e. Ovum siap dibuahi setelah 12 jam dan hidup selama 48 jam.

Spermatozoa menyebar, masuk melalui kanalis servikalis dengan

kekuatan sendiri. Pada kavum uteri, terjadi proses kapasitasi, yaitu

pelepasan lipoprotein dari sperma sehingga mampu mengadakan

fertilisasi. Spermatozoa melanjutkan perjalanan menuju tuba falopi.

Spermatozoa hidup selama 3 hari di dalam genetalia interna.

Spermatozoa akan mengelilingi ovum yang telah siap dibuahi serta

mengikis korona radiata dan zona pelusida dengan proses enzimatik :

hialuronidase. Melalui “stomata”, spermatozoa memasuki ovum.

12
Setelah kepala spermatozoa masuk ke dalam ovum, ekornya lepas dan

tertinggal di luar. Kedua inti ovum dan inti spermatozoa bertemu

dengan membentuk zigot (Manuaba, Ilmu Kebidanan, Penyakit

Kandungan, dan KB 2010 : 77).


Hasil dari fertilisasi antara lain :
1. Kembalinya sel dengan jumlah kromosom diploid (2n) pada manusia

dengan jumlah diploid adalah 46.


2. Penurunan atau pewarisan sifat-sifat spesies.
3. Ini disebabkan karena zigot mengandung separuh sifat ibunya dan separuh

sifat ayah.
a. Penentuan jenis kelamin.
b. Jenis kelamin ditentukan diawal terjadinya pembuahan. Pada manusia

struktur (46, XX) adalah wanita, sedangkan (46, XY) adalah laki-laki.
c. Permulaan pembelahan segmentasi.
d. Segera setelah terjadinya pembuahan, zigot dalam 8-14 jam akan

memulai pembelahan segmentasi pertama, yang disusul dengan

pembelahan-pembelahan selanjutnya dengan kecepatan tiap 10-12 jam

(Fitramaya, 2009 : 36).

d. Nidasi atau Impalantasi

Nidasi adalah peristiwa tertanamnya atau bersarangnya sel telur

yang telah dibuahi (fertilized egg) kedalam endometrium. Sel telur yang

telah dibuahi (zigot) akan segera membelah diri membentuk bola padat

terdiri atas sel-sel anak yang lebih kecil yang disebut blastomer. Pada hari

ketiga bola tersebut terdiri atas 16 sel blastomer dan disebut morula

(Fitramaya, 2009 : 37). Pada hari ke empat blastula masuk ke dalam

endometrium dan pada hari ke enam menempel pada endometrium. Pada

13
hari ke sepuluh seluruh blastula (blastokis) sudah terbenam dalam

endometrium dan dengan demikian nidasi sudah selesai.

Pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium blastula

disebut blastokista (blastocyst), suatu bentuk yang bagian luarnya adalah

trofoblas dan di bagian dalamnya disebut embrioblas (massa inner cell)

yang kelak akan menjadi janin. Massa inner cell ini berkembang menjadi

janin dan trofoblas akan berkembang menjadi plasenta. Dengan demikian,

blastokista diselubungi oleh suatu simpai yang disebut trofoblas. Trofoblas

ini sangat kritis untuk keberhasilan kehamilan terkait dengan keberhasilan

nidasi (implantasi), produksi hormon kehamilan, proteksi imunitas bagi

janin, peningkatan aliran darah maternal ke dalam plasenta, dan kelahiran

bayi.

Sejak trofoblas terbentuk, produksi hormon human chorionic

gonadotropin (HCG) dimulai suatu hormon yang memastikan bahwa

endometrium akan menerima (reseptif) dalam proses implantasi embrio.

Trofoblas yang mempunyai kemampuan menghancurkan dan mencairkan

endometrium dalam masa sekresi, dengan sel-sel desidua. Sel-sel desidua

ini besar-besar dan mengandung lebih banyak glikogen serta mudah

dihancurkan oleh trofoblas (Manuaba, 2010 : 143).Desidua yang terdapat

antara telur dan dinding rahim disebut desidua basalis. Bagian yang

menutup blastosis atau desidua yang terdapat antara telur dan cavum uteri

ialah desidua kapsularis dan bagian yang melapisi sisa uterus adalah

desidua vera (Fitramaya, 2009 : 38).

14
Hancuran endometrium dipergunakan sebagai bahan makanan ole

sel telur yang dibuahi. Tempat nidasi biasanya pada dinding depan dan

dinding belakang didaerah fundus uteri. Pembuluh darah pecah dan

sebagian wanita akan mengalami perdarahan ringan akibat implantasi

(bercak darah atau perdarahan ringan pada saat seharusnya terjadi

menstruasi berikutnya). Villi korion yang terbentuk seperti jari, terbentuk

diluar trofoblas dan darah dan mendapat oksigen dan gizi dari aliran darah

ibu serta membuang karbondioksida dan produk sisa kedalam darah ibu

(Fitramaya, 2009 : 38).

Nidasi diatur oleh suatu proses yang kompleks antara trofoblas dan

endometrium. Di satu sisi trofoblas mempunyai kemampuan invasif yang

kuat, di sisi lain endometrium mengontrol invasi trofoblas dengan

menyekresikan faktor-faktor yang aktif setempat (lokal) yaitu inhibitor

cytokines dan protease. Keberhasilan nidasi dan plasentasi yang normal

adalah hasil keseimbangan proses antara trofoblas dan endometrium.

Dalam perkembangan diferensiasi trofoblas, sitotrofoblas yang belum

berdiferensiasi dapat berkembang dan berdiferensiasi menjadi 3 jenis,

yaitu sinsisiotrofoblas yang aktif menghasilkan hormon, trofoblas jangkar

ekstravili yang akan menempel pada endometrium, dan trofoblas yang

invasif (Sarwono, Ilmu Kebidanan : 143).

e. Pertumbuhan dan Perkembangan Hasil Konsepsi

15
Pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim sangat

dipengaruhi oleh kesehatan ibu, keadaan janin itu sendiri dan plasenta

sebagai akar yang akan memberikan nutrisi. Umur janin yang sebenarnya

dihitung dari saat fertilisasi atau sekurang-kurangnya dari saat ovulasi.

Pertumbuhan hasil konsepsi dibedakan menjadi tiga tahap penting yaitu

tingkat ovum (telur) umur 0-2 minggu, dimana hasil konsepsi belum

tampak terbentuk dalam pertumbuhan, embrio (mudigah) antara umur 3-5

minggu dan sudah terdapat rancangan bentuk alat-alat tubuh, janin (fetus)

sudah berbentuk manusia dan berumur di atas 5 minggu (Fitramaya, 2009 :

38).

1. Trimester I
a. Embrio usia 2-4 minggu
Terjadi perubahan yang semula buah kehamilan hanya berupa satu

titik telur menjadi satu organ yang terus berkembang dengan

pembentukan lapisan-lapisan di dalamnya. Jantung mulai memompa

cairan melalui pembuluh darah hari ke-20 dan hari berikutnya muncul

sel darah merah yang pertama. Selanjutnya, pembuluh darah terus

berkembang diseluruh embrio dan plasenta.


b. Embrio usia 4-6 minggu
Sudah terbentuk bakal organ-organ. Jantung sudah berdenyut,

pergerakan sudah nampak dalam pemeriksaan USG. Panjang embrio

0,64 cm.
c. Embrio usia 8 minggu
Pembentukan organ dan penampilan semakin bertambah jelas, seperti

mulut, mata dan kaki. Terjadi pembentukan usus dan genetalia serta

anus. Jantung mulai memompa darah.

16
d. Embrio usia 12 minggu
Embrio berubah menjadi janin, usus lengkap, genetalia dan anus sudah

terbentuk. Sudah bisa menggerakkan anggota badan, mengedipkan

mata, mengerutkan dahi, dan mulut membuka. Berat badan 15-30 gram

dan panjang 5-9 mm.


2. Trimester II
a. Embrio usia 16 minggu
Gerakan fetal pertama (quickening). Sudah mulai ada mekonium dan

verniks caseosa. Sistem muskuloskeletal sudah matang. Sistem saraf

mulai melaksanakan kontrol. Pembuluh darah berkembang dengan

cepat. Tangan janin dapat menggenggam, kaki menendang dengan

aktif. Semua organ mulai matang dan tumbuh. Denyut jantung janin

(DJJ) dapat didengar dengan Doppler. Berat janin 0,2 kg


b. Janin usia 24 minggu
Kerangka berkembang dengan cepat karena aktifitas pembentukan

tulang meningkat. Perkembangan pernapasan dimulai, berat badan

janin 0,7-0,8 kg.


c. Janin usia 28 minggu
Janin dapat bernapas, menelan, dan mengatur suhu. Surfaktan

terbentuk didalam paru-paru. Mata mulai membuka dan menutup.

Ukuran janin 2/3 saat lahir.


3. Trimester III
a. Janin usia 32 minggu
Simpanan lemak cokelat berkembang di bawah kulit untuk persiapan

pemisahan bayi setelah lahir. Mulai menyimpan zat besi, kalsium, dan

fosfor. Bayi sudah tumbuh 38-43 cm.


b. Janin usia 36 minggu
Seluruh uterus terisi oleh bayi, sehingga ia tidak dapat lagi bergerak

dan memutar banyak. Antibodi ibu ditransfer ke janin, yang akan

17
memberikan kekebalan selama 6 bulan pertama sampai sistem

kekebalan bayi bekerja sendiri (Salemba Medika, 2009 : 43 ).


f. Pembentukan Plasenta
Nidasi atau implantasi terjadi pada bagian fundus uteri di dinding

depan atau belakang. Pada blastula, penyebaran sel trofoblas yang tumbuh

tidak rata, sehingga bagian balstula dengan inner cell mass akan tertanam

ke dalam endometrium. Sel trofoblas menghancurkan endometrium sampai

terjadi pembentukan plasenta yang berasal dari primer vili korealis.


Terjadinya nidasi (implantasi) mendorong sel blastula mengadakan

diferensiasi. Sel yang dekat dengan ruangan eksoselom membentuk

“entoderm” dan yolk sac (kantong kuning telur) sedangkan sel lain

membentuk “ektoderm” dan ruangan amnion. Plat embrio (embryonal

plate) terbentuk diantara dua ruang yaitu ruang amnion dan kantong yolk

sac. Plat embrio terdiri dari unsur ektoderm, endoderm, dan mesoderm.

Ruangan amnion dengan cepat mendekati korion sehingga jaringan yang

terdapat di antara amnion dan embrio padat dan berkembang menjadi tali

pusat.
Awalnya yolk sac berfungsi sebagai pembentukan darah bersama

dengan hati, limpa, dan sumsum tulang. Pada minggu ke dua sampai

ketiga, terbentuk bakal jantung dengan pembuluh darahnya menuju body

stalk (bakal tali pusat). Jantung bayi mulai dapat dideteksi pada minggu

ke-6 sampai 8 dengan menggunakan ultrasonografi atau sistem Doppler.


Pembuluh darah pada body stalk terdiri dari arteri umbikalis dan

vena umbilikalis. Cabang arteri dan vena umbilikalis masuk ke vili

korealis sehingga dapat melakukan pertukaran nutrisi dan sekaligus

membuang hasil metabolism yang tidak diperlukan.

18
Dengan berbagai bentuk implantasi (nidasi) dimana posisi plat

embrio berada, akan dijumpai berbagai variasi dari insersio tali pusat, yaitu

insersio sentralis, para sentralis, marginalis, atau insersio velamentosa.


Vili korealis menghancurkan desidua sampai pembuluh darah,

mulai dengan pembuluh darah vena pada hari ke-10 sampai 11 setelah

konsepsi, sehingga sejak saat itu embrio mendapat tambahan nutrisi dari

darah ibu secara langsung. Selanjutnya vili korealis menghancurkan

pembuluh darah arteri sehingga terjadilah aliran darah pertama

reptroplasenter pada hari ke-14 sampai 15 setelah konsepsi. Bagian

desidua yang tidak dihancurkan membagi plasenta menjadi 15 sampai 20

kotiledon maternal. Pada janin plasenta akan dibagi menjadi sekitar 200

kotiledon fetus. Setiap kotiledon fetus terus bercabang dan mengambang di

tengah aliran darah untuk menunaikan fungsinya memberikan nutrisi,

pertumbuhan, dan perkembangan janin dalam rahim ibu. Darah ibu dan

darah janin tidak berhubung langsung dan dipisahkan oleh lapisan

trofoblas, dinding pembuluh darah janin. Fungsinya dilakukan berdasarkan

sistem osmosis dan enzimatik serta pinositosis. Situasi plasenta demikian

disebutkan sistem plasenta-hemokorial.


Sebagian dari vili korealis tetap berhubungan langsung dengan pars

basalis desidua, tetapi tidak sampai menembusnya. Hubungan vili korealis

dengan lapisan desidua tersebut dibatasi oleh jaringan fibrotik yang

disebut lapisan Nitabusch. Melalui lapisan Nitabusch plasenta dilepaskan

pada ssaat persalinan kala III (kala uri). Dengan terjadinya nidasi maka

desidua terbagi menjadi desidua basalis yang berhadapan dengan korion

19
frondusum yang berkembang menjadi plasenta, desidua kapsularis yana

menutupi hasil konsepsi, desidua yang berlawanan dengan desidua

kapsularis disebut desidua parietalis, kelanjutan antara desidua kapsularis

dan desidua parietalis disebut desidua reflexa. Vili korealis yang

tumbuhnya tidak subur disebut korion leaf (Manuaba, 2010 : 85).

1.1.3. Tanda dan Gejala Kehamilan


a. Tanda Dugaan hamil
1) Amenore (tidak dapat haid)
Bila seorang wanita dalam masa mampu hamil, apabila sudah

kawin mengeluh terlambat haid, maka pikirkan bahwa dia hamil,

meskipun keadaan stres, obat-obatan, penyakit kronis dapat pula

mengakibatkan terlambat haid (Fitramaya, 2009 : 3).


2) Mual dan Muntah
Mual dan muntah merupakan gejala umum, mulai dari rasa tidak

enak sampai muntah yang berkepanjangan. Dalam kedokteran sering

dikenal morning sickness karena munculnya sering pagi hari. Hal ini

terjadi umumnya pada bulan-bulan pertama kehamilan. Mual dan

muntah diperberat oleh makanan yang baunya menusuk dan juga oleh

emosi penderita yang tidak stabil. Hal ini disebabkan karena pengaruh

hormon estrogen dan progesteron yang menyebabkan pengeluaran

asam lambung yang berlebihan. Untuk mengatasinya penderita perlu

diberi makanan-makanan yang ringan, mudah dicerna dan jangan lupa

menerangkan bahwa ini masih dalam batas normal orang hamil. Bila

berlebihan dapat diberikan obat-obat anti mual (Fitramaya, 2009 : 94).

3) Mengidam

20
Wanita hamil sering menginginkan makanan tertentu, keinginan

yang demikian disebut ngidam. Mengidam sering terjadi pada bulan-

bulan pertama karena adanya peningkatan estrogen atau HCG sehingga

terjadi perubahan dalam indera pengecap. Akan tetapi menghilang

dengan makin tuanya kehamilan (Manuaba, 2010 : 107).


4) Sering Buang Air Kecil
Pada awal kehamilan karena adanya desakan rahim ke depan,

kandung kemih cepat terasa penuh. Pada trimester II, sudah mulai

hilang karena uterus yang membesar keluar dari rongga panggul. Pada

trimester II bisa timbul karena janin mulai masuk ke ruang panggul

dan menekan kembali kandung kencing (Manuaba, 2010 : 107).


5) Pingsan atau Sinkope
Terjadi gangguan sirkulasi ke daerah kepala (sentral)

menyebabkan adanya iskemia susunan saraf pusat dan menimbulkan

sinkop atau pingsan. Keadaan ini menghilang sesudah kehamilan 16

minggu (Manuaba, 2010 : 107).


6) Mammae Tegang dan Membesar
Pengaruh estrogen-progesteron dan somatomamotrofin

menimbulkan deposit lemak, air, dan garam pada payudara. Payudara

membesar dan tegang. Ujung saraf tertekan menyebabkan rasa sakit

terutama pada hamil pertama (Manuaba, 2010 : 107).

7) Konstipasi / Obstipasi
Pengaruh progesteron dapat menghambat peristaltik usus dan

menyebabkan kesulitan untuk buang air besar (Manuaba, 2010 : 107).


8) Pigmentasi Kulit
Keluarnya melanophore stimulating hormone hipofisis anterior

menyebabkan pigmentasi kulit disekitar pipi (kloasma gravidarum).

Pada dinding perut (striae lividae, striae nigra, linea alba makin hitam),

21
dan sekitar payudara (hiperpigmentasi arela mamae, puting susu makin

menonjol, kelenjar Montgomery menonjol, pembuluh darah menifes

sekitar payudara), dan disekitar pipi (kloasma gravidarum) (Manuaba,

2010 : 107).
9) Perubahan Berat Badan
Pada kehamilan 2-3 bulan sering terjadi penurunan berat badan,

karena nafsu makan menurun dan muntah-muntah. Pada bulan

selanjutnya berat badan akan selalu meningkat sampai stabil menjelang

aterm (Fitramaya, 2009 : 94).


10) Epulis
Adalah suatu hipertrofi papilla ginggivae / hipertrofi gusi. Sering

terjadi pada trimester pertama (Manuaba, 2010 : 108).


11) Varises
Karena pengaruh dari estrogen dan progesteron terjadi

penampakan pembuluh darah vena, terutama bagi mereka yang

mempunyai bakat. Penampakan pembuluh darah itu terjadi disekitar

genetalia eksterna, kaki dan betis, dan payudara. Penampakan

pembuluh darah ini dapat menghilang setelah persalinan (Manuaba,

2010 : 108).

b. Tanda Tidak Pasti Hamil


1) Rahim membesar sesuai dengan tuanya kehamilan (Manuaba, 2010 : 108).

Uterus mengalami perubahan pada ukuran, bentuk, dan konsistensi. Uterus

berubah menjadi lunak, bentuknya globular (Fitramaya, 2009 : 95).

2) Pada pemeriksaan dalam dijumpai :


- Tanda Hegar : Tanda ini berupa perlunakan pada daerah isthmus uteri,

sehingga daerah tersebut pada penekanan mempunyai kesan lebih tipis

22
dan uterus mudah difleksikan. Dapat diketahui melalui pemeriksaan

bimanual. Tanda ini mulai terlihat pada minggu ke-6, dan menjadi

nyata pada minggu ke 7-8 (Fitramaya, 2009 : 95).


- Tanda Piscasek : Yaitu pembesaran uterus ke salah satu arah sehingga

menonjol jelas ke arah pembesaran tersebut (Salemba Medika, 2009 :

84).
- Tanda Chadwick : Yaitu warna kebiruan pada serviks, vagina, dan

vulva (Salemba Medika, 2009 : 84)


- Kontraksi Braxton Hick : Bila uterus dirangsang (distimulasi dengan

diraba) akan mudah berkontraksi (Salemba Medika, 2009 : 84).


- Basal Metabolism Rate (BMR) meningkat (Salemba Medika, 2009 :

84).
- Teraba Ballotement : Bila dilakukan pemeriksaan palpasi di perut ibu

dengan cara menggoyang-goyangkan di salah satu sisi, maka akan

terasa “pantulan” di sisi yang lain (Salemba Medika, 2009 : 84).


3) Pemeriksaan tes biologis kehamilan positif
Tes urine dilaksanakan minimal satu minggu setelah terjadi pembuahan.

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah mengetahui kadar hormon

gonadotropin dalam urine. Kadar yang melebihi ambang normal,

mengindikasikan bahwa wanita mengalami kehamilan (Salemba Medika,

2009 : 85).

c. Tanda Pasti Hamil


1) Terdengar Denyut Jantung Janin (DJJ). Dapat didengar dengan stetoskop

leanec pada minggu 17-18, pada orang gemuk lebih lambat. Dengan

stetoskop ultrasonik (Doppler) DJJ dapat didengar lebih awal lagi, sekitar

minggu ke-12. Melakukan auskultasi pada janin bisa juga

23
mengindentifikasi bunyi-bunyi yang lain, seperti : bising tali pusat, bising

uterus (Fitramaya, 2009 : 97).


2) Terasa gerak janin dalam rahim (Salemba Medika, 2009 : 83). Pergerakan

janin pada primigravida dirasakan pertama kali pada usia kehamilan 18

minggu dan pada multigravida dirasakan pertama kali pada usia kehamilan

16 minggu (Fitramaya, 2009 : 53). Gerakan janin janin dalam 24 jam

minimal 10 kali (Salemba, 2009 : 129).


3) Pada pemeriksaan USG terlihat adanya kantong kehamilan, ada gambaran

embrio (Salemba Medika, 2009 : 83).


4) Pada pemeriksaan rontgen terlihat adanya kerangka tulang janin (Salemba

Medika, 2009 : 83).

1.1.4. Perubahan-Perubahan Fisiologi Kehamilan


a. Sistem Reproduksi
1) Uterus
Rahim atau uterus yang semula besarnya sejempol atau beratnya 30

gram akan mengalami hipertrofi dan hiperplasia, sehingga menjadi

seberat 1000 gram saat akhir kehamilan. Otot rahim mengalami

hiperplasia dan hipertrofi menjadi lebih besar, lunak, dan dapat

mengikuti pembesaran rahim karena pertumbuhan janin.


Perubahan pada isthmus uteri (rahim) menyebabkan isthmus

menjadi lebih panjang dan lunak sehingga pada pemeriksaan dalam

seolah-olah kedua jari dapat saling sentuh. Perlunakan isthmus disebut

tanda Hegar. Hubungan antara besarnya rahim dan usia kehamilan

penting untuk diketahui karena kemungkinan penyimpangan kehamilan

seperti hamil kembar, hamil mola hidatidosa, hamil dengan hidramnion

yang akan teraba lebih besar. Sebagai gambaran dapat dikemukakan

sebagai berikut :

24
1. Pada usia kehamilan 16 minggu, kavum uteri seluruhnya diisi oleh

amnion, dimana desidua kapsularis dan desidua perietalis telah

menjadi satu. Tinggi rahim adalah setengah dari jarak simfisis dan

pusat. Plasenta telah terbentuk seluruhnya.


2. Pada usia kehamilan 20 minggu, fundus rahim terletak dua jari di

bawah pusat sedangkan pada usia 24 minggu tepat di tepi atas pusat.
3. Pada usia kehamilan 28 minggu, tinggi fundus uteri sekitar 3 jari di

atas pusat atau sepertiga jarak antara pusat dan xifoideus.


4. Pada usia kehamilan 32 minggu, tinggi fundus uetri adalah setengah

jarak prosesus xifoideus dan pusat.


5. Pada usia kehamilan 36 minggu tinggi fundus uteri sekitar satu jari di

bawah prosesus xifoideus, dan kepala bayi belum masuk pintu atas

panggul.
6. Pada usia kehamilan 40 minggu fundus uteri turun setinggi tiga jari di

bawah prosesus xifoideus, oleh karena saat ini kepala janin telah

masuk pintu atas panggul.


Panjang fundus uteri pada usia kehamilan 28 minggu adalah 25 cm,

pada usia kehamilan 32 minggu panjangnya 27 cm, dan umur hamil 36

minggu panjangnya 30 cm. Regangan dinding rahim karena besarnya

pertumbuhan dan perkembangan janin menyebabkan isthmus uteri makin

tertarik ke atas dan menipis di segmen bawah rahim (SBR).


Panjang fundus uteri berdasarkan usia kehamilan menurut

Spiegelberg yaitu usia kehamilan 22-28 minggu panjangnya 24-25 cm,

usia kehamilan 28 minggu panjangnya 26,7 cm, usia kehamilan 30 minggu

panjangnya 29,5-30 cm, usia kehamilan 32 minggu panjangnya 29,5-30

cm, usia kehamilan 34 minggu panjangnya 31 cm, usia kehamilan 36

25
minggu panjangnya 32 cm, usia kehamilan 38 minggu panjangnya 33 cm,

dan usia kehamilan 40 minggu panjangnya 37,7 cm (Sinopsis, 2008 : 53).


Pertumbuhan rahim ternyata tidak sama ke semua arah, tetapi

terjadi pertumbuhan yang cepat di daerah implantasi plasenta, sehingga

rahim bentuknya tidak sama. Bentuk rahim yang tidak sama disebut tanda

Piskacek.
Perubahan konsentrasi hormonal yang mempengaruhi rahim, yaitu

estrogen dan progesteron menyebabkan progesteron mengalami penurunan

dan menimbulkan kontraksi rahim yang disebut Braxton Hicks.

Terjadinya kontraksi Braxton Hicks, tidak dirasakan nyeri dan terjadi

bersamaan di seluruh rahim. Kontraksi Braxton Hicks akan berlanjut

kontraksi untuk persalinan.


Bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan janin dalam

rahim, diikuti oleh makin besarnya aliran darah menuju rahim dari arteri

uterina dan arteri ovarika. Otot rahim mempunyai susunan istimewa yaitu

longitudinal, sirkuler, dan oblik sehingga keseluruhannya membuat

anyaman yang dapat menutup pembuluh darah dengan sempurna.

Meningkatnya pembuluh darah menuju rahim memengaruhi serviks yang

akan mengalami perlunakan. Serviks hanya memiliki sekitar 10% jaringan

otot.
Pada saat persalinan, terjadi pembukaan serviks secara pasif,

karena kuatnya kontraksi otot rahim. Segera setelah persalinan, serviks

yang sedikit mempunyai otot, akan melipat dan terjadi pengecilan dengan

pasif. Serviks yang sedikit mempunyai otot, tetap terbuka, tanpa

mekanisme sfingter, sehingga memberikan kesempatan untuk

26
mengeluarkan lokia. Pada pemeriksaan postpartum, serviks multipara

mempunyai dua bibir, bibir atas dan bibir bawah (Manuaba, 2010 : 85).

Tinggi Fundus Berdasarkan Usia Kehamilan

Usia Kehamilan Tinggi Fundus


Kehamilan 4 minggu Sebesar telur ayam
Kehamilan 8 minggu Sebesar telur bebek
Kehamilan 12 minggu Sebesar telur angsa
Kehamilan 16 minggu Pertengahan simpisis-pusat
Kehamilan 20 minggu Pinggir bawah pusat
Kehamilan 24 minggu Pinggir atas pusat
Kehamilan 28 minggu 1/3 pusat-xypoid
Kehamilan 32 minggu Pertengahan pusat-xypoid
Kehamilan 36-42 minggu 3-1 jari di bawah xypoid
(Salemba Medika, 2009 : 60).

2) Serviks Uteri
Serviks uteri pada kehamilan juga mengalami perubahan karena

hormon estrogen. Jika korpus uteri mengandung lebih banyak jaringan

otot, maka serviks lebih banyak mengandung jaringan ikat. Jaringan ikat

pada serviks ini banyak mengandung kolagen. Akibat kadar estrogen

meningkat dan dengan adanya hipervaskularisasi serta meningkatnya

suplai darah maka konsistensi serviks menjadi lunak yang disebut tanda

Goodell. Selama minggu-minggu awal kehamilan, peningkatan aliran

darah uterus dan limfe mengakibatkan oedema kongesti panggul.

Akibatnya uterus, serviks dan ithmus melunak secara progresif dan

serviks menjadi kebiruan disebut tanda Chadwick, perlunakan ithmus

menyebabkan antefleksi uterus berlebihan selama tiga bulan pertama

kehamilan (Fitramaya, 2009 : 54).

27
3) Vagina dan Vulva
Vagina dan vulva akibat hormon estrogen mengalami perubahan

pula. Sampai minggu ke-8 terjadi hipervaskularisasi mengakibatkan

vagina dan vulva tampak lebih merah, agak kebiruan (lividae) tanda ini

disebut tanda Chadwick. Warna porsio pun tampak lividae.


Hormon kehamilan mempersiapkan vagina supaya distensi selama

persalinan dengan memproduksi mukosa vagina yang tebal, jaringan ikat

longgar, hipertrofi otot polos dan pemanjangan vagina. Deskuamasi atau

eksfoliasi sel-sel vagina yang kaya glikogen terjadi akibat stimulasi

estrgen. Sel-sel yang tanggal ini membentuk rabas vagina yang kental

dan berwarna keputihan yang disebut leukore. Selama masa hamil pH

sekresi vagina menjadi lebih asam. Keasaman berubah dari 4 menjadi

6,5. Peningkatan pH ini membuat wanita hamil lebih rentan terhadap

infeksi vagina, khususnya jamur. Diet yang mengandung gula dalam

jumlah besar dapat membuat lingkungan vagina lebih cocok untuk

infeksi jamur. Leukore adalah rabas mukoid berwarna agak keabuan dan

berbau tidak enak (Fitramaya, 2009 : 54).


4) Ovarium
Dengan terjadinya kehamilan, indung telur yang mengandung

korpus luteum gravidarum akan meneruskan fungsinya sampai

terbentuknya plasenta yang sempurna pada usia 16 minggu. Kejadian ini

tidak dapat lepas dari kemapuan vili korealis yang mengeluarkan hormon

korionik gonadotropin yang mirip dengan hormon luteotropik hipofisis

anterior (Manuaba, 2010 : 92).


5) Mammae

28
Mamae akan membesar dan tegang akibat hormon

somatomamotropin, estrogen dan progesteron, akan tetapi belum

mengeluarkan ASI. Estrogen menimbulkan hipertrofi sistem saluran,

sedangkan progesteron menambah sel-sel asinus pada mamae.


Somatomamotropin mempengaruhi pertumbuhan sel-sel asinus

pula dan menimbulkan perubahan dalam sel-sel sehingga terjadi

pembuatan kasein, laktalbumun dan laktoglobulin. Dengan demikian

mamae dipersiapkan untuk laktasi. Disamping itu dibawah pengaruh

progesteron dan somatomamotropin terbentuk lemak disekitar alveolua-

alveolus, sehingga mamae menjadi lebih besar. Papila mamae akan

membesar, lebih tegang dan tambah lebih hitam, seperti seluruh areola

mamae karena hiperpigmentasi. Hipertrofi kelenjar sebasea (lemak) yang

muncul di areola primer dan disebut tuberkel Montgomery. Glandula

montgomery tampak lebih jelas menonjol dipermukaan areola mammae.


Rasa penuh, peningkatan sensitivitas, rasa geli, dan rasa berat di

payudara mulai timbul sejak minggu keenam gestasi. Perubahan

payudara ini adalah tanda mungkin hamil. Sensitivitas payudara

bervariasi dari rasa geli ringan sampai nyeri tajam.


Peningkatan suplai darah membuat pembuluh darah dibawah kulit

berdilatasi. Pembuluh darah yang sebelumnya tidak terlihat, sekarang

terlihat, seringkali tampak sebagai jalinan jaringan biru dibawah

permukaan kulit. Kongesti tampak vena di payudara lebih jelas terlihat

pada primigravida. Striae dapat terlihat dibagian luar payudara

(Fitramaya, 2009 : 55).

29
b. Sistem Endokrin
Perubahan besar pada sistem endokrin yang penting terjadi untuk

mempertahankan kehamilan, pertumbuhan normal janin, dan pemulihan

pascapartum (nifas). Tes HCG positif dan kadar HCG meningkat cepat

menjadi 2 kali lipat setiap 48 jam sampai kehamilan 6 minggu. Perubahan-

perubahan hormonal selama kehamilan terutama akibat produksi estrogen

dan progesteron plasenta dan juga hormon-hormon yang dikeluarkan oleh

janin. Berikut perubahan-perubahan hormonal selama kehamilan (dari

trimester I sampai trimester III).

a. Estrogen
Produksi estrogen plasenta terus naik selama kehamilan dan pada

akhir kehamilan kadarnya kira-kira 100 kali sebelum hamil.


b. Progesteron
Produksi progesteron bahkan lebih banyak dibanding estrogen.

Pada akhir kehamilan produksinya kira-kira 250 mg/hari. Progesteron

menyebabkan tonus otot polos menurun dan juga diuresis. Progesteron

menyebabkan lemak disimpan dalam jaringan sub kutan di abdomen,

punggung dan paha atas. Lemak berfungsi sebagai cadangan energi baik

pada masa hamil maupun menyusui.


c. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
Hormon ini dapat terdeteksi beberapa hari setelah pembuahan dan

merupakan dasar tes kehamilan. Puncak sekresinya terjadi kurang lebih

60 hari setelah konsepsi. Fungsi utamanya adalah mempertahankan

korpus luteum.
d. Human Placental Lactogen (HPL)

30
Hormon ini diproduksinya terus naik dan pada saat aterm mencapai

2 gram/hari. Efeknya mirip dengan hormon pertumbuhan. Ia juga bersifat

diabetogenik, sehingga kebutuhan insulin wanita hamil naik.


e. Pituitary Gonadotropin
FSH dan LH berada dalam keadaan sangat rendah selama

kehamilan, karena ditekan oleh estrogen dan progesteron plasenta.

f. Prolaktin
Produksinya terus meningkat, sebagai akibat kenaikan sekresi

estrogen. Sekresi air susu sendiri dihambat oleh estrogen di tingkat target

organ.
g. Growth Hormon (STH)
Produksinya sangat rendah karena mungkin ditekan HPL.
h. TSH, ACTH, dan MSH
Hormon-hormon ini tidak banyak dipengaruhi oleh kehamilan.
i. Tiroksin
Kelenjar tiroid mengalami hipertropi dan produksi T4 meningkat.

Tetapi T4 bebas relatif tetap, karena thyroid binding globulin meninggi,

sebagai akibat tingginya estrogen, dan juga merupakan akibat

hiperplasia jaringan glandular dan peningkatan vaskularisasi. Tiroksin

mengatur metabolisme.
j. Aldosteron, Renin, dan Angiotensin
Hormon ini naik, yang menyebabkan naiknya volume

intravaskuler.
k. Insulin
Produksi insulin meningkat sebagai akibat estrogen, progesteron,

dan HPL.
l. Parathormon
Hormon ini relatif tidak dipengaruhi oleh kehamilan (Fitramaya,

2009 : 56).

m. Sistem Kekebalan

31
Peningkatan pH sekresi vagina wanita hamil membuat wanita

tersebut lebih rentan terhadap infeksi vagina. Sistem pertahanan tubuh

ibu selama kehamilan akan tetap utuh, kadar immunoglobulin dalam

kehamilan tidak berubah. Immunoglobulin G atau IgG merupakan

komponen utama dari immunoglobulin janin di dalam uterus dan

neonatal dini. IgG merupakan satu-satunya immunoglobulin yang dapat

menembus plasenta sehingga immunitas pasif akan diperoleh oleh bayi.

Kekebalan ini dapat melindungi bayi dari infeksi selanjutnya (Fitramaya,

2009 : 57).
n. Sistem Perkemihan
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kemih akan tertekan

oleh uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan sering

berkemih. Keadaan ini akan hilang dengan makin tuanya kehamilan bila

uterus gravidus keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan, jika

kepala janin sudah mulai turun ke pintu atas panggul, keluhan itu akan

timbul kembali. Pada kehamilan normal, fungsi ginjal cukup banyak

berubah. Laju filtrasi glomerulus (glomerular fitrasion rate) dan aliran

plasma ginjal meningkat pada kehamilan. Ginjal wanita harus

mengakomodasi tuntutan metabolisme dan sirkulasi tubuh ibu meningkat

dan juga mengekskresi produk sampah janin. Fungsi ginjal berubah

karena adanya hormon kehamilan, peningkatan volume darah, postur

wanita, aktivitas fisik dan asupan makanan. Sejak minggu ke-10 gestasi,

pelvik ginjal dan ureter berdilatasi (Fitramaya, 2009 : 57).


Selama kehamilan, ginjal bekerja lebih berat. Ginjal menyaring

darah yang volumenya meningkat (sampai 30-50% atau lebih), yang

32
puncaknya terjadi pada usia kehamilan 16-24 minggu sampai sesaat

sebelum persalinan (pada saat ini aliran darah ke ginjal berkurang akibat

penekanan rahim yang membesar).


Dalam keadaan normal, aktivitas ginjal meningkat ketika berbaring

dan menurun ketika berdiri. Keadaan ini semakin menguat pada saat

kehamilan, karena itu wanita hamil sering merasa ingin berkemih ketika

mereka mencoba untuk berbaring/tidur.


Pada akhir kehamilan, peningkatan aktivitas ginjal yang lebih besar

terjadi saat wanita hamil yang tidur miring. Tidur miring mengurangi

tekanan dari rahim pada vena yang membawa darah dari tungkai

sehingga terjadi perbaikan aliran darah yang selanjutnya akan

meningkatkan aktivitas ginjal dan curah jantung (Salemba Medika,

2009 : 62).
o. Sistem Pencernaan
Rahim yang semakin membesar akan menekan rektum dan usus

bagian bawah sehingga terjadi sembelit atau konstipasi. Sembelit

semakin berat karena gerakan otot di dalam usus diperlambat oleh

tingginya kadar progesteron.


Wanita hamil sering mengalami rasa panas di dada (heartburn) dan

sendawa, yang kemungkinan terjadi karena makanan lebih lama berada

di dalam lambung dan karena relaksasi sfingter di kerongkongan bagian

bawah yang memungkinkan isi lambung mengalir kembali ke

kerongkongan.
Ulkus gastrikum jarang ditemukan pada wanita hamil dan jika

sebelumnya penderita ulkus gastrikum biasanya akan membaik karena

33
asam lambung yang dihasilkan lebih sedikit (Salemba Medika, 2009 :

63).
p. Sistem Muskuloskeletal
Estrogen dan progesteron memberi efek maksimal pada relaksasi

otot dan ligamen pelvis pada akhir kehamilan. Relaksasi ini digunakan

oleh pelvis untuk meningkatkan kemampuannya menguatkan posisi janin

pada akhir kehamilan dan pada saat kelahiran. Ligamen pada simfisis

pubis dan sakroiliaka akan menghilang karena berelaksasi sebagai efek

estrogen. Simfisis pubis melebar sampai 4 mm pada usia kehamilan 32

minggu dan sakrokoksigeus tidak teraba, diikuti terabanya koksigis

sebagai pengganti bagian belakang.


Adanya sakit punggung dan ligamen pada kehamilan tua

disebabkan oleh meningkatnya pergerakan pelvis akibat pembesaran

uterus. Bentuk tubuh selalu berubah menyesuaikan dengan pembesaran

uterus ke depan karena tidak adanya otot abdomen.


Bagi wanita yang kurus lekukan lumbalnya lebih dari normal dan

menyebabkan lordosis dan gaya beratnya berpusat pada kaki bagian

belakang. Hal ini menyebabkan rasa sakit yang berulang terutama di

bagian punggung. Oleh karena rasa sakit ini membutuhkan waktu yang

cukup lama untuk relaksasi, biasanya wanita hamil menganggap apa

yang ia rasakan adalah suatu penderitaan yang kadang memengaruhi

suasana psikologisnya. Selain sikap tubuh yang lordosis, gaya berjalan

juga menjadi berbeda dibandingkan ketika tidak hamil, yang kelihatan

seperti akan jatuh dan tertatih-tahih (Salemba Medika, 2009 : 65).


q. Sistem Kardiovaskuler

34
Selama kehamilan jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap

menitnya atau biasa disebut sebagai curah jantung (cardiac output)

meningkat sampai 30-50%. Peningkatan ini mulai terjadi pada usia

kehamilan 6 minggu dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan 16-

28 minggu. Oleh curah jantung yang meningkat, maka denyut jantung

pada saat istirahat juga meningkat (dalam keadaan normal 70 kali/menit

menjadi 80-90 kali/menit). Pada ibu hamil dengan penyakit jantung, ia

dapat jatuh dalam keadaan decompensate cordis.


Setelah mencapai kehamilan 30 minggu, curah jantung agak

menurun karena pembesaran rahim menekan vena yang membawa darah

dari tungkai ke jantung. Selama persalinan, curah jantung meningkat

sebesar 30%. Setelah persalinan curah jantung menurun sampai 15-25%

di atas batas kehamilan, lalu secara perlahan kembali ke batas kehamilan.


Peningkatan curah jantung selama kehamilan kemungkinan terjadi

karena adanya perubahan dalam aliran darah ke rahim. Janin yang terus

tumbuh, menyebabkan darah lebih banyak dikirim ke rahim ibu. Pada

akhir usia kehamilan, rahim menerima seperlima dari seluruh darah ibu.
Saat ibu melakukan aktivitas/olahraga, curah jantung, denyut

jantung, dan laju pernapasan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan

wanita yang tidak sedang hamil. Rontgen dada dan EKG menunjukkan

sejumlah perubahan dalam jantung, dan kadang terdengar murmur

jantung tertentu serta ketidakteraturan irama jantung. Semua perubahan

tersebut adalah normal terjadi pada masa kehamilan, tetapi beberapa

kelainan irama jantung mungkin akan memerlukan pengobatan khusus.

35
Setelah trimester II biasanya tekanan darah menurun tetapi akan

kembali normal pada trimester III. Selama kehamilan, volume darah

dalam peredaran meningkat sampai 50%, tetapi jumlah sel darah merah

yang mengangkut oksigen hanya meningkat sebesar 25-30%.


Untuk alasan yang belum jelas, jumlah sel darah putih (yang

berfungsi melindungi tubuh dari infeksi) agak meningkat selama

kehamilan, saat persalinan, dan beberapa hari setelah persalinan. Protein

darah (gambaran protein dalam serum) berubah. Jumlah protein, albumin,

dan gamaglobulin menurun pada trimester I dan meningkat bertahap

sampai akhir kehamilan. Beta-globulin dan fibrinogen terus meningkat.


Pada hitung jenis dan Hb ditemukan adanya hematokrit yang

cenderung menurun karena kenaikan relatif volume plasma darah.

Jumlah eritrosit cenderung meningkat untuk memenuhi kebutuhan

transport O2 yang sangat diperlukan selama kehamilan. Konsentrasi Hb

terlihat menurun, walaupun sebenarnya lebih besar dibandingkan dengan

Hb pada orang yang tidak hamil, kondisi ini disebut anemia fisiologis.

Anemia fisiologis ini disebabkan oleh meningkatnya volume plasma

darah.
Pada ibu hamil, nadi dan tekanan darah arteri cenderung menurun

terutama selama trimester II, kemudian akan naik lagi seperti masa pra-

kehamilan. Tekanan vena pada ekstremitas atas dan bawah dalam batas-

batas normal, namun cenderung naik setelah trimester I. Nadi biasanya

naik menjadi 84 kali/menit (Salemba Medika, 2009 : 61). Tekanan darah

normal pada ibu hamil yaitu 130/75 mmHg, pernapasan 16-24 kali/menit,

suhu 36,5ºC-37,5ºC, nadi 60-90 kali/menit (Salemba, 2008 : 155).

36
r. Sistem Metabolisme
Dengan terjadinya kehamilan, metabolisme tubuh mengalami

perubahan yang mendasar, dimana kebutuhan nutrisi makin tinggi untuk

pertumbuhan janin dan persiapan memberikan ASI. Memperhatikan hal

tersebut dapat dikemukakan bahwa ibu hamil memerlukan makanan yang

mempunyai nilai gizi yang tinggi. Oleh karena itu, perlu diperhatikan

susunan makanan “empat sehat lima sempurna” (Manuaba, 2010 : 94).


Janin membutuhkan 30-40 gram kalsium untuk pembentukan

tulangnya dan ini terjadi ketika trimester terakhir. Oleh karena itu,

peningkatan asupan kalsium sangat diperlukan untuk menunjang

kebutuhan. Peningkatan kebutuhan kalsium mencapai 70% dari diet

biasanya. Penting bagi ibu hamil untuk selalu sarapan karena kadar

glukosa darah ibu sangat berperan dalam perkembangan janin, dan

berpuasa saat kehamilan akan memproduksi lebih banyak ketosis yang

dikenal dengan “cepat merasakan lapar” yang mungkin berbahaya pada

janin.
Kebutuhan zat besi wanita hamil kurang lebih 1.000 mg, 500 mg

dibutuhkan untuk meningkatkan massa sel darah merah dan 300 mg

untuk transportasi ke fetus ketika kehamilan memasuki usia 12 minggu,

200 mg sisanya untuk menggantikan cairan yang keluar dari tubuh.

Wanita hamil membutuhkan zat besi rata-rata 3,5 mg/hari.


Pada metabolisme lemak terjadi peningkatan kadar kolesterol

sampai 350 mg atau lebih per 100 cc. Hormon somatotropin mempunyai

peranan dalam pembentukan lemak pada payudara. Deposit lemak

lainnya tersimpan di badan, perut, paha, dan tangan.


Pada metabolisme mineral yang terjadi adalah sebagai berikut :

37
1) Kalsium. Dibutuhkan rata-rata 1,5 gram sehari, sedangkan untuk

pembentukan tulang terutama di trimester akhir dibutuhkan 30-40

gram.
2) Fosfor. Dibutuhkan rata-rata 2 gram/hari.
3) Air. Wanita hamil cenderung mengalami retensi air.
4) Zat besi. Dibutuhkan rata-rata 800 mg atau 30 sampai 50 mg sehari

(Salemba Medika, 2009 : 63).


s. Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Berat Badan
Cara yang dipakai untuk menentukan berat badan menurut tinggi

badan adalah dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT) dengan

rumus berat badan dibagi tinggi badan pangkat 2 (BB/(TB dalam meter) 2

= IMT). Nilai IMT mempunyai rentang sebagai berikut:

a. 19,8-26,6 : normal
b. <19,8 : underweight
c. 26,6-29,0 : overweight
d. >29,0 : obese
Pertambahan berat badan ibu hamil menggambarkan status gizi

selama hamil, oleh karena itu perlu dipantau setiap bulan. Jika terdapat

kelambatan dalam penambahan berat badan ibu, ini dapat

mengindikasikan adanya malnutrisi sehingga dapat menyebabkan

gangguan pertumbuhan janin intra uteri (Intra-Uterin Growth

Retardation-IUGR).
Disarankan pada ibu primigravida untuk tidak menaikkan berat

badannya lebih dari 1 kg/bulan. Perkiraan peningkatan berat badan yang

dianjurkan :
a. 4 kg pada kehamilan trimester pertama.
b. 0,5 kg/minggu pada kehamilan trimester II sampai III.
c. Totalnya sekitar 15-16 kg (Salemba Medika, 2009: 69).

38
Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa pertambahan berat

badan yang dianjurkan selama hamil adalah 6,5 sampai 15 kilogram

(Manuaba, 2010 : 117).


Komponen pertambahan berat badan ibu selama kehamilan :
a. Jaringan ekstrauterin : 1 kg
b. Janin : 3-3,8 kg
c. Cairan amnion : 1 kg
d. Plasenta : 1-1,1 kg
e. Payudara : 0,5-2 kg
f. Tambahan darah : 2-2,5 kg
g. Tambahan cairan jaringan : 1,5-2,5 kg
h. Tambahan jaringan lemak : 2-2,5 kg
Total : 11,5-16 kg

t. Kulit
Topeng kehamilan (cloasma gravidarum) adalah bintik-bintik

pigmentasi kecokelatan yang tampak di kulit kening dan pipi.

Peningkatan pigmentasi juga terjadi di sekeliling puting susu, sedangkan

di perut bawah bagian tengah biasanya tampak garis gelap, yaitu spider

angioma (pembuluh darah kecil yang memberi gambaran seperti laba-

laba) bisa muncul di kulit, dan biasanya di atas pinggang. Pelebaran

pembuluh darah kecil yang berdinding tipis sering kali tampak di tungkai

bawah.
Pembesaran rahim menimbulkan perengangan dan meyebabkan

robeknya serabut elastis di bawah kulit, sehingga menimbulkan striae

gravidarum/striae lividae. Bila terjadi perengangan yang hebat,

misalnya pada hidramnion dan gemeli, dapat terjadi diastasis rekti

bahkan hernia. Kulit perut pada linea alba bertambah pigmentasinya dan

disebut linea nigra. Adanya vasodilatasi kulit menyebabkan ibu mudah

berkeringat (Salemba Medika, 2009 : 65).

39
u. Sistem Persyarafan
Hanya sedikit yang diketahui tentang perubahan fungsi sistem

neurologi selama masa hamil, selain perubahan-perubahan neurohormonal

hipotalamik-hipofisis. Perubahan fisiologik spesifik akibat kehamilan

dapat terjadi timbulnya gejala neurologis dan neuromuskular berikut :


1) Kompresi syaraf panggul atau statis vaskular akibat pembesaran
uterus dapat menyebabkan perubahan sensori di tungkai bawah.
2) Lordosis dorsolumbal dapat menyebabkan nyeri akibat tarikan pada

syaraf atau kompresi akar syaraf.


3) Oedema yang melibatkan syaraf perifer dapat menyebabkan carpal

tunnel syndrome selama trimester akhir kehamilan. Oedema menekan

syaraf median dibawah ligamentum karpalis pergelangan tangan.

Sindrom ini ditandai oleh parestesia (sensasi abnormal seperti rasa

terbakar atau gatal akibat gangguan pada sistem syaraf sensori) dan

nyeri pada tangan yang menjalar ke siku. Tangan yang dominan

biasanya paling banyak terkena.


4) Akroestesia (rasa baal dan gatal di tangan) yang timbul akibat posisi

bahu yang membungkuk, dirasakan oleh beberapa wanita selama hamil.

Keadaan ini berkaitan dengan tarikan pada segmen fleksus brakialis.


5) Nyeri kepala akibat ketegangan umum timbul saat ibu merasa cemas

dan tidak pasti tentang kehamilannya. Nyeri kepala dapat juga

dihubungkan dengan gangguan penglihatan, seperti kesalahan refraksi,

sinusitis atau migren.


6) Nyeri kepala ringan, rasa ingin pingsan dan bahkan pingsan (sinkop)

sering terjadi pada awal kehamilan. Ketidakstabilan hipotensi postural

atau hipoglikemia mungkin keadaan yang bertanggung jawab atas

keadaan ini.

40
7) Hipokalsemia dapat menyebabkan timbulnya masalah neuromuskular,

seperti kram otot atau tetani (Fitramaya, 2009 : 62).

1.1.5. Rasa Ketidaknyamanan Pada Kehamilan dan Cara Mengatasinya


a. Sering Buang Air Kecil (Pada Trimester I dan III)
Cara mengatasi :
1) Penjelasan mengenai sebab terjadinya.
2) Kosongkan saat ada dorongan untuk kencing.
3) Perbanyak minum saat siang hari.
4) Jangan kurangi minum untuk mencegah nocturia, kecuali jika

nocturia sangat mengganggu tidur di malam hari.


5) Batasi minum yang manis dan bersoda (kopi, teh, dan soda).
6) Jelaskan tentang bahaya infeksi saluran kemih dengan menjaga

posisi tidur, yaitu dengan berbaring miring ke kiri dan kaki

ditinggikan untuk mencegah diuresis.

b. Hemoroid (Pada Trimester II dan III)


Cara mengatasi :
1) Hindari konstipasi.
2) Makan makanan yang berserat dan banyak minum.
3) Gunakan kompres es atau air hangat.
4) Dengan perlahan masukkan kembali anus setiap selesai BAB.

c. Keputihan (Pada Trimester I, II, dan III)


Cara mengatasi :
1) Tingkatkan kebersihan dengan mandi setiap hari.
2) Memakai pakaian dalam dari bahan katun yang mudah menyerap.
3) Tingkatkan daya tahan tubuh dengan makan buah dan sayur.

d. Keringat bertambah. Secara perlahan terus meningkat sampai akhir

kehamilan
Cara mengatasi :
1) Pakailah pakaian yang tipis dan longgar.
2) Tingkatkan asupan cairan.
3) Mandi secara teratur.
e. Sembelit (Pada Trimester II dan III)
Cara mengatasi :
1) Tingkatkan diet asupan cairan.
2) Konsumsi buah atau jus.
3) Minum cairan dingin atau hangat, terutama saat perut kosong.
4) Istirahat cukup.

41
5) Senam hamil.
6) Membiasakan buang air besar secara teratur.
7) Buang air besar segera setelah ada dorongan.

f. Kram Pada Kaki. Setelah usia kehamilan 24 minggu


Cara mengatasi :
1) Kurangi konsumsi susu yang fosfornya tinggi.
2) Latihan relaksasi atau dorsofleksi pada kaki dan meregangkan otot

yang terkena.
3) Gunakan penghangat untuk otot.

g. Nafas Sesak (Pada Trimester II dan III)


Cara mengatasi :
1) Jelaskan penyebab fisiologisnya.
2) Merentangkan tangan diatas kepala serta tarik napas panjang.
3) Dorong agar secara sengaja mengatur laju dan dalamnya

pernapasan pada kecepatan normal yang terjadi.


4) Mendorong postur tubuh yang baik, melakukan pernapasan

interkostal.

h. Nyeri Ligamentum Rotundum (Pada Trimester II dan III)


Cara mengatasi :
1) Berikan penjelasan mengenai penyebab nyeri.
2) Tekuk lutut ke arah abdomen.
3) Mandi air hangat.
4) Gunakan bantalan pemanas pada area yang terasa sakit hanya jika

tidak terdapat kontraindikasi.


5) Gunakan sebuah bantal untuk menopang uterus dan bantal lainnya

diletakkan di antara lutut sewaktu dalam posisi berbaring miring.

i. Heart Burn (Panas perut). Mulai bertambah sejak trimester II dan

bertambah semakin lamanya kehamilan. Hilang pada waktu persalinan.


Cara mengatasi :
1) Makan sedikit tetapi sering.
2) Hindari makanan berlemak dan berbumbu tajam.
3) Hindari rokok, asap rokok, alkohol, dan cokelat.
4) Hindari berbaring setelah makan.
5) Hindari minum air putih saat makan.
6) Kunyah permen karet.
7) Tidur dengan kaki ditinggikan.

42
j. Perut Kembung (Pada Trimester II dan III)

Cara mengatasi :

1) Hindari makanan yang mengandung gas.

2) Mengunyah makanan secara sempurna.


3) Lakukan senam secara teratur.
4) Pertahankan saat buang air besar yang teratur.

k. Pusing/Singkop (Pada Trimester II dan III)

Cara mengatasi :

1) Bangun secara perlahan dari posisi istirahat.

2) Hindari berdiri terlalu lama dalam lingkungan yang hangat dan

sesak.
3) Hindari berbaring dalam posisi terlentang.

l. Sakit Punggung Atas dan Bawah (Pada Trimester II dan II)

Cara mengatasi :

1) Gunakan posisi tubuh yang baik.


2) Gunakan bra yang menopang dengan ukuran yang tepat.
3) Gunakan bantal untuk meluruskan punggung.

m. Varises Pada kaki (Pada Trimester II dan III)


Cara mengatasi :
1) Tinggikan kaki sewaktu berbaring.

2) Jaga agar kaki tidak bersilangan.


3) Hindari berdiri dan duduk terlalu lama.
4) Senam hamil untuk melancarkan peredaran darah.

43
5) Hindari pakaian yang ketat atau korset (Salemba Medika, 2009 :

123).

1.1.6. Perubahan Psikologis Masa Kehamilan


a. Perubahan Psikologis Trimester I (Periode Penyesuaian)
1) Ibu merasa tidak sehat dan kadang merasa benci dengan

kehamilannya.
2) Kadang muncul penolakan, kekecewaan, kecemasan, dan

kesedihan. Bahkan kadang ibu berharap agar dirinya tidak hamil

saja.
3) Ibu akan selalu mencari tanda-tanda apakah ia benar-benar hamil.

Hal ini dilakukan sekadar untuk menyakinkan dirinya.


4) Setiap perubahan yang terjadi dalam dirinya akan selalu mendapat

perhatian dengan seksama.


5) Oleh karena perutnya masih kecil, kehamilan merupakan rahasia

seorang ibu yang mungkin akan diberitahukannya kepada orang

lain atau malah mungkin dirahasiakannya.


6) Hasrat untuk melakukan hubungan seks berbeda-beda pada tiap

wanita, tetapi kebanyakan akan mengalami penurunan.

b. Perubahan Psikologis Trimester II (Periode Kesehatan Yang Baik)


1) Ibu merasa sehat, tubuh ibu sudah terbiasa dengan kadar hormon

yang tinggi.
2) Ibu sudah bisa menerima kehamilannya.
3) Merasakan gerakan anak.
4) Merasa terlepas dari ketidaknyamanan dan kekhawatiran.
5) Libido meningkat.
6) Menuntut perhatian dan cinta.
7) Merasa bahwa bayi sebagai individu yang merupakan bagian dari

dirinya.
8) Hubungan sosial meningkat dengan wanita hamil lainnya atau pada

orang lain yang baru menjadi ibu.

44
9) Ketertarikan dan aktivitasnya terfokus pada kehamilan, kelahiran,

dan persiapan untuk peran baru.

c. Perubahan Psikologis Trimester III (Periode Penantian Dengan Penuh

Kewaspadaan)
1) Rasa tidak nyaman timbul kembali, merasa dirinya jelek, aneh, dan

tidak menarik.
2) Merasa tidak menyenangkan ketika bayi tidak lahir tepat waktu.
3) Takut akan rasa sakit dan bahaya fisik yang timbul pada saat

melahirkan, khawatir akan keselamatannya.


4) Khawatir bayi akan dilahirkan dalam keadaan tidak normal,

bermimpi yang mencerminkan perhatian dan kekhawatirannya.


5) Merasa sedih karena akan terpisah dari bayinya.
6) Merasa kehilangan perhatian.
7) Perasaan mudah terluka (sensitif).
8) Libido menurun (Salemba Medika, 2009 : 75).

1.1.7. Kebutuhan Fisik Ibu Hamil


a. Oksigen
Kebutuhan oksigen adalah yang utama pada manusia termasuk

ibu hamil. Berbagai gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat hamil

sehingga akan mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen pada ibu

yang akan berpengaruh pada bayi yang dikandung. Untuk mencegah hal

tersebut dan untuk memenuhi kebutuhan oksigen maka ibu hamil perlu:
1) Latihan nafas melalui senam hamil
2) Tidur dengan bantal yang lebih tinggi
3) Makan tidak terlalu banyak
4) Kurangi atau hentikan merokok
5) Konsul ke dokter bila ada kelainan atau gangguan pernafasan seperti

asma dan lain-lain.

45
Posisi miring kiri dianjurkan untuk meningkatkan perfusi uterus

dan oksigenasi fetoplasenta dengan mengurangi tekanan pada vena

asenden (hipotensi supine).

b. Nutrisi
Pada saat hamil ibu harus makan makanan yang mengandung

nilai gizi bermutu tinggi meskipun tidak berarti makanan yang mahal

harganya. Gizi pada waktu hamil harus ditingkatkan hingga 300 kalori

perhari, ibu hamil seharusnya mengkonsumsi makanan yang

mengandung protein, zat besi, dan minum cukup cairan (menu seimbang)

(Fitramaya, 2009 : 99).


Menurut Widya Karya Pangan dan Gizi Nasional

menganjurkan pada ibu hamil untuk meningkatkan asupan energinya

sebesar 285 kkal per hari (Salemba Medika, 2009 : 108).

a. Protein. Ibu hamil mengalami peningkatan kebutuhan protein

sebanyak 68%. Widya Karya Pangan dan Gizi Nasional menganjurkan

untuk menambah asupan protein menjadi 12% per hari atau 75-100

gram. Bahan pangan yang dijadikan sebagai sumber protein sebaiknya

bahan pangan dengan nilai biologis yang tinggi, seperti daging tak

berlemak, ikan, telur, susu, dan hasil olahannya. Protein yang berasal

dari tumbuhan nilai biologisnya rendah jadi cukup sepertiga bagian

saja.
b. Zat besi. Untuk mencegah anemia dalam kehamilan maka kebutuhan

zat besi selama kehamilan meningkat sebesar 300% (1.040 mg selama

hamil). Pemberian suplemen zat besi dapat diberikan sejak minggu ke-

46
12 kehamilan sebesar 30-60 mg setiap hari selama kehamilan dan

enam minggu setelah kelahiran untuk mencegah anemia postpartum.


c. Asam folat. Asam folat dibutuhkan dua kali lipat dalam kehamilan.

Jika ibu kekurangan asam folat akan menderita anemia megaloblastik

dengan gejala diare, depresi, lelah berat, dan selalu mengantuk. Jika

kondisi ini terus berlanjut dan tidak segera ditangani maka pada ibu

hamil akan terjadi BBLR, ablasio plasenta, dan kelainan bentuk tulang

belakang janin (spinabifida). Makanan yang mengandung asam folat

adalah ragi, hati, brokoli, sayur berdaun hijau (bayam, asparagus), dan

kacang-kacangan (kacang kering, kacang kedelai). Sumber lain adalah

ikan, daging, buah jeruk, dan telur. Widya Karya Pangan Nasional

menganjurkan untuk pemberian suplemen asam folat dengan besaran

280, 660,dan 470 mikrogram untuk trimester I, II, dan III. Asam folat

sebaiknya diberika 28 hari setelah ovulasi atau 28 hari pertama setelah

kehamilan karena sumsum tulang dan otak dibentuk pada minggu

pertama kehamilan.
d. Kalsium. Metabolisme kalsium selama hamil mengalami perubahan

yang sangat berarti. Kadar kalsium dalam darah ibu hamil turun dratis

sebanyak 5%. Oleh karena itu, asupan yang optimal perlu

dipertimbangkan. Sumber utama kalsium adalah susu dan hasil

olahannya, udang, sarang burung, sarden dalam kaleng, dan beberapa

bahan makanan nabati, seperti sayuran warna hijau tua dan lain-lain

(Salemba Medika, 2009 : 108).


Pola makan yang benar saat hamil adalah dengan patokan 3 J

yaitu jumlah, jenis, dan jadwal.

47
a. Jumlah
Harus cukup, tidak kurang dan tidak lebih. Kebutuhan energi pada

kehamilan trimester 1 adalah 1900 – 2000 kalori per hari yang setara

dengan menambah 1 potong (50 gram) daging sapi atau 2 buah apel.

Pada trimester 2 dan 3, kebutuhan kalori menjadi 2300-2500 kalori

per hari, atau sama dengan mengonsumsi tambahan 100 gram daging

ayam atau minum 2 gelas susu sapi.


b. Jenis
Harus sehat dan bervariasi. Komposisi makanan yang sehat adalah

mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, serat dan

air, dari berbagai macam bahan makanan: makanan pokok, lauk pauk,

sayur mayur, buah-buahan, air dan susu sebagai penyempurna.


Selain itu, ada 4 zat gizi penting dalam kehamilan :
• Asam folat untuk mengurangi resiko Neural Tubes Defects (NDT)

atau kelainan susunan saraf pusat pada janin.


• DHA untuk perkembangan normal plasenta, perkembangan otak

janin dan menurunkan insiden bayi dengan berat badan rendah.


• Zat besi untuk pertumbuhan sel darah merah janin, pembentukan

dan fungsi otak janin, juga agar ibu terhindar dari anemia zat besi.
• Kalsium untuk pertumbuhan tulang dan gigi janin dan menurunkan

resiko osteoporosis pada ibu.


c. Jadwal
Makan sebaiknya teratur. Jika ibu tidak bisa makan dalam porsi besar

3 kali sehari, makanlah 6 kali sehari, dalam porsi-porsi kecil.


(http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/Kehamilan/Gizi+dan+Kesehata

n/pola.makan.benar.saat.hamil/001/001/1583/1)

c. Personal Hygiene

48
Kebersihan tubuh ibu hamil perlu diperhatikan karena dengan

perubahan sistem metabolisme mengakibatkan peningkatan pengeluaran

keringat. Keringat yang menempel di kulit meningkatkan kelembaban

kulit dan memungkinkan menjadi tempat berkembangnya

mikroorganisme. Jika tidak dibersihkan (dengan mandi), maka ibu hamil

akan sangat mudah terkena penyakit kulit.


Bagian tubuh lain yang sangat membutuhkan perawatan

kebersihan adalah daerah vital, karena saat hamil terjadi pengeluaran

sekret vagina yang berlebihan. Selain dengan mandi, mengganti celana

dalam secara rutin minimal dua kali sehari sangat dianjurkan (Salemba

Medika, 2009 : 118).

d. Pakaian

Pada dasarnya pakaian apa saja bisa dipakai, baju hendaknya

yang longgar dan mudah dipakai serta bahan yang mudah menyerap

keringat. Payudara perlu ditopang dengan bra yang memadai untuk

mengurangi rasa tidak enak karena pembesaran dan kecenderungan

menjadi pendulans. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dan dihindari

yaitu:

1) Sabuk dan stoking yang terlalu ketat, karena akan mengganggu aliran

balik darah, dan

2) Sepatu dengan hak tinggi akan menambah lordosis sehingga sakit

pinggang akan bertambah (Fitramaya, 2009 : 101).

49
e. Eliminasi

Keluhan sering muncul pada ibu hamil berkaitan dengan

eliminasi adalah konstipasi dan sering buang air kemih. Konstipasi

terjadi karena adanya pengaruh hormon progesteron yang mempunyai

efek rileks terhadap otot polos, salah satunya otot usus. Selain itu,

desakan usus oleh pembesaran janin juga menyebabkan bertambahnya

konstipasi. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan

mengkonsumsi makanan tinggi serat dan banyak minum air putih,

terutama ketika lambung dalam keadaan kosong. Meminum air putih

hangat ketika perut dalam keadaan kosong dapat merangsang gerak

peristaltik usus. Jika ibu sudah mengalami dorongan, maka segeralah

untuk buang air besar agar tidak terjadi konstipasi (Salemba Medika,

2009 : 119).
Jika sering berkemih tidak dianjurkan mengurangi minum untuk

menjarangkan berkemih karena akan mengakibatkan dehidrasi pada ibu.

Ibu harus cukup minum agar produksi air kemihnya cukup. Apabila

perasaan ingin berkemih muncul jangan diabaikan, menahan berkemih

akan membuat bakteri didalam kandung kemih berlipat ganda

(Fitramaya, 2009 : 101).

f. Seksual

Hubungan seksual selama kehamilan tidak dilarang selama tidak

ada riwayat penyakit seperti abortus, kelahiran prematur, perdarahan,

50
koitus harus dilakukan dengan hati-hati terutama pada waktu minggu

terakhir kehamilan, dan bila ketuban sudah pecah tidak diperbolehkan

karena menyebabkan infeksi pada janin (Salemba Medika, 2009 : 119).

g. Istirahat

Ibu hamil dianjurkan beristirahat cukup minimal 8 jam pada

malam hari dan 2 jam pada siang hari (Sarwono, 2009 : 287).
Ibu hamil dianjurkan pada saat tidur khususnya pada waktu

hamil tua harus posisi berbaring miring ke kiri, kaki kiri lurus, kaki

kanan sedikit menekuk dan diganjal dengan bantal, dan untuk

mengurangi rasa nyeri pada perut ganjal dengan bantal pada perut bawah

sebelah kiri (Salemba Medika, 2009 : 117).

h. Senam Hamil

Senam hamil dimulai pada umur kehamilan sekitar 22 minggu.

Senam hamil bertujuan untuk mempersiapkan dan melatih otot-otot

sehingga dapat berfungsi secara optimal dalam persalinan normal serta

mengimbangi perubahan titik berat tubuh. Senam hamil ditujukan bagi

ibu hamil tanpa kelainan atau tidak terdapat penyakit penyertai

kehamilan, yaitu penyakit jantung, ginjal, dan penyulit dalam kehamilan

(hamil dengan perdarahan, kelainan letak, dan kehamilan yang disertai

dengan anemia). Syarat senam hamil:

51
1) Telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan kehamilan oleh dokter

atau bidan,

2) Latihan dilakukan setelah kehamilan 22 minggu,


3) Latihan dilakukan secara teratur dan disiplin, dan
4) Sebaiknya dilakukan di rumah sakit atau klinik bersalin dibawah

pimpinan instruktur senam hamil (Fitramaya, 2009 : 106).

i. Body Mechanic

Seiring dengan bertambahnya usia kehamilan, tubuh akan

mengadakan penyesuaian fisik dengan pertambahan ukuran janin.

Perubahan tubuh yang paling jelas adalah tulang punggung bertambah

lordosis karena tumpuan tubuh bergeser lebih ke belakang dibandingkan

sikap tubuh ketika tidak hamil. Keluhan yang sering muncul dari

perubahan ini adalah rasa pegal di punggung dan kram kaki ketika tidur

malam hari. Untuk mencegah dan mengurangi keluhan ini perlu adanya

sikap tubuh yang baik. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah

sebagai berikut :

1) Pakailah sepatu dengan hak yang rendah/tanpa hak dan jangan terlalu

sempit.
2) Posisi tubuh saat mengangkat beban, yaitu dalam keadaan tegak dan

pastikan beban terfokus pada lengan.


3) Tidur dengan posisi kaki ditinggikan.
4) Duduk dengan posisi punggung tegak.

52
5) Hindari duduk atau berdiri terlalu lama (ganti posisi secara bergantian

untuk mengurangi ketegangan otot) (Salemba Medika, 2009 : 120).

j. Imunisasi

Imunisasi selama kehamilan sangat penting dilakukan untuk

mencegah penyakit yang dapat menyebabkan kematian ibu dan janin.

Jenis imunisasi yang diberikan adalah Tetanus Toxoid (TT) yang dapat

mencegah penyakit tetanus. Imunisasi TT pada ibu hamil harus terlebih

dulu ditentukan status kekebalan/imunisasinya.


Selama kehamilan bila ibu hamil statusnya T0 maka hendaknya

mendapatkan minimal 2 dosis (TT1 dan TT2 dengan interval 4 minggu

dan bila memungkinkan untuk mendapatkan TT3 sesudah 6 bulan

berikutnya). TT1 dapat diberikan sejak di ketahui postif hamil dimana

biasanya di berikan pada kunjungan pertama ibu hamil ke sarana

kesehatan. Imunisasi TT sebaiknya diberikan sebelum kehamilan 8

bulan untuk mendapatkan imunisasi TT lengkap

(http://wordpress.com/2005/04/20/imunisasi-tt-tetanus toxoid-pada-ibu-

hamil-bumil/).
Ibu hamil dengan status T1 diharapkan mendapatkan TT2 dan

bila memungkinkan juga diberikan TT3 dengan interval 6 bulan (bukan

4 minggu/1 bulan). Bagi ibu hamil dengan status T2 maka bisa

diberikan satu kali suntikan bila interval suntikan sebelumnya lebih dari

6 bulan. Bila statusnya T3 maka suntikan selama hamil cukup sekali

53
dengan jarak minimal 1 tahun dari suntikan sebelumnya. Ibu hamil

dengan status T4 pun dapat diberikan sekali suntikan (TT5) bila

suntikan TT lagi karena telah mendapatkan kekebalan seumur hidup (25

tahun).
Walaupun tidak hamil maka bila wanita usia subur belum

mencapai status T5 diharapkan mendapatkan dosis TT hingga tercapai

status T5 dengan interval yang ditentukan. Hal ini penting untuk

mencegah terjadinya tetanus pada bayi yang akan dilahirkan dan

keuntungan bagi wanita untuk mendapatkan kekebalan aktif terhadap

tetanus Long Life Card (LLC) (Salemba Medika, 2009 : 121).

Tabel pemberian suntikan TT

Status Jenis Interval Lama Persentase

Suntikan Waktu Perlindungan Perlindungan

TT
T0 Belum

pernah

T1 mendapat 80
T2 4 minggu 3 tahun 95
suntikan TT
T3 TT1 dari TT1 5 tahun 99
TT2 6 bulan dari
T4 10 tahun 99
TT3 TT2
Minimal 1
T5 TT4 Seumur hidup
tahun dari

TT5 TT3
3 tahun dari

54
TT4

k. Perawatan Payudara

Payudara merupakan aset yang sangat penting sebagai persiapan

menyambut kelahiran sang bayi dalam proses menyusui. Beberapa hal

yang harus diperhatikan dalam perawatan payudara adalah sebagai

berikut:

1) Hindari pemakaian bra dengan ukuran yang terlalu ketat dan yang

menggunakan busa, karena akan mengganggu penyerapan keringat

payudara.
2) Gunakan bra dengan bentuk yang menyangga payudara.
3) Hindari membersihkan puting dengan sabun mandi karena akan

menyebabkan iritasi. Bersihkan puting dengan minyak kelapa lalu

bilas dengan air hangat.


4) Jika ditemukan pengeluaran cairan yang berwarna kekuningan dari

payudara, berarti produksi ASI sudah dimulai (Salemba Medika,

2009 : 118).

l. Persiapan Persalinan

Meskipun hari perkiraan persalinan masih lama tidak ada

salahnya jika ibu dan keluarga mempersiapkan persalinan sejak jauh

hari sebelumnya. Ini dimaksudkan agar jika terjadi sesuatu hal yang

tidak diinginkan atau persalinan maju dari hasil perkiraan, semua

55
perlengkapan yang dibutuhkan sudah siap. Beberapa hal yang harus

dipersiapkan untuk persalinan adalah sebagai berikut.

1) Biaya dan penentuan tempat serta penolong persalinan.


2) Anggota keluarga yang dijadikan sebagai pengambilan keputusan jika

terjadi suatu komplikasi yang membutuhkan rujukan.


3) Baju ibu dan bayi beserta perlengkapan lainnya.
4) Surat-surat fasilitas kesehatan (misalnya ASKES, jaminan kesehatan

dari tempat kerja, Kartu Sehat, dan lain-lain).


5) Pembagian peran ketika ibu berada di RS (ibu dan mertua, yang

menjaga anak lainnya, jika bukan persalinan yang pertama).

m. Kunjungan Ulang
Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi yang bisa

mengancam jiwanya. Oleh karena itu, setiap wanita hamil memerlukan

sedikitnya empat kali kunjungan selama periode antenatal, yaitu satu

kali kunjungan selama trimester pertama (sebelum 14 minggu), satu

kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14-28), dan dua

kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan

sesudah minggu ke 36) (Sarwono, 2008 : N-2).


Dengan memerhatikan batasan dan tujuan pengawasan

antenatal, maka jadwal pemeriksaan adalah sebagai berikut :


1) Pemeriksaan pertama. Pemeriksaan pertama dilakukan segera

diketahui terlambat haid.


2) Pemeriksaan ulang :
 Setiap bulan sampai usia kehamilan 6 sampai 7 bulan.
 Setiap 2 minggu sampai usia kehamilan 8 bulan.
 Setiap 1 minggu sejak usia kehamilan 8 bulan sampai terjadi

persalinan.
3) Pemeriksaan khusus bila terdapat keluhan tertentu (Manuaba, 2010 :

111).

56
Menurut Fitramaya kunjungan ulang dijadwalkan tiap 4 minggu

sampai umur kehamilan 28 minggu. Selanjutnya tiap 2 minggu sampai

umur kehamilan 36 minggu dan seterusnya tiap minggu sampai

bersalin. Jadwal ini tidaklah kaku dan penelitian di Indonesia

menunjukkan bahwa ANC sebanyak 4 kali selama kehamilan dengan

distribusi yang merata memberikan pregnancy outcome yang baik

(Fitramaya, 2009 : 135).


Pada primigravida kepala janin masuk ke dalam PAP pada usia

36 minggu, sedangkan pada multigravida kepala janin masuk ke dalam

PAP pada saat ingin menjelang persalinan (Manuaba, 2010 : 126).

1.1.8. Tanda-Tanda Bahaya Dalam Kehamilan


a. Untuk Kehamilan Muda
1) Perdarahan pervaginam
a) Abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-

akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22

minggu atau buah kehamilan belum mampu hidup diluar

kandungan (Fitramaya, 2009 : 149).


Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi

sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan

ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang

dari 500 mg. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut

abortus spontan, sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja

dilakukan tindakan disebut abortus provokatus (Sarwono, 2010 :

460). Abortus dibagi menjadi beberapa jenis :


 Abortus imminens

57
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman

terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium

uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam

kandungan (Sarwono, 2010 : 467).


 Abortus insipiens

Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan

serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan

tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam

proses pengeluaran (Sarwono, 2010 : 469).

 Abortus habitualis (Keguguran berulang)

Yaitu telah mengalami keguguran berturut-turut selama

lebih dari tiga kali (Salemba Medika, 2009 : 149).

 Abortus inkomplitus

Apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau

teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya

jaringan plasenta) (Fitramaya, 2009 : 151).

 Abortus kompletus

Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri

pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin

kurang dari 500 mg. Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan,

ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga

58
perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur

kehamilan (Sarwono, 2010 : 469).

 Missed abortion

Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah

meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu

dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam

kandungan (Sarwono, 2010 : 470).

 Abortus febrilis

Abortus yang disertai rasa nyeri atau febris. Panas,

perdarahan dari jalan lahir berbau, ostium uteri umumnya

terbuka dan teraba sisa jaringan, rahim maupun adneksa nyeri

pada perabaan, dan fleksus berbau (Fitramaya, 2009 : 153).

2) Kehamilan ektopik

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi diluar

rahim, misalnya dalam tuba, ovarium, rongga perut, serviks,

partsinterstisialis tuba, atau dalam tanduk rudimenter rahim.

Kehamilan ektopik dikatakan terganggu apabila berakhir dengan

abortus atau ruptur tuba. Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi

didalam tuba (Fitramaya, 2009 : 153).

59
3) Mola hidatidosa

Disebut kehamilan anggur, yaitu adanya korion (chorionic

villi) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil

yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai anggur atau

mata ikan. Hal ini merupakan bentuk neoplasma trofoblas yang

jinak (benigna) (Salemba Medika, 2009 : 150).

4) Hipertensi gravidarum
a) Hipertensi kronik

Hipertensi yang menetap oleh sebab apapun, yang sudah

ditemukan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, atau

hipertensi yang menetap setelah 6 minggu postpartum

(Fitramaya, 2009 : 155).

b) Superimposed preeklampsi

Hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan dan diperberat

oleh kehamilan (Fitramaya, 2009 : 155).


c) Nyeri perut (kista ovarium, apendiksitis, sistitis, pielonefritis

akut.

b. Untuk Kehamilan Lanjut


1) Perdarahan pervaginam
a) Plasenta previa
Keadaan di mana plasenta berimplantasi pada tempat

abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi

60
sebagian atau seluruh jalan lahir. Gejala-gejalanya adalah

perdarahan tanpa rasa nyeri, bagian terbawah janin sangat tinggi

karena plasenta terletak pada bagian bawah rahim sehingga

bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul, pada

plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada

plasenta previa lebih sering disertai kelainan letak (Fitramaya,

2009 : 159). Ada tiga klasifikasi plasenta previa :


 Plasenta previa totalis (sentralis) seluruh ostium ditutupi

plasenta.
 Plasenta previa parsialis (lateralis) sebagian ostium ditutupi

plasenta.
 Plasenta previa letak rendah (marginalis) tepi plasenta berada

3-4 cm diatas pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam

tidak teraba (Salemba Medika, 2009 : 155).

b) Solusio plasenta
Suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal

terlepas sebagian atau seluruhnya sebelum janin lahir, biasanya

dihitung sejak usia kehamilan lebih dari 28 minggu. Kalsifikasi

solusio plasenta :
 Solusio plasenta lateralis/parsialis. Bila hanya sebagian dari

plasenta yang terlepas dari tempat perlekatannya.


 Solusio plasenta totalis. Bila seluruh bagian plasenta sudah

terlepas dari perlekatannya.


 Prolapsus plasenta. Kadang-kadang plasenta ini turun ke

bawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam (Salemba

Medika, 2009 : 158).


Tanda dan gejala :

61
 Darah dari tempat pelepasan keluar dari serviks dan terjadilah

perdarahan keluar atau perdarahan tampak.


 Kadang-kadang darah tidak keluar, terkumpul di belakang

plasenta. (Perdarahan tersembunyi/perdarahan kedalam).


 Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan

tanda yang lebih khas (rahim keras seperti papan) karena

seluruh perdarahan tertahan di dalam. Umumnya berbahaya

karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan

beratnya syok.
 Perdarahan disertai nyeri, juga di luar his.
 Nyeri abdomen pada saat dipegang.
 Palpasi sulit dilakukan.
 Fundus uteri makin lama makin naik.
 Bunyi jantung biasanya tidak ada (Fitramaya, 2009 : 160).
2) Sakit kepala yang berat.
3) Penglihatan kabur.
4) Bengkak diwajah dan jari tangan.
5) Keluar cairan pervaginam.
6) Gerakan janin tidak terasa.
7) Nyeri abdomen yang hebat (Salemba Medika, 2009 : 160).

1.1.9. Anemia Pada Kehamilan


a. Definisi Anemia Pada Ibu Hamil
Menurut WHO (1992) anemia adalah suatu keadaan dimana

kadar hemoglobin lebih rendah dari batas normal untuk kelompok

orang yang bersangkutan.


Anemia merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar

hemoglobin dibawah nilai normal. Pada penderita anemia lebih sering

disebut dengan kurang darah, kadar sel darah merah dibawah nilai

normal.

62
Ibu hamil dikatakan anemia jika hemoglobin darahnya kurang

dari 11gr%. Bahaya anemia pada ibu hamil tidak saja berpengaruh

terhadap keselamatan dirinya, tetapi juga pada janin yang

dikandungnya.
Penyebab paling umum dari anemia pada kehamilan adalah

kekurangan zat besi. Hal ini penting dilakukan pemeriksaan untuk

anemia pada kunjungan pertama kehamilan. Bahkan, jika tidak

mengalami anemia pada saat kunjungan pertama, masih mungkin

terjadi anemia pada kehamilan lanjutannya.


Anemia juga disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan

yang mengandung zat besi atau adanya gangguan penyerapan zat besi

dalam tubuh.

b. Tanda dan Gejala Anemia Pada Ibu Hamil


Bila kadar Hb < 7 gr% maka gejala dan tanda anemia akan jelas.

Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia

ibu hamil berdasarkan kriteria WHO ditetapkan 3 kategori yaitu:


1) Normal > 11 gr%
2) Ringan 8-11 gr%
3) Berat <8 gr%
Gejala yang mungkin timbul pada anemia adalah keluhan lemah,

pucat dan mudah pingsan walaupun tekanan darah masih dalam batas

normal.
Menurut Proverawati (2011) banyak gejala anemia selama

kehamilan, meliputi:
1) Merasa lelah atau lemah
2) Kulit pucat progresif
3) Denyut jantung cepat
4) Sesak napas

63
5) Konsentrasi terganggu

c. Penyebab Anemia Pada Ibu Hamil


Menurut Tarwoto penyebab anemia secara umum adalah :
1) Kekurangan zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi, misalnya

faktor kemiskinan.

2) Penyerapan zat besi yang tidak optimal, misalnya karena diare.


3) Kehilangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi yang

banyak, perdarahan akibat luka.


4) Sebagian besar anemia di Indonesia penyebabnya adalah kekurangan

zat besi. Zat besi adalah salah satu unsur gizi yang merupakan

komponen pembentuk Hb. Oleh karena itu disebut “Anemia Gizi

Besi”.

Anemia gizi besi dapat terjadi karena hal-hal berikut ini:

1) Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi

kebutuhan.
2) Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi.
3) Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh.

d. Patofisiologi Anemia Pada Ibu Hamil


Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah

karena perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta

dan pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% pada

trimester II kehamilan dan maksimum terjadi pada pada bulan ke-9,

menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah

partus.

64
e. Klasifikasi Anemia Dalam Kehamilan
Klasifikasi Anemia Dalam kehamilan menurut Tarwoto adalah

sebagai berikut :
1) Anemia Defesiensi Besi
Anemia defesiensi besi merupakan jenis anemia terbanyak didunia,

yang disebabkan oleh suplai besi kurang dalam tubuh.


2) Anemia Megaloblastik.

Anemia yang disebabkan karena defesiensi vitamin B12 dan asam

folat.

3) Anemia Aplastik.

Terjadi akibat ketidaksanggupan sumsum tulang membentuk sel-sel

darah. Kegagalan tersebut disebabkan kerusakan primer sistem sel

yang mengakibatkan anemia.

4) Anemia Hemolitik

Anemia Hemolitik disebabkan karena terjadi peningkatan hemolisis

dari eritrosit, sehingga usianya lebih pendek.

5) Anemia Sel Sabit

Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat dan pembesaran

limpa akibat molekul Hb.

f. Diagnosis Anemia Pada kehamilan

65
Pemeriksaan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat

Sahli, yaitu membandingkan secara visual warna darah dengan alat

standar.
1) Alat dan bahan
a) Lancet/jarum penusuk
b) Kapas alkohol dalam tempatnya
c) Bengkok
d) Kapas kering
e) Hb meter
f) Alat pengaduk
g) Aquadest
h) HCl 0,1
2) Prosedur kerja
a) Jelaskan prosedur yang dilakukan

b) Cuci tangan
c) Berikan HCl 0,1 pada tabung Hb meter sebanyak 5 tetes
d) Desinfeksi dengan kapas alkohol pada daerah yang akan

dilakukan penusukan pada kapiler di jari tangan atau tungkai


e) Lakukan penusukan dengan lancet atau jarum pada daerah perifer

seperti jari tangan


f) Setelah darah keluar, usap dengan kapas kering
g) Kemudian ambil darah dengan pengisap pipet sampai garis yang

ditentukan
h) Masukkan ke dalam tabung Hb meter dan encerkan dengan

aquadest hingga warna sesuai dengan pembanding Hb meter


i) Baca hasil tunggu 5 menit dengan g % ml darah
j) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

g. Kadar Hemoglobin Pada Perempuan Dewasa dan Ibu Hamil Menurut

WHO
Adapun kadar Hb menurut WHO pada perempuan dewasa dan

ibu hamil adalah sebagai berikut:

Kadar Hemoglobin Pada Perempuan Dewasa dan Ibu Hamil

Menurut WHO

66
Hb Anemia Kurang
Jenis Kelamin Hb Normal
Dari (gr/dl)
13.5-18.5
Lahir (aterm) 13.5
Perempuan dewasa
12.0-15.0 12.0
tidak hamil
Perempuan dewasa

hamil:
Trimester Pertama : 0-
11.0-14.0 11.0
12 minggu
Trimester Kedua : 13-
10.5-14.5 10.5
28 minggu
Trimester ketiga : 29
11.0-14.0 11.0
aterm

(Tarwoto, 2007: 64)

h. Faktor Resiko Anemia Dalam Kehamilan


Tubuh berada pada resiko tinggi untuk menjadi anemia selama

kehamilan jika :
1) Mengalami dua kehamilan yang berdekatan
2) Hamil dengan lebih dari satu anak
3) Sering mual dan muntah
4) Tidak mengkonsumsi cukup zat besi
5) Hamil saat masih remaja
6) Kehilangan banyak darah (misalnya dari cedera atau selama operasi)

i. Pengaruh Anemia Pada Kehamilan


Zat besi terutama sangat diperlukan di trimester tiga kehamilan.

Wanita hamil cenderung terkena anemia pada trimester ketiga, karena

67
pada masa ini janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri

sebagai persediaan bulan pertama sesudah lahir.


Tingginya angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia.

Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-

sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil

anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan

persalinan. Resiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan

bayi lahir rendah dan angka kematian perinatal meningkat. Pengaruh

anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan

hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (Abortus, partus

prematurus), gangguan proses persalinan (atonia uteri, partus lama),

gangguan pada masa nifas (daya tahan terhadap infeksi dan stress,

produksi ASI rendah) dan gangguan pada janin (abortus, mikrosomia,

BBLR, kematian perinatal).

j. Pencegahan Anemia Kehamilan


Nutrisi yang baik adalah cara terbaik untuk mencegah terjadinya

anemia jika sedang hamil. Makan makanan yang tinggi kandungan zat

besi untuk membantu dalam meningkatkan kadar hemoglobin dan

mencegah anemia seperti daging merah, unggas, ikan, sayuran berdaun

hijau gelap (seperti bayam, brokoli, dan kale), sereal yang diperkaya zat

besi dan biji-bijian, kacang-kacangan, lentil, dan tahu serta telur.

Kemudian makanan yang mengandung vitamin C untuk membantu

penyerapan zat besi seperti buah jeruk, jus jeruk, tomat, strowberi, dan

68
buah kiwi, sehingga dapat membantu memastikan bahwa tubuh

menjaga pasokan besi yang diperlukan untuk berfungsi dengan baik.

Pemberian vitamin untuk memastikan bahwa tubuh memiliki cukup zat

besi dan folat. Pastikan tubuh mendapatkan setidaknya 27 mg zat setiap

hari. Jika mengalami anemia selama kehamilan, biasanya dapat diobati

dengan mengambil suplemen zat besi. Pastikan bahwa wanita hamil

diperiksa pada kunjungan pertama kehamilan untuk pemeriksaan

anemia.

k. Pengobatan Anemia Kehamilan


Tablet tambah darah adalah tablet besi folat yang setiap tablet

mengandung 250 mg ferro sulfat dan 0,25 mg asam folat. Wanita yang

sedang hamil dan menyusui, kebutuhan zat besinya sangat tinggi

sehingga perlu dipersiapkan sedini mungkin semenjak remaja.

Minumlah 1 (satu) tablet tambah darah seminggu sekali dan dianjurkan

minum 1 (satu) tablet setiap hari selama haid. Untuk ibu hamil,

minumlah 1 (satu) tablet tambah darah paling sedikit selama 90 hari

masa kehamilan dan 40 hari setelah melahirkan.


Perawatan diarahkan untuk mengatasi anemia. Transfusi darah

biasanya dilakukan untuk setiap anemia jika gejala yang dialami cukup

parah.

1.1.10. Taksiran Berat Badan Janin


a. Pengertian Janin

69
Masa Embrional, meliputi masa pertumbuhan intrauterin sampai

usia kehamilan 8 minggu, ketika ovum yang dibuahi mengadakan

pembelahan menjadi organ-organ yang hampir lengkap sampai

terbentuk struktur yang akan berkembang menjadi bentuk manusia.

Misalnya sistem sirkulasi, berlanjut terus sampai minggu ke-12. Masa

fetal meliputi masa pertumbuhan intrauterin antara usia kehamilan

minggu ke 8-12 sampai dengan minggu ke-40 (pada kehamilan

normal/aterm), ketika organisme yang telah memiliki struktur lengkap

tersebut mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

sampai pada keadaan yang memungkinkan untuk hidup dan berfungsi

di dunia luar.
Pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim sangat

dipengaruhi oleh kesehatan ibu. Jika ibu mengalami anemia selama

kehamilan maka berisiko untuk memiliki bayi lahir prematur atau berat

badan bayi lahir rendah.


Pada bayi baru lahir, yang dikatakan berat badan normal yaitu

sekitar 2500-4000 gram apabila ditemukan berat badan kurang dari

2500 gram maka dikatakan bayi memiliki berat badan lahir rendah.
Salah satu penyebab dari BBLR adalah anemia pada ibu hamil

karena kekurangan zat besi. Kebutuhan zat besi sekitar sekitar 1.000 mg

selama hamil atau naik sekitar 200-300%. Perkiraan besarnya zat besi

yang perlu ditimbun selama hamil 1.040 mg. Dari jumlah itu, 200 mg

zat besi tertahan oleh tubuh ketika melahirkan dan 840 mg sisanya

hilang. Sebanyak 300 mg besi ditransfer ke janin dengan rincian 50-75

mg untuk pembentukan plasenta, 450 mg untuk menambah jumlah sel

70
darah merah dan 200 mg hilang ketika melahirkan. Kebutuhan zat besi

pada trimester pertama relatif lebih sedikit yaitu sekitar 0,8 mg per hari,

tetapi pada trimester dua dan trimester tiga meningkat menjadi 6,3 mg

perhari.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Janin


Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan berat

badan janin adalah:


1) Gizi Ibu
Gizi makanan ibu berpengaruh pada pertumbuhan janin. Pengaturan

gizi yang baik akan berpengaruh positif, sedangkan bila kurang baik

maka pengaruhnya negatif. Pengaruh ini tampak jelas pada bayi

yang baru lahir dalam hal panjang dan besarnya. Panjang dan

besarnya bayi dalam keadaan normal bila gizi juga baik. Gizi yang

berlebihan mengakibatkan bayi terlalu panjang dan terlalu besar.

Bayi yang terlalu panjang dan terlalu besar bisa menyulitkan proses

kelahiran. Sedangkan ibu yang kekurangan gizi, bayinya pendek,

kecil, dan kondisi kesehatannya kurang baik. Kekurangan asupan

gizi pada tirmester I dikaitkan dengan tingginya kejadian bayi lahir

prematur, kematian janin, dan kelainan pada sistem saraf pusat bayi.

Sedangkan kekurangan gizi pada trimester II dan III dapat

menghambat pertumbuhan janin atau tak berkembang sesuai usia

kehamilannya.
2) Aktifitas Fisik
Pada saat hamil ibu tetap perlu melakukan aktifitas fisik, Tetapi

terbatas pada aktifitas ringan. Aktifitas fisik yang berat bisa

menyebabkan keguguran kandungan, apalagi bila dilakukan pada

71
bulan-bulan awal kehamilan. Aktifitas fisik yang berat bisa

mengakibatkan kelelahan, misalnya ibu hamil yang bekerja terlalu

berat disebabkan karena terlalu banyak aktifitas yang cukup menyita

energi dan konsentrasi, besarnya janin akan menyusut atau

berkembangnnya tidak baik. kelelahan dapat menurunkan nafsu

makan. Jika nafsu makan menurun, maka pasokan nutrisi bagi janin

dapat terganggu. Perkembangan dan pertumbuhan bayi yang ada

dalam kandugan bisa terganggu dan tidak bisa berkembang

sempurna.
3) Penyakit Yang di Derita Ibu
Penyakit yang diderita ibu pada saat hamil bisa berakibat negatif

kepada janin yang dikandung. Akibat negatif yang bisa ditimbulkan

adalah kematian pada saat di dalam kandungan atau terbentuknya

organ-organ tubuh jari yang tidak sempurna atau cacat.


Penyakit ibu yang bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan dan

kematian janin di dalam kandungan antara lain : kolera, malaria,

anemia, dan lain-lain.

c. Penentuan Taksiran Berat Badan Janin Berdasarkan Tinggi Fundus

Uteri (TFU)
Pada setiap kunjungan ibu hamil dilakukan pemeriksaan

menyeluruh. Apabila hasil wawancara atau temuan fisik mencurigakan,

dilakukan pemeriksaan lebih mendalam. Salah satu pemantauan

kehamilan yang dilakukan adalah pengukuran tinggi fundus uteri.

Pengukuran TFU dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor risiko

tinggi misalnya pada ibu hamil dengan anemia. Dengan demikian dapat

72
disimpulkan bahwa pengukuran TFU memegang peranan penting dalam

pemeriksaan kehamilan (Koesno, Harni, 2006).


Secara tradisional perkiraan tinggi fundus dilakukan dengan

palpasi fundus dan membandingkannya dengan beberapa patokan

antara lain simpisis pubis, umbilikus dan prosesus xipoideus. Cara

tersebut dilakukan dengan atau tanpa memperhitungkan ukuran tubuh

ibu. Sebaik-baiknya pemeriksaan tersebut hasilnya masih kasar dan

dilaporkan hasilnya bervariasi.


Dalam upaya standarisasi perkiraan tinggi fundus uteri, lebih

disarankan menggunakan pita ukur untuk mengukur tinggi fundus dari

tepi atas simpisis pubis karena memberikan hasil yang lebih akurat dan

dapat diandalkan. Diketahui bahwa pengukuran dengan menggunakan

pita ukur memberikan hasil yang lebih konsisten antar-individu. Juga

telah dibuktikan bahwa teknik ini sangat berguna di negara berkembang

sebagai alat tapis awal dan dapat dilakukan oleh para dokter dan bidan

dengan efisiensi yang setara.


Penting untuk diketahui bahwa pita ukur yang digunakan

hendaknya terbuat dari bahan yang bisa mengendur (seperti yang

digunakan para penjahit). Kandung kemih hendaknya kosong.

Pengukuran dilakukan dengan menempatkan ujung dari pita ukur pada

tepi atas simfisis pubis dan dengan tetap menjaga pita ukur menempel

pada dinding abdomen diukur jaraknya kebagian atas fundus uteri.

Ukuran ini biasanya sesuai dengan umur kehamilan dalam minggu

setelah umur kehamilan 28 minggu.

73
Berdasarkan rumus Jhonson Toshack, untuk penghitungan

taksiran berat badan janin melalui pengukuran tinggi fundus uteri

adalah sebagai berikut :


TBBJ (Taksiran Berat Badan Janin) = (Tinggi Fundus Uteri (cm)-N)x

155 gram. Keterangan : N= 13 bila kepala belum memasuki Pintu Atas

Panggul (PAP), N= 12 bila kepala masih berada di atas spina ischiadika,

dan N= 11 bila kepala sudah melewati Pintu Atas Panggul (PAP).

Menurut Mc. Donald UK dalam bulan yaitu TFU dikali 2 dibagi 7

sedangkan UK dalam minggu TFU dikali 8 dibagi 7.


Misalnya tinggi fundus uteri ibu 28 cm, sementara kepala janin

masih belum memasuki PAP. Maka perhitungannya adalah (28-

13)x155=2325 gram. Jadi taksiran berat badan janin yang didapat

adalah 2325 gram (http://www.scribd.com/doc/55725594/Rumus-

Johnson).
Rumus perkiraan berat badan janin menurut Manuaba

berdasarkan usia kehamilan adalah pada usia kehamilan 1 bulan berat

badan janin belum ada, pada usia 2 bulan berat badan janin 5 gram, usia

3 bulan berat badan janin 15 gram, usia 4 berat badan janin 120 gram,

usia 5 bulan berat badan janin 280 gram, usia 6 bulan berat badan janin

600 gram, usia 7 bulan berat badan janin 1000 gram, usia 8 bulan berat

badan janin 1800 gram, usia 9 bulan berat badan janin 2500 gram, dan

usia 10 bulan berat badan janin 3000 gram.


Pengukuran Tinggi Fundus Uteri pada ibu hamil dengan anemia

sangat diperlukan untuk mengetahui berat badan janin sebelum bayi

lahir. Menurut Kristiyanasari kekurangan zat besi dapat menimbulkan

74
gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin. Anemia gizi dapat

mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat

bawaan, BBLR, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas dan

kematian perinatal. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat

meningkatkan resiko morbiditas maupu mortalitas ibu dan bayi,

kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan Prematur lebih besar.

1.1.11. Penatalaksanaan Dalam ANC

1. Pengertian ANC
Merupakan pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan

pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.


Tujuan Asuhan Antenatal
a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan

tumbuh kembang bayi.


b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, serta sosial

ibu dan bayi.


c. Mengenal secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang

mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit umum,

kebidanan, dan pembedahan.


d. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI

Eksklusif.
e. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi

agar dapat tumbuh kembang secara normal.

2. Asuhan Kebidanan Ibu Hamil 14 T


a. Timbang berat badan dan tinggi badan.
b. Ukur tekanan darah.
c. Ukur tinggi fundus uteri.
d. Pemberian tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan.
e. Pemberian imunisasi TT.

75
f. Pemeriksaan Hb.
g. Pemeriksaan VDRL.
h. Perawatan payudara, senam payudara dan pijat tekan payudara.
i. Pemeliharaan tingkat kebugaran / senam ibu hamil.
j. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.
k. Pemeriksaan protein urine atas indikasi.
l. Pemeriksaan reduksi urine atas indikasi.
m. Pemberian terapi kapsul yodium untuk daerah endemis gondok.
n. Pemberian terapi anti malaria untuk daerah endemis malaria.

3. Pemeriksaan Ibu Hamil


Anamnesa
Tanyakan tentang data rutin, umur, hamil keberapa, kapan menstruasi,

keluhan utama, gerakan janin, dan apakah ada tanda bahaya.

Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik umum : TB, BB, dan TTV
b. Kepala dan leher : oedema, ikterus pada mata, pembengkakan saluran

limfe atau tiroid


c. Payudara : ukuran, simestris, puting payudara, keluarnya kolostrum
d. Abdomen : luka bekas operasi, TFU, letak, presentasi, posisi dan

penurunan kepala, DJJ


e. Tangan dan kaki : oedema, varises
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Hb
- >11 gram % : tidak anemia
- 9-10 gram % : anemia ringan
- 7-8 gram % : anemia sedang
- <7 gram % : anemia berat
b. Pemeriksaan Protein Urine
- Negatif : urin jernih
- Positif 1 (+) : ada kekeruhan
- Positif 2 (++) : keruh mudah dilihat ada endapan
- Positif 3 (+++) : urin lebih keruh, endapan lebih jelas
- Positif 4 (++++) : urin sangat keruh dan endapan yang menggumpal
c. Pemeriksaan Glukosa Urine
- Negatif : biru/jernih
- Positif 1 (+) : hijau/kuning
- Positif 2 (++) : kuning kehijauan
- Positif 3 (+++) : jingga
- Positif 4 (++++) : merah bata

4. Pemeriksaan Khusus Obstertri

76
a. Inspeksi
Adanya perubahan kulit pada abdomen seperti linea nigra,

jaringan parut, umbilius menjadi makin cekung dan menonjol pada

minggu terakhir.
b. Palpasi
Menentukan tinggi fundus uteri dengan cara mengukur

jarak antara fundus dan simpisis pubis dengan pita pengukur atau

dengan menggunakan tangan ke bawah abdomen sampai ia merasakan

batas lengkung fundus, perhatikan jumlah lebar jari tangan yang dapat

mengakomodasi di antara jarak tersebut. Misalnya dengan

pemeriksaan leopod.
- Leopod I : untuk mengetahui tinggi fundus uteri dan bagian

yang berada pada bagian fundus


- Leopod II : untuk mengetahui letak janin memanjang atau

melintang dan bagian janin yang teraba disebelah kiri atau kanan
- Leopod III : untuk menentukan bagian janin yang ada di bawah
- Leopod IV : untuk menentukan apakah bagian bawah janin

sudah masuk PAP atau belum

c. Auskultasi
Mendengarkan DJJ dengan menggunakan doppler atau linex.

Normal DJJ adalah 120-160 x/menit.

5. Pemeriksaan USG
USG adalah suatu pemeriksaan yang menggunakan gelombang

ultrasonic untuk mendapatkan gambaran dari janin, plasenta, dan

uterus.
Secara umum USG digunakan untuk menilai :
a. Taksiran usia kehamilan
b. Lokasi plasenta
c. Pengawasan pertumbuhan dan pergerakan janin
d. Detesi kehamilan ganda

77
e. Identifikasi kelainan bawaan
f. Menilai keadaan/ukuran panggul dalam

6. Jadwal Pemeriksaan Kunjungan


a. Kunjungan I (<16 minggu)
1. Penapisan dan pengobatan anemia
2. Perencanaan persalinan
3. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya

b. Kunjungan II (24-28 minggu)


1. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
2. Penampisan preeklampsia, gemeli, infeksi alat reproduksi dan

saluran perkemihan
3. Mengulang perencanaan persalinan
c. Kunjungan III (32 minggu)
1. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
2. Penampisan prreeklampsia, gemeli, infeksi alat reproduksi dan

saluran perkemihan
3. Mengulang perencanaan persalinan

d. Kunjungan IV (36 minggu)


1. Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III
2. Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi
3. Memantapkan rencana persalinan
4. Mengenali tanda-tanda persalinan

1.2. PERSALINAN
1.2.1. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin,

plasenta, dan selaput ketuban) yang telah cukup bulan atau dapat hidup

di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan

bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini dimulai

dengan adanya kontraksi persalinan sejati, yang ditandai dengan

perubahan serviks secara progresif dan diakhiri dengan kelahiran

plasenta (Salemba Medika, 2010).


Bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut.

78
1. Persalinan spontan. Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan

kekuatan ibu sendiri.


2. Persalinan buatan. Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
3. Persalinan anjuran (partus presipitatus) (Manuaba, 2010 : 164).
Beberapa istilah yang berkaitan dengan usia kehamilan dan

berat janin yang dilahirkan adalah sebagai berikut :


1. Abortus, terhentinya dan keluarnya hasil konsepsi sebelum mampu hidup

di luar kandungan. Usia kehamilan sebelum 28 minggu, berat janin kurang

dari 1000 gram.


2. Persalinan prematuritas. Persalinan sebelum usia kehamilan 28 minggu

sampai 36 minggu, berat janin kurang dari 2.499 gram.


3. Persalinan aterm. Persalinan antara usia kehamilan 37 minggu dan 42

minggu, berat janin di atas 2.500 gram.


4. Persalinan serotinus. Persalinan melampaui usia kehamilan 42 minggu.

Pada janin terdapat tanda postmaturitas.


5. Persalinan presipitatus. Persalinan berlangsung cepat kurang dari 3 jam

(Manuaba, 2010 : 166).

1.2.2. Fisiologi Persalinan


Perlu diketahui bahwa ada dua hormon yang dominan saat hamil, yaitu:
1. Estrogen
Berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas otot rahim, memudahkan

penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan

prostaglandin, dan rangsangan mekanis.


2. Progesteron
Berfungsi untuk menurunkan sensitivitas otot rahim, menghambat

penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan

prostaglandin, rangsangan mekanis, dan meyebabkan otot rahim dan otot

polos relaksasi.
Estrogen dan progesteron terdapat dalam keseimbangan sehingga

kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan keseimbangan estrogen dan

79
progesteron menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofisis pars

posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton Hicks.

Kontraksi Braxton Hicks akan menjadi kekuatan dominan saat mulainya

persalinan, oleh karena itu makin tua kehamilan frekuensi kontraksi makin

sering.
Oksitosin diduga bekerja bersama prostaglandin yang makin

meningkat mulai dari usia kehamilan minggu ke-15. Disamping itu, faktor

gizi ibu hamil dan keregangan otot rahim. Sampai saat ini hal yang

menyebabkan mulainya proses persalinan belum diketahui benar, yang ada

hanya berupa teori-teori yang kompleks antara lain karena faktor-faktor

hormon, struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada saraf, dan

nutrisi. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan beberapa teori

yang menyatakan kemungkinan proses persalinan.


1. Teori Penurunan Hormon
Saat 1-2 minggu sebelum proses persalinan dimulai, terjadi penurunan

kadar estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang

otot-otot polos rahim, jika kadar progesteron turun akan menyebabkan

tegangnya pembuluh darah dan menimbulkan his.


2. Teori Plasenta Menjadi Tua
Seiring matangnya usia kehamilan, villi chorialis dalam plasenta

mengalami beberapa perubahan. Hal ini menyebabkan turunnya kadar

estrogen dan progesteron yang mengakibatkan tegangnya pembuluh darah

sehingga menimbulkan kontraksi uterus.


3. Teori Distensi Rahim
a. Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
b. Setelah melewati batas tersebut, akhirnya terjadi kontraksi sehingga

persalinan dapat dimulai.

80
c. Contohnya pada kehamilan gemeli, sering terjadi kontraksi karena

uterus teregang oleh ukuran janin ganda, sehingga kadang kehamilan

gemeli mengalami persalinan yang lebih dini.


4. Teori Iritasi Mekanis
Dibelakang serviks terletak ganglion servikalis (fleksus frankenhauser),

bils gangglion ini digeser dan ditekan (misalnya oleh kepala janin), maka

akan timbul kontraksi uterus.


5. Teori Oksitosin
a. Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior.
b. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah

sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton

Hicks.
c. Menurunnya konsentrasi progesteron karena matangnya usia

kehamilan menyebabkan oksitosin meningkatkan sensitivitasnya

dalam merangsang otot rahim untuk berkontraksi, dan akhirnya

persalinan dimulai.
6. Teori Hipotalamus-Pituitari dan Glandula Suprarenalis
a. Glandula suprarenalis merupakan pemicu terjadinya persalinan.
b. Teori ini menunjukkan, pada kehamilan dengan bayi anensefalus

sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuknya

hipotalamus.
7. Teori Prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat pada usia kehamilan 15 minggu

yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat

menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.


8. Induksi Persalinan
Persalinan dapat juga ditimbulkan dengan jalan sebagai berikut :
a. Gagang laminaria : dengan cara laminaria dimasukkan ke dalam

kanalis servikalis dengan tujuan merangsang fleksus frankenhauser.


b. Amniotomi : pemecahan ketuban.

81
c. Oksitosin drip : pemberian olsitosin menurut tetesan per infus

(Salemba Medika, 2010 : 6).

1.2.3. Permulaan Persalinan


Tanda-tanda persalinan sudah dekat
a) Lightening
Pada minggu ke 36 pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri

karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan oleh :
1. Kontraksi Braxton Hicks
2. Ketegangan dinding perut
3. Ketegangan ligamentum rotundum
4. Gaya berat janin kepala kearah bawah uterus
Masuknya kepala janin ke dalam panggul dapat dirasakan oleh

wanita hamil dengan tanda-tanda sebagai berikut :


1. Terasa ringan di bagian atas dan rasa sesak berkurang
2. Di bagian bawah terasa penuh dan mengganjal
3. Kesulitan saat berjalan
4. Sering berkemih

Gambaran lightening pada primigravida menunjukkan hubungan

normal antara ketiga P yaitu, power (his), passage (jalan lahir), dan

passenger (bayi dan plasenta). Pada multipara gambarannya menjadi tidak

sejelas pada primigravida, karena masuknya kepala janin ke dalam

panggul terjadi bersamaan dengan proses persalinan.

b) Terjadinya His Permulaan


Pada saat hamil muda sering terjadi kontraksi Braxton Hicks yang kadang

dirasakan sebagai keluhan karena rasa sakit yang ditimbulkan. Biasanya

pasien mengeluh adanya rasa sakit di pinggang dan terasa sangat

mengganggu, terutama pada pasien dengan ambang rasa sakit yang rendah.

Adanya perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron menyebabkan

oksitosin semakin meningkat dan dapat menjalankan fungsinya dengan

82
efektif untuk menimbulkan kontraksi atau his permulaan. His permulaan

ini sering diistilahkan sebagai his palsu dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Rasa nyeri ringan di bagian bawah
2. Datangnya tidak teratur
3. Tidak ada perubahan pada serviks atau tidak ada tanda-tanda kemajuan

persalinan.
4. Durasinya pendek
5. Tidak bertambah bila beraktifitas (Salemba Medika, 2010 : 6).
Berikut cara menghitung kontraksi antara lain dengan cara

meletakkan jari tangan di atas pusat dan menghitung dalam 10 menit

berapa kali kontraksi yang ada dan berapa detik lamanya setiap kontraksi.

Ciri-ciri kontraksi yang baik adalah terjadi teratur minimal 2 kali dalam

10 menit dan setiap kontraksi lamanya minimal 40 detik, perut

seluruhnya terasa keras dan terasa tertarik ke atas dan ke bawah (Salemba

Medika, 2010 : 10).

1.2.4. Tanda-tanda persalinan


1. Terjadinya His Persalinan
His dalam persalinan mempunyai sifat :
a. Pinggang terasa nyeri, menjalar kedepan
b. Sifatnya teratur, intervalnya makin pendek dan kekuatannya makin

besar
c. Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan serviks
d. Makin beraktifitas (berjalan) kekuatannya makin bertambah
2. Bloody Show (pengeluaran lendir disertai darah melalui vagina)
Dengan his persalinan, terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan

pendataran dan pembukaan. Pembukaan menyebabkan lendir yang

terdapat pada kanalis servikalis lepas, terjadi perdarahan karena kapiler

pembuluh darah pecah.


3. Pengeluaran Cairan
Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan

pengeluaran cairan. Sebagian besar ketuban baru pecah menjelang

83
pembukaan lengkap. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan

berlangsung dalam 24 jam (Manuaba, 2010 : 173).

Menurut Salemba 2009 : 122, tanda-tanda persalinan seperti rasa sakit

atau mulas di perut dan menjalar ke perut bagian bawah sampai ke pinggang

bagian belakang, yang disebut sebagai kontraksi. Kontraksi ini terjadi secara

teratur dan semakin lama semakin sering dengan intensitas yang meningkat.

Minimal 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 30-40 detik, adanya

pengeluaran per vagina berupa sekret yang berwarna merah muda disertai

lendir, dan kadang dijumpai pengeluaran air ketuban yang sering terjadi

secara spontan. Menghitung his dalam 10 menit sambil menilai berapa kali

his yang terjadi dan berapa lamanya. Jika uterus berkontraksi ditandai dengan

mengerasnya uterus sehingga tidak bisa menekan uterus dengan

menggunakan jari tangan.

1.2.5. Tahapan Persalinan


a. Kala I (Pembukaan)
Pasien dikatakan dalam tahap persalinan kala I, jika sudah

terjadi pembukaan serviks dan kontraksi terjadi teratur minimal 2 kali

dalam 10 menit selama 40 detik. Kala I adalah kala pembukaan yang

berlangsung antara pembukaan 0-10 cm (pembukaan lengkap). Proses

ini terbagi menjadi dua fase, yaitu fase laten (8 jam) dimana serviks

membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) dimana serviks membuka

dari 3-10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering terjadi selama fase aktif.

Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat

sehingga partureint (ibu yang sedang bersalin) masih dapat berjalan-

84
jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam

sedangkan pada multigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan Kurve

Friedman, diperhitungkan pembukaan primigravida 1 cm per jam dan

pembukaan multigravida 2 cm per jam. Dengan perhitungan tersebut

maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan.


b. Kala II (Pengeluaran Bayi)
Kala II adalah kala pengeluaran bayi, dimulai dari pembukaan

lengkap sampai bayi lahir. Uterus dengan kekuatan hisnya ditambah

kekuatan meneran akan mendorong bayi hingga lahir. Proses ini biasanya

berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida.

Diagnosis persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan

dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap dan kepala janin

sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm.


Gejala utama kala II adalah sebagai berikut :
1. His semakin kuat dengan interval 2-3 menit, dengan durasi 50-100

detik.
2. Menjelang akhir kala I, ketuban pecah yang ditandai dengan

pengeluaran cairan secara mendadak.


3. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan

meneran karena tertekannya fleksus frankenhaouser.


4. Dua kekuatan, yaitu his dan meneran akan mendorong kepala bayi

sehingga kepala membuka pintu; suboksiput bertindak sebagai

hipomochlion, berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung dan

muka, serta kepala seluruhnya.


5. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putaran paksi luar, yaitu

penyesuaian kepala pada punggung.


6. Setelah putaran paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong

dengan jalan berikut :

85
a. Pegang kepala bayi pada tulang oksiput dan bagian bawah dagu,

kemudian ditarik curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan,

dan curam ke atas untuk melahirkan bahu belakang.


b. Setelah kedua bahu bayi lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa
badan bayi.
c. Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.
c. Kala III (Pelepasan Plasenta)
Kala III adalah waktu untuk pelepasan dan pengeluaran

plasenta. Setelah kala II yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit,

kontraksi uterus berhenti sekitar 5-10 menit. Dengan lahirnya bayi dan

proses retraksi uterus, maka plasenta lepas dari lapisan Nitabush.

Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan

tanda-tanda sebagai berikut :


1. Uterus menjadi berbentuk bundar.
2. Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah

rahim.
3. Tali pusat bertambah panjang.
4. Terjadi perdarahan.
Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara

crede pada fundus uterus.


Sebab-sebab terlepasnya plasenta
1. Saat bayi dilahirkan, rahim sangat mengecil dan setelah bayi lahir

uterus merupakan organ dengan dinding yang tebal dan rongganya

hampir tidak ada. Posisi fundus uterus turun sedikit dibawah pusat,

karena terjadi pengecilan uterus, maka tempat perlekatan plasenta

juga sangat mengecil. Plasenta harus mengikuti proses pengecilan ini

hingga tebalnya menjadi dua kali lipat daripada permulaan

persalinan, dan karena pengecilan tempat perlekatannya maka

plasenta menjadi berlipat-lipat pada bagian yang terlepas dari

86
dinding rahim karena tidak dapat mengikuti pengecilan dari

dasarnya. Jadi faktor yang paling penting dalam pelepasan plasenta

ialah retraksi dari kontraksi uterus setelah anak lahir.


2. Di tempat pelepasan plasenta yaitu antara plasenta dan desidua

basalis terjadi perdarahan, karena hematom ini membesar maka

seolah plasenta terangkat dari dasarnya oleh hematom tersebut

sehingga daerah pelepasan meluas.


d. Kala IV (Observasi)
Kala IV mulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Pada kala

IV dilakukan observasi terhadap perdarahan pascapersalinan, paling

seringg terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan adalah

sebagai berikut :
1. Tingkat kesadaran pasien.
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, dan pernapasan.
3. Kontraksi uterus.
4. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila

jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc (Salemba Medika, 2010 : 63).

1.2.6. Tanda-Tanda Bahaya Persalinan


Ada beberapa tanda-tanda bahaya ibu bersalin yang akan

mengancam jiwanya diantaranya syok pada saat persalinan, perdarahan

pada saat persalinan, nyeri kepala, gangguan penglihatan, kejang atau

koma, tekanan darah tinggi, persalinan yang lama, gawat janin dalam

persalinan, demam dalam persalinan, nyeri perut hebat, sukar bernafas.


Pada saat memberikan asuhan bagi ibu bersalin, penolong harus

selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya masalah atau penyulit.

87
Menunda pemberian asuhan kegawat daruratan akan meningkatkan resiko

kematian dan kesakitan ibu dan bayi baru lahir. Langkah atau tindakan

yang akan dipilih sebaiknya dapat memberikan manfaat dan memastikan

bahwa proses persalinan akan langsung aman dan lancar sehingga akan

berdampak baik terhadap keselamatan ibu dan bayi yang akan dilahirkan

(TIM, 2009 : 11).

1.2.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Persalinan


a. Power (Salemba Medika, 2010 : 24)
Power adalah tenaga atau kekuatan yang mendorong janin

keluar. Kekuatan tersebut meliputi his dan tenaga mengedan ibu.


1. His (kontraksi otot rahim)
Otot rahim terdiri dari 3 lapis, dengan susunan berupa anyaman yang

sempurna. Terdiri atas lapisan otot longitudinal di bagian luar, lapisan

otot sirkulasi di bagian dalam, dan lapisan otot menyilang di antara

keduanya. Dengan susunan demikian, ketika otot rahim berkontraksi

maka pembuluh darah yang terbuka setelah plasenta lahir akan terjepit

oleh otot dan perdarahan dapat berhenti.


Sifat his :
1.1. His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan.
1.2. His yang efektif.
a. Kontraksi otot rahim dimulai dari daerah tuba dan ligamentum

rotundum kemudian menjalar ke seluruh bagian uterus.


b. Gelombang kontraksi simetris dan terkoordinasi.
c. Didominasi oleh fundus kemudian menjalar ke seluruh otot

rahim.
d. Kekuatannya seperti mekanisme memeras isi rahim.
e. Otot rahim yang telah berkontraksi tidak kembali ke panjang

semula sehingga terjadi retraksi dan terjadi pembentukan

segmen bawah rahim.


1.3. Amplitudo

88
a. Kekuatan his diukur dengan mmHg dan menimbulkan naiknya

tekanan intrauterus sampai 35 mmHg.


b. Cepat mencapai puncak kekuatan dan diikuti relaksasi yang

tidak lengkap, sehingga kekuatannya tidak mencapai 0 mm Hg.


1.4. Setelah kontraksi otot rahim mengalami retraksi, artinya

panjang otot rahim yang telah berkontraksi tidak akan kembali lagi

ke panjang semula.
1.5. Frekuensi, yang jumlah terjadinya his selama 10 menit.
1.6. Durasi his yaitu lamanya his yang terjadi setiap saat diukur

dengan detik.
1.7. Interval his, yaitu tenggang waktu antara kedua his. Pada

permulaan persalinan his timbul sekali dalam 10 menit, pada kala

pengeluaran (kala II) muncul sekali dalam 2 menit.


1.8. Kekuatan his, yaitu perkalian antara amplitudo dengan

frekuensi yang ditetapkan dengan satuan unit Montevideo.


Tiap fase persalinan mempunyai ciri kontraksi yang khas, dan

karakteristik ini dijadikan sebagai salah satu dat klinis pada saat melakukan

asuhan kepada pasien. Ciri atau karakter yang dimaksud adalah sebagai

berikut :
a. His pendahuluan adalah his tidak kuat, datangnya tidak teratur,

menyebabkan keluar lendir darah atau bloody show.


b. His pembukaan (Kala I) adalah his yang menyebabkan

pembukaan serviks, semakin kuat, teratur, dan sakit.

Karakteristik dari kontraksi uterus pada kala I :


- Kontraksi bersifat simetris.
- Fundal dominan, artinya bagian fundus uterus berfungsi

sebagai pusat dan mempunyai kekuatan paling besar.


- Involunter, maksudnya tidak dapat dikendalikan oleh

pasien.

89
- Kontraksi bersifat terkoordinasi, artinya arah kekuatan

terkoordinasi mulai dari pusat his.


- Intervalnya makin lama makin pendek.
- Kekuatannya makin lama makin besar dan pada kala II

diikuti dengan keinginan untuk meneran.


- Diikuti dengan retraksi, artinya panjang otot rahim yang

telah berkontraksi tidak akan kembali lagi ke panjang

semula.
- Setiap kontraksi dimulai dari “pacemaker” yang terletak

di sekitar insersi tuba, dengan arah penjalaran ke daerah

serviks uterus dengan kecepatan 2 cm/detik.


- Kontraksi rahim menimbulkan rasa sakit pada

pinggang, daerah perut, dan dapat menjalar kearah

paha.
Distribusi susunan otot rahim ke arah serviks semakin

berkurang menyebabkan serviks menjadi pasif, sehingga

terjadi regangan (penipisan) seolah-olah janin terdorong ke

arah jalan lahir. Bagian rahim yang berkontraksi dengan yang

menipis dapat diraba atau terlihat, tetapi tidak melebihi batas

setengah pusat-simfisis.
c. His pengeluaran (Kala II) adalah his untuk mengeluarkan janin,

sangat kuat, teratur, simetris, terkoordinasi. Kekuatan his pada

akhir kala I atau awal kala II mempunyai amplitudo 60 mgHg,

yang berarti lebih kuat dari kekuatan sebelumnya. Kekuatan his

dan meneran mendorong janin ke bawah dan menimbulkan

keregangan yang bersifat pasif. Kekuatan his menimbulkan

putaran paksi dalam, penurunan bagian terendah akan menekan

90
serviks dimana terdapat fleksus frankenhauser yang

menyebabkan refleks untuk meneran. Kedua kekuatan ini

selanjutnya mampu mendorong janin, penipisan perineum, dan

akhirnya ekspulsi kepala berturut-turut sehingga lahirlah ubun-

ubun besar, dahi, muka, dan kepala seluruhnya.


d. His pelepasan uri (Kala III) adalah kontraksi sedang untuk

melepaskan dan melahirkan plasenta. Setelah istirahat selama

8-10 menit, rahim berkontraksi kembali untuk melepaskan

plasenta dari dinding rahim. Pelepasan plasenta dapat dimulai

dari pinggir, tengah, atau kombinasi dari keduanya.


e. His persalinan kala IV adalah kontraksi lemah, masih sedikit

nyeri, terjadi pengecilan rahim dalam beberapa jam atau hari.

Setelah plasenta lahir kontraksi rahim tetap kuat. Kekuatan

kontraksi ini tidak diikuti oleh interval pembuluh darah tertutup

rapat dan kesempatan membentuk trombus. Melalui kontraksi

yang kuat dan pembentukan trombus, maka terjadi penghentian

pengeluaran darah pascapersalinan. Untuk mengefektifkan his

ini, diberikan obat uterotonika sesaat setelah bayi lahir.


2. Tenaga Meneran
Tenaga meneran pasien akan semakin menambah kekuatan kontraksi

uterus. Pada saat pasien meneran, diafragma dan otot-otot dinding

abdomen akan berkontraksi. Kombinasi antara his dan tenaga meneran

pasien akan meningkatkan tekanan intrauterus sehingga janin akan

semakin terdorong ke luar. Dorongan meneran akan semakin

91
meningkat ketika pasien dalam posisi yang nyaman, misalnya setengah

duduk, jongkok, berdiri, atau miring ke kiri.

b. Passenger (Salemba, 2010 : 28)


Faktor janin dan plasenta yang berpengaruh terhadap persalinan

adalah sikap janin, letak, presentasi, bagian terbawah, posisi janin.


1. Janin

Pembahasan mengenai janin sebagai passenger sebagian besar

adalah mengenai ukuran kepala janin, karena kepala adalah bagian

terbesar dari janin dan paling sulit untuk dilahirkan. Penolong

persalinan berkeyakinan jika kepala janin sudah dapat lahir, maka

bagian tubuh yang lain akan dengan mudah menyusul.

Hubungan janin dengan jalan lahir adalah sebagai berikut :

a. Sikap : menunjukkan hubungan bagian-bagian janin satu sama lain.

Biasanya tubuh janin berbentuk lonjong (ovoid) kira-kira sesuai

dengan bentuk kavum uterus. Punggung agak membungkuk, kepala

menunduk hingga dagu menyentuh dada, lengan bersilang di depan

dada, tungkai bersilang di depan perut, dan tali pusat terletak

diantara kedua lengan dan tungkai.


b. Letak (situs) : menunjukkan hubungan sumbu janin dengan sumbu

jalan lahir. Bila kedua sumbunya sejajar disebut letak memanjang,

bila tegak lurus satu sama lain disebut letak melintang.


c. Presentasi dan bagian terbawah : presentasi menunjukkan bagian

janin yang terdapat dibagian terbawah jalan lahir. Bagian janin

yang terbawah menyebutkan presentasi janin tersebut. Pada letak

92
memanjang, bagian terbawah yaitu dapat kepala atau bokong,

sehingga terdapat presentasi kepala atau presentasi bokong. Pada

letak melintang bagian terbawah bahu, sehingga terdapat presentasi

bahu.
d. Presentasi kepala dapat bermacam-macam tergantung sikap kepala

terhadap badan janin. Apabila kepala fleksi maksimal, bagian

terbawahnya adalah belakang kepala (verteks)/ presentasi belakang

kepala. Apabila kepala defleksi maksimal, bagian terbawahnya

muka / presentasi muka. Apabila janin bersikap antara kedua

kondisi ekstrim ini, maka terdapat presentasi sinsiput dengan

bagian terbawah ubun-ubun besar, dan presentasi dahi dengan

bagian terbawah dahi. Kedua presentasi terakhir ini hanya

merupakan presentasi transisi, karena dengan majunya partus akan

beralih menjadi presentasi belakang kepala atau presentasi muka.


e. Pada presentasi bokong, bila kedua tungkainya lurus di samping

badan janin (extended leggs), maka bagian terbawahnya hanyalah

bokong sehingga disebut presentasi bokong (frank breech

presentation), bila kedua tungkainya bersilang di samping bokong,

bagian terbawahnya bokong dan kaki sehingga disebut presentasi

bokong kaki (full breech presentation), dan bila salah satu atau

kedua kakinya menjulur lebih bawah dari pada bokongnya maka

disebut presentasi kaki (single or double foot or footling

presentation).
Posisi dan Penyebutnya

93
Posisi menunjukkan hubungan bagian janin tertentu (penyebut,

umpamanya ubun-ubun kecil, dagu, atau sakrum) dengan bagian kiri,

kanan, depan lintang (lateral), dan belakang dari jalan lahir. Penyebut

ini pada persalinan fisiologis akan berputar ke depan.

Penyebut persalinan akan diketahui melalui pemeriksaan vagina dan

dinyatakan dalam arah jarum jam, misalnya UUK di jam 2, berarti ubun-ubun

kecil kiri depan. Untuk memahami hal ini, sangat diperlukan kemampuan

untuk berimajinasi mengenai posisi dan presentasi janin dalam rahim.

Beberapa contoh posisi dan penyebutnya dapat diamati dalam gambar

berikut.

Posisi Penyebut
Belakang kepala (verteks) Ubun-ubun kecil (oksiput)
Muka Dagu (mentum)
Bokong Sakrum
Bahu Tidak ada, karena tidak praktis

2. Plasenta dan Tali Pusat


2.1. Plasenta
2.1.2. Struktur plasenta
a. Berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter

15-20 cm dan tebal 2-2,5 cm.


b. Berat rata-rata 500 gram.
c. Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang

dinding uterus, agak ke atas ke arah fundus.


d. Terdiri dari 2 bagian, antara lain :
- Pars maternal : bagian plasenta yang menempel pada

desidua, terdapat kotiledon (rata-rata 20 kotiledon). Di

94
bagian ini tempat terjadinya pertukaran darah ibu dan

janin.
- Pars fetal : terdapat tali pusat (insersio / penanaman tali

pusat). Insersio sentralis : penanaman tali pusat di

tengah plasenta, insersio marginalis : penanaman tali

pusat di pinggir plasenta, insersio velamentosa :

penanaman tali pusat di selaput janin / selaput amnion.


Fungsi plasenta :
a. Memberi makan pada janin
b. Ekskresi hormon
c. Respirasi janin : tempat pertukaran O2 dan CO2 antara janin dan

ibu
d. Membentuk hormon estrogen
e. Menyalurkan berbagai antibodi dari ibu
f. Sebagai barier (penghalang) terhadap janin dari kemungkinan

masukknya mikroorganisme / kuman.


Sirkulasi Darah Plasenta
a. Darah ibu yang berasal dari spiral arteri disemprotkan dengan

tekanan sistol 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang

intervilier sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari

kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili korialis

dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mm Hb ke vena-

vena di desidua.
b. Pada saat inilah terjadi pertukaran darah ibu dan janin, dengan

tujuan membuang CO2 dan mengikat O2.


2.1.3. Tali pusat
Tali pusat merupakan bagian yang sangat penting untuk

kelangsungan hidup janin meskipun tidak menutup

kemungkinan bahwa tali pusat juga dapat menyebabkan

penyulit persalinan, misalnya pada kasus lilitan tali pusat.

95
a. Struktur Tali Pusat
1. Terdiri dari dua arteri umbilikus dan satu vena

umbilikus.
2. Bagian luar tali pusat berasal dari lapisan amnion.
3. Di dalamnya terdapat jaringan yang lembek yang

dinamakan selai Warthon. Selai Warthon berfungsi

melindungi dua arteri dan satu vena umbilikus yang

berada dalam tali pusat.


4. Panjang rata-rata 50 cm.
b. Fungsi Tali Pusat
1. Nutrisi dan oksigen dari plasenta ke tubuh janin.
2. Pengeluaran sisa metabolisme janin ke tubuh ibu.
3. Zat antibodi dari ibu ke janin.
c. Sirkulasi Tali Pusat
1. Dua arteri dan satu vena yang berada dalam tali

pusat menghubungkan sistem kardiovaskuler janin

dengan plasenta.
2. Pada beberapa kasus dilaporkan adanya bentuk tali

pusat yang tidak normal, misalnya terlalu kecil dan

berpilin, tersimpul, terlalu besar, terlalu panjang,

terlalu pendek, dan lain-lain.


Bentuk tali pusat yang normal adalah silinder bulat

dengan diameter rata-rata 1-1,5 cm, namun kadang

ditemukan kelainan bentuk yang menyerupai

simpul. Simpul ada yang berupa simpul palsu dan

simpul sesungguhnya. Adanya simpul pada tali

pusat dengan jumlah yang banyak dan lilitan yang

erat dapat menyebabkan terjadinya gangguan

transportasi oksigen dan nutrisi kepada janin,

96
sehingga menyebabkan berat badan janin kurang

dari normal.
3. Air Ketuban
Air ketuban merupakan elemen penting dalam proses persalinan. Air

ketuban ini dapat dijadikan acuan dalam menentukan diagnosa

kesejahteraan janin. Beberapa aspek penting yang perlu diketahui

adalah sebagai berikut :


3.1. Struktur Amnion
a. Volume pada kehamilan cukup bulan kira-kira 1000-1500 cm.
b. Berwarna putih keruh, berbau amis, dan terasa asin.
Warna keruh sampai hijau pada proses persalinan

mengindikasikan adanya kondisi janin yang tidak sejahtera,

sehingga menumbuhkan tindakan khusus untuk bayi yang

dilahirkan.
c. Reaksinya agak alkalis sampai nertal dengan berat jenis 1.008.
d. Komposisinya terdiri atas 98% air, dan sisanya albumin, urea,

asam urik, kreatinin, sel-sel epitel, lanugo, verniks kaseosa, dan

garam anorganik. Kadar protein 2,6% gram/liter.


3.2. Fungsi Amnion
a. Melindungi janin dari trauma/benturan.
b. Memungkinkan janin bergerak bebas.
c. Menstabilkan suhu tubuh janin agar tetap hangat.
d. Menahan tekanan uterus.
e. Pembersih jalan lahir.
3.3. Cara Mengenali Amnion
a. Dengan kertas lakmus.
Air ketuban diteteskan ke atas kertas lakmus, jika positif maka

akan ditemukan adanya reaksi warna biru. Pemeriksaan ini

dilakukan pada ibu hamil trimester akhir untuk memastikan

apakah air yang keluar adalah air ketuban atau urine, misalnya

pada kasus ibu bersalin dengan ketuban pecah dini (KPD).


b. Makroskopis

97
Bau amis, adanya lanugo, dan verniks caseosa, serta bercampur

mekonium.
c. Mikroskopis
Lanugo dan rambut.
d. Laboratorium
Kadar ureum rendah dibandingkan dengan air kemih.
c. Passage (Jalan Lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat,

dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun

jaringan lunak, khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut

menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam

proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap

jalan lahir yang relative kaku. Oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul

harus ditentukan sebelum persalinan dimulai (Fitramaya, 2010 : 23).


1. Anatomi jalan lahir
Jalan lahir terdiri atas :
a. Jalan lahir lunak
Segmen bawah rahim / SBR, serviks, vagina, introitus vagina dan

vulva, muskulus dan ligamentum yang menyelubungi dinding

dalam dan bawah panggul. Pada bagian bawah sebagai dasar

panggul. Dasar panggul / diafraga pelvis terdiri dari bagian otot

disebut muskulus levator ani, sedangkan bagian membran disebut

diafragma uro genital (Fitramaya, 2010 : 24).


b. Jalan lahir keras / panggul
Tulang panggul dibentuk oleh dua tulang koksa (terbentuk dari fusi

tiga tulang : os pubis, os iskium, dan os ilium) yang masing-masing

membatasi bagian samping rongga panggul. Tulang koksa

berkonvergensi ke anterior untuk menyatukan kedua sisi simfisis

pubis, dan di posterior disatukan oleh sakrum melalui sendi

98
sakroiliaka. Bentuk rongga panggul pada dasarnya menyerupai

tabling, tetapi jalan lahir sedikit melengkung ke depan pada ujung

kaudalnya, membentuk sudut sekitar 90º sehingga digambarkan

sebagai “saluran berbentuk J” atau “L” bila dipandang dari bidang

sagital. Garis arkuata dan promontorium sakralis membagi panggul

menjadi panggul “semu” di sebelah superior dan panggul “sejati”

disebelah inferior. Bentuk ikat pinggang ini kritis bagi proses

kecakapan bagian terendah janin ke dalam panggul sejati, karena

merupakan penentu pertama jalan lahir bayi. Bentuk dan dimensi

tulang panggul ditentukan oleh sejumlah faktor lingkungan,

hormon, dan genetik. Ada empat tipe utama yang dikenali yaitu

ginekoid, android, antropoid, dan platipelloid.


1. Ginekoid
Panggul ginekoid panggul tipikal wanita ditemukan pada

sekitar 40% wanita dan memperlihatkan tampilan rongga yang

secara keseluruhan berbentuk bulat dengan sangkar tulang

melengkung sempurna serta tonjolan-tonjolan tulang yang tidak

sejelas tonjolan tulang pada varian panggul wanita yang lain

yang dibahas di bawah ini. Bidang pintu atas panggul hampir

bundar dengan hanya sebuah indentasi kecil yang terbentuk

dari penonjolan promontorium tulang sakrum ke arah depan.

Korpus sakrum yang dibentuk oleh fusi kelima vertebra sakralis

membentuk lengkungan ke bawah dengan bagian cekung yang

menghadap ke anterior. Lengkung dinding lateral panggul

99
dibentuk dari depan ke belakang oleh komponen pubis, iskium,

dan ilium (koksa), tersusun sedemikian rupa sehingga

lengkungan sakrum menyambung dengan bagian samping

rongga panggul. Pada dinding lateral panggul juga terdapat

foramen iskiadika mayor yang lebar dan dangkal pada panggul

tipikal wanita. Bentuk ini mempermudah kecakapan kepala

bayi pada jalan lahir yang melengkung ke depan. Bidang pintu

bawah panggul memiliki bentuk romboid, atau seperti dua buah

segitiga pada bidang yang berbeda, tetapi menyatu ditengah

pada salah satu sisinya. Batas-batas pintu bawah panggul

adalah ligamentum sakrotuberale dan arkus yang terbentuk oleh

ramus pubikus. Arkus pubis pada paggul tipikal membentuk

sudut 90º, berbeda dari panggul android yang biasanya

mempunyai sudut lancip.


2. Android
Pada panggul android yang dijumpai pada 30-35% wanita,

bidang pintu atas panggul memiliki indentasi yang sangat

dalam akibat promontorium dan sisi-sisi sampingnya

membentuk sudut yang lebih tajam di bagian depan panggul

sehingga bentuk pintu atas panggul menjadi bidang berbentuk

hati. Kondisi ini cenderung menyebabkan kepala bayi

memasuki pintu atas panggul dengan sutura sagitalis pada

diameter oblik dan ubun-ubun kecil di posterir. Sakrum

berbentuk lebih lurus, dan bersama spina iskiadika yang

100
menonjol, cenderung menghalangi rotasi kepala janin ke posisi

oksipitoanterior.
3. Antropoid
Pada panggul antropoid yang ditemukan pada sekitar 15-20%

wanita, diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih besar

daripada diameter transversanya, menghasilkan suatu bentuk

yang lonjong. Sakrum dibentuk oleh enam vertebra dan

panggul umumnya lebih dalam dibandingkan tipe panggul yang

lain. Arkus pubis relatif sempit dengan spina iskiadika yang

menonjol, tetapi insisura iskiadika mayor cukup lebar. Panggl

jenis ini cenderung mengakibatkan posisi oksipito-posterior dan

tidak jarang bayi lahir dengan wajah menghadap pubis.


4. Platipelloid
Panggul platipelloid dengan diameter anteroposterior yang jelas

lebih pendek dari pada diameter transversanya pada pintu atas

pangul dengan arkus pubis yang luas (TIM, 2009 : 22).


Perbandingan Tipe Panggul (Fitramaya, 2010 : 31)

Bagian GINEKOID ANDROID ANTROPOID PLATIPELLOID


(50% wanita) (23% wanita) (24% wanita) (3% wanita)

Pintu atas Sedikit Berbentuk Oval Sisi

lonjong atau hati bersudut anteroposterior anteroposterior

sisi kiri dan lebih lebar pipih, kanan-kiri

kanan bulat lebar


Bentuk Bulat Hati Oval Pipih
Kedalaman Sedang Dalam Dalam Dangkal
Dinding tepi Lurus Konvergen Lurus Lurus
Spina Tumpul, agak Menonjol, Menonjol, Tumpul, terpisah

iskiadika jauh terpisah diameter diameter jauh

101
interspinosa interspinosa

seringkali

sempit
Sakrum Dalam, Sedikit Sedikit Sedikit

melengkung melengkung, melengkung melengkung

bagian ujung

sering

bengkok
Lengkung Lebar Sempit Sempit Lebar

subpubis
Model Pervaginam Sesaria Forsep / Spontan
Pervaginam
persalinan Spontan Sulit, jika Spontan
Posisi
yang biasa menggunaka dengan posisi
oksipito
terjadi n forsep oksipitoposteri
anterior
or atau

oksipito

anterior

2. Bidang-bidang Hodge
Bidang hodge adalah bidang semu sebagai pedoman untuk

menentukan kemajuan persalinan yaitu seberapa jauh penurunan

kepala melalui pemeriksaan dalam / vagina toucher (VT). Adapun

bidang hodge sebagai berikut :


a. Hodge I : bidang yang setinggi Pintu Atas Panggul (PAP) yang

dibentuk oleh promontorium, artikulasio sakro-iliaca, sayap sacrum,

linea inominata, ramus superior os pubis, tepi atas simfisis pubis.

102
b. Hodge II : bidang setinggi pinggir bawah simfisis pubis berhimpit

dengan PAP (Hodge I).


c. Hodge III : bidang setinggi spina iskiadika berhimpit dengan PAP

(Hodge II).
d. Hodge IV : bidang setinggi ujung os koksigis berhimpit dengan PAP

(Hodge III) (Fitramaya, 2010 : 31).


Penurunan Kepala Janin Menurut Sistem Perlimaan

Periksa Luar Periksa Dalam Keterangan

Kepala di atas PAP,


13
= 5/5 mudah digerakan

HI – II Sulit digerakkan,
13
= 4/5 bagian terbesar kepala

belum masuk panggul


HII – III Bagian terbesar kepala
12
= 3/5 belum masuk panggul

= 2/5 HIII + Bagian terbesar kepala


11
sudah masuk pangul

= 1/5 HIII – IV Kepala di dasar


11
panggul

HIV Di perineum
11
= 0/5

(Sarwono, 2010 : N-10).

d. Psikologis

103
Psikologis ibu bersalin sangat berpengaruh dari dukungan suami

dan anggota keluarga yang lain untuk mendampingi ibu selama bersalin

dan kelahiran anjurkan mereka berperan aktif dalam mendukung dan

mendampingi langkah-langkah yang mungkin akan sangat membantu

kenyamanan ibu, hargai keinginan ibu untuk didampingi, dapat

membantu kenyamanan ibu, hargai keinginan ibu untuk didampingi

(TIM, 2009 : 25).

e. Penolong
Penolong persalinan adalah petugas kesehatan yang mempunyai

legalitas dalam menolong persalinan antara lain dokter, bidan, serta

mempunyai kompetensi dalam menolong persalinan, menangani

kegawatdaruratan serta melakukan rujukan jika diperlukan. Penolong

persalinan selalu menerapkan upaya pencegahan infeksi yang dianjurkan

termasuk diantaranya cuci tangan, memakai sarung tangan dan

perlengkapan pelindung pribadi serta pendekontaminasikan alat bekas

pakai (TIM, 2009 : 26).

1.2.8. Perubahan-Perubahan Dalam Proses Persalinan


a. Perubahan Fisiologis Kala I
1) Uterus
Saat mulai persalinan, jaringan dari miometrium berkontraksi

dan berelaksasi seperti otot pada umumnya. Pada saat otot retraksi, ia

tidak akan kembali ke ukuran semula tapi berubah ke ukuran yang

lebih pendek secara progresif.


Dengan perubahan bentuk otot uterus pada proses kontraksi,

relaksasi, dan retraksi, maka kavum uterus lama kelamaan menjadi

104
sangat mengecil. Proses ini merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan janin turun ke pelviks.


Kontraksi uterus mulai dari fundus dan terus melebar sampai ke

bawah abdomen dengan dominasi tarikan ke arah fundus (fundal

dominan). Kontraksi uterus berakhir sampai dengan masa yang

terpanjang dan sangat kuat pada fundus.


2) Serviks
Sebelum onset persalinan, serviks mempersiapkan kelahiran

dengan berubah menjadi lembut. Saat persalinan mendekat, serviks

mulai menipis dan membuka. Gambaran prosesnya adalah seperti

berikut :
1. Penipisan serviks (effacement)
Berhubungan dengan kemajuan pemendekan dan penipisan

serviks. Seiring dengan bertambah efektifnya kontraksi, serviks

mengalami perubahan bentuk menjadi lebih tipis. Hal ini disebabkan

oleh kontraksi uterus yang bersifat fundal dominan sehingga seolah-

olah serviks tertarik ke atas dan lama kelamaan menjadi tipis. Batas

antara segmen atas dan bawah rahim (retraction ring) mengikuti arah

tarikan ke atas, sehingga seolah-olah batas ini letaknya bergeser ke

atas. Panjangnya serviks pada akhir kehamilan normal berubah-ubah

(dari beberapa mm-3 cm). Dengan dimulainya persalinan, panjang

serviks berkurang secara teratur sampai menjadi sangat pendek (hanya

beberapa mm). Serviks yang sangat tipis ini disebut dengan “menipis

penuh”.
2. Dilatasi
Proses ini merupakan kelanjutan dari effacement. Setelah serviks

dalam kondisi menipis penuh, maka tahap berikutnya adalah

105
pembukaan. Serviks membuka disebabkan daya tarikan otot uterus ke

atas secara terus menerus saat uterus berkontraksi.


Dilatasi dan diameter serviks dapat diketahui melalui

pemeriksaan intravagina. Berdasarkan diameter pembukaan serviks,

proses ini terbagi dalam 2 fase, yaitu :


1. Fase laten
Berlangsung selama kurang lebih 8 jam. Pembukaan terjadi

sangat lambat sampai mencapai diameter 3 cm.


2. Fase aktif
Dibagi dalam 3 fase.
2.1. Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm kini

menjadi 4 cm.
2.2. Fase dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan

berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.


2.3. Fase deselerasi. Pembukaan melambat kembali, dalam waktu

2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi 10 cm atau lengakp.

Pembukaan lengkap berarti serviks dalam keadaan tak teraba

dan diameter lubang serviks adalah 10 cm.


Fase diatas dijumpai pada primigravida. Pada multigravida

tahapannya sama namun waktunya lebih cepat untuk setiap fasenya.

Kala I selesai apabila pembukaan serviks telah lengkap. Pada

primigravida berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada

multigravida kira-kira 7 jam.


Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida

dan multigravida. Pada primigravida ostium uteri internum akan

membuka lebih dahulu sehingga serviks akan mendatar dan menipis,

kemudian ostium uteri eksternum membuka. Namun pada

106
multigravida, ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan

pendataran serviks terjadi dalam waktu yang sama.


Pendataran dan dilatasi serviks melonggarkan membran dari

daerah internal os dengan sedikit perdarahan dan menyebabkan lendir

bebas dari sumbatan atau operculum. Terbebasnya lendir dari

sumbatan ini menyebabkan terbentuknya tonjolan selaput ketuban

yang teraba saat dilakukan pemeriksaan dalam. Pengeluaran lendir

dan darah ini disebut sebagai “show” atau “bloody show” yang

mengindikasikan telah dimulainya proses persalinan.


3) Ketuban
Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan sudah

hampir atau sudah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan

ketika pembukkan sudah lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum

pembukaan 3 cm, disebut Ketuban Pecah Dini (KPD).


4) Tekanan darah
1. Tekanan darah akan meningkat selama kontraksi disertai peningkatan

sistolik rata-rata 10-20 mmHg dan diastolik rata-rata 5-10 mmHg.


2. Pada waktu-waktu diantara kontraksi tekanan darah kembali ketingkat

sebelum persalinan.
3. Dengan mengubah posisi tubuh dari tidur terlentang ke posisi miring,

perubahan tekanan darah selama kontraksi dapat dihindari.


4. Nyeri, rasa takut dan kekhawatiran dapat semakin meningkatkan

tekanan darah (TIM, 2009 : 29).


5. Apabila pasien merasa takut atau khawatir, pertimbangkan

kemungkinan bahwa rasa takutnya menyebabkan peningkatan tekanan

darah (bukan preeklampsi). Cek parameter lain untuk menyingkirkan

kemungkinan pre-eklampsi. Berikan perawatan dan obat-obat

penunjang yang dapat merelaksasi pasien sebelum menegakkan

107
diagnosis akhir, jika preeklampsi tidak terbukti (Salemba Medika,

2010 : 67).
5) Metabolisme
Selama persalinan baik metabolisme karbohidrat aerobik

maupun anaerobik akan naik secara perlahan. Kenaikan ini sebagian

besar disebabkan oleh kecemasan serta kegiatan otot kerangka tubuh.

Kegiatan metabolisme yang meningkat tercermin dengan kenaikan suhu

tubuh, denyut nadi, pernafasan, kardiac output, dan kehilangan cairan

(Fitramaya, 2010 : 59).


6) Suhu tubuh
Suhu tubuh sedikit meningkat selama persalinan dan tertinggi

selama dan segera setelah melahirkan. Perubahan suhu dianggap normal

bila peningkatan suhu yang tidak lebih dari 0,5-1 ºC yang mencerminkan

peningkatan metabolisme selama persalinan (TIM, 2009 : 29).


Peningkatan suhu tubuh sedikit adalah normal dalam persalinan,

namun bila persalinan berlangsung lebih lama peningkatan suhu tubuh

dapat mengindikasikan dehidrasi, sehingga parameter lain harus dicek.

Begitu pula pada kasuk ketuban pecah dini, peningkatan suhu dapat

mengindikasikan infeksi dan tidak dapat dianggap normal pada keadaan

ini (Salemba Medika, 2010 : 67).


7) Detak jantung
Perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai peningkatan

selama fase peningkatan, penurunan selama titik puncak sampai

frekuensi yang lebih rendah daripada frekuensi diantara kontraksi dan

peningkatan selama fase penurunan hingga mencapai frekuensi lazim

diantara kontraksi (TIM, 2009 : 30).

108
Penurunan yang mencolok selama puncak kontraksi uterus tidak

terjadi jika wanita berada dalam posisi miring bukan dalam posisi

terlentang (Fitramaya, 2009 : 59).


Frekuensi denyut nadi diantara kontraksi sedikit lebih tinggi

dibanding selama periode menjelang persalinan. Hal ini mencerminkan

peningkatan metabolisme yang terjadi selama persalinan. Sedikit

peningkatan denyut jantung dianggap normal, maka diperlukan

pengecekan parameter lain untuk menyingkirkan kemungkinan proses

infeksi (Salemba, 2010 : 67).


8) Pernapasan
a. Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan dianggap normal selama

persalinan, hal tersebut mencerminkan peningkatan metabolisme.

Meskipun sulit untuk memperoleh temuan yang akurat mengenai

frekuensi pernapasan, karena sangat dipengaruhi oleh rasa senang,

nyeri, rasa takut, dan penggunaan teknik pernapasan.


b. Hiperventilasi yang memanjang adalah temuan abnormal dan dapat

menyebabkan alkolisis. Amati pernapasan pasien dan bantu ia

mengendalikannya untuk menghindari hiperventilasi berkelanjutan,

yang ditandai oleh rasa kesemutan pada ekstremitas dan perasaan

pusing (Salemba, 2010 : 68).


9) Perubahan Renal (Berkaitan Dengan Ginjal)
a. Poliuri sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat diakibatkan

peningkatan lebih lanjut curah jantung selama persalinan dan

kemungkinan peningkatan laju filtrasi glomerulus dan aliran plasma

ginjal. Poliuria menjadi kurang jelas pada posisi telentang karena

109
posisi ini membuat aliran urin berkurang selama persalinan (TIM, 2009

: 30).
b. Kandung kemih harus sering dievaluasi (setiap dua jam) untuk

mengetahui adanya distensi, juga harus dikosongkan untuk mencegah

obstruksi persalinan akibat kandung kemih yang penuh, yang akan

mencegah penurunan bagian presentasi janin, dan trauma pada

kandung kemih akibat penekanan yang lama, yang akan menyebabkan

hipotonia kandung kemih dan retensi urin selama periode

pascapersalinan (Salemba, 2010 : 68).


c. Protein dalam urine (+1) selama persalinan merupakan hal yang wajar,

tetapi proteinuria (+2) merupakan hal yang tidak wajar, keadaan ini

lebih sering pada ibu primipara anemia, persalinan lama atau pada

kasus pre eklampsi (Fitramaya, 2010 : 60).


10) Gastrointestinal
a. Motilitas dan absorpsi lambung terhadap makanan padat jauh berkurang.

Apabila kondisi ini diperburuk oleh penurunan lebih lanjut sekresi asam

lambung selama persalinan, maka saluran cerna bekerja dengan lambat

sehingga waktu pengosongan lambung menjadi lebih lama. Cairan tidak

dipengaruhi oleh waktu yang dibutuhkan untuk pencernaan di lambung

tetap seperti biasa. Makanan yang dimakan selama periode menjelang

persalinan atau fase prodormal atau fase laten persalinan cenderung akan

tetap berada di dalam lambung selama persalinan.


b. Lambung yang penuh dapat menimbulkan ketidaknyamanan selama

masa transisi. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk tidak makan

dalam porsi besar atau minum berlebihan, tetapi makan dan minum

ketika keinginan timbul guna mempertahankan energi dan hidrasi.

110
c. Mual dan muntah umum terjadi selama fase transisi yang menandai

akhir fase pertama persalinan. Pemberian obat-obatan oral tidak efektif

selama persalinan. Perubahan saluran cerna kemungkinan timbul

sebagai respon terhadap salah satu kombinasi antara faktor-faktor seperti

kontraksi uterus, nyeri, rasa takut, khawatir, obat atau komplikasi

(Salemba, 2010 : 69).


11) Hematologi
a. Hemoglobin meningkat rata-rata 1,2 mg% selama persalinan dan

kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari pertama pascapersalinan

jika tidak ada kehilangan darah yang abnormal (TIM, 2009 : 31).
b. Jangan terburu-buru yakin bahwa seorang pasien tidak anemia. Tes

darah yang menunjukka kadar darah berada dalam batas normal

membuat kita terkecoh sehingga mengabaikan peningkatan resiko pada

pasien anemia selama masa persalinan (Salemba, 2010 : 69).


c. Selama persalinan, waktu koagulasi darah berkurang dan terdapat

peningkatan fibrinogen plasma lebih lanjut. Perubahan ini menurunkan

resiko perdarahan pascapersalinan pada pasien normal (Salemba, 2010 :

69).
d. Hitung sel darah putih secara progresif meningkat selama kala I sebesar

kurang lebih 5 ribu/ul hingga jumlah rata-rata 15 ribu/ul pada saat

pembukaan lengkap, tidak ada peningkatan lebih lanjut setelah ini.

Peningkatan hitung sel darah putih tidak selalu mengindikasikan proses

infeksi ketika jumlah ini dicapai. Apabila jumlahnya jauh di atas nilai

ini, cek parameter lain untuk mengetahui adanya proses infeksi

(Salemba, 2010 : 69).

111
e. Gula darah akan turun selama persalinan dan akan turun secara

menyolok pada persalinan yang mengalami penyulit atau persalinan

lama, hal ini disebabkan karena kegiatan uterus dan otot-otot kerangka

tubuh. Penggunaan uji laboratorium untuk penapisan ibu yang menderita

diabetes melitus akan memberikan hasil yang tidak tepat dan tidak

diandalkan (Fitramya, 2010 : 61).

b. Teori Patograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu

persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik. Tujuan umum

dari penggunaan partograf adalah untuk :


1. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai

pembukaan serviks melalui periksa dalam.


2. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan

demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya

partus lama.
3. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi

bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa

yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan

klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu

dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan

bayi baru lahir.


Jika digunakan secara tepat dan konsisten, partograf akan membantu

penolong persalinan untuk mencatat kemajuan persalinan, mencatat

kondisi ibu dan janinnya, mencatat asuhan yang diberikan selama

persalinan dan kelahiran, menggunakan informasi yang tercatat untuk

112
identifikasi dini penyulit persalinan, dan menggunakan informasi yang

tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat.


Partograf harus digunakan :
1. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan

elemen penting dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan

untuk semua persalinan, baik normal maupun patologis. Partograf

sangat membantu penolong persalinan dalam memantau,

mengevaluasi dan membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan

penyulit maupun yang tidak disertai dengan penyulit.


2. Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskesmas,

klinik bidan swasta, rumah sakit, dll).


3. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan

asuhan persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis

Obstetri, Bidan, Dokter Umum, Residen dan Mahasiswa Kedokteran).


Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan

bayinya mendapatkan asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta

membantu mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam

keselamatan jiwa mereka.


a) Pencatatan Selama Fase Laten Kala Satu Persalinan
Seperti yang sudah dibahas, kala satu persalinan terdiri dari dua

fase, yaitu fase laten dan fase aktif yang diacu pada pembukaan serviks :
 Fase laten : pembukaan serviks kurang dari 4 cm.
 Fase aktif : pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm
Selama fase laten, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan

harus dicatat. Hal ini dapat dicatat secara terpisah, baik dicatatan

kemajuan persalinan maupun di Buku KIA atau Kartu Menuju Sehat

(KMS) Ibu Hamil. Tanggal dan waktu harus dituliskan setiap kali harus

membuat catatan selama fase laten persalinan. Semua asuhan dan

113
intervensi juga harus dicatatkan. Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai

dan dicatat secara seksama, yaitu :


 Denyut jantung janin : setiap ½ jam
 Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap ½ jam
 Nadi : setiap ½ jam
 Pembukaan serviks : setiap 4 jam
 Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam
 Produksi urin, aseton, dan protein : setiap 2 jam
Jika ditemui gejala dan tanda penyulit, penilaian kondisi ibu dan

bayi harus lebih sering dilakukan. Lakukan tindakan yang sesuai apabila

pada diagnosa disebutkan adanya penyulit dalam persalinan. Jika

frekuensi kontraksi berkurang dalam satu atau dua jam pertama, nilai

ulang kesehatan dan kondisi aktual ibu dan bayinya. Bila tidak ada tanda-

tanda kegawatan atau penyulit, ibu boleh pulang dengan instruksi untuk

kembali jika kontraksinya menjadi teratur, intensitasnya makin kuat dan

frekuensinya meningkat. Apabila asuhan persalinan dilakukan di rumah,

penolong persalinan hanya boleh meninggalkan ibu setelah dipastikan

bahwa ibu dan bayinya dalam kondisi baik. Pesankan pada ibu dan

keluarganya untuk menghubungi kembali penolong persalinan jika terjadi

peningkatan frekuensi kontraksi. Rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang

sesuai jika fase laten berlangsung lebih dari 8 jam.


b) Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan : Partograf
Halaman depan partograf menginstruksikan observasi dimulai

pada fase aktif persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk

mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan, yaitu :


 Informasi tentang ibu :
1) Nama, umur
2) Gravida, para, abortus (keguguran)
3) Nomor catatan medik/nomor puskesmas

114
4) Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal, dan

waktu penolong persalinan mulai merawat ibu)


5) Waktu pecahnya selaput ketuban
 Kondisi janin
1) DJJ
2) Warna dan adanya air ketuban
3) Penyusupan (molase) kepala janin
 Kemajuan persalinan
1) Pembukaan serviks
2) Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin
3) Garis waspada dan garis bertindak
 Jam dan waktu
1) Waktu mulainya fase aktif persalinan
2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian
 Kontraksi uterus
1) Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit
2) Lama kontraksi (dalam detik)
 Obat-obatan dan cairan yang diberikan
1) Oksitosin
2) Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan
 Kondisi ibu
1) Nadi, tekanan darah dan temperatur
2) Urin (volume, aseton, atau protein)
Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom

yang tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan).


c. Mencatat Temuan Pada Partograf
 Informasi tentang ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai

asuhan persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai : ‘jam atau

pukul’ pada partograf) dan perhatikan kemungkinan ibu datang dalam

fase laten. Catat waktu pecahnya selaput ketuban.


 Kondisi janin
Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan denyut

jantung janin (DJJ), air ketuban dan penyusupan (kepala janin).


1) Denyut jantung janin
Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih

sering jika ada tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak di bagian

atas partograf menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di

115
sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan

memberi tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang

menunjukkan DJJ. Kemudian hubungan yang satu dengan titik

lainnya dengan garis tegas dan bersambung. Kisaran normal DJJ

terpapar pada partograf di antara garis tebal pada angka 180 dan

100. Sebaiknya, penolong harus waspada bila DJJ mengarah

hingga di bawah 120 atau di atas 160.


2) Warna dan adanya air ketuban
Nilai air kondisi ketuban setiap kali melakukan periksa dalam dan

nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan-

temuan dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ. Gunakan

lambang-lambang berikut ini :


1. U : selaput ketuban utuh (belum pecah)
2. J : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
3. M : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur

mekoneum
4. D : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur

darah
5. K : selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak

mengalir lagi (“kering”).


Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan

adanya gawat janin. Jika terdapat mekonium, pantau DJJ

dengan seksama untuk mengenali tanda-tanda gawat janin

selama proses persalinan. Jika ada tanda-tanda gawat janin

(denyut jantung janin < 100 atau > 180 kali per menit) maka

ibu harus segera dirujuk. Tetapi jika terdapat mekonium kental,

116
segera rujuk ibu ke tempat yang memiliki kemampuan

penatalaksanaan gawatdarurat obstetri dan bayi baru lahir.


3) Penyusupan (Molase) Tulang Kepala Janin
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala

bayi dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang)

panggul ibu. Semakin besar derajat penyusupan atau tumpang

tindih antar tulang kepala semakin menunjukkan resiko

disproporsi kepala-panggul maka penting untuk tetap memantau

kondisi janin serta kemajuan persalinan. Lakukan tindakan

pertolongan awal yang sesuai dan rujuk ibu dengan dugaan

proporsi kepala-panggul (CPD) ke fasilitas kesehatan rujukan.

Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar

tulang (molase) kepala janin. Catat temuan yang ada dikotak yang

sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang-lambang

berikut ini :
1. 0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah

dapat dipalpasi
2. 1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
3. 2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi

masih dapat dipisahkan


4. 3 : tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat

dipisahkan
 Kemajuan persalinan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan

kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera di kolom paling kiri

adalah besarnya dilatasi serviks dalam satuan centimeter dan

menempati lajur dan kotak tersendiri. Perubahan nilai atau

117
perpindahan lajur satu ke lajur yang lain menunjukkan penambahan

dilatasi serviks sebesar 1 cm. Pada lajur dan kotak yang mencatat

penurunan bagian terbawah janin tercantum angka 1-5 yang sesuai

dengan metode perlimaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Setiap kotak segi empat atau kubus menunjukkan waktu 30 menit

untuk pencatatan waktu pemeriksaan, denyut jantung janin, kontraksi

uterus dan frekuensi nadi ibu.


a) Pembukaan serviks
Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian.

Pemeriksaan fisik dalam bab ini, nilai dan catat pembukaan

serviks setiap 4 jam (dilakukan juga jika ada indikasi). Saat ibu

berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap

temuan dari setiap pemeriksaan. Tanda ‘X’ harus dicantumkan di

garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks.


Perhatikan :
1. Pilih angka pada tepi kiri luar kolom pembukaan serviks yang

sesuai dengan besarnya pembukaan serviks pada fase aktif

persalinan yang diperoleh dari hasil periksa dalam.


2. Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan, temuan

(pembukaan serviks) dari hasil periksa dalam harus

dicantumkan pada garis waspada. Pilih angka yang sesuai

dengan bukaan serviks (hasil periksa dalam) dan cantumkan

tanda ‘X’ pada ordinal atau titik silang garis dilatasi serviks

dan garis waspada.


3. Hubungkan tanda ‘X’ dari setiap pemeriksaan dengan garis

utuh (tidak terputus).


b) Penurunan bagian terbawah janin

118
Setiap kali melakukan periksa dalam (setiap 4 jam), atau lebih

sering (jika ditemukan tanda-tanda penyulit). Cantumkan hasil

pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan) yang menunjukkan

seberapa jauh bagian terbawah janin telah memasuki rongga

panggul. Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks

selalu diikuti dengan turunnya bagian terbawah janin. Tapi

adakalanya, penurunan bagian terbawah janin baru terjadi setelah

pembukaan serviks mencapai 7 cm.


Tulisan “turunnya kepala” dan garis tidak putus dari 0-5, tertera di

sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda

‘O’ yang ditulis pada garis waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika

hasil pemeriksaan palpasi kepala di atas simfisis pubis adalah 4/5

maka tuliskan tanda “O” di garis angka 4. Hubungkan tanda “O”

dari setiap pemeriksaan dengan garis tidak putus.


c) Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir

pada titik di mana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju

pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif

persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika pembukaan serviks

mengarah ke sebelah kanan garis waspada (pembukaan kurang

dari 1 cm per jam), maka harus dipertimbangkan adanya penyulit

(misalnya : fase aktif yang memanjang, serviks kaku, atau insersia

uteri hipotonik, dll). Pertimbangkan perlunya melakukan

intervensi bermanfaat yang diperlukan, misalnya : persiapan

rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit atau

119
puskesmas) yang memiliki kemampuan untuk menatalaksana

penyulit dan gawatdarurat obstetri. Garis bertindak tertera sejajar

dan di sebelah kanan (berjarak 4 cm) garis waspada. Jika

pembukaan serviks telah melampaui dan berada di sebelah kanan

garis bertindak maka hal ini menunjukkan perlu dilakukan

tindakan untuk menyelesaikan persalinan. Sebaiknya, ibu harus

sudah berada di tempat rujukan sebelum garis bertindak

terlampaui.
 Jam dan waktu
a) Waktu mulainya fase aktif persalinan
Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunan)

tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-12. Setiap kotak

menyatakan satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan.


b) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian
Di bawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera

kotak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat pemeriksaan

dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan berkaitan

dengan dua kotak waktu tiga puluh menit yang berhubungan

dengan lajur untuk pencatatan pembukaan serviks. DJJ di bagian

atas dan lajur kontraksi dan nadi ibu di bagian bawah. Saat ibu

masuk dalam fase aktif persalinan, cantumkan pembukaan serviks

di garis waspada. Kemudian catatkan waktu aktual pemeriksaan

ini di kotak waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika hasil periksa

dalam menunjukkan pembukaan serviks adalah 6 cm pada pukul

15.00, cantumkan tanda ‘X’ di garis waspada yang sesuai dengan

lajur angka 6 yang tertera di sisi luar kolom paling kiri dan catat

120
waktu aktual di kotak pada lajur waktu di bawah lajur pembukaan

(kotak ketiga dari kiri).

 Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf, terdapat lima kotak dengan tulisan

“kontraksi per 10 menit” di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap

kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat

jumlah kontraksi dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan

detik. Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit

dengan cara mengisi kotak kontraksi yang tersedia dan disesuaikan

dengan angka yang mencerminkan temuan dari hasil pemeriksaan

kontraksi. Sebagai contoh jika ibu mengalami 3 kontraksi dalam

waktu satu kali 10 menit, maka lakukan pengisian pada 3 kotak

kontraksi. Nyatakan lamanya kontraksi dengan beri titik-titik dikotak

jika kontraksi lamanya kurang dari 20 detik, beri garis-garis dikotak

yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya 20-40 detik,

dan isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang

lamanya lebih dari 40 detik.


 Obat-obatan dan cairan yang diberikan
Di bawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak

untuk mencatat oksitosin, obat-obatan lainnya dan cairan IV. Bagian

ini dapat juga digunakan untuk mencatat jumlah asupan yang

diberikan.
a) Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap

30 menit jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan

IV dan dalam satuan tetesan per menit.

121
b) Obat-obatan lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV

dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktunya.


 Kondisi ibu
Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf,

terdapat kotak atau ruang untuk mencatat kondisi kesehatan dan

kenyamanan ibu selama persalinan.


a) Nadi, tekanan darah, dan suhu
Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi

dan tekanan darah ibu.


1. Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif

persalinan (lebih sering jika diduga adanya penyulit). Beri

tanda titik pada kolom waktu yang sesuai.


2. Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase

aktif persalinan (lebih sering jika diduga adanya penyulit).

Beri tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang

sesuai.
3. Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika terjadi

peningkatan mendadak atau diduga infeksi) setiap 2 jam dan

catat temperatur tubuh dalam kotak yang sesuai.


b) Volume urin, protein atau asteon
Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam

(setiap kali ibu berkemih). Jika memungkinkan, setiap kali ibu

berkemih, lakukan pemeriksaan aseton dan protein dalam urin.


 Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di

sisi luar kolom partograf, atau buat catatan terpisah tentang kemajuan

persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu saat membuat catatan

persalinan.
Asuhan, pengamatan dan/atau keputusan klinik mencakup :

122
a) Jumlah cairan per oral yang diberikan
b) Keluhan sakit kepala atau penglihatan (pandangan) kabur
c) Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (Obgin, bidan,

dokter umum)
d) Persiapan sebelum melakukan rujukan
e) Upaya, jenis, dan lokasi fasilitas rujukan
d. Pencatatan pada lembar belakang partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal-hal

yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran bayi, serta tindakan-

tindakan yang dilakukan sejak kala I hingga kala IV dan bayi baru

lahir. Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai catatan persalinan. Nilai

dan catatkan asuhan yang diberikan kepada ibu selama masa nifas

(terutama pada kala empat persalinan) untuk memungkinkan penolong

persalinan mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik

yang sesuai. Dokumentasi ini sangat penting, terutama untuk membuat

keputusan klinik (misalnya, pencegahan perdarahan pada kala IV

persalinan). Selain itu, catatan persalinan (lengkap dan benar) dapat

digunakan untuk menilai/memantau sejauh mana pelaksanaan asuhan

persalinan yang aman dan bersih telah dilakukan.


Catatan persalinan adalah terdiri dari unsur-unsur berikut :
1. Data atau informasi umum
2. Kala I
3. Kala II
4. Kala III
5. Bayi baru lahir
6. Kala IV (JNPK-KR, 2008 : 57).

d. Perubahan Psikologi Kala I


1) Kala I Fase Laten
Pada awal persalinan, kadang pasien belum cukup yakin bahwa

ia akan benar-benar melahirkan meskipun tanda persalinan sudah

cukup jelas. Pada tahap ini penting bagi orang terdekat dan bidan untuk

123
menyakinkan dan memberikan support mental terhadap kemajuan

perkembangan persalinan.
Seiring dengan kemajuan proses persalinan dan intensitas rasa

sakit akibat his yang meningkat, pasien akan mulai merasakan putus

asa dan lelah. Ia akan selalu menanyakan apakah ini sudah hampir

berakhir ? Pasien akan senang setiap kali dilakukan pemeriksaan dalam

(vaginal touche) dan berharap bahwa hasil pemeriksaan mengindikasi

bahwa proses persalinan akan segera berakhir.


Beberapa pasien akhirnya dapat mencapai suatu coping

mechanism terhadap rasa sakit yang timbul akibat, misalnya dengan

pengaturan nafas atau dengan posisi yang dirasa paling nyaman dan

pasien dapat menerima keadaan bahwa ia harus menghadapi tahap

persalinan dari awal sampai selesai.


2) Kala I Fase Aktif
Memasuki kala I fase aktif, sebagian besar pasien akan

mengalami penurunan stamina dan sudah tidak mampu lagi untuk

turun dari tempat tidur, terutama pada primipara. Pada fase ini pasien

sangat tidak suka jika diajak bicara atau diberi nasehat mengenai apa

yang seharusnya ia lakukan. Ia lebih fokus untuk berjuang

mengendalikan rasa sakit dan keinginan untuk meneran. Jika ia tidak

dapat mengendalikan rasa sakit dengan pengaturan nafas dengan benar,

maka ia akan mulai menangis atau bahkan berteriak-teriak dan

mungkin akan meluapkan kemarahan kepada suami atau orang

terdekatnya. Perhatian terhadap orang-orang di sekitarnya akan sangat

sedikit berpengaruh, sehingga jika ada keluarga atau teman yang

124
datang untuk memberikan dukungan mental, sama sekali tidak akan

bermanfaat dan mungkin justru akan sangat mengganggunya. Kondisi

ruangan yang tenang dan tidak banyak orang akan sedikit mengurangi

perasaan kesalnya.
Hal yang paling tepat untuk dilakukan adalah membiarkan

pasien mengatasi keadaannya sendiri namun tidak meninggalkannya.

Pada beberapa kasus akan sangat membantu jika suami berada di

sisinya sambil membisikkan doa di telinganya.


3) Kala I Akhir
Menjelang kala II pasien sudah dapat mengatasi kembali rasa

sakit akibat his dan kepercayaan dirinya mulai tumbuh.


Pada fase ini ia akan kembali bersemangat untuk menghadapi

persalinannya. Ia akan fokus dengan instruksi yang diberikan oleh

bidan. Pada fase ini ia sangat membutuhkan dukungan mental untuk

tahap persalinan berikutnya dan apresiasi terhadap keberhasilannya

dalam melewati tahap-tahap (Salemba, 2010 : 72).

e. Perubahan Fisiologis Kala II


1) Kontraksi dan Dorongan Otot-Otot Dinding Uterus
Pada kala II, kontraksi uterus menjadi lebih kuat dan lebih cepat yaitu 2

menit sekali dengan durasi > 40 detik, dan intensitas semakin lama

semakin kuat. Karena biasanya pada tahap ini kepala janin sudah masuk

dalam ruang panggul, maka pada his dirasakan adanya tekanan pada

otot-otot dasar panggul, maka pada his dirasakan adanya tekanan pada

otot-otot dasar panggul yang secara refleks menimbulkan rasa ingin

meneran. Pasien merasakan adanya tekanan pada rektum dan merasa

seperti ingin BAB.


1. Uterus

125
Saat ada his, uterus teraba sangat keras karena seluruh ototnya

berkontraksi. Proses ini akan efektif hanya jika his bersifat fundal

dominan, yaitu kontraksi didominasi oleh otot fundus yang menarik

otot bawah rahim ke atas sehingga akan menyebabkan pembukaan

serviks dan dorongan janin ke bawah secara alami.


2. Serviks
Pada kala II, serviks sudah menipis dan dilatasi maksimal. Saat

dilakukan pemeriksaan dalam, portio sudah tak teraba dengan

pembukaan 10 cm.
3. Pergeseran organ dasar panggul
Tekanan pada otot dasar panggul oleh kepala janin akan

menyebabkan pasien ingin meneran, serta diikuti dengan perineum

yang menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia

mulai membuka dan tak lama kemudian kepala janin tampak pada

vulva saat ada his.


4. Ekspulsi janin
Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin sudah tidak

masuk lagi di luar his. Dengan his serta kekuatan meneran maksimal,

kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis,

kemudian dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat

sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan anggota

tubuh bayi. Pada primigravida, kala II berlangsung kira-kira satu

setengah jam sedangkan pada multigravida setengah jam.


5. Tekanan darah
Tekanan darah dapat meningkat lagi 15-25 mmHg selama kala II

persalinan. Upaya meneran juga akan mempengaruhi tekanan darah,

dapat meningkat dan kemudian menurun kemudian akhirnya kembali

126
lagi sedikit di atas normal. Rata-rata normal peningkatan tekanan

darah selama kala II adalah 10 mmHg.


6. Metabolisme
Peningkatan metabolisme terus berlanjut hingga kala II persalinan.

Upaya meneran pasien menambah aktivitas otot-otot rangka

sehingga meningkatkan metabolisme.


7. Denyut nadi
Frekuensi denyut nadi bervariasi tiap kali pasien meneran. Secara

keseluruhan frekuensi nadi meningkat selama kala II disertai

takikardi yang nyata ketika mencapai puncak menjelang kelahiran

bayi.
8. Suhu
Peningkatan suhu tertinggi terjadi pada saat proses persalinan dan

segera setelahnya peningkatan suhu normal adalah 0,5-1 ºC.


9. Pernapasan
Pernapasan sama seperti kala I persalinan.
10. Perubahan gastrointestinal
Penurunan motilitas lambung dan absorbsi yang hebat berlanjut

sampai pada kala II. Biasanya mual dan muntah pada saat transisi

akan mereda selama kala II persalinan, tetapi bisa terus ada pada

beberapa pasien. Bila terjadi muntah, normalnya hanya sesekali.

Muntah yang konstan dan menetap selama persalinan merupakan

hal yang abnormal dan mungkin merupakan indikasi dari

komplikasi obstetrik, seperti ruptur uterus, atau toksemia.


11. Perubahan ginjal
Perubahan pada organ ini sama seperti pada kala I persalinan.
12. Perubahan hematologi
Perubahan pada sistem hematologi sama dengan pada kala I

persalinan (Salemba Medika, 2010 : 101).

i. Asuhan Sayang Ibu dan Posisi Meneran


a. Asuhan Sayang Ibu

127
1. Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang umum, berdasarkan temuan

(evidence based), dan turut meningkatkan angka kelangsungan

hidup ibu.
2. Asuhan sayang ibu membantu pasien merasa nyaman dan aman

selama proses persalinan yaitu dengan menghargai kebiasaan

budaya, praktik keagamaan dan kepercayaan (apabila kebiasaan

tersebut aman), serta melibatkan pasien dan keluarga sebagai

pembuat keputusan, secara emosional sifatnya mendukung. Asuhan

sayang ibu melindungi hak-hak pasien untuk mendapatkan privasi

dan menggunakan sentuhan hanya seperlunya.


3. Asuhan sayang ibu menghormati kenyataan bahwa kehamilan dan

persalinan merupakan proses alamiah, maka intervensi dan

pengobatan yang tidak perlu untuk proses alamiah ini harus

dihindari.
4. Asuhan sayang ibu berpusat pada pasien dan bukan pada petugas

kesehatan. Selalu melihat dahulu pada cara pengobatan yang

sederhana dan non intervensi sebelum berpaling ke teknologi.

Studi yang telah dilakukan di beberapa pusat kesehatan utama dan

di pusat sarana persalinan telah menunjukkan bahwa intervensi

bergantung pada falsafah pengasuhan dan bukan pada resiko

medisnya. Intervensi yang meningkat tidak akan memperbaiki

hasil, bahkan bisa memperburuk keadaan.


5. Asuhan sayang ibu menjamin bahwa pasien dan keluarganya

diberitahu tentang apa yang sedang terjadi dan apa yang bisa

diharapkan. Sama seperti pada kala I, selama kala II bidan harus

128
menjelaskan apa yang akan dilakukan serta alasannya sebelum

melakukan tindakan (seperti sebelum melakukan pemeriksaan

vagina, mengecek tekanan darah, DJJ, dsb), dan menjelaskan hasil

pemeriksaan yang dilakukannya. Bidan bertugas membantu pasien

untuk memahami apa yang sedang dan akan terjadi selama proses

kelahiran, menghargai peran pasien, peran bidan, dokter, atau

pemberi asuhan lainnya dalam proses kelahiran tersebut.


b. Posisi Meneran dan Cara Meneran
Cara meneran yang dapat diajarkan pada ibu adalah anjurkan ibu untuk

meneran mengikuti dorongan alamiahnya selama kontraksi,

memberitahu ibu untuk tidak menahan napas saat meneran, berhenti

meneran dan beristirahat di antara kontraksi, jika ibu berbaring miring

atau setengah duduk, ia akan lebih mudah untuk meneran jika lutut

ditarik kearah dagu ditempelkan ke dada, minta ibu untuk tidak

mengangkat bokong saat meneran, dan tidak diperbolehkan untuk

mendorong fundus untuk membantu kelahiran bayi. Dorongan pada

fundus meningkatkan resiko distosia bahu dan ruptura uteri.

Peringatkan anggota keluarga ibu untuk tidak mendorong fundus bila

mereka mencoba melakukan itu.


Bagian dari pelaksanaan asuhan sayang ibu adalah membiarkan pasien

memilih sendiri posisi meneran, selain posisi telentang atau litotomi.


Alasan posisi telentang atau litotomi tidak dianjurkan :
a. Pada posisi telentang pembuluh aorta dan vena cava inferior akan

tertekan oleh beban berat janin, uterus, air ketuban, dan plasenta.

Penekanan pembuluh darah besar ini akan mengganggu aliran

129
darah ke janin sehingga janin akan kekurangan suplai oksigen yang

berakibat terjadinya asfiksia intra uterus.


b. Selain itu pasien juga akan merasakan nyeri karena tekanan ini

yang dapat menambah lama kala II. Laserasi perineum pada posisi

ini lebih banyak dijumpai dibandingkan posisi-posisi lain karena

pada posisi ini daya regang panggul tidak dapat maksimal.


c. Posisi litotomi untuk meneran juga tidak dianjurkan karena akan

menyebabkan nyeri pada punggung dan kerusakan saraf kaki yang

dirasakan setelah proses persalinan selesai.


d. Pada posisi ini pasien akan lebih sulit untuk melakukan

pernapasan.
e. Posisi litotomi dan telentang akan membuat proses buang air lebih

sulit.
f. Pasien merasa terbatas dalam melakukan pergerakan.
g. Pasien merasa tidak berdaya ketika dalam posisi telentang apalagi

litotomi, karena posisinya benar-benar seperti menjadi “objek

tindakan”.
h. Proses meneran menjadi lebih sulit karena tekanan pada saraf

panggul minimal.
i. Bisa menambah kemungkinan terjadinya laserasi pada perineum.
j. Bisa menimbulkan kerusakan saraf pada kaki dan punggung.
Macam-macam posisi meneran dan keuntungannya :
a. Posisi jongkok
Memaksimalkan sudut dalam lengkungan carus yang

memungkinkan bahu turun ke panggul dan bukan terhalang

(macet) di atas simfisis pubis.


b. Setengah duduk
Membantu dalam penurunan janin dengan kerja gravitasi,

menurunkan janin ke panggul, dan terus ke dasar panggul. Lebih

130
mudah bagi bidan untuk membimbing kelahiran kepala bayi dan

mengamati / mensupport perineum.


c. Berdiri
Pasien bisa lebih mudah mengosongkan kandung kemihnya, dan

kandung kemih yang kosong akan memudahkan penurunan

kepala. Memperbesar ukuran panggul, menambah 28% ruang

outletnya.
d. Merangkak
Membantu kesehatan janin dalam penurunan lebih dalam ke

panggul. Baik untuk persalinan dengan punggung yang sakit.

Membantu janin dalam melakukan rotasi. Peregangan minimal

pada perineum.
e. Miring ke kiri
Oksigenasi janin maksimal karena dengan miring kiri sirkulasi

darah ibu ke janin lebih lancar. Memberi rasa santai bagi ibu yang

letih. Mencegah terjadinya laserasi (Salemba Medika, 2010 : 103).

f. Mekanisme Persalinan Normal


Persalinan kala II dimulai setelah pembukaan serviks lengkap

dan berakhir dengan lahirnya seluruh badan janin. Inti dari mekanisme

persalinan normal adalah pergerakan kepala janin dalam rongga dasar

panggul untuk menyesuaikan diri dengan luas panggul sehingga kepala

dapat lahir secara spontan. Diameter terbesar kepala janin berusaha

menyesuaikan dengan diameter terbesar dalam ukuran panggul ibu.


Ada tiga ukuran diameter kepala janin yang digunakan sebagai

patokan dalam mekanisme persalinan normal, antara lain :


a. Jarak biparietal
Merupakan diameter melintang terbesar dari kepala janin, dipakai di

dalam definisi penguncian (engagement).


b. Jarak suboksipito bregmatika

131
Jarak antara batas dari leher dan oksiput ke anterior fontanel, ini adalah

diameter yang bersangkutan dengan presentasi kepala.


c. Jarak oksipitomental
Merupakan diameter terbesar dari kepala janin, ini adalah diameter

yang bersangkutan dengan hal presentasi dahi.


Mekanisme persalinan normal terbagi dalam beberapa tahap

gerakan kepala janin di dasar panggul yang diikuti dengan lahirnya seluruh

anggota badan bayi.


a. Penurunan kepala
Terjadi selama proses persalinan karena daya dorong dari kontraksi

uterus yang efektif, posisi, serta kekuatan meneran dari pasien.


b. Penguncian (engagement)
Tahap penurunan pada waktu diameter biparietal dari kepala janin telah

melalui lubang masuk panggul pasien.


c. Fleksi
Dalam proses masuknya kepala janin ke dalam panggul, fleksi menjadi

hal yang sangat penting karena dengan fleksi diameter kepala janin

terkecil dapat bergerak melalui panggul dan uterus menuju dasar

panggul. Pada saat kepala bertemu dengan dasar panggul, tahanannya

akan meningkatkan fleksi menjadi bertambah besar yang sangat

diperlukan agar saat sampai di dasar panggul kepala janin sudah dalam

keadaan fleksi maksimal.

d. Putaran paksi dalam


Putaran internal dari kepala janin akan membuat diameter

anteroposterior (yang lebih panjang) dari kepala menyesuaikan diri

dengan diameter anteroposterior dari panggul pasien. Kepala akan

berputar dari arah diameter kanan, miring ke arah diameter PAP dari

panggul tetapi bahu tetap miring ke kiri, dengan demikian hubungan

132
normal antara as panjang kepala janin dengan as oanjang dari bahu akan

berubah dan leher akan berputar 45º. Hubungan antara kepala dan

panggul ini akan terus berlanjut selama kepala janin masih berada di

dalam panggul.
Pada umumnya rotasi penuh dari kepala ini akan terjadi ketika kepala

telah sampai di dasar panggul atau segera setelah itu. Perputaran kepala

yang dini kadang-kadang terjadi pada multipara atau pasien yang

mempunyai kontraksi efisisien.


e. Lahirnya kepala dengan cara ekstensi
Cara kelahiran ini untuk kepala dengan posisi oksiput posterior. Proses

ini terjadi karena gaya tahanan dari dasar panggul, dimana gaya tersebut

membentuk lengkungan carus, yang mengarahkan kepala ke atas

menuju lorong vulva. Bagian leher belakang di bawah oksiput akan

bergeser ke bawah simfisis pubis dan bekerja sebagai titik poros

(hipomoklion). Uterus yang berkontraksi kemudian memberikan

tekanan tambahan di kepala yang menyebabkan ekstensi lebih lanjut

saat lubang vulva-vagina membuka lebar.


f. Restitusi
Restitusi ialah perputaran kepala sebesar 45 derajat baik ke kanan atau

ke kiri, bergantung kepala arah dimana ia mengikuti perputaran menuju

posisi oksiput anterior.


g. Putaran paksi luar
Putaran ini terjadi secara bersamaan dengan putaran internal dari bahu.

Pada saat kepala janin mencapai dasar panggul, bahu akan mengalami

perputaran dalam arah yang sama dengan kepala janin agar terletak

dalam diameter yang besar dari rongga panggul. Bahu anterior akan

133
terlihat pada lubang vulva-vaginal, dimana ia akan bergeser di bawah

simfisis pubis.
h. Lahirnya bahu dan seluruh anggota badan bayi
Bahu posterior akan menggembungkan perineum dan kemudian

dilahirkan dengan cara fleksi lateral. Setelah bahu dilahirkan, seluruh

tubuh janin lainnya akan dilahirkan mengikuti sumbu carus (Salemba

Medika, 2010 : 109).

g. Perubahan Fisiologi Kala III


1. Mekanisme Pelepasan Plasenta
Segera setelah bayi dan air ketuban sudah tidak berada di dalam

uterus, kontraksi uterus akan terus berlangsung dan ukuran rongganya

akan mengecil. Pengurangan dalam ukuran ini akan menyebabkan

pengurangan dalam ukuran situs penyambungan plasenta. Oleh karena itu

situs sambungan tersebut menjadi lebih kecil, plasenta menjadi lebih tebal

dan mengkerut serta memisahkan diri dari dinding uterus.


Permulaan proses pemisahan diri dari dinding uterus atau

pelepasan plasenta.
a. Menurut Duncan
Plasenta lepas mulai dari bagian pinggir (marginal) disertai dengan

adanya tanda darah yang keluar dari vagina apabila plasenta mulai

terlepas.
b. Menurut Schultz
Plasenta lepas mulai dari bagian tengah (sentral) dengan tanda adanya

pemanjangan tali pusat yang terlihat di vagina.


c. Terjadi serempak atau kombinasi dari keduanya.
Sebagian dari pembuluh-pembuluh darah yang kecil akan robek

saat plasenta terlepas. Situs plasenta akan berdarah terus sampai uterus

seluruhnya berkontraksi. Setelah plasenta lahir, seluruh dinding uterus

134
akan berkontraksi dan menekan seluruh pembuluh darah yang akhirnya

akan menghentikan perdarahan dari situs plasenta tersebut.


Uterus tidak bisa sepenuhnya berkontraksi hingga bagian plasenta

lahir seluruhnya. Oleh karena itu, kelahiran yang cepat dari plasenta segera

setelah ia melepas dari dinding uterus merupakan tujuan dari

penatalaksanaan kebidanan dari kala III yang kompeten (Salemba Medika,

2010 : 157).
Tanda-tanda klinis pelepasan plasenta :
1. Semburan darah
Semburan darah ini disebabkan karena penyumbat retroplasenter pecah

saat plasenta lepas.


2. Pemanjangan tali pusat
Hal ini disebabkan karena plasenta turun ke segmen uterus yang lebih

bawah atau rongga vagina.


3. Perubahan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular (bulat).
Perubahan bentuk ini disebabkan oleh kontraksi uterus.
4. Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus naik di dalam abdomen
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sesaat setelah plasenta lepas

TFU akan naik, hal ini disebabkan oleh adanya pergerakan plasenta ke

segmen uterus yang lebih bawah (Salemba, 2010 : 158).


2. Teknik Pengecekan Pelepasan Plasenta
Selain mengamati tanda-tanda klinis di atas, bidan dapat juga

melakukan perasat mengecek pelepasan plasenta.


Tiga perasat yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Perasat Kustner
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat, sementara

tangan kiri menekan atas simfisis. Bila tali pusat masuk kembali ke

dalam vagina berarti plasenta belum lepas, bila plasenta tetap atau

tidak masuk ke dalam vagina berarti plasenta sudah lepas.


2. Perasat Strassman
Perasat ini dilakukan dengan mengetok-ngetok fundus uterus dengan

tangan kiri dan tangan kanan meregangkan tali pusat sambil merasakan

135
apakah ada getaran yang ditimbulkan dari gerakan tangan kiri. Jika

terasa ada getaran, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus,

jika tidak terasa ada getaran berarti plasenta sudah lepas.


3. Perasat Klein
Untuk melakukan perasat ini, minta pasien untuk meneran, jika tali

pusat tampak turun atau bertambah panjang berarti plasenta telah lepas,

begitu juga sebaliknya (Salemba Medika, 2010 : 159).


4. Perasat Manuaba
Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim, sedangkan

tangan kanan memegang dan mengencangkan tali pusat. Kedua tangan

ditarik berlawanan, dapat terjadi : tarikan terasa berat dan tali pusat

tidak memanjang, berarti plasenta belum lepas. Tarikan terasa ringan

(mudah) dan tali pusat memanjang, berarti plasenta telah lepas

(Manuaba, 2010 : 189).


5. Plasenta dilahirkan secara Crede dengan dorongan pada fundus uteri.
3. Manajemen Aktif Kala III
a. Definisi
Manajemen aktif kala III adalah mengupayakan kala III selesai

secepat mungkin dengan melakukan langkah-langkah yang memungkinkan

plasenta lepas dan lahir lebih cepat (Salemba Medika, 2010 : 159).
b. Tujuan
1. Mengurangi kejadian perdarahan pascamelahirkan.
2. Mengurangi lamanya kala III.
3. Mengurangi penggunaan transfusi darah.
4. Mengurangi penggunaan terapi oksitosin.
c. Komponen Manajemen Aktif Kala III
1. Pemberian oksitosin IM segera setelah bayi lahir (maksimal 2 menit).
2. Tali pusat diklem.
3. Plasenta dilahirkan melalui peregangan tali pusat terkendali dengan

menahan fundus uterus secara dorsokranial (arah ke atas dan ke

belakang).

136
4. Begitu plasenta dilahirkan, lakukan massae pada fundus uterus secara

sirkulasi agar uterus tetap berkontraksi dengan baik serta untuk

mendorong ke luar setiap gumpalan darah yang ada dalam uterus

(Salemba Medika, 2010 : 160).


d. Tindakan Manajemen Aktif Kala III Beserta Alasannya
1. Jepit dan gunting tali pusat sedini mungkin. Penjepitan tali pusat sedini

mungkin akan mempercepat proses perubahan sirkulasi darah pada

bayi baru lahir.


2. Motivasi keluarga untuk menempatkan bayi pada payudara pasien

sementara bidan melakukan manajemen aktif kala III. Hisapan bayi

pada payudara akan merangsang pelepasan oksitosin secara alamiah.


3. Palpasi abdomen, memastikan apakah masih ada janin kedua. Jika ini

tidak dipastikan dan bidan sudah memberikan injeksi oksitosin, maka

keadaan janin kedua akan tidak baik karena oksitosin akan

menyebabkan kontraksi uterus dan akan memutuskan suplai oksigen ke

janin.
4. Jelaskan kepada pasien mengenai pemberian injeksi yang akan

diberikan. Hal ini merupakan bagian dari asuhan sayang ibu, yaitu

dengan memberikan penjelasan setiap akan melakukan prosedur

kepada pasien.
5. Suntikan oksitosin 10 unit di sisi lateral 1/3 atas paha pasien secara IM

segera setelah bayi lahir dan tidak boleh diberikan lebih dari 2 menit.

Paha akan lebih mudah untuk dilihat dibanding bokong ketika pasien

sedang telentang, serta kecil kemungkinan untuk terjadinya trauma.

Pemberian oksitosin segera bertujuan mempercepat kontraksi dan

137
terlepasnya plasenta sehingga dapat mengurangi perdarahan yang

keluar.
6. Melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT) dengan cara satu

tangan diletakkan pada korpus uterus tepat di atas simfisis pubis.

Selama kontraksi tangan mendorong korpus uterus dengan gerakan

dorso kranial ke arah belakang dan arah kepala pasien. Tangan yang

satu memegang tali pusat dekat dengan vagina kurang lebih 5 cm dari

vagina, dan melakukan tarikan tali pusat dalam tegangan yang sama

dengan tangan ke uterus selama kontraksi. Jika tetap tidak ada tanda-

tanda pelepasan plasenta setelah 15 menit, maka ulangi pemberian

oksitosin sekali lagi. Jika setelah dua dosis oksitosin tidak ada tanda

pelepasan plasenta, rujuk pasien untuk dilakukan manual plasenta. PTT

dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada uterus akan

dapat merasakan kontraksi. Bidan meminta kepada pasien untuk

memberitahu jika ia merasakan kontraksi. Ketika uterus tidak sedang

berkontraksi, tangan bidan tetap berada pada posisi ini tapi tidak

melakukan PTT. Pada langkah ini pantau selalu tanda-tanda pelepasan

plasenta, yaitu pemanjangan tali pusat, semburan darah, uterus berubah

bentuk menjadi bulat, dan TFU naik.


7. Bantulah pasien atau minta bantuan kepada keluarga untuk

memposisikan pasien pada posisi tegak atau setengah duduk atau

berjongkok untuk melahirkan plasenta. Gaya gravitasi akan membantu

pelepasan plasenta dan akan mendorong plasenta ke dalam vagina.


8. Letakkan satu tangan pada abdomen pasien di atas simfisis pubisnya

untuk menopang bagian bawah dari uterus, sementara tangan lainnya

138
dengan lembut memegang klem tali pusat. Bidan akan dapat

merasakan uterus berkontraksi saat plasenta lepas.


9. Segera setelah plasenta lepas, uterus mulai berkontraksi maka

doronglah ibu untuk meneran, sementara bidan membantu dengan

melakukan PTT. Jika uterus tidak berkontraksi, mintalah pendamping

untuk melakukan stimulasi puting susu. Melakukan PTT akan

memungkinkan bidan dapat melahirkan plasenta secara aman segera

setelah pelepasan plasenta terjadi.


10. Membantu kelahiran plasenta dengan menarik plasenta dengan lembut

bergerak sepanjang kurva (lengkung) alamiah dari panggul, dengan

sedikit arah posterior kemudian menuju arah anterior pasien (sesuai

sumbu carus). Melahirkan plasenta dengan menyesuaikan sumbu carus

akan menjadikan proses ini efektif dan efisien.


11. Ketika plasenta muncul dan keluar dari vulva, pegang kedua tangan

sambil menuntunnya keluar dari vagina dengan gerakan memutar

keluar searah jarum jam secara perlahan-lahan. Jika membran robek

sebelum plasenta keluar seutuhnya, maka lilitkanlah kassa steril di

sekeliling jari telunjuk dan genggam tampuk membran melintas serviks

untuk melepaskannya dari mulut serviks. Teknik ini dilakukan untuk

mencegah rabekan kulit ketuban.


12. Segera setelah plasenta dan membran lahir, dengan penahanan yang

kokoh lakukanlah massae fundus uterus dengan gerakan melingkar

hingga fundus menjadi kencang (keras). Mencegah perdarahan yang

berlebihan, dan merupakan diagnosis cepat dari atonia uteri.


13. Sementara tangan kiri melakukan massae uterus, periksalah plasenta

dengan tangan kanan untuk memastikan kotiledon dan membran sudah

139
lengkap. Jika tidak lengkap maka hal itu dapat menyebabkan

perdarahan (Salemba Medika, 2010 : 160).


e. Pemeriksaan Pada Kala III
1. Plasenta
Pastikan bahwa seluruh plasenta telah lahir lengkap dengan

memeriksa jumlah kotiledonnya (rata-rata 20 kotiledon). Periksa dengan

seksama pada bagian pinggir plasenta apakah ada kemungkinan masih

ada hubungan dengan plasenta lain (plasenta suksenturiata).


Amati apakah ada bagian tertentu yang sperti tertinggal atau

tidak utuh, jika kemungkinan itu ada maka segera lakukan eksplorasi

untuk membersihkan sisa plasenta.

2. Selaput Ketuban
Setelah plasenta lahir, periksa kelengkapan selaput ketuban

untuk memastikan tidak ada bagian yang tertinggal di dalam uterus.

Caranya dengan meletakkan plasenta di atas bagian yang datar dan

pertemukan setiap tepi selaput ketuban sambil mengamati apakah ada

tanda-tanda robekan dari tepi selaput ketuban.


Jika ditemukan kemungkinan ada bagian yang robek, maka

segera lakukan eksplorasi uterus untuk mengeluarkan sisa selaput

ketuban karena sisa selaput ketuban atau bagian plasenta yang tertinggal

di dalam uterus akan menyebabkan perdarahan dan infeksi.


3. Tali Pusat
Setelah plasenta lahir, periksa mengenai data yang berhubungan

dengan tali pusat.


a. Panjang tali pusat.
b. Bentuk tali pusat (besar, kecil, atau terpilin-pilin).
c. Insersio tali pusat.
d. Jumlah vena dan arteri pada tali pusat.
e. Adakah lilitan tali pusat (Salemba Medika, 2010 : 163).
f. Pemantauan Kala III
1. Kontraksi

140
Pemantauan kontraksi pada kala III dilakukan selama

melakukan manajemen aktif kala III (ketika PTT), sampai dengan sesaat

setelah plasenta lahir. Pemantauan kontraksi dilanjutkan selama satu jam

berikutnya dalam kala IV.


2. Robekan Jalan Lahir dan Perineum
Selama melakukan PTT ketika tidak ada kontraksi, bidan

melakukan pengkajian terhadap robekan jalan lahir dan perineum.

Pengkajian ini dilakukan seawal mungkin sehingga bidan dapat segera

menentukan derajat robekan dan teknik jahitan yang tepat yang akan

digunakan sesuai kondisi pasien. Bidan memastikan apakah jumlah

darah yang keluar adalah akibat robekan jalan lahir atau karena

pelepasan plasenta.
3. Hygiene
Menjaga kebersihan tubuh pasien terutama di daerah genetalia

sangat penting dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi

terhadap luka robekan jalan lahir dan kemungkinan infeksi intrauterus.

Pada kala III ini kondisi pasien sangat kotor akibat pengeluaran air

ketuban, darah, atau feses saat proses kelahiran janin.


Setelah plasenta lahir lengkap dan pastikan tidak ada

perdarahan, segera keringkan bagian bawah pasien dari air ketuban dan

darah. Pasang pengalas bokong yang sekaligus berfungsi sebagai

penampung darah (under pad). Jika memang dipertimbangkan perlu

untuk menampung darah yang keluar untuk kepentingan penghitungan

volume darah, maka pasang bengkok di bawah bokong pasien (Salemba

Medika, 2010 : 165).


4. Kebutuhan Ibu Pada Kala III
a. Dukungan mental dari bidan dan keluarga atau pendamping.

141
b. Penghargaan terhadap proses kelahiran janin yang dilalaui.
c. Informasi yang lepas mengenai keadaan pasien sekarang dan

tindakan apa yang akan dilakukan.


d. Penjelasan mengenai apa yang harus ia lakukan untuk membantu

mempercepat kelahiran plasenta, yaitu kapan saat meneran dan

posisi apa yang mendukung untuk pelepasan dan kelahiran plasenta.


e. Bebas dari rasa risih akibat bagian bawah yang basah oleh darah dan

air ketuban.
f. Hidrasi (Salemba Medika, 2010 : 165).
h. Perubahan Fisiologi Kala IV
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan saat yang paling

kritis bagi pasien dan bayinya. Tubuh pasien melakukan adaptasi yang

luar biasa setelah kelahiran bayinya agar kondisi tubuh kembali stabil,

sedangkan bayi melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan

hidupnya di luar uterus. Kematian ibu terbanyak terjadi pada kala ini,

oleh karena itu bidan tidak boleh meninggalkan pasien dan bayi sendirian

(Salemba Medika, 2010 : 177).


a. Fisiologis Kala IV
1. Tanda Vital
Dalam dua jam pertama setelah persalinan, tekanan darah, nadi,

dan pernapasan akan berangsur kembali normal. Suhu pasien

biasanya akan mengalami sedikit peningkatan, tapi masih di bawah

38 ºC, hal ini disebabkan oleh kurangnya cairan dan kelelahan. Jika

intake cairan baik, maka suhu akan berangsur normal kembali

setelah dua jam.


2. Gemetar
Kadang dijumpai pasien pascapersalinan mengalami gemetar, hal

ini normal sepanjang suhu kurang dari 38 ºC dan tidak dijumpai

tanda-tanda infeksi lain. Gemetar terjadi karena hilangnya

142
ketegangan dan sejumlah energi selama melahirkan dan merupakan

respon fisiologis terhadap penurunan volume intraabdominal serta

pergeseran hematologi.
3. Sistem Gastrointestinal
Selama dua jam pascapersalinan kadang dijumpai pasien merasa

mual sampai muntah, atasi hal ini dengan posisi tubuh yang

memungkinkan dapat mencegah terjadinya aspirasi corpus

aleanum ke saluran pernapasan dengan setengah duduk atau duduk

di tempat tidur. Perasaan haus pasti dirasakan pasien, oleh karena

itu hidrasi sangat penting diberikan untuk mencegah dehidrasi.


4. Sistem Renal
Selama 2-4 jam pascapersalinan kandung kemih masih dalam

keadaan hipotonik akibat adanya alostaksis, sehingga sering

dijumpai kandung kemih dalam keadaan penuh dan mengalami

pembesaran. Hal ini disebakan oleh tekanan pada kandung kemih

dan uretra selama persalinan. Kondisi ini dapat diringankan dengan

selalu mengusahakan kandung kemih kosong selama persalinan

untuk mencegah trauma. Setelah melahirkan, kandung kemih

sebaiknya tetap kosong guna mencegah uterus berubah posisi dan

terjadi atoni. Uterus yang berkontraksi dengan buruk meningkatkan

perdarahan dan nyeri.


5. Sistem Kardiovaskuler
Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk

menampung aliran darah yang meningkat yang diperlukan oleh

plasenta dan pembuluh darah uterus. Penarikan kembali estrogen

menyebabkan diuresis yang terjadi secara cepat sehingga

143
mengurangi volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran

ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama

masa ini pasien mengeluarkan banyak sekali urine. Hilangnya

pengesteran membantu mengurangi retensi cairan yang melekat,

dengan meningkatnya vaskular pada jaringan tersebut selama

kehamilan bersama-sama dengan trauma masa persalinan. Pada

persalinan per vagina kehilangan darah sekitar 200-500 ml

sedangkan pada persalinan SC pengeluarannya dua kali lipat.

Perubahan terdiri dari volume darah dan kadar Hematokrit.


Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume

darah pasien relatif akan bertambah. Keadaan ini akan

menyebabkan beban pada jantung dan akan menimbulkan

dekompensasio kordis pada pasien dengan vitum kardio. Keadaan

ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan adanya

hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti kondisi

awal.
6. Serviks
Perubahan-perubahan pada serviks terjadi segera setelah bayi lahir,

bentuk serviks agak menganga seperti corong. Bentuk ini

disebabkan oleh korpus uterus yang dapat mengadakan kontraksi,

sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada

perbatasan antara korpus dan serviks berbentuk semacam cincin.


Serviks berwarna merah kehitaman karena penuh dengan

pembuluh darah. Konsistensi lunak, kadang-kadang terdapat

laserasi atau perlukaan kecil. Karena robekan kecil terjadi selama

144
berdilatasi, maka serviks tidak akan pernah kembali kagi ke

keadaan seperti sebelum hamil.


Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan

akan menutup secara perlahan dan bertahap. Setelah bayi lahir

tangan bisa masuk ke dalam rongga rahim, setelah dua jam hanya

dapat dimasuki dua atau tiga jari.


7. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena

sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada

hari ke- 5 pascamelahirkan, perineum sudah mendapatkan kembali

sebagian tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dibanding keadaan

sebelum hamil.
8. Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang

sangat besar selama proses melahirkan, dan dalam beberapa hari

pertama sesudah proses tersebut kedua organ ini tetap dalam

keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali

kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara

berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi

lebih menonjol.
9. Pengeluaran ASI
Dengan menurunnya hormon estrogen, progesteron, dan Human

Placenta Lactogen Hormon setelah plasenta lahir, prolaktin dapat

berfungsi membentuk ASI dan mengeluarkannya ke dalam alveoli

bahkan sampai duktus kelenjar ASI. Isapan langsung pada puting

susu ibu menyebabkan refleks yang dapat mengeluarkan oksitosin

dari hipofisis sehingga mioepitel yang terdapat disekitar alveoli

145
dan duktus kelenjar ASI berkontraksi dan mengeluarkan ASI ke

dalam sinus yang disebut “let down refleks”.


Manfaat pemberian ASI pada kala IV adalah untuk menambah

kekuatan kontraksi uterus lewat isapan langsung pada puting susu

ibu menyebabkan refleks yang dapat mengeluarkan oksitosin dari

hipofisis (Salemba Medika, 2010 : 179).


b. Evaluasi Uterus
1. Konsistensi
Tindakan pertama yang dilakukan bidan setelah plasenta lahir

adalah melakukan evaluasi konsistensi uterus sambil melakukan

massae untuk mempertahankan kontraksinya. Pada saat yang sama,

derajat penurunan serviks dan uterus ke dalam vagina dapat dikaji.

Kebanyakan pada uterus sehat dapat melakukan kontraksi sendiri.


2. Atonia
Apabila bidan menetapkan bahwa uterus yang berelaksasi

merupakan indikasi akan adanya atonia, maka segera lakukan

pengkajian dan penatalaksanaan yang tepat. Kegagalan mengatasi

atonia dapat menyebabkan kematian ibu. Saat pengkajian, faktor-

faktor yang perlu untuk dipertimbangkan adalah sebagai berikut :


a. Konsistensi uterus
Uterus harus berkontraksi efektif, teraba padat, dan keras.
b. Hal yang perlu diperhatikan terhadap kemungkinan terjadinya

relaksasi uterus :
a). Riwayat atonia pada persalinan sebelumnya.
b). Status pasien sebagai grande multipara.
c). Distensi berlebihan pada uterus misalnya pada kehamilan

kembar, polihidramnion, atau makrosomia.


d). Induksi persalinan.
e). Persalinan presipitatus.
f). Persalinan memanjang.

146
c. Kelengkapan plasenta dan membran saat inspeksi, misalnya

bukti kemungkinan tertinggalnya fragmen plasenta atau selaput

ketuban di dalam uterus.


d. Status kandung kemih.
e. Ketersediaan orang kedua untuk memantau konsistensi uterus

dan aliran lokia, serta membantu untuk melakukan massae

uterus.
f. Kemampuan pasangan ibu-bayi untuk memulai proses pemberian

ASI (Salemba Medika, 2010 : 180).


c. Pemeriksaan Kala IV
1. Serviks
Indikasi pemeriksaan serviks.
a. Aliran perdarahan per vagina berwarna merah terang dari bagian

atas tiap laserasi yang diamati, jumlahnya menetap atau sedikit

setelah kontraksi uterus dipastikan.


b. Persalinan cepat atau presipitatus.
c. Manipulasi serviks selama persalinan, misalnya untuk

mengurangi tepi anterior.


d. Dorongan maternal (meneran) sebelum dilatasi maksimal.
e. Kelahiran per vagina dengan tindakan, misalnya ekstraksi

vakum atau forsep.


f. Kelahiran traumatik, misalnya diatosia bahu.
Adanya salah satu dari faktor di atas mengindikasikan

kebutuhan untuk pemeriksaan serviks secara spesifik untuk

menentukan langkah perbaikan. Inspeksi serviks tanpa adanya

perdarahan persisten pada persalinan spontan normal tidak perlu

secara rutin dilakukan.


2. Vagina
Pengkajian kemungkinan robekan atau laserasi pada vagina

dilakukan setelah pemeriksaan robekan pada serviks. Penentuan

147
derajat laserasi dilakukan pada saat ini untuk menentukan langkah

penjahitan.
3. Perineum
Berat ringannya robekan perineum terbagi dalam 4 derajat.
1. Derajat satu
Mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit perineum. Tidak

perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik.
2. Derajat dua
Mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, dan otot

perineum. Jahit menggunakan teknik yang sesuai dengan

kondisi pasien.
3. Derajat tiga
Mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot

perineum, dan otot sfingter ani.

4. Derajat empat
Mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot

perineum, otot sfingter ani, dan dinding depan rektum.


Penolong APN tidak dibekali keterampilan untuk reparasi

laserasi perineum derajat tiga atau empat. Segera rujuk ke

fasilitas rujukan (Salemba Medika, 2010 : 181).


Teknik jahitan yang digunakan bisa dengan teknik jelujur dan

subkutikuler. Dalam melakukan penjahitan laserasi atau

episiotomi memerlukan anestesi lokal karena penjahitan itu

sangat menyakitkan dan pemberian anestesi ini merupakan

asuhan sayang ibu untuk meringankan rasa nyeri saat dijahit.

Anestesi yang diperlukan adalah 1% Lidokain tanpa epinefrin

(silokain), jika lidokain 1% tidak tersedia, gunakan lidokain 2%

yang dilarutkan dengan air steril atau normal salin dengan

perbandingan 1:1 (JNPK-KR, 2008 : 178).

148
d. Pemantauan dan Evaluasi Lanjut Kala IV
1. Tanda Vital
a. Tekanan darah dan nadi
Selama satu jam pertama lakukan pemantauan pada tekanan

darah dan nadi setiap 15 menit dan pada satu jam kedua lakukan

setiap 30 menit.
b. Respirasi dan suhu
Lakukan pemantauan respirasi dan suhu setiap jam selama dua

jam pertama pascapersalinan.


2. Kontraksi uterus
Pemantauan kontraksi uterus dilakukan setiap 15 menit selama saju

jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua.

Pemantauan ini dilakukan bersamaan dengan massae fundus uterus

secara sirkuler. Topangan pada uterus bawah selama massae

mencegah peregangan ligamen kardinale. Untuk melakukan massae

uterus dengan benar, remas uterus bawah pada abdomen tepat di

atas simfisis dan tahan ditempat dengan satu tangan, sementara

tangan yang lain melakukan massae fundus. Masaae fundus yang

efektif mencakup lebih dari lekuk anterior fundus. Seluruh fundus

anterior, lateral, dan posterior harus tercapai oleh tangan seluruhnya.

Prosedur ini dilakukan secara sepat dengan sentuhan yang tegas dan

lembut. Sewaktu bidan memulai prosedur ini, jngan lupa penjelasan

yang detail mengenai apa tujuan tindakan ini, pasien biasanya akan

paham dan kooperatif. Jika bidan tidak dapat berada di samping

pasien secara terus menerus untuk melakukan massae, maka kondisi

pasien saat ini sangat kondusif jika dilibatkan dalam tindakan.

Bimbingan cara melakukan massae dari bidan akan mendorong

149
partisipasi aktif pasien dalam mengatur perawatan dirinya sendiri

dan lebih mengetahui tentang tubuhnya.

3. Tinggi Fundus Uteri (TFU)


Evaluasi TFU dilakukan dengan meletakkan jari tangan secara

melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya fundus uterus

setinggi atau beberapa jari di bawah pusat.


4. Lokia
Lokia dipantau bersamaan dengan massae uterus. Jika uterus

berkontraksi dengan baik maka aliran lokia tidak akan terlihat

banyak, namun jika saat uterus berkontraksi telihat lokia yang

keluar lebih banyak maka diperlukan suatu pengkajian lebih lanjut.


5. Kandung kemih
Pada kala IV bidan memastikan bahwa kandung kemih selalu dalam

keadaan kosong setiap 15 menit sekali dalam satu jam pertama

pascapersalinan dan setiap 30 menit dalam satu jam kedua. Ini

sangat penting untuk dilakukan untuk mencegah beberapa penyulit

akibat penuhnya kandung kemih, seperti :


a. Kandung kemih yang penuh akan menyebabkan atonia uterus

dan menyebabkan perubahan posisi uterus.


b. Urine yang terlalu lama berada dalam kendung kemih akan

berpotensi menyebabkan infeksi saluran kemih.


c. Secara psikologis akan menyebabkan kekhawatiran yang

berpengaruh terhadap penerimaan pasien berkaitan denagn

perubahan perannya.

6. Perineum
Setelah pengkajian derajat robekan, perineum kembali dikaji dengan

melihat adanya oedema, memar, dan pembentukan hematom yang

dilakukan bersamaan saat mengkaji lokia. Pengkajian ini termasuk

150
juga untuk mengetahui apakah terjadi hemoroid atau tidak. Jika

terjadi, lakukan tindakan untuk mengurangi ketidaknyamanan yang

ditimbulkan dengan memberikan kantong es yang ditempelkan di

area hemoroid. Selain itu dapat juga diberikan zat yang bersifat

menciutkan, misalnya witch hazel atau tucks pads, atau sprai dan

krim anestesi, analgetik yang digunakan secara lokal (Salemba

Medika, 2010 : 183).

2.2.9. Penatalaksanaan Dalam Proses Persalinan Dengan 58 Langkah APN


1. Mendengar dan melihat adanya gejala dan tanda kala II
a. Pasien merasa ada dorongan kuat untuk meneran
b. Pasien merasakan adanya tekanan yang meningkat pada rektum

dan vagina
c. Perineum tampak menonjol
d. Vulva dan sfingter ani tampak membuka
2. Memastikan kelengkapan peralatan, bahan, dan obat-obatan esensial

untuk menolong persalinan dan penatalaksanaan komplikasi pada

pasien dan bayi baru lahir. Menyiapkan tempat datar dan keras, 2 kain,

1 handuk bersih dan kering, dan lampu sorot 60 watt dengan jarak 60

cm dari tubuh bayi, untuk penanganan bayi asfiksia.


a. Menggelar kain di atas perut pasien dan tempat resusitasi serta

ganjal bahu bayi


b. Menyiapkan oksitosin 10 unit dan spuit sekali pakai di dalam set

partus
3. Memakai celemek plastik
4. Melepaskan dan menyimpan perhiasan yang dipakai, cuci tangan

dengan sabun di bawah air yang mengalir kemudian keringkan dengan

tissu atau handuk kecil pribadi.


5. Memakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk

melakukan pemeriksaan dalam.

151
6. Memasukkan oksitosin ke spuit (gunakan tangan yang memakai

sarung tangan DTT dan steril). Pastikan tidak terjadi kontaminasi pada

spuit.
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari

depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang

dibasahi air DTT.


a. Jika terjadi introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi

feses, bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang.


b. Buang kapas atau kassa (yang sudah terkontaminasi) dalam wadah

yang tersedia.
c. Ganti sarung tangan jika terkontaminasi, lepaskan dan rendam

dalam larutan klorin 0,5%.


8. Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan

lengkap. Bila selaput ketuban belum pecah sementara pembukaan

sudah lengkap, lakukan amniotomi.


9. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang

masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%,

kemudian lepaskan sarung tangan dan rendam dalam keadaan terbalik

selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.


10. Memeriksa DJJ saat uterus tidak berkontraksi untuk memastikan

bahwa DJJ dalam keadaan normal (120-160 kali/menit).


a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
b. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan dalam dan DJJ dan

temuan lainnya ke dalam partograf.


11. Memberitahu pasien dan keluarga bahwa pembukaan sudah lengkap

dan janin dalam keadaan baik. Bantu pasien mengatur posisi nyaman

sesuai dengan keinginannya.


a. Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan dengan

pemantauan kondisi dan kenyamanan pasien serta janinnya (ikuti

152
pedoman penatalaksanaan fase aktif), dokumentasikan ke dalam

partograf.
b. Menjelaskan kepada anggota keluarga tentang bagaimana peran

mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada pasien

untuk meneran secara benar.


12. Meminta keluarga untuk membantu menyiapkan posisi meneran. Bila

ada rasa ingin meneran, bantu pasien untuk beralih ke posisi setengah

duduk atau posisi lain yang diinginkannya dan pastikan bahwa ia

merasa nyaman.
13. Membimbing pasien untuk meneran saat merasa ada dorongan kuat

untuk meneran.
a. Membimbing pasien agar dapat meneran dengan benar dan efektif.
b. Mendukung dan beri semangat pasien pada saat meneran, perbaiki

cara meneran apabila caranya tidak sesuai.


c. Membantu pasien untuk mengambil posisi nyaman sesuai dengan

pilihannya (kecuali posisi berbaring telentang dalam waktu yang

lama).
d. Menganjurkan pasien untuk beristirahat saat tidak kontraksi.
e. Menganjurkan kepada keluarga untuk memberi semangat pada

pasien.
f. Memberikan intake cairan (minum).
g. Menilai DJJ setiap kontraksi selesai.
h. Melakukan tindakan rujukan jika bayi belum atau tidak akan

segera lahir setelah pasien meneran selama 120 menit (2 jam) pada

primigravida dan 1 jam pada multigravida.


14. Menganjurkan pasien untuk berjalan, jongkok, atau mengambil posisi

nyaman jika belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60

menit.
15. Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di atas perut

pasien, jika kepala telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.

153
16. Meletakkan kain bersih yang dilipat sepertiga bagian di bawah bokong

pasien.
17. Membuka tutup set partus dan memperhatikan kelengkapan alat dan

bahan.
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19. Melindungi perineum dengan salah satu tangan yang dilapisi kain

bersih dan kering, setelah tampak kepala bayi dengan bukaan vulva 5-

6 cm. Melakukan penekanan perineum dengan gaya tekanan ke bawah

dan ke dalam. Tangan yang lain menahan kepala bayi agar tidak

terjadi defleksi maksimal dan membantu lahirnya kepala.

Menganjurkan pasien untuk meneran perlahan atau bernapas cepat

dan dangkal.
20. Membersihkan mata, hidung, dan mulut bayi dari lendir, darah, dan air

ketuban menggunakan kassa steril.


21. Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat, ambil tindakan

yang sesuai jika hal itu terjadi. Segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
a. Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian

atas kepala bayi.


b. Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua

tempat dan potong di antara kedua klem tersebut.


c. Tunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara

spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal

dan anjurkan pasien untuk meneran saat ada kontraksi. Dengan lembut

gerakkan kepala ke arah atas bawah dan distal hingga bahu depan

muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas atau

distal untuk melahirkan bahu belakang.

154
23. Menggeser tangan dominan ke bawah untuk menyangga kepala, leher,

dan siku sebelah bawah setelah kedua bahu lahir.


24. Setelah tubuh dan lengan lahir, sanggah kepala bayi dengan tangan

dominan sementara tangan yang lain berada di perineum untuk bersiap

menangkap tungkai bawah bayi (masukkan telunjuk di antara kaki dan

pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari

lainnya).
25. Melakukan penilaian selintas
a. Apakah bayi menangis kuat dan/atau menangis spontan?
b. Apakah bayi bergerak aktif?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernapas, atau megap-megap, lakukan

langkah-langkah resusitasi (lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia

bayi baru lahir).


26. Mengeringkan tubuh bayi
a. Mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh

yang lain kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks

kaseosa. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering,

dan biarkan bayi di atas perut pasien.


27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi janin

kedua (kehamilan gemeli).


28. Memberitahu pasien bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus

berkontraksi dengan baik.


29. Menyuntikan oksitosin 10 unit secara IM di sepertiga luar paha atas

dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir. Lakukan aspirasi sebelum

penyuntikan.
30. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat

setelah 2 menit bayi lahir. Mendorong isi tali pusat ke arah distal

pasien, lalu menjepit kembali tali pusat pada jarak 2 cm dari klem

pertama.

155
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (sambil

melindungi perut bayi), kemudian lakukan pengguntingan tali

pusat di antara kedua klem tersebut.


b. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi

kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan

mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.


c. Lepaskan klem dan masukkan ke dalam wadah yang telah

disediakan.
32. Meletakkan bayi agar ada kontak kulit dengan pasien. Meletakkan

bayi tengkurap di dada pasien. Luruskan bahu bayi hingga bayi

menempel pada dada/perut pasien. Usahakan kepala bayi berada di

atas payudara pasien dengan posisi lebih rendah dari puting.


33. Menyelimuti pasien dan bayi dengan kain hangat, kemudian pasang

topi di kepala bayi.


34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-19 cm dari

vulva.
35. Meletakkan satu tangan di atas kain pada perut pasien di tepi atas

simfisis untuk mendeteksi munculnya kontraksi, sementara tangan

yang lain menegangkan tali pusat.


36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat ke arah bawah

sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang dan atas

(dorsokranial) secara hati-hati untuk mencegah inversi uterus. Jika

plasenta belum juga lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan

tali pusat, tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi

prosedur di atas. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta pasien,

156
suami, atau keluarga melakukan stimulasi puting susu untuk

menstimulasi pengeluaran oksitosin alami.


37. Melakukan peregangan tali pusat dan lakukan dorongan dorsokranial

hingga plasenta terlepas, minta pasien meneran pendek-pendek sambil

penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar dengan lantai dan

kemudian arahkan ke atas mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan

dorsokranial). Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem

hingga berjarak 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.


38. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan

kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban

terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang

telah disediakan. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT

atau sarung tangan steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput

ketuban. Gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk

mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.


39. Melakukan massae uterus segera setelah plasenta dan selaput ketuban

lahir. Meletakkan telapak tangan di atas fundus dan lakukan massae

dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi

(fundus teraba keras). Melakukan tindakan yang diperlukan

(memastikan kandung kemih kosong, membersihkan bekuan darah

dan selaput ketuban di vagina, melakukan kompresi bimanual interna,

dan memantau perkembangan kontraksi) jika uterus tidak berkontraksi

setelah 15 menit dimassae.

157
40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bagian bayi,

lalu pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke

dalam kantong plastik atau tempat khusus.


41. Mengevaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.

Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.


42. Memastika uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi

perdarahan per vagina.


43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak ke kulit dengan pasien

selama paling sedikit 1 jam.


44. Menimbang dan melakukan pengukuran antropometri pada bayi satu

jam setelah lahir. Memberi tetes mata antibiotik profilaksis dan

vitamin K1 1 mg IM di paha kiri anterolateral.


45. Memberikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterolateral setelah

satu jam pemberian vitamin K1.


46. Melakukan pemantauan kontraksi uterus dan cegah perdarahan per

vagina.
a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan.
b. Setiap 15 menit pada satu jam pertama.
c. Setiap 20-30 menit pada dua jam pertama postpartum.
47. Mengajarkan pasien atau keluarga cara melakukan massae uterus dan

menilai kontraksi.
48. Mengevaluasi dan memperkirakan jumlah perdarahan.
49. Memeriksa nadi pasien dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit

selama 1 jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama 1

jam kedua pascapersalinan. Periksa suhu setiap jam selama 2 jam

postpasrtum.
50. Memeriksa kembali keadaan bayi bahwa bayi bernapas dengan baik

(40-60 kali/menit) serta suhu 36,5-37,5 ºC.

158
51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%

untuk dekontaminasi selama 10 menit, cuci dan bilas peralatan setelah

didekontaminasi.
52. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat

sampah yang sesuai.


53. Membersihkan pasien dari sisa cairan ketuban, lendir, dan darah

dengan menggunakan air DTT, bantu saat memakai pakaian yang

bersih dan kering.


54. Memastikan pasien merasa nyaman. Membantu dalam memberikan

ASI dan anjurkan keluarga untuk memberi pasien minuman dan

makanan yang diinginkannya.


55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
56. Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% lalu

balikkan bagian dalam ke luar kemudian rendam kembali selama 10

menit.
57. Mencuci kedua tangan dengan sabun di bawah air mengalir kemudian

keringkan dengan menggunakan handuk bersih.


58. Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda

vital dan asuhan kala IV (Salemba, 2010 : 266).

2.3. NIFAS
2.3.1. Pengertian Nifas
Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum

hamil yang berlangsung selama kira-kira 6 minggu, atau masa nifas adalah

masa yang dimulai dari beberapa jam setelah lahir plasenta sampai 6

minggu berikutnya (Mitra, 2012 : 2).

159
2.3.2. Fisiologi Nifas
1. Pengecilan rahim atau involusi.
Rahim adalah organ tubuh yang spesifik dan unik karena dapat

mengecil serta membesar dengan menambah atau mengurangi jumlah

selnya. Pada wanita yang tidak hamil, berat rahim sekitar 30 gram

dengan ukuran kurang lebih sebesar telur ayam. Selama kehamilan,

rahim makin lama akan makin membesar. Bentuk otot rahim mirip jala

berlapis tiga dengan serat-seratnya yang melintang kanan, kiri dan

transversal. Diantara otot-otot itu ada pembuluh darah yang mengalir

darah ke plasenta. Setelah plasenta lepas, otot rahim akan berkontraksi

atau mengerut, sehingga pembuluh darah terjepit dan perdaraha

berhenti. Setelah bayi lahir, umumnya berat rahim menjadi sekitar

1.000 gram dan dapat diraba kira-kira setinggi 2 jari dibawah

umbilikus.setelah 1 minggu kemudian beratnya berkurang sekitar 500

gram. Sekitar 2 minggu beratnya sekitar 300 gram dan tidak dapat

diraba lagi. Jadi, secara alamiah rahim akan kembali mengecil

perlahan-lahan ke bentunya semula. Setelah 6 minggu beratnya sekitar

40-60 gram. Pada saat ini dianggap bahwa masa nifas sudah selesai.

Namun, sebenarnya rahim akan kembali keposisinya yang

normal,dengan berat 30 gram dalam waktu 3 bulan setelah masa nifas.

Selama masa pemulihan 3 bulan ini, bukan hanya rahim saja yang

kembali normal, tapi juga kondisi tubuh ibu secara keseluruhan.


2. Kekentalan darah (hemokonsentrasi) kembali normal.
Selama hamil, darah ibu relatif lebih encer, karena cairan darah ibu

banyak, sementara sel darahnya berkurang. Bila dilakukan

160
pemeriksaan kadar hemoglobinnya (Hb) akan tampak sedikit menurun

dari angka normalnya sebesar 11-12 gr%. Jika hemoglobin terlalu

rendah, maka bisa terjadi anemia atau kekurangan darah. Oleh karena

itu, selama hamil ibu perlu diberi obat-obatan penambah darah,

sehingga sel-sel darahnya bertambah dan konsentrasi darah atau

hemoglobinnya normal atau tidak terlalu rendah. Setelah melahirkan,

sistem sirkulasi darah ibu akan kembali seperti semula. Darah kembali

mengental, dimana kadar perbandingan sel darah dan cairan darah

kembali normal. Umumnya hal ini terjadi pada hari ke-3 sampai ke-15

pasacapersalinan.
3. Proses laktasi atau menyusui.
Proses ini timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas. Plasenta

mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang

menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon

plasenta itu tidak dihasilkan lagi, sehingga terjadi produksi ASI. ASI

keluar 2-3 hari setelah melahirkan (Salemba Medika, 2009 : 2).

2.3.3. Tahap Masa Nifas


Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut :
1. Periode Immediate Postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa

ini sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan karena atonia

uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan

pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah, dan

suhu.
2. Periode Early Postpartum (24 jam-1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal,

tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu

161
cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui

dengan baik.
3. Periode Late Postpartum (1 minggu-5 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan

sehari-hari serta konseling KB (Salemba Medika, 2009 : 5).

2.3.4. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Waktu Nifas


a. Perubahan Fisiologi Pada Masa Nifas
1. Perubahan Sistem Reproduksi
Selama masa nifas, alat-alat interna maupun eksterna berangsur-angsur

kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat

genetalia ini disebut involusi. Pada masa ini terjadi juga perubahan

penting lainnya, perubahan-perubahan yang terjadi antara lain sebagai

berikut (Salemba Medika, 2009 : 53) :


a) Uterus
Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang

berkontraksi posisi fundus uteri berada kurang lebih pertengahan

antara umbilikus dan simfisis, atau sedikit lebih tinggi. Dua hari

kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut, sehingga

dalam dua minggu telah turun masuk ke dalam rongga pelvis dan

tidak dapat diraba lagi dari luar. Involusi uterus melibatkan

pengreorganisasian dan pengguguran desidua serta pelupasan situs

plasenta, sebagaimana diperlihatkan dengan pengurangan dalam

ukuran dan berat serta oleh warna dan banyaknya lokia. Banyaknya

lokia dan kecepatan involusi tudak akan terpengaruh oleh

pemberian sejumlah preparat metergin dan lainnya dalam proses

persalinan. Involusi tersebut dapat dipercepat prosesnya bila ibu

menyusui bayinya (Salemba, 2009 : 54).

162
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus uteri mencapai kurang

lebih 1 cm di atas umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian,

perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-

kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam fundus

akan berada dipertengahan antara umbilikus dan simfisis pubis.

Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9

pascapartum.
Uterus pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat

sebelum hamil, berinvolusi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah

melahirkan dan 350 gr (11 sampai 12 ons) 2 minggu setelah lahir.

Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul sejati

lagi. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr.


Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung

jawab untuk pertumbuhan masif uterus selama hamil. Petumbuhan

uterus prenatal bergantung pada hiperplasia, peningkatan jumlah

sel-sel otot dan hipertrofi sel-sel yang telah ada. Pada masa

postpartum penurunan kadar hormon-hormon ini menyebabkan

terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi

yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa

hamil menetap. Hal inilah yang menjadi penyebab ukuran uterus

sedikit lebih besar setelah hamil.


Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk kembali pada

keadaan tidak hamil. Penyebab subinvolusi yang paling sering

adalah tertahannya fragmen plasenta dan infeksi.


Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
1) Iskemia miometrium

163
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus-menerus dari

uterus setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relatif

anemia dan menyebabkan serat otot atrofi.


2) Autolisis
Autolisis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang

terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan

memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur

hingga panjangnya 10 kali dari semula dan lebar lima kali dari

semula selama kehamilan atau dapat juga dikatakan sebagai

perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan.

Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan

progesteron.
3) Efek oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot

uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang

mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini

membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi

plasenta serta mengurangi perdarahan. Penurunan ukuran uterus

yang cepat itu dicerminkan oleh perubahan lokasi uterus ketika

turun keluar dari abdomen dan kembali menjadi organ pelvis.


Perubahan uterus ini berhubungan erat dengan perubahan-

perubahan pada miometrium. Pada miometrium terjadi perubahan-

perubahan yang bersifat proteolisis. Hasil dari proses ini dialirkan

melalui pembuluh getah bening.


Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi :
1. Bayi lahir : setinggi pusat, beratnya 1000 gr.
2. Uri lahir : 2 jari di bawah pusat, beratnya 750 gr.
3. 1 minggu : pertengahan pusat-simfisis, beratnya 500 gr.

164
4. 2 minggu : tak teraba di atas simfisis, beratnya 350 gr.
5. 6 minggu : bertambah kecil, beratnya 50-60 gr.
6. 8 minggu : sebesar normal, beratnya 30 gr (Salemba Medika,

2011 : 55).
b) Involusi Tempat Plasenta
Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat

dengan permukaan kasar, tidak rata, dan kira-kira sebesar telapak

tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke-2

hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan

luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas

plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat

oleh trombus.
Biasanya luka yang demikian sembuh dengan menjadi parut,

tetapi luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini

disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara dilepaskan dari

dasarnya tetapi diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah

permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan

juga dari sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.


Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta

selama sekitar 6 minggu. Epitelium berproliferasi meluas ke dalam

dari sisi tempat ini dan dari lapaisan sekitar uterus serta di bawah

tempat implantasi plasenta dari sisa-sisa kelenjar basilar

endometrial di dalam desidua basalis. Pertumbuhan kelenjar

endometrium ini berlangsung di dalam desidua basalis.

Pertumbuhan kelenjar ini pada hakikatnya mengikis pembuluh

darah yang membeku pada tempat implantasi plasenta yang

165
menyebabkannya menjadi terkelupas dan tidak dipakai lagi pada

pembuangan lokia (Salemba Medika, 2011 : 57).


c) Perubahan Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis, serta fasia yang

meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir,

berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang

ligamentum rotundum menjadi kendur yang mengakibatkan letak

uterus menjadi retrofleksi. Tidak jarang pula wanita mengeluh

“kandungannya turun” setelah melahirkan oleh karena ligamen,

fasia, dan jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendur

(Salemba Medika, 2011 : 57).

d) Perubahan Pada Serviks


Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus.

Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks postpartum adalah

bentuk serviks yang akan menganga seperti corong. Bentuk ini

disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi,

sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada

perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam

cincin. Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh

pembuluh darah.
Beberapa hari setelah persalinan, ostium eksternum dapat

dilalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak rata, tetapi retak-retak

karena robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya

dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan lingkaran retraksi berhubungan

dengan bagian atas dari kanalis servikalis.

166
Pada serviks terbentuk sel-sel otot baru yang mengakibatkan

serviks memanjang seperti celah. Walaupun begitu, setelah involusi

selesai, ostium eksternum tidak serupa dengan keadaannya sebelum

hamil. Pada umumnya ostium eksternum lebih besar dan tetap

terdapat retak-retak dan robekan-robekan pada pinggirnya, terutama

pada pinggir sampingnya. Oleh karena robekan ke samping ini

terbentuklah bibir depan dan bibir belakang pada serviks (Salemba

Medika, 2011 : 58).

e) Lokia
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari

desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik.

Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan.

Campuran antara darah dan desidua tersebut dinamakan lokia, yang

biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.


Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan

mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme

berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada

vagina normal. Lokia mempunyai bau yang amis meskipun tidak

terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita.

Sekret mikroskopik lokia terdiri atas eritrosit, peluruhan desidua, sel

epitel, dan bakteri. Lokia mengalami perubahan karena proses

involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi berdasarkan waktu dan

warnanya di antaranya sebagai berikut.


 Lokia rubra/merah (kruenta)

167
Lokia ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa

postpartum. Sesuai dengan namanya, warnanya biasanya merah

dan mengandung darah dan perobekan/luka pada plasenta dan

serabut dari desidua dan chorion. Lokia ini terdiri atas sel desidua,

verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum, dan sisa darah.


 Lokia sanguinolenta
Lokia ini berwarna merah kuning berisi darah dan lendir karena

pengaruh plasma darah, pengeluarannya pada hari ke-3-5 hari

postpartum.
 Lokia serosa
Lokia ini muncul pada hari ke-5-9 pospartum. Warnanya biasanya

kekuningan atau kecokelatan. Lokia ini terdiri atas lebih sedikit

darah dan lebih banyak serum, juga terdiri atas leukosit dn

robekan laserasi plasenta.


 Lokia alba
Lokia ini muncul lebih dari hari ke-10 postpartum. Warnanya

lebih pucat, putih kekuningan, serta lebih banyak mengandung

leukosit, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati.


Bila pengeluaran lokia tidak lancar, maka disebut lochiastasis.

Jika lokia tetap berwarna merah setelah 2 minggu ada

kemungkinan tertinggalnya sisa plasenta atau karena involusi

yang kurang sempurna yang sering disebabkan retrofleksio uteri.

Lokia mempunyai suatu karakteristik bau yang tidak sama dengan

sekret menstrual. Bau yang paling kuat pada lokia serosa dan

harus dibedakan juga dengan bau yang menandakan infeksi.


Lokia disekresikan dengan jumlah banyak pada awal jam

postpartum yang selanjutnya akan berkurang sejumlah besar

168
sebagai lokia rubra, sejumlah kecil sebagai lokia serosa, dan

sejumlah lebih sedikit lagi lokia alba. Umumnya jumlah lokia

lebih sedikit bila wanita postpartum berada dalam posisi

berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan

bersatu di vagina bagian atas manakala wanita dalam posisi

berbaring dan kemudian akan mengalir keluar manakala dia

berdiri. Total jumlah rata-rata pembuangan lokia kira-kira 8-9 oz

atau sekitar 240-270 ml (Salemba Medika, 2011 : 58).


f) Perubahan Pada Vagina dan Perineum
Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam

penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang

semula sangat teregang akan kembali secara bertahap pada ukuran

sebelum hamil selama 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan

kembali terlihat sekitar minggu keempat, walaupuntidak akan

menonjol pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae akan

memipih secara permanen. Mukosa tetap atrofik pada wanita

yang menyusui sekurang-kurangnya sampai menstruasi dimulai

kembali. Penebalan mukosa vagina terjadi seiring pemulihan

fungsi ovarium.
Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah

pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina. Kekeringan lokal

dan rasa tidak nyaman saat koitus (dispareunia) menetap sampai

fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi dimulai lagi.

Biasanya wanita dianjurkan menggunakan pelumas larut air saat

melakukan hubungan seksual untuk mengurangi nyeri.

169
Pada awalnya, introitus mengalami eritematosa dan

edematosa, terutama pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi.

Perbaikan yang sermat, pencegahan, atau pengobatan dini

hematoma dan higiene yang baik selama dua minggu pertama

setelah melahirkan biasanya membuat introitus dengan mudah

dibedakan dari introitus pada wanita nulipara.


Pada umumnya episiotomi hanya mungkin dilakukan bila

wanita berbaring miring dengan bokong diangkat atau

ditempatkan pada posisi litotomi. Penerangan yang baik

diperlukan agar episiotomi dapat terlihat jelas. Proses

penyembuhan luka episiotomi sama dengan luka operasi lain.

Tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, panas, dan bengkak) atau

tepian insisi tidak saling melekat bisa terjadi. Penyembuhan baru

berlangsung dalam dua sampai tiga minggu (Salemba Medika,

2011 : 60).
g) Payudara (Mamae)
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi

terjadi secara alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme

fisiologis, yaitu sebagai berikut.


 Produksi susu
 Sekresi susu atau let dwon
Selama sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara

tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan

makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika

hormon yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk

menghambatnya kelenjar pituitari akan mengeluarkan prolaktin

170
(hormon laktogenik). Sampai hari ketiga setelah melahirkan,

efek prolaktin pada payudara mulai bisa dirasakan. Pembuluh

darah payudara menjadi bengkak terisi darah, sehingga timbul

rasa hangat, bengkak, dan rasa sakit. Sel-sel acini yang

menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi mengisap

puting, refleks saraf merangsang lobus posterior pituitari untuk

menyekresikan hormon oksitosin. Oksitosin merangsang refleks

let dwon (mengalirkan), sehingga menyebabkan ejeksi ASI

melalui sinus aktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada

puting. Ketika ASI dialirkan karena isapan bayi atau dengan

dipompa sel-sel acini terangsang untuk menghasilkan ASI lebih

banyak. Refleks ini dapat berlanjut sampai waktu yang cukup

malam (Salemba, 2009 : 58).


 Proses laktasi dan menyusui
Proses ini dikenal dengan istilah inisiasi menyusui dini, dimana

ASI baru akan keluar setelah ari-ari atau plasenta lepas. Plasenta

mengandung hormon penghambat prolaktin yang menghambat

pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon plasenta

tersebut tidak diproduksi lagi, sehingga susu pun keluar.

Umumnya ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun,

sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang baik

sekali untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi dan antibodi

pembunuh kuman.
 Air susu matur
Adapun ciri dari susu matur adalah sebagai berikut :

171
1. Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan

seterusnya, komposisi relatif konstan (ada pula yang

mengatakan bahwa komposisi ASI relatif konstan baru

dimulai pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5).


 Langkah-langkah menyusui yang benar adalah dengan mencuci