Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Saluran pencernaan pada semua ternak mempunyai struktur dan organ

yang berbeda – beda. Setiap hewan membutuhkan komposisi dan jenis pakan

yang berbeda, oleh karena itu dalam mencerna zat pakan, organ saluran

pencernaan hewan memiliki struktur dan fungsi yang berbeda pulka. Hewan

ruminansia cenderung mengonsumsi hijauan karena pada lambungnya mampu

mencerna serat kasar, hampir sama dilakukan oleh hewan pseudoruminan yang

juga mencerna serat kasar tetapi dalam mencerna serat kasarnya kurang begitu

sempurna.

Praktikum anatomi saluran pencernaan bertujuan agar mahasiswa

mengetahui dan dapat membedakan saluran pencernaan ternak ruminansia, non-

ruminansia, dan pseudoruminan, serta mengetahui kondisi keasaman saluran

pencernaannya yang berkaitan erat hubungannya dengan aktivitas enzim. Manfaat

dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu menerangkan bagian – bagian

saluran pencernaan secara umum pada ternak ruminansia, pseudoruminan, dan

non-ruminansia sehiingga kita dapat membedakan saluran pencernaan hewan

ruminansia, pseudoruminan, dan non-ruminansia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Saluran Pencernaan

Pencernaan adalah proses untuk memperkecil ukuran partikel zat-zat gizi

organik yang terdapat dalam bentuk yang tidak larut menjadi senyawa–senyawa

yang lebih kecil sehingga dapat diserap dinding saluran pencernaan. Proses utama

dari pencernaan ruminansia adalah secara mekanik, enzimatik dan fermentatif

(Blakely dan Bade, 1992). Saluran pencernaan adalah sebuah saluran yang terdiri

dari saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang

bertanggungjawab atas pengambilan, penerimaaan dan pencernaan bahan

makanan dalam perjalanannya melalui tubuh mulai dari rongga mulut sampai ke

anus. Disamping itu saluran pencernaan bertanggungjawab pula atas pengeluaran

(ekskresi) bahan-bahan makanan yang tidak terserap atau tidak dapat diserap

kembali (Lubis, 1992).

2.2. Anatomi Saluran Pencernaan

2.2.1. Anatomi saluran pencernaan ruminansia

2.2.1.1. Mulut, pencernaan dalam mulut dimulai dengan penempatan pakan

dimana terdapat pemamahan atau pelumatan dengan pengunyahan. Proses ini

juga mencampur pakan dengan air ludah, yang berfungsi sebagai pelincin untuk

membantu proses penelanan pakan (Tillman et al., 1998). Mulut digunakan untuk

menggiling pakan dengan bantuan lidah serta mencampurnya dengan saliva, tetapi

dapat juga berperan dalam mekanisme prehensik dan juga sebagai senjata defensif
maupun ofensif. Peran rongga mulut serta struktur-struktur yang terkait mencakup

prehensi, mastikasi, insalivasi serta pembentukan bolus (Frandson, 1993),.

2.2.1.2. Esofagus, merupakan suatu saluran muskular yang merentang dari farinks

menuju ke kardia dari perut, persis pada posisi kaudal dari diafragma. Dijelaskan

lebih lanjut bahwa peranan esofagus dalam proses pencernaan adalah sebagai

saluran pakan yang menghubungkan antara mulut dengan lambung (Frandson,

1993). Pada Oesofagus bsgian dalam terdapat gerakan peristaltik pada mulut

untuk dilanjutkan ke lambung (Tillman et al., 1998).

2.2.1.3. Rumen, Rumen adalah kantong penampungan pertama pakan setelah

pakan dikunyah dan ditelan. Selama masa ruminansi terjadi pula eructasi yaitu

gerakan pembebasan CO2 dan gas metan hasil fermentasi yang digerakkan oleh

kantong bagian atas ke arah bawah dan depan sehingga esofagus melebar dan gas

dapat keluar. Rumen mengandung mikroorganisme, bakteri dan protozoa yang

menghancurkan bahan-bahan berserat, mencerna bahan-bahan itu untuk

kepentingan mikroba itu sendiri. (Blakely dan Bade, 1992). Rumen berupa

kantung muscular yang besar yang terentang dari diagfragma menuju ke pelvis

dan hampir menempati sisi kiri dari rongga abdominal. Rumen dibagi-bagi lagi

menjadi kantong-kantong oleh pilar-pilar muskuler yang dapat dikenali bila

dipandang dari luar rumen (Frandson, 1993).

2.2.1.4. Retikulum, adalah bagian perut (kompartemen) yang paling kranial.

Lokasi retikulum yang persis berada dibelakang diagfragma menempatkanya

hampir dalam posisi yang berlawanan dengan jantung sehingga bila ada benda-

benda asing yang tertelan seperti kawat atau paku cenderung akan diam di situ dan
dalam posisi yang baik untuk dapat mengganggu atau menusuk jantung

(Frandson, 1993). Retikulum letaknya kurang terpisah dengan rumen tetapi bagian

ini merupakan daerah pengaturan aliran makanan dari esophagus dan rumen ke

abomasum. Retikulum terdapat papilla berbentuk sarang lebah yang berguna

untuk menyaring partikel pakan sebelum masuk ke omasum (Kartadisastra, 1997).

2.2.1.5. Omasum, fungsi omasum adalah untuk menyaring partikel pakan

menjadi lebih kecil, karen terdapat lima macam lamina. Omasum letaknya di

sebelah kanan rumen dan retikulum (Siregar, 1994). Omasum juga berfungsi

untuk menyerap sebagian air, ukuran omasum kambing jauh lebih kecil

dibandingkan omasum sapi (Frandson, 1993).

2.2.1.6. Abomasum, abomasum adalah perut sejati karena pada daerah ini

terdapat kelenjar digesti yang berperan dalam proses pemecahan zat – zat gizi,

seperti karbohidrat, protein, dan lemak (Siregar, 1994) Abomasum terletak ventral

dari omasum dan terentang kaudal pada sisi kanan dari rumen (Frandson, 1993).

2.2.1.7. Usus halus, terdiri dari tiga bagian yaitu, duodenum, jejenum dan ileum.

Duodenum merupakan bagian yang pertama dari usus halus. Jejenum dan ileum

bersambung dan tidak ada batas yang jelas diantaranya (Frandson, 1993). Ke

dalam usus halus, masuk empat sekresi yaitu: cairan duodenum, empedu, cairan

pankreas, dan cairan usus (Tillman et.al., 1998). Fungsi usus halus untuk absorpsi

asam amino, vitamin, mineral dan lemak serta pada non ruminansia karbohirat

sederhana (Maynard et al., 1984).

2.2.1.8. Usus besar, Usus besar terdiri atas ceca, yang merupakan suatu kantung

buntu dan kolon yang terdiri atas bagian-bagian yang naik, mendatar dan turun.
Bagian yang turun akan mendatar dan berakhir dianus (Frandson, 1993). Sebagian

bahan-bahan yang dicerna yang masuk usus besar zat-zat makanannya telah

mengalami absorbsi di dalam usus halus (Tillman et al., 1998).

2.2.1.9. Anus, saluran pencernaan ruminansia yang paling akhir yaitu anus.

Bahan-bahan yang tidak tercerna di dalam usus besar akan disekresikan sebagai

feses melalui anus (Blakely dan Bade, 1992).

2.2.2. Anatomi saluran pencernaan non-ruminansia

2.2.2.1. Mulut, unggas tidak memiliki gigi, sehingga tidak bisa memecah

makanan di dalam mulut (Anggorodi, 1984). Mulut ayam di dalamnya terdapat

lidah yang berfungsi untuk mendorong makanan masuk kedalam esofagus

(Sarwono, 1993). Saliva dalam jumlah sedikit dikeluarkan dalam mulut untuk

membantu pada proses penelanan (Blakely dan Bade, 1992).

2.2.2.2. Esofagus, Esophagus atau kerongkongan berupa pita tempat pakan,

melalui saluran ini dari bagian belakang mulut (pharynx) ke proventrikulus

(Suprijatna et.al., 2005). Oesophagus adalah organ yang menghubungkan faring

dan lambung. Relatif pendek. Diameter potensialnya kurang lebih 7 cm di kedua

ujung dan 4,2 cm di bagian tengah. Bolus bahan makanan yang dibentuk dalam

rongga mulut dapat berjalan melalui esofagus tersebut oleh adanya gerakan

peristaltik dari esofagus, adanya tekanan bukkofaringeal dan gaya gravitasi bumi.

Peristaltik tersebut terjadi setelah proses penelanan bolus bahan makanan

(peristaltik primer) dan akibat rangsangan-rangsangan bolus-bolus itu sendiri

terhadap oesophagus dalam perjalannya ke lambung (Frandson, 1993).


2.2.2.3. Tembolok, berperan sebagai tempat penyimpanan pakan. Sedikit atau

bahkan tidak ada proses pencernaan di sini, kecuali pencampuran sekresi saliva

dari mulut yang dilanjutkan aktivitasnya di tembolok (Suprijatna et.al., 2005).

Pakan disimpan dalam tembolok hanya sementara. Pelunakan dan pencampuran

pakan terjadi di sini oleh kerja enzim (Balkely dan Bade, 1992).

2.2.2.4. Proventrikulus, berdinding tebal yang penuh dengan kelenjar-kelenjar

yang memproduksi getah-getah asam lambung dan pepsin untuk membantu

pencernaan makanan di dalam perut ayam. Makanan dari proventikulus menuju

gizzard yang bergerak menggiling atau melumatkan partikel-partikel makanan dan

menghancurkan dinding-dinding selulosa dari biji-bijian (Sarengat, 1982).

2.2.2.5. Ventrikulus, tersusun dari suatu struktur bertanduk yang berotot tebal.

Penghancuran pakan terjadi secara tidak sadar oleh otot empedal memiliki

kecenderungan untuk menghancurkan pakan seperti yang dilakukan oleh gigi

(Blakely dan Bade, 1992). Butiran-butiran grit terdapat di dalam gizzard yang

terdiri dari pecahan-pecahan batu berfungsi membantu dalam proses pencernaan

di dalam gizzard ini. Makanan yang sudah hancur menjadi massa yang lebih halus

dan homogen lalu disalurkan ke dalam usus halus (Sarengat, 1982).

2.2.2.6. Usus halus, usus halus (intestinum tenue) dibagi menjadi tiga bagian,

yaitu duodenum, penghubung dengan lambung; jejenum adalah bagian tengah;

dan ileum, yang menghubungkan dengan usus besar (intestinum crassum)

(Tillman et al., 1998). Sebagian besar pencernaan terjadi dalam usus halus. Cairan

usus adalah enzim-enzin yang disekresikan untuk memecah gula dan zat-zat
pakan lainnya menjadi bentuk yang lebih sederhana, dimana hasil pemecahan

tersebut disalurkan ke dalam aliran darah (Blakely dan Bade, 1992).

2.2.2.7. Usus besar, Absorbsi hasil pencernaan makanan sebagian besar terjadi

dalam usus kecil (halus), maka sebagian bahan-bahan yang dicerna yang masuk

usus besar zat-zat makanannya telah mengalami absorbsi, menyisakan bahan-

bahan yang tahan pencernan yaitu selulose dan hemiselulosa yang dihasilkan

hewan (Tillman et al., 1998).

2.2.2.8. Ceca, Ceca dapat disamakan dengan usus buntu manusia, dengan fungsi

yang tidak diketahui pasti. Usus besar adalah kelanjutan saluran pencernaan dari

persimpangan usus buntu ke kloaka (Blakely dan Bade, 1992). Bakteri yang hidup

pada usus besar dan ceca fungsi utamanya adalah proteolitik, sehingga jasad renik

ini menyerang protein yang belum dicerna menjadi skatole, indole, fenol, asam-

asam lemak, sulfida hidrogen, dan asam-asam amino. Jasad renik ini juga

mensintesa vitamin B yang akan diabsorbsi ke dalam tubuh, namun biasanya

sebagian besar akan disekresikan melalui kotoran (Tillman et al., 1998).

2.2.2.9. Kloaka, Kloaka merupakan pertemuan atau muara bagi saluran

pengeluaran saluran pencernaan, urinari, dan genital (Blakely dan Bade, 1992).

2.2.3. Anatomi saluran pencernaan pseudoruminansia

2.2.3.1. Mulut, kelinci merupakan hewan pseudoruminansia yaitu hewan yang

mempunyai saluran pencernaan hampir sama dengan hewan ternak ruminansia

tetapi mempunyai lambung tunggal. Saluran pencernaan yang pertama adalah

rongga mulut. Rongga mulut berfungsi untuk tempat masuknya makanan. Rongga

mulut pada kelinci dilengkapi dengan enzim α-amilase yang berfungsi untuk
mencerna makanan secara enzimatis yang zat karbohidrat yang terdapat pada

makanan (Sumoprastowo, 1985).

2.2.3.2. Esofagus, merupakan suatu saluran yang merupakan jalan bagi pakan

yang telah mengalami proses pencernaan di dalam mulut dan merupakan

penghubung antara rongga mulut dengan lambung. Pada oesophagus terjadi gerak

peristaltik yaitu proses pencernaan secara mekanik. Pakan yang telah ditelan

bergerak menuju esofagus kemudian masuk ke dalam lambung (Frandson, 1993).

2.2.3.3. Lambung, merupakan ruangan yang berfungsi sebagai tempat pencernaan

dan penyimpanan pakan. Hewan pseudoruminansia merupakan hewan yang

mempunyai saluran pencernaan hampir sama dengan hewan ternak ruminansia

tetapi mempunyai lambung tunggal. Kelinci mempunyai lambung sederhana,

intestinum dan usus bagian belakang yang membesar yaitu ceca dan kolon

(Frandson, 1993). Cairan lambung terdiri dari air, garam-garam anorganik dan

pepsinogen dapat merangsang produksi pepsin. Konsentrasi asam dalam cairan

lambung menurunkan pH isi lambung sampai 2,0 (Tillman et al. 1998)

2.2.3.4. Usus halus, pencernaan protein pada pseudoruminansia lebih cepat

dibanding ternak yang lain (Jordan, 1968). Usus halus merupakan tempat

pencernaan karbohidrat dan pencernaan protein (Frandson, 1993). Serat kasar

mengalami pencernaan lagi di dalam usus dan dalam bentuk karbohidrat tersedia

akan diabsorbsi oleh dinding usus. Serat yang tidak tercerna yang berbentuk

partikel halus masuk ke dalam Ceca dan mengalami proses pencernaan fermentasi

(Kartadisastra, 1997).
2.2.3.5. Ceca, ceca kelinci besar tapi tidak mampu mencerna bahan-bahan

organik dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna oleh ternak

rumnansia lainnya, bahkan kadang lebih rendah dari babi. Cecanya mempunyai

bentuk besar yang panjangnya kurang lebih 1,25 m dan kapasitas volumenya

kurang lebih 20-30 liter (60% dari jumlah volume seluruh alat-alat pencernaan).

Ceca dan kolon mempunyai fungsi seperti rumen pada ruminan yaitu tempat

fermentasi serat kasar dan karbohidrat oleh mikroorganisme, sintesis asam-asam

amino atau protein dan vitamin B dan K oleh mikroorganisme (Parakkasi, 1986).

2.2.3.6. Kolon, kolon pada kelinci ada 2 yaitu kolon besar dan kolon kecil. Kolon

besar (colon crasum) mempunyai panjang kurang lebih 3-3,7 m, diameter rata-

ratanya adalah 225 cm dan kapasitas volumenya kurang lebih dua kali ceca

(Parakkasi, 1986). Kolon kecil (colon tenue) panjangnya sekitar 3,5 m dan

mempunyai diameter 7,5-10 cm. Kolon merupakan tempat penyerapan air yang

utama (Parakkasi, 1986).

2.2.3.7. Rektum, rektum pada kelinci adalah bagian usus besar yang relarif lurus

terletak pada rongga pelvis. Panjang rektum kurang lebih 30 cm. Bagian ini siap

mengembang guna penampungan kotoran. Pertautan antara bagian terminal dari

saluran pencernaan dan kulit disebut anus. Anus dikontrol oleh otot-otot spinter

halus dan serang lintang (Frandson, 1993).

2.2.3.8. Anus, anus pada kelinci pada dasarnya sama dengan kloaka pada unggas.

Kloaka (anus) merupakan pertemuan atau muara bagi saluran pengeluaran saluran

pencernaan, urinari, dan genital (Blakely dan Bade, 1992).


BAB III

MATERI DAN METODE

Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak dengan materi Anatomi Saluran

Pencernaan dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 2 Juni 2010 Pukul 07.00-11.00

WIB di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas

Diponegoro Semarang.

3.1. Materi

Materi yang digunakan adalah organ pencernaan pada kambing, ayam,

bebek, dan kelinci. Alat yang di gunakan dalam praktikum adalah pisau untuk

membedah dan penyembelihan hewan, pinset untuk memudahkan mengambil

bahan praktikum saluran pencernaan, nampan untuk tempat menaruh saluran

pencernaan, penggaris untu megukur panjang saluran pencernaan, pH indikator

untuk megukur asam atau basa, dan timbangan untuk mengetahui berat hidup dan

berat saluran pencernaan.

3.2. Metode

Metode yang digunakan adalah menimbang bobot hidup hewan percobaan,

menyembelih hewan, mengeluarkan saluran pencernaan, mengamati saluran

pencernaan kambing, ayam, bebek, dan kelinci. Menggambar, menyebutkan

bagian-bagiannya, dan mencatat fungsinya masing-masing, serta mengukur pH,

panjang serta bobot masing-masing organ pada saluran pencernaan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan Praktikum

4.1.1. Saluran Pencernaan Ruminansia

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sumber : Sumber :

Data Primer Praktikum Ilmu Nutrisi http://www.sevenhillstallarook.com.au

Ternak, 2010

Ilustrasi 1. Anatomi Saluran Pencernaan Ruminansia (Kambing)

Keterangan :

1. Esofagus

2. Rumen

3. Retikulum

4. Omasum
5. Abomasum

6. Usus halus

7. Ceca

8. Usus Besar

9. Anus

4.1.2. Saluran Pencernaan Non – Ruminansia

4.1.2.1. Saluran pencernaan ayam


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Sumber : Sumber :

Data Primer Praktikum Ilmu Nutrisi http://www.dpi.qld.gov.au

Ternak, 2010

Ilustrasi 2. Anatomi Saluran Pencernaan Ayam

Keterangan :

1. Esofagus

2. Tembolok

3. Proventrikulus

4. Ventrikulus/gizzard

5. Duodenum

6. Jejenum

7. Ileum

8. Ceca
9. Usus besar

10. Kloaka

4.1.2.2. Saluran pencernaan bebek

1 23 4 5 6 7 8 9 10

Sumber : Sumber :

Data Primer Praktikum Ilmu Nutrisi http://www.smallstock.info


Ternak, 2010

Ilustrasi 2. Anatomi Saluran Pencernaan Bebek

Keterangan :

1. Esofagus

2. Tembolok

3. Proventrikulus

4. Ventrikulus/gizzard

5. Duodenum

6. Jejenum

7. Ileum

8. Ceca

9. Usus besar

10. Kloaka

4.1.3. Saluran Pencernaan Pseudoruminansia


1 2 3 4 5 6 7 8

Sumber : Sumber :

Data Primer Praktikum Ilmu Nutrisi http://upload.wikimedia.org/wikibooks

Ternak, 2010

Ilustrasi 4. Anatomi Saluran Pencernaan Pseudoruminansia (Kelinci)

Keterangan :

1. Esofagus

2. Lambung

3. Duodenum

4. Jejenum

5. Illeum

6. Ceca
7. Usus besar

8. Anus

4.2. Pembahasan

4.2.1. Saluran Pencernaan Ruminansia

Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil panjang saluran pencernaan

yang terdiri dari usus halus 18,84 m, ceca 25 cm, usus besar 41,15 cm. Rumen

pada ternak kambing berbentuk mengelembung seperti kantong dan terbuat dari

otot-otot muskular yang dapat berkontraksi dan relaksasi, volumenya lebih besar

dari retikulum, omasum, dan abomasum, isinya kasar dan cair, serta pH-nya 7.

Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1993) bahwa rumen berupa kantong

muscular besar yang terbentang dari diafragma menuju ke pelvis dan menempati

rongga abdominal.

Lokasi retikulum persis di belakang diafragma menempatkannya hampir

dalam posisi yang berlawanan dengan jantung sehingga bila ada benda-benda

asing yang tertelan cenderung akan diam di situ dan dapat mengganggu atau

menusuk jantung. Berdasarkan hasil praktikum bahwa bentuk dari retikulum pada

ternak kambing berbentuk kantong dengan permukaannya yang licin dan

menyerupai sarang lebah. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1993) yang

menyatakan retikulum adalah bagian perut (kompartemen) yang paling kranial,

dimana bagian dalamnya diselimuti oleh membran mukosa yang mengandung

“intersecting ridge” yang membagi permukaan menyerupai sarang lebah.

Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan bahwa omasum mempunyai

bentuk permukaan berlipat-lipat dengan struktur yang kasar isinya lebih padat dan
lebih kering, volumenya lebih kecil dibanding dengan rumen retikulum dan

abomasum, serta memiliki pH sebesar 7. Pernyataan tersebut sesuai dengan

pendapat Frandson (1993) yang menyatakan bahwa omasum memiliki bentuk

berlipat-lipat dengan struktur yang kasar. Isinya lebih kering karena omasum

berfungsi sebagai penggiling makanan dan menyerap sebagian air.

Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan bahwa abomasum bersuasana

asam, pH-nya 4, isinya kental dan halus. Menurut Siregar (1994), abomasum

adalah bagian perut yang terakhir, sebenarnya bagian inilah yang disebut lambung

sejati karena kemiripannya dengan fungsi perut tunggal pada hewan non

ruminansia, berperan sebagai pemecahan zat – zat gizi, seperti karbohidrat,

protein, dan lemak.

Usus halus ruminansia mempunyai tiga bagian, yaitu duodenum,

jejenum,dan illeum. Sesuai dengan pendapat Frandson (1993) yang menyatakan

bahawa usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu, duodenum, jejenum dan ileum. pH

masing – masing bagian yaitu 7, 7, dan 10. Semuanya bersuasana basa karena

terdapat cairan pankreas yang bersuasa basa di dalam usus, sesuai dengan

pendapat Tillman et.al., (1998) yaitu, di dalam usus halus, masuk empat sekresi

yaitu: cairan duodenum, empedu, cairan pankreas, dan cairan usus.

Usus besar memiliki ceca, fungsinya untuk menyerap air dan sebagai

pencerna fermentasi, sesuai dengan pendapat Tillman et al. (1998) yaitu sebagian

bahan-bahan yang dicerna yang masuk usus besar zat-zat makanannya telah

mengalami absorbsi di dalam usus halus.

4.2.2. Saluran Pencernaan Non-Ruminansia


4.2.2.1. Saluran pencernaan ayam, dari hasil pengamatan terhadap ayam dapat

diketahui bahwa saluran pencernaan ayam terdiri atas mulut, kerongkongan,

tembolok, proventrikulus, ventrikulus/gizzard, duodenum, jejenum, illeum, ceca,

usus besar, dan kloaka. Menurut Anggorodi (1984), organ pencernaan ayam

terdiri atas ayam terdiri atas mulut, kerongkongan, tembolok, proventrikulus,

ventrikulus, duodenum, jejenum, illeum, rektum, ceca, dan kloaka.

pH yang terdapat pada proventrikulus sebesar 6. Menurut Blakely dan

Bade (1992), proventrikulus mengeluarkan asam lambung terutama asam

hidroklarat dan enzim pepsin yang melakukan pemecahan protein menjadi asam

amino. pH ventrikulus sebesar 3. Menurut Tillman et. al (1998), ventrikulus pada

ayam merupakan tempat terjadinya pencernaan mekanik, ventrikulus terletak di

tengah – tengah rongga perut, tersusun oleh dua otot yang tebal yaitu otot yang

mempunyai kekuatan 10 x kekuatan otot paha.

Usus halus merupakan tempat terjadinya penyerapan sari – sari makanan,

mensekresikan enzim – enzim untuk memecah glukosa dan zat – zat pakan

lainnya menjadi bentuk – bentuk yang sederhana, di mana hasil pemecahan

tersebut dialirkan ke daerah (Blakely dan Bade, 1992). Ceca pada ayam terdapat

dua buah, berwarna putih kekuningan dengan fungsi yang tidak dapat diketahui

dengan pasti (Akoso, 1993). pH ceca adalah 7, disebabkan karena pengaruh usus

halus yang sudah netral. Panjang ceca kiri 14 cm dan ceca kanan 15 cm, sesuai

dengan Suprijatna (2005) yang menyatakan panjang ceca +15 cm.


Usus besar adalah kelanjutan saluran pencernaan, fungsinya pembusukan

dan penyerapan air. Panjang usus besar 9 cm, sesuai dengan Suprijatna (2005),

panjang usus besar pada ayam dewasa sekitar 10 cm.

4.2.2.2. Saluran pencernaan bebek, dari hasil praktikum bobot hidup bebek

adalah 0,83 kg, jauh di bawah kisaran normal, menurut Anggorodi (1984), bobot

bebek normal berkisar antara 2-2,5 kg. Kelainan ini dapat disebabkan oleh faktor

pemberian pakan, kandungan nutrisi pakan yang diberikan pada bebek dan dapat

karena faktor kesehatan bebek tersebut. Esofagus merupakan suatu saluran bagi

pakan untuk menuju ke lambung, sebelum esofagus memasuki rongga tubuh ada

bagian yang melebar pada salah satu sisinya yang dikenal dengan tembolok.

Tembolok pada bebek tidak kelihatan jelas dan tidak dapat berkembang, fungsi

tembolok sebagai penyimpan pakan. Di dalam proventrikulus terjadi pencernaan

kimiawi, proventrikulus mengeluarkan enzim pepsinogen.

Ventrikulus merupakan saluran yang berfungsi mencerna makanan secara

kimiawi. Dari hasil praktikum, pH ventrikulus sebesar 4. Ventrikulus bersifat

asam karena mengandung HCl, keasaman ventrikulus digunakan untuk mencerna

pakan.

Usus halus merupakan tempat absorbsi hasil pencernaan pakan. Usus halus

teridiri atas duodeenum, jejenum, dan illeum. Duodenum menyerap protein dan

karbohidrat, dari hasil praktikum didapatkan panjang duodenum 39 cm, jejenum

41 cm, dan illeum 45 cm. Menurut Suprijatna (2005), panjang usus halus untuk

unggas dewasa sekitar 1,5 m. Ceca pada unggas terdiri dari dua, yaitu ceca kiri

dan ceca kanan, panjangnya masing – masing 11 cm, sedangkan pH-nya 7, sesuai
dengan pendapat Suprijatna (2005), panjang ceca +15 cm. Untuk kolon/kloaka

panjangnya 10 cm, menurut Anggorodi (1984), panjang kolon/kloaka bebek

dewasa sekitar 10-24 cm.

4.2.3. Saluran Pencernaan Pseudoruminansia

Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data sebagai berikut pH lambung 2,

pH usus halus 8, pH ceca 6, ph kolon 7 sedangkan panjang usus halus 13 cm dan

panjang ceca 34,5 cm. Menurut Tillman et al. (1998) cairan lambung terdiri dari

air, garam-garam anorganik dan pepsinogen dapat merangsang produksi pepsin.

Konsentrasi asam dalam cairan lambung menurunkan pH isi lambung sampai 2,0.

Kelinci termasuk ke dalam golongan pseudoruminansia, kelinci

merupakan herbivora, monogastrik yang mempunyai lambung sederhana,

intestinum dan usus belakang yang membesar yaitu ceca dan kolon (Chah et al.,

1975). Kelinci melakukan fermentasi pakan di usus belakangnya, selanjutnya

diinformasikan bahwa fermentasi umumnya terjadi di ceca yaitu kurang lebih

50% dari seluruh kapasitas saluran pencernaannya. Kelinci, ceca besar tetapi tidak

mampu mencerna bahan-bahan organik dan serat kasar dari hijauan sebanyak

yang dapat dicerna oleh ternak herbivora lainya, bahkan kadang lebih rendah dari

babi (Kartadistara, 1997).

Menurut Kartadistara (1997), pada prinsipnya adalah setelah mengalami

pencernaan mekanik dalam mulut, serat mengalami pencernaan enzimatik dalam

perut besar atau stomach. Serat tersebut mengalami pencernaan lagi dalam usus

dan dalam bentuk karbohidrat tersedia akan diabsorbsi oleh dinding usus. Serat

yang tidak tercerna yang berbentuk partikel halus masuk ke dalam ceca dan
mengalami proses pencernaan fermentasi yang selanjutnya dikeluarkan lewat anus

dalam bentuk feces dan pada kelinci dikeluarkan dalam bentuk feces lunak dan

dikonsumsi kembali. Ceca terdapat bakteri-bakteri Xylanolitic dan Pactinolitic

yang sanggup mengubah serat menjadi karbohidrat. Menurut Chah et al., (1975),

serat kasar yang lebih tinggi dapat mempengaruhi populasi bakteri Escherichia

coli dan Clostridium perfringens penyebab enteroksemia.


BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil Pengamatan Praktikum Anatomi Saluran Pencernaan

dapat disimpulkan bahwa ruminansia mempunyai empat buah lambung yaitu

rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Berbeda dengan non-ruminansia yang

hanya memiliki satu lambung. Secara umum pH pada lambung sejati pada

keadaan asam. Ini merupakan hasil dari produksi HCl pada lambung untuk

mengaktifkan pepsinogen. Bebek dan ayam memiliki ukuran tembolok ceca yang

berbeda. Ayam mempunyai tembolok lebih besar dan ceca lebih panjang dari

bebek karena makanannya yang didominasi biji-bijian. Secara umum baik pada

ruminan maupun non-ruminan memiliki pH netral hingga basa pada ususnya baik

usus halus maupun usus besar.


DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B. T. 1993. Kesehatan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.

Anggorodi, R., 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta

Blakely, J. dan D. H. Bade. 1992. Ilmu Peternakan edisi keempat. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Chah, C.C., et al. 1975. Futher investigion and identification of growth promoting

effects of fungus fermented soybeans for broiler. Poultry Sci. 55 : 911-

917.

Frandson, R. D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta.

Kartadisastra, H. R., 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak

Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta

Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. Yayasan Pembangunan, Jakarta.

Jordan, R. M. 1968. Animal Science. The Iowa State University Press, Iowa.

Maynard, L.A., et al. 1984. Animal Nutrition. Mc Graw-Hill Publishing Company

Limited, New Delhi.


Parakkasi, A. 1986. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik. UI Press,.

Jakarta.

Sarengat, W. 1982. Diktat Kuliah Pengantar Ilmu Ternak Unggas. Fakultas

Peternakan dan Perikanan Universitas Diponegoro, Semarang.

Sarwono, B. 1993. Kelinci Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.

Say, R. 1992. Manual of Poultry Production in The Tropic. CAB International,

English.

Sihombing, D. T. H., 1997. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sumoprastowo, R.M. 1985. Beternak Kelinci Idaman. Penerbit Bhatara Karya

Aksara, Jakarta.

Suprijatna, E. U. et al. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Tillman, et al. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press,

Yoyakarta.

Anda mungkin juga menyukai