Anda di halaman 1dari 4

Bahan 2

PROSES PENCERNAAN PADA UNGGAS


Pencernaan Utama oleh Enzim-enzim Saluran
Pencernaan utama yang dilakukan oelh unggas mulai dari mulut sampai dengan kolon berturut-
turut adalah proses hidrolisis, hidrolisis mekanis, enzimatik hidrolisis dan fermentatif.

Pencernaan di Dalam Mulut


Di dalam mulut belum banyak terjadi proses pencernaan walaupun unggas sudah berusaha
dengan paurh memecah makanannya dan saliva disekresikan oleh kelenjar maksilaris, palatini,
pterigoidea dan mandibularis yang pada unggas dewasa produksinya 1-30 ml/jam. Alaiva unggas
menandun enzim amilase dalam konsentrasi yang rendah dan mempunyai aktivitas sampai di
tembolok dan gizzard.

Pencernaan di Tembolok
Fungsi tembolok adalah menampung sementara makanan yang masuk. Selanjutnya makanan
dilunkkan dengan bantuan saliva dari kelenjar mulut, esophagus dan tembolok. Di dalam
tembolok terjadi aktivitas enzim amilase dan proses fermentasi oleh bakteri yang didukung
kondisi Ph tembolok sekitar 6,3 dengan hasil akhir berupa asetat. Selain itu menurut Zhou et al.
(1990) bahwa pada pemberian pakan secara force feeding akan meningkatkan ukurna tembolok.

Pencernaan di Lambung
Lambung unggas terdiri dari dua yaitu lambung kelenjar (proventrikulus) dan lambung atas
(gizzard) berhubungan dengan usus halus. Proses pencernaan yang terjadi di dalam
proventrukulus yaitu pencampuran makanan dengan getah lambung (HCL, pepsin), selanjutnya
makanan digiling dalam gizzard secara mekanis dibantu oleh adanya grit yang mampu
meningkatkan kecernaan biji-bijian sampai 10% . Asam lambung menyebabkan cairan dalam
lambung bersifat asam dengan pH antara 1,0 – 2,0, sehingga proses pencernaan protein oleh
enzim pepsin dengan cara hidrolisis berjalan dengan baik.

Pencernaan Usus Halus


Sebagian besar pencernaan dan absorbsi nutrisi terjadi di dalam usus halus. Proses pencernaan
dibantu oleh kelenjar intestinal yang mengahasilkan mucin berfungsi sebagai pelicin dan enzim
sukrase memecah sukrosa menjadi glukosa, fruktosa, maltase memecah maltosa menjadi glukose,
eripsin memecah bentuk intermediet protein menjadi asam amino.
Pencernaan karbohidrat di mulai dari mulut dengan pelumas saliva, di dalam gizzard secara
mekanis dan hidrólisis, dilanjutkan di dalam usus halus oleh enzim pancreas, empedu serta getah
usus. Proses pencernaan ini hanya mampu menghidrolisis karbohidrat sederhana sedangkan serat
kasar tidak mampu didegradasi. Oleh karena itu sebagian serat kasar lewat dari organ pencernaan
utama masuk ke organ bagian akhir saluran pencernaan (sekum, rectum, kolon) pada bagian miles
terjadi pencernaan fermentasi (Scott et al. 1982).
Menurut Bing_hai et al., (1998)bahwa pertambahan bobot badan, retensi N dan waktu retensi zat
makanan dalam ientestine pada anak ayam umur 2 bulan tidak dipengaruhi oleh tingkat selulosa
sebanyak 3,5%, tetapi secara nyata turun sampai dengan 10%. Oleh karena itu disimpulkan
bahwa penurunan pertumbuhan disebabkan oleh penggunaan selulosa pada tingkat 10% yang
berakibat pada peningkatan laju aliran zat makanan pada usus halus.
Pencernaan lemak, proses pencernaan lemak aktif dimulai secara hidrolisis dibagian usus halus,
oleh adanya aktivasi garam empedu sebagai emulsifier yaitu mengemulsikan lewat dan
selanjutnya lemak akan dipecah oelh enzim lipase menjadi asam-asam lemak dan gliserol,
sedangkan pencernaan protein yang terjadi di dalam usus halus dilakukan oleh enzim-enzim
pencernaan dengan hidrólisis menjadi peptida sederhanan dengan produk akhir asam-asam
amino.
Kehadiran HCL akan mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin sejak dari proventrikulus sampai
dengan usus halus (scott et el., 1982). Dengan demikian pencernaan nutrisi yang meliputi
karbohidrat, lemak protein dan vitamin dapat diselesaikan oleh ternak unggas dan langsung
diabsorbsi ke dalam tubuh, sedangkan nutrisi yang tidak dicerna yaitu serat kasar yang lewat
organ penyerapan utama akan didegradasi secara fermentatif terutama di sekum.

D. PENCERNAAN FERMENTATIF

Pencernaan fermentatif pada ternak unggas berlangsung dibagian organ pencernaan tembolok,
sekum, lectum dan kolon. Fermentasi terjadi oleh adanya serat kasar pakan dalam bagian saluran
pencernaan tersebut. Mikriflora saluran pencernaan berasal dari luar tubuh yang masuk bersama
makanan, yang mampu tumbuh baik di dalam saluran pencernaan dan dapat beradaptasi, tumbuh
berkembang di dalam saluran pencernaan.
Degradasi serat kasar oleh enzim selulase merupakan protein fermentasi dan pentosa yang
terkandung dalam pakan menjadi asam organik terutama asetat propionat dan butirat atau dikenal
sebagai VFA. Bejana fermentor yang efektif pada ternak unggas adalah sekum. Kondisi substrat
yang mengisi sekum berasal dari usus halus yang masuk ke dalam sekum karena tidak dapat
didegradasi oleh sistem pencernaan di usus halus, juga mengisi rectum. Hal ini didukung oleh
kondisi saluran pencernaan yang lebih lentur dan lebih banyak menampung makanan.
Pertumbuhan mikroflora tidak cukup hanya didasarkan pada ketersediaan sumber karbon tanpa
sumber nitrogen. Menurut Morita et al. (1999) dari hasil uji peranan protein dan peptida resisten
sperti aligo-L methionin, dalam menaikkan produk butiran sekum tkus yang diberi pakan
karbohidrat yang cepat di fermentasi terdapat perbedaan dalam menaikkan produk butiran sekum.
Ternyata tikus yang diberi pakan pati kentang kasar denan casein, asam organic sekum yang
utama adalah asetat (441 umol), tetapi laktat dan suksinat juga didapatkan dalam jumlah cukup
banyak (324 umol). Suksinat adalah asam organic sekum yang utama pula (235 umol) pada tikus
yang diberi pakan fruktoaligosakarid dengan casein. Ketika protein beras diberikan dengan pati
kentang kasar, konstribusi laktat secara nyata lebih rendah dan propionat cenderung lebih tinggi
daripada tikus dengan pakan ditambah kasein. Peptida resisten yang masuk sekum digunakan
sebagai sumber N bagi pertumbuhan mikrobia lebih baik sehingga dapat dihasilkan VFA dengan
proporsi asetat, propionat dan butirat bervariasi.
Menurut Savory dan Knox (1991) bahwa rata-rata kandungan VFA isi sekum ayam 27 – 34
umol/g berat basah terdiri dari asetat 16,5 – 22,98 umol/g, propionat 5,5 – 6,0 umol/g dan iso –
valerat 0,39 – 0,52 umol/g. Tingkat serat kasar dalam ransum berpengaruh terhadap komposisi
VFA isi sekum. Profil VFA tersebut didapatkan dengan makanan sumber serat dari rumput
kering, tepung selulosa serta perlakuan suplementasi enzim.
Ayam kampung dan burung juga mengkonsumsi sejumlah pakan hijauan meskipun hanya dalam
jumlah sedikit, artinya serat kasar dapat dicerna oleh mikrobia dalam sekum ayam. Menurut
Annison et al. (1968) sebagian produk VFA (mmol/kg) digesta di dalam gizzard unggas
mencapai 5, usus halus 10, sekum 107, kolon 51, sebagian besar komponen VFA berupa asam
asetat (61%). Sedangkan persen molar VFA pada daerah sekum ternak unggas dan babi serta
pada rumen ternak domba disajikan pada tabel 1. Pada tabel tersebut tampak bahwa dari segi pola
konsentrasi (% molar) VFA individual ada kemiripan antara ternak unggas, babi dan domba.
Meskipun dalm jumlah terbatas, proses fermentasi anaerob setelah organ penyerapan utama (usus
halus) pada ayam ikut memberi kontribusi pada kebutuhan energi dan protein, sumbangan energi
berupa produk fermentasi VFA, asam-asam aminoyang terserap dalam vitamin B. menurut Kamal
(1994) bahwa nilai energi bruto bahan kering dari beberapa nutrien dan bahan pakan sebagai
berikut : 1 gram glukosa mengahasilkan panas pembakaran 3,74 kcal/g ; sukrosa 3,96 ; pati 4,23 ;
asam asetat 3,49 ; propionat 4,96 ; butiran 5,35 ; karbohidrat 4,15 ; lemak 9,40 protein 5,65 ;
jagung 4,43 ; padi 4,57 kcal/g.
Senyawa VFA sebagai sumber energi dalam transportasinya keseluruh tubuh melalui sirkulasi
yang berperan di bagian sekum meliputi ramus cecalis pada arteria mesentrica cranialis. Selain itu
dalam sekum juga ditemukan VFA, asam amino serta nutrien lainnya.
Ditinjau dari ternak ruminansia, ransum berserat lebih serat terdegradasi dalam rumen oleh
mikrobia selulolitik dan menghasilkan VFA serta proporsi asam astat lebih tinggi, sedangkan pati
lambat sedikit propionat. Dijkstra (1994) menyatakan bahwa fermentasi karbohidrat setructural
(dinding sel) menghasilkan asam asetat lebih tinggi dibandingkan karbohidrat non setruktural (isi
sel tanaman) fraksi menyusun menyusun isi sel terdiri dari gula, pati karbohidrat yang larut,
pectin, nitrogen non protein, protein lipida dan zat lain yang larut di dalm air termasuk vitamin
dan mineral, sedangkan fraksi dinding sel terdiri dari selulosa, lignin dan silica. Fraksi menyusun
dinding sel tidak larut di dalm air sehingga sukar dicerna disebut pula neutral-detergen-insoluble
fiber (NDF).
Menurut Raharjo at al. (2000), bahwa teknik fermentasi di luar tubuh menggunakan inokulum
aspergilus neger NRRL 37 M\mampu meningkatkan kandungan protein 100%, menurunkan serat/
dinding sel yang tidak larut detergen nautral (NDF) sebanyak 25% an meningkatkan kecernaan
nutrisi pollard gandum setelah di fermentasikan, khususnya serta NDF, serat / Legno – selulose /
selulosa, lignin dan silica tidak larut dengan asam (ADF) 12 – 15 kali, selulosa 2 – 26 kali, lignin
2 – 3 kali pada itik alabio. Hal ini memberikan gambaran tidak menutup kemungkinan proses
fermentatif dalam tubuh itik juga cukup potensial, apabila persyaratan untuk terjadinya proses
fermentasi terpenuhi.
Komposisi kimia berpengaruh terhadap kecernaan, semakin tingi serat dalam ransum, maka
kecernaan akan semakin menurun (minish dan Fox 1979). Efisiensi penggunaan energi metabolis
untuk mendeposit lemak, menurun dengan meningkatnya kandungan serta kasar di dalam ransum
(Theriez dkk, 1980). Metode pengukuran daya cerna untuk unggas telah dikembangkan oleh
Sklan dan Harwitz (1980) dan Wiriadisastra (1986) dengan modifikasi. Metode ini menggunakan
teknik pembunahan ayam percobaan, melalui koleksi sampel feses dari usus besarnya, sedangkan
kandang dan pemilihan sama seperti koleksi sampel untuk menentukan nilai letensi nitrogen dan
energi metabolis pakan. Teknik ini menggunakan indikator internal sebagai pembanding yaitu
legnin (Maynard dan Loosli, 1979).
https://www.academia.edu/5117519/PROSES_PENCERNAAN_PADA_UNGGAS

Anda mungkin juga menyukai