Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Aterosklerosis merupakan penyebab kematian pada pria dan wanita di


Amerika Serikat dan negara-negara barat lainnya. Lipoprotein plasma tertentu
memainkan peranan penting dalam aterogenesis. Lipoprotein plasma yang
mengandung apolipoprotein (apo) B 100 telah diidentifikasi sebagai kenderaan
yang mentranspor kolesterol ke dalam dinding arteri. Mereka adalah lipoprotein
berdensitas rendah (LDL), berdensitas menengah (IDL), berdensitas sangat rendah
(VLDL) dan lipoprotein Lp(a).1

Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan
kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit, dan
makrofag di seluruh kedalaman tunika intima dan akhirnya ke tunika media.
Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta, dan-arteri serebral.1

Aterosklerosis sangat dipengaruhi kadar kolesterol yang tinggi (


khususnya LDL), merokok, tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, obesitas dan
kurang aktivitas fisik. Tingginya kadar homosistein darah, fibrinogen dan
lipoprotein-a juga dilaporkan sebagai faktor resiko dari aterosklerosis. Ada empat
faktor resiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu ; usia, jenis kelamin, ras, dan
riwayat keluarga (genetik).3

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi


masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes
Association (ADA) 2010, DM adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Lebih dari 90 persen dari semua populasi diabetes
adalah diabetes melitus tipe 2 yang ditandai dengan penurunan sekresi insulin
karena berkurangnya fungsi sel beta pankreas secara progresif yang disebabkan
oleh resistensi insulin.1,2
WHO pada September 2012 menjelaskan bahwa jumlah penderita DM di
dunia mencapai 347 juta orang dan lebih dari 80% kematian akibat DM terjadi
pada negara miskin dan berkembang. Sedangkan dalam Diabetes Atlas 2000
(International Diabetes Federation) diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada
sejumlah 178 juta penduduk Indonesia berusia diatas 20 tahun dengan asumsi
prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien menderita DM.
Ditambah lagi hasil penelitian yang dilakukan oleh Litbang Depkes 2008 di
seluruh provinsi menunjukkan bahwa prevalensi nasional untuk toleransi glukosa
tertanggu (TGT) adalah sebesar 10,25% dan untuk DM adalah sebesar 5,7%.2,3

Pasien dengan Diabetes Mellitus memiliki peningkatan insiden


arteriosklerotik kardiovaskular, penyakit arteri perifer, dan serebrovaskular.
Hipertensi dan kelainan metabolisme lipoprotein juga sering ditemukan pada
orang dengan Diabetes Mellitus. Kelainan lemak darah lazim terjadi pada
Diabetes Mellitus karena resistensi insulin atau defisiensi enzim penting dan jalur
metabolisme yang berpengaruh pada metabolisme lemak. Perubahan lemak ini
dikaitkan dengan peningkatan asam lemak bebas sekunder pada resistensi insulin.
Hubungan sebab akibat antara dislipidemia dan aterosklerosis telah diketahui
dengan baik. Pada kasus Diabetes Mellitus, hubungan antara hiperglikemia,
obesitas, dan perubahan kadar insulin sangat mempercepat pertumbuhan
aterosklerosis.5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Aterosklerosis
1. Definisi
Atherosklerosis berasal dari kata athero yang dalam bahasa
Yunani( athera) suatu bentuk gabung yang menunjukan degenerasi lemak
atau hubungan dengan atheroma. Sedangkan sklerosis dalam bahasa
Yunani berarti indurasi dan pengerasan; seperti pengerasan sebagian
peradangan, pembentukan jaringan ikat meningkat atau penyakit zat
intersisial. Aterosklerosis adalah suatu penyakit yang menyerang
pembuluh darah besar maupun kecil dan di tandai oleh kelainan fungsi
endotelial, radang vaskuler, dan pembentukan lipid, kolesterol, zat kapur,
bekas luka vaskuler di dalam dinding pembuluh intima. Pembentukan ini
menyebabkan plak, pengubahan bentuk vaskuler, obstruksi luminal akut
dan kronis, kelainan aliran darah, pengurangan suplai oksigen pada organ
atau bagian tubuh tertentu. Plak terbentuk dari lemak, kolesterol,
kalsium, dan subtansi lain yang ditemukan dalam darah. Ketika
itu tumbuh, membentuk plak di bagian dalam arteri, dan pada saatnya
dapat membatasi aliran darah.6
2. Mekanisme Aterosklerosis
- Pembentukan Plak Aterosklerotik
Pada saat ini proses terjadinya plak aterosklerotik yang
dipahami ialah adanya proses sederhana karena penumpukan
kolesterol, tetapi telah diketahui bahwa fungsi endotel dan
proses inflamasi juga berperan penting. Proses pembentukan
plak dimulai dengan adanya disfungsi endotel karena faktor
– faktor tertentu. Pada tingkat seluler, plak terbentuk karena
adanya sinyal – sinyal yang menyebabkan sel darah seperti
monosit, melekat ke lumen pembuluh darah. Aterosklerosis
merupakan proses pembentukan plak di tunika intima pada
arteri besar dan sedang. Proses ini akan berlangsung – terus
menerus. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap,
yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL ( low –
density lipoprotein) ke dalam tunika intima, respo n
inflamatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis. 8,9
Beberapa faktor resiko koroner turut berperan dalam
proses aterosklerosis, antara lain hipertensi,
hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok. Adanya infeksi
dan stres oksidatif juga menyebabkan kerusakan endotel.
Faktor – faktor risiko ini dapat menyebabkan kerusakan
endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi endotel.
Disfungsi endotel memegang peranan penting dalam
terjadinya proses aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan
proses inflamasi, migrasi dan proliferasi sel, kerusakan
jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya menyebabkan
pertumbuhan plak. Endotel yang mengalami disfungsi
ditandai hal – hal sebagai berikut :
a. Berkurangnya bioavailabilitas nitrit oksida dan produksi
endothelin yang berlebihan, yang mengganggu fungsi
hemostasis vaskuler
b. Peningkatan ekspresi molekul adhesive (misalnya P -selektin,
molekul adhesive antarsel, dan molekul adhesif sel pembuluh
darah, seperti Vascular Cell Adhesion Molecules – 1
(VCAM-1).
c. Peningkatan trombogenisitas darah melalui sekresi beberapa
substansi aktif lokal. 1 1,12,13
- Perkembangan Proses Aterosklerosis
Jika endotel rusak maka sel – sel inflamatorik terutama monosit
akan bermigrasi menuju ke lapisan subendotel dengan cara
berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika sudah berada pada
lapisan subendotel, sel – sel ini mengalami differensiasi menjadi
makrofag. Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang juga
berpenetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan
selanjutnya membentuk fatty streaks. Makrofag yang teraktivasi ini
melepaskan zat – zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte
chemoattractant protein-1, tumor necrosis factor α, IL-1, IL-6, CD-
40, dan c-reaktive protein) yang makin mengaktifkan proses ini
dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos
pembuluh darah (yang mensintesis komponen matriks
ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh
darah bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima, lalu
mensintesis kolagen, membentuk kapsul fibrosis yang
menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti lipid dari aliran
pembuluh darah. Makrofag juga menghasilkan matriks
metalloproteinase (MMPs) merupakan enzim yang mencerna
matriks ekstraseluler dan menyebabkan terjadinya disrupsi plak.16
- Stabilitas Plak dan Kecenderungan Mengalami Ruptur
Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel
otot polos dan makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas
plak dan kecenderungan untuk mengalami ruptur. LDL yang
termodifikasi meningkatkan respon inflamasi oleh makrofag. Respon
inflamasi ini memberikan umpan balik, menyebabkan lebih banyak
migrasi LDL, menuju tunika intima, yang selanjutnya mengalami
modifikasi lagi, dan seterusnya. Makrofag yang terstimulasi akan
memproduksi matriks metaalloproteinase yang mendegradasi kolagen.
Di sisi lain, sel otot pembuluh darah pada tunika intima, yang
membentuk kapsul fibrosis, merupakan subjek apoptosis. Jika kapsul
fibrosis menipis, ruptur plak mudah terjadi, menyebabkan paparan
aliran darah terhadap zat – zat trombogenik pada plak.14 Hal ini
menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses inflamatorik ini
menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses proinflamatorik ini
menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas. Sebaliknya ada
proses antiinflamatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan
mendukung stabilitas plak. Sitokin seperti IL4 dan TGF-β bekerja
mengurangi proses inflamasi yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi
secara seimbang seperti pada proses penyembuhan luka.
Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser ke
arah pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lumen
pembuluh darah dan menjadi rentan mengalami ruptur.12
- Disrupsi Plak, Trombosis, dan SKA
Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan – lahan
seiring berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil, gejala
muncul bila stenosis lumen mencapai 70 – 80 %. Mayoritas kasus
SKA terjadi karena ruptur plak aterosklerosis. Plak yang ruptur ini
kebanyakan hanya menyumbat kurang dari 50 % diameter lumen.
Mengapa ada plak yang ruptur dan ada plak yang tetap stabil belum
diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti
lipid yang besar, kapsul fibrosa yang tipis, dan inflamasi dalam plak
merupakan predisposisi untuk terjadinya ruptur. Setelah terjadi ruptur
plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan terpapar darah
yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit,
selanjutnya terbentuk trombus. Trombosit berperan dalam proses
hemostasis primer. Selain trombosit, pembentukan trombus juga
melibatkan sistem koagulasi plasma. Sistem koagulasi ini diaktifkan
bersamaan dengan sistem hemostatsis sekunder. Kaskade koagulasi
ini diaktifkan bersamaan dengan sistem hemostasis primer yang
dimediasi trombosit. Proses hemostasis primer maupun sekunder.11,12
Ada 2 macam trombus yang dapat terbentuk :
 Trombus Putih : merupakan bekuan yang kaya trombosit,
hanya menyebabkan oklusi sebagian.
 Trombus merah : merupakan bekuan yang kaya fibrin.
Terbentuk karena aktivasi kaskade koagulasi dan penurunan
perfusi pada arteri. Bekuan ini bersuperimposisi dengan
trombus putih, menyebabkan terjadinya oklusi total.
3. Etiologi
Pada aterosklerosis, dinding arteri menjadi keras dan tebal, kadang
– kadang mengacau sirkulasi aliran darah. Kondisi ini merupakan akibat
dari proses penuaan alami dari atherosclerosis.7,8
Para ilmuan belum mengetahui secara pasti bagaimana
aterosklerosis terjadi ataupun penyebabnya. Penyakit ini berkembang
bertahap dan komplek Banyak ilmuwan berpikir hal ini dimulai
dengan kerusakan padalapisan yang paling dalam dari arteri
yang disebut endhotelium. Penyebab dari kerusakan endhotlium
meliputi
- Peningkatan kadar kolesterol
- Tekanan darh tinggi
- Virus
- Reaksi alergi
- Bahan – bahan iritan, seperti nikotin atau drugs atau terlalu banyak
homocystein (suatu asam amino yang terdapat pada darah)
- Penyakit tertentu, seperti diabetes
4. Aspek klinis
Gejala – gejala dari aterosklerosis umumnya bervariasi.
Penderita aterosklerosis ringan dapat mengalami gejala infark
myocard dan pasien yangmend erita aterosklerosis tingkat lanjut
dapat tidak mengalami gejala-gejala yang berarti. Jadi tidak ada
perbedaan gejala-gejala klinis antara aterosklerosis yangringan ataupun
yang telah parah. Aterosklerosis dapat menjadi kronik dengan
menunjukkan tanda-tanda kerusakan yang meningkat sebanding
dengan umur (penyakit degeneratif) dan lamanya menderita
aterosklerosis. 5,6 Merskipun sebuah penyakit sistemik yang
mengglobal tetapi aterosklerosis dapat pula hanya menyerang salah satu
organ tubuh dimana hal ini bervariasi untuk masing-masing penderita.
Berikut ini disajikan beberapa efek klinis kelainan yangterjadi akibat
aterosklerosis
Adanya penyempitan diameter pembuluh darah akibat
penumpukan jaringan fibrous (plaque) yang makin lama makin besar.
Penyempitan dapatmencapai hingga nilai 50-70% dari diameter
pembuluh awal. Hal ini berakibat terganggunya sirkulasi darah kepada
organ yang membutuhkan kebutuhan oksigen dan nutrisi sel terganggu.
Contoh penyakit yang berhubungan dengan masalah ini adalah angina
pectoris, mesenterik angina dan sebagainya.4
- Plaque yang telah terbentuk dapat pecah dan mengalir mengikuti
pembuluh darah menjadi trombus dan emboli. Trombus ini dapat
menyumbat arteri – arteri penting tubuh yang penting. J i k a
m e n yu m b a t arteri koroner maka dapat mengakibatkan otot jantung
mengalami iskemia (kekurangan nutrisi) dan selanjutnya dapat
memicu terjadinya infark miocard dan stroke. Emboli ini dapat
juga terjadi secara tanpa sengaja pada peristiwa pembedahan
aorta, angiograf, dan terapi trombolitik pada pasien aterosklerosis.8
- Angina pectoris ditunjukkan dengan perasaan tidak nyaman
pada daerah retrosternal dan menyebar ke daerah lengan
kanan yang kadang-kadang d i s a l a h a r t i k a n s e b a g a i g e j a l a
d ys p n e a . A n g i n a p e c t o r i s t i m b u l s e t e l a h melakukan
kerja berat dan diobati dengan beristirahat atau terapi ni trat.
Jika angina pectoris berlanjut dan terjadi berulang -ulang
dapat berlanjut kepada infark myocard (serangan jantung).9
5. Penatalaksanaan
a. Non Medikamentosa
1. Olahraga teratur, batasi konsumsi alkohol (moderate), berhenti
merokok, mengontrol tekanan darah dan kadar gula darah,
mengusahakan dan mempertahankan berat badan ideal dan diet
rendah kolesterol.
2. Konsumsi antioksidan. Flavonoid teh hijau, minyak olive dan
wine merah.
3. Diet rendah lemak trans dan jenuh. Konsumsi asam lemak omega
3, buah, sayur segar dan kacang – kacangan.2,3
b. Medikamentosa
1. Obat Penurun Kolsterol
o Statin. Statin merupakan obat yang aman dan di toleransi
dengan baik. Sekarang ini merupakan pilihan pertama untuk
menurunkan k-LDL. Tergantung jenis dan dosisnya, statin
dapat menurunkan k – LDL lebih dari 55% dan trigliserida
(TG) lebih dari 30 % serta dapat menaikkan k – HDL lebih
dari 15%. Statin akan memberikan keuntungan yang paling
besar pada orang dengan resiko tinggi. Dosis yang diberikan
bisa cukup besar karena mungkin harus menurunkan 30% -
40% dari kadar awalnya, karena itu mungkin diperlukan
beberapa kali peningkatan dosis. Statin mempunyai efek
samping terhadap liver tetapi jarang, karena itu disarankan
untuk pemeriksaan fungsi liver sebelum memberikan statin
dan dievaluasi secara berkala tiap 6 bulan.
o Fibrat. Merupakan obat tunggal yang paling efektif untuk
orang dengan TG yang sangat tinggi dan bisa digunakan
sebagai obat tambahan apabila dengan statin masih tetap
tinggi. Masalah utamanya adalah efek samping gastrointestinal
dan kemungkinan terbentuknya batu empedu serta interaksi
dengan obat lain.
o Niasin (asam Nikotinat). Pemeberian niasin dalam dosis 1 – 2
g/hari dapat menurunkan kadar TG, k- LDL, k – HDL.
Penurunan TG bisa sampai >50% dan k – LDL >25%. Niasin
tunggal atau sebagai kombinasi degan statin merupakan
alternatif terapi pada pasien dengan dislpidemia aterogenik.
o Bile acid squestrant. Bekerja di intestinum mengikat asam
empedu dan tidak diabsorpsi, karena itu aman untuk anak –
anak, wanita hamil dan menyusui. Terutama menurunkan k –
LDL tetapi bisa juga menaikkan TG. Karen itu tidak
dianjurkan pada pasien dengan TG yang tinggi.
o Ezetemibi. Pada pasien yang tidak bisa memakai statin nisa
menggunakan ezetemibi, tetpai efeknya sangat lemah. Kecuali
dipakai dalam kombinasi dengan statin akan memperbesar
efek penurunan k – LDL.1,2,3
2. Obat – obat yang mempunyai efek anti inflamasi
Aterogenesis berlanjut disebabkan karena adanya proses inflamasi
vaskular. Inflamasi vaskular ini dikaitkan langsung denngan
tingginya kadar kolesterol darah tetapi bisa juga disebabkan
karena infeksi kuman.
o Statin. Efek utama statin adalah menurunkan kadar kolesterol
darah, tetapi selain itu juga mempunyai efek anti – oksidan
sistemik yang kuat, anti – inflamasi dan anti – propeliferatif.
Menurunkan reaksi inflamasi ini mungkin menjadi salah satu
mekanisme berkurangnya kejadian kardiovaskular pada
pemakaian statin.
o Angiotensine Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) dan
Angitensin Receptor Blocker (ARB). Mempunyai efek anti –
oksidan langsung, anti – inflamasi dan anti – proliperative,
karena itu akan menghentikan proses aterosklerosis.
o Aspirin. Aspirin akan menurunkan aktivitas trombosit. Selain
itu juga akan menurunkan ekspresi mediatro – mediator
inflamasi (misalnya : CRP, TNF, IL-6 dan I-CAM) dan
menghambat proliferasi sel otot polos vaskular. Hormon
Replacement Therapy (Terapi Sulih Hormon). Dapat
menurunkan ICAM-1, VCAM-1 dan E-Selectin.
o Agonist Peroxisome Proliferator Activated Receptor – γ
(Agonist PPAR – γ). Akan menurunkan Inter leukin – 4 (IL-
4)., Interleukin -5 (IL-5) dan Interleukin – 13 (IL-13) dan
menurunkan ekspresi gen proinflamatori.
o Suplemen anti – oksidan. Pemakaian pada manusia
manfaatnya masih meragukan karena selama ini penelitiannya
hanya dalam waktu yang pendek dan dosis anti – oksidannya
terlalu kecil, sehingga manfaatnya masih belum jelas.2

B. Diabetes Mellitus
1. Definisi
Diabetes Mellitus adalah suatu gangguan metabolisme yang secara
genetis dan klinis dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat, yang ditandai dengan hiperglikemia puasa dan post prandial
karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara
adekuat. Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia adalah
suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam darah
melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas
penyakit diabetes mellitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan
pada beberapa keadaan yang lain.4,5
2. Klasifikasi

Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus


3. Patogenesis
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta
pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM
tipe-2 Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini
dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver
dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis),
gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pancreas
(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak
(resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan
terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2.1
Gambar-1. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam
patogenesis hiperglikemia pada DM tipe 2 (Ralph A. DeFronzo. From the
Triumvirate to the Ominous Octet: A New Paradigm for the Treatment of
Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes. 2009; 58: 773-795)

Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapanhal


(omnious octet) berikut :

a. Kegagalan sel beta pancreas:


Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah
sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.
b. Liver:
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan
memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan
basal oleh liver (HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat
yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses
gluconeogenesis.
c. Otot:
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang
multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin
sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan
sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja
di jalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion.
d. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak
bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan
merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi
insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin.
Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity.
Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.
e. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar
dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai
efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like
polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic
polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada
penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap
GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan
ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat
yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4
inhibitor. Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam
penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang
memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap
oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan.
Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase
adalah akarbosa.
f. Sel Alpha Pancreas:
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam
hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam
sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam
plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam
keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang
normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat
reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP- 4 inhibitor dan
amylin.
g. Ginjal:
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis
DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari.
Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali
melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-Transporter) pada bagian
convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi
melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga
akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi
peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja
SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus
ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang
bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah
satu contoh obatnya.
h. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu
yang obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan
hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari
resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat
akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang
bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin
dan bromokriptin.
4. Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan
glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat
ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat
ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
- Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.1,2
Tabel 2. KriteriaDiagnosis DM

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM


digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi
glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
- Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa
plasma 2-jam <140 mg/dl;
- Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma 2 -jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa
plasma puasa <100 mg/dl Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
- Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

Tabel 2. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis daibetes


dan prediabetes.
5. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas
hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :
a. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki
kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
b. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas
DM.1,2
Tabel 3. Profil obat antihiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia

C. Hubungan Diabetes Mellitus dengan Aterosklerosis


Diabetes Mellitus (DM) merupakan faktor risiko utama penyakit
kardiovaskuler, di mana bukti epidemiologi menunjukkan bahwa mortalitas
kardiovaskuler 2-3 kali lebih tinggi dibanding populasi non-DM. Hipertensi
sering dijumpai pada penderita DM. Penderita diabetik hipertensi lebih sering
menderita penyakit kardiovaskuler dibanding diabetik normotensi. Pada studi
epidemiologi dilaporkan mortalitas kardiovaskuler 2-3 kali lebih tinggi pada
penderita diabetik hipertensi dibanding diabetik normotensi.(9,10,11)
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi adalah
meningkatnya kadar LDL kolesterol pada penderita DM tipe 2 .(13). Studi
Framingham melaporkan bahwa LDL kolesterol merupakan suatu komponen
yang aterogenik mempunyai dampak klinis pada penyakit kardiovaskuler.12,13
Pasien dengan Diabetes Melitus memiliki peningkatan insiden
arteriosklerotik kardiovaskular. Hipertensi dan kelainan metabolisme
lipoprotein juga sering ditemukan pada orang dengan Diaabetes Melitus.
Kelainan lemak darah lazim terjadi pada Diabetes Melitus karena resistensi
insulin atau defisiensi enzim penting dan jalur metabolisme yang berpengaruh
pada metabolisme lemak. Perubahan lemak ini dikaitkan dengan peningkatan
asam lemak bebas sekunder pada resitensi insulin. Hubungan sebab akibat
antara dislipidemia dan aterosklerosis telah diketahui dengan baik. Pada kasus
Diabetes Melitus, hubungan antara hiperglikemia, obesitas, dan perubahan
kadar insulin sangat mempercepat pertumbuhan aterosklerosis.3
Aterosklerosis atau pengerasa arteri adalah kondisi pada arteri besar dan
kecil yang ditandai dengan penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofl,
monosit, dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel
endotel) dan akhirnya tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang sering
terkena adalah arteri koroner, aorta, dan arteri – arteri serebral.1
Langkah awal dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan
disfungsi sel endotel di lumen arteri. Kondisi ini dapat terjadi setelah cedera
pada sel endotel atau dari stimulus lain. Cedera pada sel endotel dapat
mencetuskan reaksi imun dan inflamasi, termasuk menarik sel darah putih
serta trombosit masuk ke area cedera. Sel darah putih akan melepaskan
sitokin proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi, menarik
lebih banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses
pembekuan, mengaktivasi sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia yang
berperan sebagai chemoattractant (penarik kimiawi) yang mengaktifkan
siklus inflamasi, pembekuan, dan fibrosis. Saat ditarik pada area cedera, sel
darah putih akan menmpel disana oleh aktivasi faktor adhesif endotelial yang
bekerja seperti Velcro sehingga endotel lengket, terutama terhadap sel darah
putih. Diruang interstisial, monosit yang matang menjadi makrofag dan
bersama neutrofil tetap melepaskan sitokin yang meneruskan sikluas
inflamasi. Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika
intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat. Apabila cedera dan
inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk
bekuan darah (trombus). Sebagian dinding pembuluh darah diganti dengan
jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh darah. Hasil
akhirnya adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit
jaringan partum pembentukan bekuan yag berasal dari trombosit, dan
proliferasi sel otot polos.1
Meskipun tanpa ada cedera langsung pada sel endothelial, perubahan
faktor adhesi endotelial dapat terjadi yang mengakibatkan akumulasi darah
putih dan pelepasan mediator inflamasi dan zat pembentuk bekuan. Adapun
yang menjadi faktor pemicunya, aterosklerosis menyebabkan penurunan
diameter arteri dan peningkatan kelakuan. Area atersklerotik pada arteri
disebut plak.2
BAB III

KASUS

STATUS PASIEN

INDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Jenis Kelamin : Laki – laki

Umur : 46 tahun

Alamat : BTN Baliase

Pekerjaan : wiraswasta

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri dada

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien masuk Rumah sakit dengan keluhan nyeri dada sejak 5 tahun
terakhir, dan memberat sejak kemarin sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada
hilang timbul dan memberat saat tidur. Nyeri dada juga dirasakan menjalar sampai
ke dada sebelah kanan, dan bahu. Pasien juga mengeluhkan sesak napas, hilang –
timbul dengan durasi > 1 jam. Sesak napas dirasakan memberat saat beraktivitas
dan pada malam hari. Demam (-), pusing (+), batuk (-), mual (+), muntah (+)
>10x sejak kemarin sebelum masuk rumah sakit. BAB (+) lancar 1x/hari, BAK
(+) lancar 4 – 6x/hari.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien memliki riwayat Diabetes Mellitus sejak tahun 2012 lalu dan
memiliki riwayat penyakit jantung.
Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluhan yang sama di dalam keluarga

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum :
SP: sakit sedang/composmentis ( E4 M6 V5 )
BB: 55 kg TB: 168 cm

Pemeriksaan tanda vital :


Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 65x/menit
Respirasi : 28x/menit
Suhu : 36,5℃

Kepala
Wajah : Simetris (+), massa (-), exopthalmus (-), ptosis (-)
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normocephal

Mata
Cowong : -/-
Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera :Ikterik -/-
Pupil : Isokor 2,5/2,5 mm
Mulut :bibir sianosis (-), lidah kotor (-) ,stomatitis (-)

Leher
Kelenjar GB : Tidak ada pembesaran
Tiroid : pembesaran (-/-)
JVP : peningkatan (+) 5+4 cm H2O
Trakea : Deviasi (-)
Massa lain : Tidak ada

Dada
Paru-paru
Inspeksi :Simetris bilateral
Palpasi :Ekspansi paru normal, vocal fremitus paru kanan = kiri
Perkusi :Sonor (+) seluruh lapang paru
Auskultasi :Bunyi vesikular (+/+) diseluruh lapang paru, Rh +/+, Wh -
/-
Jantung
Inspeksi :Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :Ictus cordis teraba di SIC V ke arah lateral linea
midclavicularis sinistra, kuat angkat
Perkusi :
Batas atas :SIC II linea parasternalis dextra et sinistra
Batas kanan :SIC IV linea parasternalis dextra
Batas kiri :SIC V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi :Bunyi jantung S1-S2 reguler, murmur (+)
Perut
Inspeksi : Tampak cekung
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : Timpani ke empat kuadran (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+) suprapubik
Anggota gerak
Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), edema(-/-)
A. Resume
Pasien mengeluhkan nyeri dada sejak 5 tahun terakhir, dan
memberat sejak kemarin sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada hilang
timbul dan memberat saat tidur. Nyeri dada juga dirasakan menjalar
sampai ke dada sebelah kanan, dan bahu. Pasien juga mengeluhkan
dsypnea, hilang – timbul dengan durasi > 1 jam. Dispnea dirasakan
memberat saat beraktivitas dan pada malam hari. Febris (-), chepalgia (+),
batuk (-), nausea (+), vomitus (+) >10x sejak kemarin sebelum masuk
rumah sakit. Defekasi (+) lancar 1x/hari, miksi (+) lancar 4 – 6x/hari.
TD : 100/60 mmHg
Nadi : 65x/menit
Respirasi : 28x/menit
Suhu : 36,5℃

B. Diagnosis Kerja
Aterosclerosis Heart Disease ec DM Type II with Uncontrolled Glucose

C. Diagnosis Banding

D. Anjuran pemeriksaan lanjutan


- Darah lengkap
- Kimia darah (glukosa, creatinine, urea)
- Fungsi tiroid (FT$ dan TSHs)
- Foto Thorax PA
- EKG
- Echocardiografi

E. Penatalaksanaan
Nonmedikamentosa
- Bedrest
- Posisi setengah duduk
- Kurangi aktivitas berat
Medikamentosa
- O2 nasal canule 2-4 lpm
- Nitrokaf R 1-0-1
- Furosemide 40 mg 1-0-0
- Clopidogrel 75 mg 1-0-0
- Aspilet 80 mg 0-0-1
- Atorvastatin 20 mg 0-0-1
- Ramipril 5 mg 0-0-1
- Bisoprolol 5 mg 1-0-0
- Novorapid 36-36-36
- Levemir 0-0-42

F. Hasil pemeriksaan penunjang


Lab :
RBC : 5,87 x106/mm3
HGB : 15,1 g/dl
HCT : 46,5 %
PLT : 235 x103/mm3
WBC : 6,5 x103/mm3
Glukosa : 559,3 mg/dl
Creatinine : 0,79 mg/dl
Urea : 19,31 mg/dl
Radiologi: -
EKG :

Pemeriksaan penujang lainnya : tidak dilakukan pemeriksaan lain

G. Diagnosis akhir
Aterosclerosis Heart Disease ec DM Type II with Uncontrolled Glucose
H. Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien masuk Rumah sakit dengan keluhan nyeri dada sejak 5 tahun
terakhir, dan memberat sejak kemarin sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada
hilang timbul dan memberat saat tidur. Nyeri dada juga dirasakan menjalar sampai
ke dada sebelah kanan, dan bahu. Pasien juga mengeluhkan sesak napas, hilang –
timbul dengan durasi > 1 jam. Sesak napas dirasakan memberat saat beraktivitas
dan pada malam hari. Demam (-), pusing (+), batuk (-), mual (+), muntah (+)
>10x sejak kemarin sebelum masuk rumah sakit. BAB (+) lancar 1x/hari, BAK
(+) lancar 4 – 6x/hari.

Aterosklerosis adalah suatu penyakit yang menyerang pembuluh darah


besar maupun kecil dan di tandai oleh kelainan fungsi endotelial, radang vaskuler,
dan pembentukan lipid, kolesterol, zat kapur, bekas luka vaskuler di dalam
dinding pembuluh intima. Pembentukan ini menyebabkan plak, pengubahan
bentuk vaskuler, obstruksi luminal akut dan kronis, kelainan aliran darah,
pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan Darah 100/60 mmHg, Nadi


65x/menit reguler, Respirasi 28x/menit dan Suhu 36,5℃. Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan GDS 559,3 mg/dl, Creatinine 0,79 mg/dl, Urea 19,31
mg/dl.

Hubungan diabetes dan aterosklerosis dikaitkan dengan endapan lemak


dan reaksi jaringan lokal pada dinding arteri yang membentuk plak. Akibatnya,
pasokan darah terganggu oleh penyempitan. Plak sewaktu – waktu dapat pecah
dan merupakan hal yang fatal bagi pasien yang memiliki riwayat DM.

Penyebab aterosklerosis pada penderita DM Tipe 2 bersifat multifaktorial,


melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemia,
hiperlipidemia, stres oksidatif, penuaan dini, hiperinsulinemia dan/atau
hiperproinsulinemi serta perubahan – perubahan dalam proses koagulasi dan
fibrinolisis. Pada penderita DM, risiko payah jantung kongestive meningkat 4
sampai 8 kali. Peningkatan resiko ini tidak hanya disebabkan karena penyakit
jantung iskemik. Dalam beberapa tahun terakhir ini diketahui bahwa DM dapat
pula mempengaruhi otot jantung secara independen. Selain melalui keterlibatan
aterosklerosis dini arteri koroner yang menyebabkan penyakit jantung iskemik
juga dapat terjadi perubahan – perubahan berupa fibrosis interstisial, pembentukan
kolagen dan hipertrofi sel – sel otot jantung.

Penyakit jantung koroner dan stroke adalah efek aterosklerosis, dan sekitar
lebih dari 60 %, menyebabkan kematian dini pada penderita diabetes. Komplikasi
lain dari diabetes sebagai akibat aterosklerosis adalah kebutaan, gangren
dan penyakit ginjal, semua penyakit itu disebabkan kekurangan suplai
darah di genesis mereka akibat penyempitan arteri dan plak
aterosklerosis.

Pada kasus ini pengobatan yang diberikan pada pasien yaitu Nitrokaf R,
Furosemide 40 mg, Clopidogrel 75 mg, Aspilet 80 mg, Atorvastatin 20 mg,
Ramipril 5 mg, Bisoprolol 5 mg, Novorapid 36-36-36 dan Levemir 0-0-42.

Nitrokaf Retard adalah obat untuk pencegahan dan terapi jangka panjang
pada penderita angina pektoris. Obat ini mengandung bahan aktif berupa
nitrogliserin yang bersifat vasodilator (dapat memperlebar pembuluh darah).
Furosemid adalah golongan diuretik kuat yang dapat mengatasi gagal jantung
yang selalu disertai kelebihan cairan dan kongesti paru atau edema.

Clopidogrel merupakan golongan Antiplatelet yang bekerja menurunkan


kejadian aterosklerotik (infark miokardia, stroke, dan kematian vaskuler) pada
pasien dengan riwayat aterosklerosis yang ditandai dengan serangan stroke yang
baru terjadi, infark miokardia yang baru terjadi atau penyakit arteri perifer yang
menetap. Antiplatelet bekerja dengan cara mengurangi agregasi platelet, sehingga
dapat menghambat pembentukan trombus pada sirkulasi arteri, dimana
antikoagulan kurang dapat berperan.
Kegunaan obat aspilet pada kasus ini sebagai obat anti trombotik yaitu
terutama pada pencegahan dan pengobatan berbagai keadaan trombosis atau
agregasi platelet (pembekuan darah) yang terjadi pada tubuh terutama pada saat
mengalami serangan jantung atau pada penyakit jantung dan pasca stroke.
Thrombo aspilets mempunyai kandungan Asam Asetilsalisilat sebagai komponen
aktif di dalam obatnya. Asam asetilsalisilat akan bekerja pada tubuh dengan cara
menghambat aktivitas enzim siklo-oksigenase melalui proses asetilasi yang
bersifat ireversibel (tidak dapat kembali seperti semula). Dengan kerja
penghambatan tersebut asam asetilsalisilat dapat mencegah proses pembentukan
tromboksan A2 sehingga terjadi pecegahan terhadap penimbunan platelet dan
pencegahan terhadap proses pembekuan darah.

Atorvastatin adalah obat yang digunakan untuk menurunkan kolesterol


jahat (LDL) dan trigliserida, serta meningkatkan jumlah kolesterol baik (HDL) di
dalam darah. Ramipril merupakan obat hipertensi golongan ACE-inhibitor yang
berfungsi menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Bisoprolol
merupakan obat penghambat golongan ß-blocker yang mampu menghambat efek
merugikan dari aktivasi simpatis hipertensi dan angina, gagal jantung kronik.

Novorapid (insulin aspart) merupakan jenis insulin analog dengan kerja


cepat, tujuannya adalah untuk menurunkan kadar gula darah setelah makan,
sehingga pemberiannya dilakukan beberapa saat sebelum makan. NovoRapid ini
tidak menjaga kadar gula darah untuk waktu jangka panjang. Sedangkan Levemir
adalah obat yang mengandung insulin dengan efek jangka panjang yaitu
menurunkan kadar gula perlahan dan bertahap.
BAB V

KESIMPULAN

1. Aterosklerosis adalah suatu penyakit yang menyerang pembuluh darah


besar maupun kecil dan di tandai oleh kelainan fungsi endotelial, radang
vaskuler, dan pembentukan lipid, kolesterol, zat kapur, bekas luka
vaskuler di dalam dinding pembuluh intima.
2. Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia adalah suatu kondisi
medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam darah melebihi batas
normal.
3. Diabetes Mellitus (DM) merupakan faktor risiko utama penyakit
kardiovaskuler, di mana bukti epidemiologi menunjukkan bahwa
mortalitas kardiovaskuler 2-3 kali lebih tinggi dibanding populasi non-
DM.
4. Penyebab aterosklerosis pada penderita DM Tipe 2 bersifat multifaktorial,
melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti
hiperglikemia, hiperlipidemia, stres oksidatif, penuaan dini,
hiperinsulinemia dan/atau hiperproinsulinemi serta perubahan – perubahan
dalam proses koagulasi dan fibrinolisis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fadma Yuliani, dkk. Hubungan Berbagai Faktor Risiko Terhadap


Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe
2. Source < http://jurnal.fk.unand.ac.id>. 2014.
2. Firdiansyah, M.H. 2014. Hubungan antara rasio kadar kolesterol total
terhadap high-density lipoprotein (hdl) dengan kejadian penyakit jantung
koroner di rsud dr. moewardi. (cited 2017 Sep 24); Available from: URL:
http://www. eprints.ums.ac.id/28358/12/Naspub_hafidz_2.pdf
3. Gunawan et al., (2017) Farmakologi dan terapi. Edisi 6. Jakarta : FKUI.
4. Guyton dan Hall. (2014) Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 12. Belanda
: Elsevier.
5. Alwi, I, 2016, Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan
Praktik Klinis. Jakarta : Interna Publishing
6. European Society of Cardiology, 2005, ESC Guidelines for the diagnosis
and treatment of acute and chronic heart failure.
7. Mishra, S. 2016. Upscaling cardiac assist devices in decompensated heart
failure: Choice of device and its timing. (cited 2017 Sep 24); Available
from:http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S00194832150094
8. Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E. Applying Consensus
Guidelines in the Management of acute decompensated heart failure.
California : 41st ASHP Midyear Clinical Meeting; 2016 [cited 2017 Mei
21]. <www.ashpadvantage.com/website_images/pdf/adhf_scios_06.pdf.>
9. Murthy, K.A.S, et al., 2016. Evaluation and comparison of biomarkers in
heart failure. (cited 2017 Sep 24); Available from: http://
www.sciencedirect.com/science/article/pii/ S0019483215003995
10. Sudoyo, A, 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna
Publishing.
11. Alwi, I, 2016, Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan
Praktik Klinis. Jakarta : Interna Publishing
12. Pearce, E.C. (2009) Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
13. Setiati, S. et al., (2014) Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6. Jakarta :
Interna Publishing.
14. European Society of Cardiology, 2005, ESC Guidelines for the diagnosis
and treatment of acute and chronic heart failure.
15. Sherwood, L. (2014) Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta
: EGC.
16. Vazir, A. dan Martin R.C. 2016. Decongestion: diuretics and other
therapies for hospitalized heart failure. (cited 2017 Sep 24); Available
from: http://www. sciencedirect.com/science/article/pii/S00194832150.
REFERAT NOVEMBER 2018

HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS

Oleh:
MIFTAHUL JANNAH
N 111 18 028

Pembimbing:
dr. JIMMY H SAMPELILING, SP. PD

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD UNDATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Miftahul Jannah


No. Stambuk : N 111 18 028
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Profesi Dokter
Universitas : Tadulako
Judul Referat : Human Immunodeficiency Virus
Bagian : Ilmu Penykit Dalam

Bagian Ilmu Penyakit Dalam


RSUD UNDATA PALU
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, November 2018

Pembimbing Dokter Muda

dr. Jimmy H Sampeliling, Sp.PD Miftahul Jannah

Anda mungkin juga menyukai