Dosen pengampu :
Dr. Dra. Hj. Arzita, M.Si.
Dr. Novalina, S.P., M.Si.
Disusun oleh :
Nama : Jhosua Sipayung
Nim : D1A018135
Kelas : H (Agroekoteknologi)
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Enzim berperan sangat penting dalam industri pangan, baik produk pangan
tradisional maupun maupun desain produk pangan yang baru. Sebelum dikenalnya
teknologi modern, pemanfaatan enzim sudah dilakukan dengan tidak sengaja. Misalnya,
pada proses pengolahan minuman beralkohol dan keju. Proses malting pada pengolahan
minuman beralkohol berkembang aktivitas enzim amilase dan protease yang memecah pati
dan protein pada mashing biji-bijian menghasilkan gula dan zat gizi lain yang dibutuhkan
oleh yeast pada proses selanjutnya. Demikian pula pada pengolahan keju, peran enzim
protease sangat penting dalam memecah misel kasein sehingga terbentuk curd pada
tahapan pembuatan keju. Dengan kemajuan teknologi, peran enzim dalam produksi pangan
sudah dilakukan optimasi terhadap kondisi proses sehingga aktivitas enzim dapat berjalan
seperti yang diharapkan.
Contoh lain dari peran enzim untuk menghasilkan mutu pangan yang baik adalah
proses produksi daging saat pemotongan hewan. Proses perubahan otot menjadi daging
diperlukan kerja enzim, sehingga daging yang dihasilkan mempunyai mutu yang baik.
Pentingnya hewan diistirahatkan sebelum dipotong, membunuhnya tanpa trauma, dan
melayukan daging beberapa jam atau hari, dilakukan sebelum peran enzim selama proses
tersebut diketahui. Sekarang telah diketahui bahwa pada saat hewan diistirahatkan sebelum
dipotong menjamin ketersediaan glikogen sebagai substrat dari kerja enzim post mortem
enzim. Proses glikolisis post mortem dan protease dalam proses konversi otot menjadi
daging sangat penting untuk proses selanjutnya dan memperbaiki mutu daging.
Banyak produk pangan lain yang didesain dengan mengembangkan kerja enzim,
baik langsung maupun tidak langsung. Contoh produk-produk pangan akibat kerja enzim
secara tidak langsung adalah produk pangan fermentasi yang melibatkan mikroorganisme
seperti yogurt, tempe, kecap, tape, sosis, dan lain-lainnya. Aktivitas enzim yang
dimanfaatkan dalam proses produksi pangan secara endogenus berasal dari tanaman,
hewan, maupun mikroorganisme. Aktivitas enzim endogenus dapat dimanipulasi dengan
melakukan optimasi terhadap kondisi kerja enzim (pH dan suhu) atau meningkatkan
ekspresi enzim dengan teknik rekayasa genetik. Karena keterbatasan penggunaan teknik
manipulasi tersebut, maka berkembang ide untuk menambahkan enzim dari sumber lain
(enzim eksogenus) untuk memperbaiki reaksi-reaksi yang sudah ada atau menginisiasi
reaksi-reaksi baru. Pemanfaatan dan manipulasi kerja enzim telah pula dipergunakan untuk
mendesain produk pangan fungsional.Ada beberapa enzim yang telah digunakan secara
umum dalam industri pangan, salah satunya enzim a-amilase. Enzim a-amilase digunakan
dalam industri hidrolisis pati, bir, roti, dan deterjen. Dalam industri hidrolisis pati, enzim
digunakan untuk mencairkan pati yang tergelatinasi. Enzim tersebut berfungsi menurunkan
viskositas pati dan menghidrolisis menjadi maltodekstrin. Enzim a-amilase (1,4-a-
glukanohidrolase) merupakan endoglukanase yang menghidrolisis ikatan internal a-l,4
glikosidik. Sebelum digunakan a-amilase termostabiI, enzim amilase dari B.sllbtilis dan B.
amyloliquefaciens yang digunakan harus ditambahkan sebelum dan sesudah tahap
gelatinasi pada suhu tinggi. Dengan ditemukan a-amilase dari B. Licheniformis maka tahap
ini dapat dieliminasi. Enzim a-amiloglukosidase (1,4-a-D-glukan glukohidrolase atau
glukoamilase) dari cendawan digunakan dalam produksi sirup glukosa yang setara dengan
dekstrosa sebesar 95 sampai 97%. Enzim tersebut memiliki aktivitas exoacting yaitu
melepaskan glukosa dari ujung pereduksi maltodekstrin. Bila diinginkan diperoleh sirup
glukosa yang setara dengan dektrosa lebih dari 98% perIu ditambahkan pululanase dari
Klebsiella aerogenes. Enzim ini ternyata tidak stabil karena secara cepat dapat kehilangan
aktivitas pada pH 4.5 dan suhu 60°C (Thomas & Kenealy 1986).
BAB II
PEMBAHASAN
Seluruh proses pembuatan bir dapat dibagi menjadi empat tahap: pembuatan malt,
pengolahan wort, fermentasi dan pematangan. Pembuatan malt : semua bir dibuat dari
malt. Malt ini, tergantung kebiasaan, dibuat dari bulir jelai, gandum, atau kadang gandum
hitam. Selama tahap ini, barli disortir, ditimbang, dan dibersihkan. Setelah itu, barli
direndam dalam air dengan tujuan supaya barli itu berkecambah. Prosesnya memakan
waktu antara lima sampai tujuh hari pada suhu sekitar 14oC. Hasilnya adalah malt hijau,
yang dipindahkan ke oven khusus untuk dikeringkan di kiln. Proses perkecambahan
menghasilkan beberapa enzim, terutama α-amilase dan β-amilase, yang akan digunakan
untuk mengubah pati dalam bulir menjadi gula. Kadar air dalam malt hijau itu diturunkan
hingga antara 2% sampai 5% agar berhenti berkecambah. Setelah dikeringkan, kecambah
dibuang dari butiran malt, lalu malt itu digiling. Kemudian, tahap berikutnya bisa dimulai.
Pengolahan wort Malt yang telah digiling dicampur dengan air untuk menghasilkan
adonan, yang kemudian dipanaskan perlahan-lahan dalam sebuah proses yang dinamai
mashing. Mashing biasanya memakan waktu 1 sampai 2 jam.
Pada suhu tertentu, enzim-enzimnya mulai mengubah sarinya menjadi gula
sederhana. Tetapi ini berlangsung lebih dari empat jam dan menghasilkan wort yang
kemudian disaring sampai bersih. Berikutnya adalah proses pendidihan, yang
menghentikan kegiatan enzim. Selama pendidihan, hop ditambahkan ke dalam wort untuk
menghasilkan rasa pahit bir yang khas. Setelah kira-kira dua jam dididihkan, wort
didinginkan sampai suhu tertentu. Fermentasi inilah tahap terpenting dalam proses
pembuatan bir. Dengan bantuan ragi, gula sederhana dalam wort diubah menjadi alkohol
dan karbon dioksida. Lama fermentasi yang berlangsung tidak lebih dari seminggu, dan
suhu proses itu bergantung pada jenis bir misalnya ale (bir keras) atau lager (bir ringan)
yang dihasilkan.
Untuk per ton pati diperlukan enzym liquefaction amylase sebanyak 1.15 kg, enzim
sacharifikasi 0.85 kg, enzim isomerase 0.70 kg, filter aw 5.54, “active carbon” 6.00 kg.
NaCI 10.9 kg dan HCI 56.20 kg. Untuk perhitungan tahun 1983 biaya bahan tambah
tersebut meliputi Rp. 80.000,- per ton HFCS.
a. Likuifikasi
Kanji pati jagung (40 – 45%) dimasukkan ke dalam pompa dengan dicampur enzim
amilase dan cofaktor. PH diatur sampai sekitar 6.8 sebelum ditambah dengan enzim. Dan
0
kemudian dinjeksikan uap air panas sehingga mencapai suhu reaksi enzim yaitu 104 C.
Dengan tekanan uap, mampu sekaligus mengocok sehingga mempercepat reaksi.
0
Penambahan enzim dilakukan dan produk dibiarkan pada suhu 93 C selama 60 menit
sehingga proses likuifikasi berlangsung lengkap. Pada tahap tersebut seluruhpati telah
dirubah sehingga mencapai dekstrose-eqivalen (DE) sekitar 15 – 20.
b. Sacharifikasi
0
Campuran didinginkan sehingga mencapai 60 C, suhu yang optimal untuk proses
sacharifikasi. Karena reaksinya exotherm maka ada kecenderungan proses menyebabkan
bertambahnya suhu, karena itu harus diturunkan dan dikendalikan. Pengendalian suhu
sangat penting pada tahap sacharifikasi. Produk akhir mencapai DE 95 – 98.
Proses refining dimulai dengan proses filtrasi. Filtrasi dilakukan secara vakum
yang mampu menjaring protein, serat atau padatan lain dengan cara sirup ampas
dikeringkan untuk kemudian dibuat pellet untuk makanan ternak.
Sirup yang telah disaring tersebut dipompakan ke dalam kolom karbon aktif dan
ion exchange dalam bentuk seri untuk lebih memurnikan sirup. Kolom karbon aktif
biasanya terdiri dari dua buah kolom yang mampu menampung aliran sirup dnegan
“retention time” 400 jam, yang diperlengkapi dengan alat distributor yang menjamin
distribusi sehomogen mungkin.
Setelah melalui karbon aktif, sirup tersebut dialirkan dalam tangki-tangki “ion
exchange” dan kemudian disaring lagi untuk memisahkan adanya karbon yang terikut
dalam sirup.
Fungsi “ion-exchange” ialah untuk menghilangkan zat-zat mineral dalam sirup dan
residu protein atau zat-zat warna yang mungkin lolos dari kolom karbon aktif.
Glukosa dan fruktosa adalah merupakan isomer satu dengan yang lainnya, artinya
memilih berat molekul dan susunan atom yang sama tetapi dengan struktur konfigurasi
yang berbeda.
Glukosa dapat dirubah strukturnya menjadi fruktosa atau sebaliknya, fruktosa dapat
dirubah menjadi glukosa dengan pertolongan enzim yang sama yaitu glukosa-isomerase.
Proses perubahan tersebut disebut “enzymatic glucose-isomerization”.
Dalam industri yang berskala besar proses isomerasi dilakukan pada sembilan
kolom reaktor (fixed bed, densiflow) dan beberapa “immobilized enzym” kolom reaktor.
Enzim dalam kolom secara cepat berubah secara isomerisasi, glukose menjadi fruktosa.
Kadar sirup glukosa harus diatur selalu tetap yaitu antara 42.5 – 43 persen agar
“flowrate”nya konstan.
e. Refining HFS
Jenis mikroorganisme yang sudah umum menghasilkan xilanase ialah jamur dan
bakteri. Beberapa jenis bakteri dan jamur diketahui mampu menghasilkan xilanase secara
ekstraseluler. Xilanase dari Clostridium acetobuty-licum telah diteliti oleh Lee et al.
(1985), yaitu dari 20 strain Clostri-dium sp. ternyata C. acetobutylicum NRRL B527 dan
ATCC 824 menghasilkan xilanase terbanyak. Strain NRRL B527 menghasilkan xilanase
pada pH 5,2, sedangkan strain ATCC 824 menghasilkan xilanase, xilopiranosidase, dan
arabinofuranosidase pada kultur anaerob. Bacillus sp. penghasil xilanase bersifat
alkalofilik yang telah diteliti adalah Bacillus sp. YC 335 (Park etal., 1992), Bacillus sp.
41M-1 (Nakamura et al., 1993), dan Bacillus sp.TAR-1 yang juga bersifat termofilik
(Nakamura et al., 1994). Kubata et al. (1992) telah mengisolasi Aeromonascaviae ME-1
penghasil xilanase I dari usus herbivorous insect, sedangkan Dung et al. (1993) melakukan
penelitian β-1,4-xilanase 2 dan 3 dari A. caviae W-61. Irawadi (1992) berhasil
memproduksi selulase dan xilanase dari Neurospora sitophila pada substrat padat limbah
kelapa sawit. Richana et al. (2000) telah melakukan isolasi bakteri penghasil xilanase
alkalofilik yang berasal dari tanah berkapur pH 7,9.
Dalam memproduksi enzim dari mikroorganisme, hal yang penting untuk
dikerjakan adalah mulai menggunakan strain mikroorganisme yang paling aktif yang
tersedia. Suatu program seleksi strain harus dilakukan dengan mengambil kultur dari alam
atau koleksi kultur, dan melakukan pengujian-pengujian aktivitas enzim. Persyaratan
utama dalam seleksi adalah kemudahan metodologi, sehingga pengujian yang cepat untuk
sejumlah besar strain dapat dikerjakan.
Jenis mikroorganisme yang sudah umum menghasilkan xylanase ialah dari
golongan jamur dan bakteri. Meskipun enzim yang dihasilkan oleh golongan bakteri
memiliki ketahanan pada temperatur yang lebih tinggi dibanding jamur, namun aktifitas
xylanase dari golongan jamur jauh lebih tinggi dari bakteri. Disamping itu, level produksi
yang tinggi dan kemudahan dalam cultivikasi membuat jamur lebih banyak digunakan
dalam produksi enzim skala industri (Bergquist et al, 2002).
Adapun jenis jamur yang berpotensi menghasilkan enzim xylanase yaitu jamur
Aspergillus niger dan Trichoderma ressei.
Aspergillus niger adalah mould dari klas fungi imperfecti, tersebar dimana-mana
pada bermacam substrat antara lain terdapat pada buah-buahan, sayur-sayuran dan
makanan lain yang telah busuk. Jamur ini berperan dalam mendekomposisi polisakarida di
0 0
dalam kayu, mempunyai suhu pertumbuhan 30 C - 37 C, pH : 4 – 6 dan aerob.
Pada proses produksi sari buah, metode pengambilan sari buah dari buah asalnya
biasa menggunakan metode ekstraksi. Buah yang diekstrak akan menghasilkan saribuah.
Sari buah yang diperoleh biasanya masih mengandung partikel padat. Sehingga perlu
dihilangkan agar mendapatkan sari buah yang jernih. Penghilangan dapat dilakukan
dengan penyaringan. Pemisahan dengan didiamkan beberapa waktu akan terjadi
pengendapan padat karena adanya gaya gravitasi partikel padat, kemudian dapat diambil
bagian jernihnya. Proses penjernihan yang lebih efisien dapat dilakukan dengan
menggunakan bantuan enzim, yaitu enzim pektinase.
Enzyme treatment
Perlakuan pemberian enzim dapat membantu proses penjernihan sari buah. Enzim
yang digunakan adalah pektinase, yaitu enzim yang memecah pektin, suatu substrat
polisakarida yang ditemukan di dinding sel tumbuhan. Salah satu pektinase yang banyak
digunakan secara komersial adalah poligalakturonase. Hal ini dikarenakan petin
merupakan suatu matriks mirip jelly yang merekatkan sel-sel tumbuhan dan merekatkan
antar dinding sel tumbuhan, seperti serbut selulosa. Oleh karenanya, enzim ini berperan
dalam proses yang melibatkan degradasi bahan yang berasal dari tumbuhan, seperti
mempercepat ektraksi jus dari buah-buahan.
Penambahan enzim pectin membantu penjernihan dalam 2 cara: (1) enzim pektin
menyebabkan koagulasi dan sedimentasi bahan-bahan tersuspensi dan kandungan koloid
yang terdapat dalam jus, dan (2) penambahan enzim memperkecil viskositas jus dan
sebagai akibatnya mempermudah dan mempercepat filtrasi.
Enzim lipase merupakan salah satu enzim yang memiliki sisi aktif sehingga dapat
menghidrolisis triasilgliserol menjadi asam lemak dan gliserol. Enzim lipase dapat
digunakan untuk menghasilkan emulsifier, surfaktant, mentega, coklat tiruan, protease
untuk membantu pengempukan daging, mencegah kekeruhan bir, naringinase untuk
menghilangkan rasa pahit pada juice jeruk, glukosa oksidase untuk mencegah reaksi
pencoklatan pada produk tepung telur dan lain-lain.
Sumber-sumber enzim lipase antara lain : bakteri (S. aureus), kapang (Aspergillus
niger, Rhizopus arrhizus), tanaman yang menghasilkan trigliserida (kacang-kacangan),
pancreas, susu.
Industri Deterjen
Rekayasa versi tradisional enzim untuk produksi deterjen adalah, protease dan amilase.
Pada generasi kedua, generasi enzimnya dioptimalkan untuk memenuhi persyaratan dan
kinerja deterjen yang lebih baik, dimana komposisi deterjen juga terus dikembangkan.
Kompatibilitas enzim dengan deterjen (yaitu sifat stabilitasnya) diutamakan, sehingga
kemampuannya untuk berfungsi pada suhu yang lebih rendah juga memberikan
peningkatan, untuk menghemat energi, temperatur yang digunakan dalam pencucian
rumah tangga dan mesin pencuci piring otomatis telah diturunkan pada tahun ini. Protease
menampilkan aktivitas yang rendah telah diisolasi dari alam, tetapi juga telah berkembang
di laboratorium dengan evolusi yang diarahkan pada pendekatan dengan bahan awal
subtilisin Ness protease digunakan satu putaran untuk mengisolasi DNA menyeret protease
baru dengan meningkatkan berbagai sifat
Tekstil Aplikasi
Dalam industri tekstil penggunaan enzim merupakan sesuatu yang baru. Proses berbasis
enzim banyak dilakukan sehingga menggunakan sedikit air dan energi, kini telah
dikembangkan berdasarkan lyase pectate. sehingga dampak positif lingkungan dari proses
ini diakui oleh masyarakat luas. Menyusul penemuan ini, enzim kini telah diperkenalkan
ke sebagian pabrikan tekstil katun, karena penggunaan enzim ini memiliki manfaat yang
baik bagi industri tekstil dan lingkungan.
Enzim Untuk Industri Pakan
Penggunaan enzim sebagai pakan aditif juga semakin dikembangkan. Sebagai contoh,
xylanases dan-β glucanases telah digunakan beberapa dekade terakhir ini. Pada pakan
berbasis sereal untuk hewan monogastric, memanfaatkan tanaman berbasis feed berisi
selulosa dengan jumlah besar dan hemiselulosa. Selama beberapa tahun terakhir penelitian
difokuskan pada pemanfaatan fosfor alam yang terikat dalam asam fitat. Pendekatan
alternatif untuk pengembangan enzim sehingga lebih efektif telah meningkatkan aktivitas
katalitik phytases jamur oleh situs directed mutagenesis. Namun pemanfaatan fosfor tidak
hanya menjadi masalah yang menjadi perhatian untuk industri pakan ternak, upaya terus
menerus dilakukan untukpeningkatan nilai gizi dari berbagai feed sumber, misalnya,
dengan meningkatkan kadar cerna protein dalam bungkil kedelai. Sangat mungkin bahwa
di masa depan kita akan melihat hidrolitik enzim yang berbeda dan baru diterapkan di
industri pakan untuk meningkatkan nilai jual pakan.
Seperti yang disebutkan di atas, enzim saat ini digunakan di beberapa industri produk
yang berbeda. Berkat kemajuan dalam bioteknologi modern, enzim dapat dikembangkan,
di mana tidak ada enzim yang diharapkan dapat diterapkan hanya satu dekade saja.
Umumnya untuk sebagian besar aplikasi, pengenalan enzim sebagai katalis yang efektif
bekerja pada kondisi ringan, menghasilkan penghematan yang signifikan dalam sumber
daya seperti energi dan air untuk kepentingan industri baik dalam pertanian dan
lingkungan. Teknologi enzim menawarkan potensi besar bagi banyak industri untuk
membantu memenuhi tantangan yang akan kita hadapi dalam masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman , Albar & Setyawan ,Sigit . Pengaruh Konsentrasi Substrat, Lama Inkubasi Dan
Ph Dalam Proses Isolasi Enzim Xylanase Dengan Menggunakan Media Jerami
Padi . Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro : di akses pada 15
oktober 2019
http://www.foodreview.biz/login/index.php di akses pada 15 oktober 2019
http://sudarmantosastro.wordpress.com di akses pada 15 oktober 2019
http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/13/rekayasa-genetika-mikroorganisme-
penghasil-enzim-lipase di akses pada 15 oktober 2019