Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Islam tak lepas dari para tokoh agamanya yang menyebarkan maupun
mengembangkan pendidikan Islam di dunia ini, dan di Negara kita sendiri terdapat
beberapa tokoh pendidikan Islam yang jasanya sangat besar dalam perkembangan
pendidikan islam.

Sekian banyak tokoh pendidikan Islam yang ada, baik yang dikenal maupun
yang tidak tentunya banyak pelajaran dan hikmah yang dapat kita ambil. Seiring
berjalannya waktu, para tokoh yang telah berjasa banyak yang terlupakan, bahkan
ajaran mereka dan peran sertanya banyak yang diabaikan. Oleh karena itu, kita
sebagai mahasiswa tak sepatutnya melupakan jasa-jasa mereka. Bahkan kita harus
lebih giat lagi dalam meneruskan visi dan misi mereka. Dalam makalah kali ini akan
mencoba untuk sedikit memaparkan biografi para tokoh pendidikan Islam serta peran
mereka dalam merentaskan kebodohan.

1.2 Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pembagian ilmu islam berdasarkan para tokoh Muslim?


2. Siapa saja Tokoh Muslim yang membantu perkembangan pendidikan
Islam?
3. Apa saja karya yang dihasilkan para tokoh Muslim?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1
1. Dapat mengetahui pembagian ilmu islam berdasarkan para tokoh Muslim
2. Dapat mengetahui Tokoh Muslim yang membantu perkembangan pendidikan
Islam
3. Dapat mengetahui apa saja karya yang dihasilkan para tokoh Muslim

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembagian Ilmu Pengetahuan


1. Al-Farabi

Al-Farabi dalam memberikan gambaran pemeringkatan atau hirarki dalam ilmu


pengetahuan didasari oleh kriteria-kriteria berikut: Pertama, kemuliaan materi sujek
(Syaraf al-maudhu’i), berasal dari prinsip fundamental ontologi, yaitu bahwa dunia
wujud tersusun secara hierarkis. Kedua, kedalaman bukti-bukti (istisqha al-Barahiin),
didasarkan atas pandangan tentang sistematika pernyataan kebenaran dalam berbagai
ilmu yang ditandai oleh perbedaan derajat kejelasan dan keyakinan. Ketiga, tentang
besarnya manfaat („izham al-Jadwa) dari ilmu yang bersangkutan, didasarkan pada
fakta bahwa kebutuhan praktis dan spiritual yang berkaitan dengan aspek kehendak
jiwa juga tersusun secara hirarkis.1

Selain dengan mendasari hirarki ilmu pengetahuan dengan pendekatan


epistimologis, Al-Farabi juga mendasarinya dengan daya jiwa yang ada pada
manusia, yang membaginya menjadi lima tahap, yaitu: pertumbuhan, mengindra (al-
quwwat al-hassah), bernafsu (al-quwwat al-nuzuuliyah), mengkhayal dan berpikir.

Dengan tiga hal tersebut dapat dimengerti bahwa jiwa manusia dalam
mendapatkan pengetahuan, menurut pendapat al-Farabi melalui tiga unsur yaitu
badan (jism), jiwa (nafs), dan ruh (‘aql). Tiga unsur tersebut diidentikkan dengan
tiga tindakan yaitu mengindra, mengkhayal, dan berfikir.

Al-Farabi membagi ilmu pengetahuan secara berurut dengan tingkatannya pada


enam tingkatan, yaitu:

a. Ilmu Bahasa (‘ilm al-Lisaan)


b. Logika (‘ilm al-manthiq)
c. Ilmu-ilmu Matematis atau propaedetik (ulum al-ta’alim), di dalamnya terdapat
Aritmatika, Geometri, Optika, Ilmu perbintangan, Musik, Ilmu tentang berat,
dan Teknik
d. Fisika atau ilmu kealaman (al-‘Ilmu ath-Thabi’i)
e. Metafisika (al-‘Ilm al-Ilahy)

1
Osman Bakar, Hirarki ilmu hal.65

3
f. Ilmu Politik (al-‘ilm al-madani), yurisprudensi (‘ilm al-fiqh) dan teologi
dialektis (‘ilm al-kalam).2

Dari pembagian oleh al-Farabi sebagaimana tersebut di atas, dapat dimengerti


bahwa susunan antara enam tingkatan tersebut dibagi berdasarkan dengan
kekuatan manusia dalam mendapatkan pengetahuan sebagaimana yang
dipersepsikan, yaitu mengindra, mengkhayal, dan berfikir.

2. Al-Ghazali

Osman Bakar mengklasifikasikan ilmu pengetahuan dalam perspektif Al


Ghazali dengan merujuk pada The Book of Knowledge (Kitab ilmu) dari Ihya’
ulumiddin dan Al-Risaalat al-Laaduniyah. Dan dua karya sebagai penunjang yaitu
The Jewels of the Qur’an (Mutiara Al-Qur’an) dan Mizan al-‘amal (Timbangan
Amal). Dalam karya-karya ini Al-Ghazali menyebutkan empat sistem klasifikasi yang
berbeda:

a. Pembagian ilmu-ilmu menjadi bagian teoritis dan praktis


b. Pembagian pengetahuan menjadi pengetahuan yang dihadirkan (hudhuuri)
dan pengetahuan yang dicapai (hushuuli)
c. Pembagian atas ilmu-ilmu religius (al-‘uluum asy-Syar’iyah) dan intelektual
(‘aqliyah)

d. Pembagian ilmu menjadi fardhu ‘ain (wajib atas setiap individu) dan fardhu
kifayah (wajib atas umat).3

Al-Ghazali mendefinisikan ilmu-ilmu religius (al-ulum al-Syar’iyah),


sebagai “ilmu-ilmu yang diperoleh para nabi-nabi dan tidak hadir pada mereka
melalui akal, seperti aritmatika, atau melalui percobaan, seperti pengobatan
(kedokteran), atau dengan mendengar, seperti bahasa. Al-Ghazali menggunakan
istilah ilmu-ilmu religius sebagai sinonim ilmu-ilmu yang ditransmisikan. Klasifikasi
ilmu-ilmu religius terpuji menjadi empat, memasukkan buhkan hanya ilmu-ilmu
kebahasaan, tetapi juga semua ilmu yang secara tradisional diidentifikasi dengan
kategori pengetahuan yang ditransmisikan. Tetapi, dia menjelaskan bahwa ilmu
kebahasaan baru dapat dimasukkan ke dalam kategori itu sepanjang ia merupakan
salah satu pengantar (muqaddimat) dari ilmu-ilmu religius.

2
Osman Bakar, Hirarki ilmu hal.145-148
3
Osman Bakar, Hirarki ilmu hal.231

4
Sedangkan yang dimaksud dengan ilmu-ilmu intelektual (al-ulum al-‘aqliyah)
tidak lain berbagai ilmu yang dicapai atau diperoleh melalui intelek manusia semata.
Adapun pembagiannya sebagai berikut:
a. Ilmu-ilmu religius dibagi menjadi dua: Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar
(al-Ushul), dan Ilmu tentang cabang-cabang (furu’) atau prinsip-prinsip
turunan.
Dalam kategori ilmu ushul adalah: Pertama, Ilmu tentang keesaan ilahi
(ilm al-tawhid). Kedua, Ilmu tentang kenabian-Ilmu ini juga berkenaan
dengan ihwal para sahabat serta penerus religius dan spiritualnya. Ketiga,
Ilmu tentang akhirat atau eskatologi. Keempat, Ilmu tentang sumber
pengetahuan religius. Ada dua sumber primer atau dasar, yaitu Al-Qur‟an
dan Sunnah (tradisi-tradisi Nabi). Dua lainnya adalah sumber sekunder;
consensus (ijma’) dan tradisi para Sahabat (atsar al-sahabah).
Ilmu tentang sumber pengetahuan religius terbagi menjadi dua kategori :
1) Ilmu pengantar atau ilmu-ilmu alat (muqaddimah), antara lain ilmu
tulis-menulis dan berbagai cabang ilmu kebahasaan
2) Ilmu-ilmu pelengkap (mutammimat) yang terdiri dari;
a) Ilmu-ilmu Qur‟an termasuk, di dalamnya ilmu tafsir
(interpretasi)
b) Ilmu-ilmu tentang tradisi nabi seperti ilmu penukilan
(periwayatan hadits)
c) Ilmu-ilmu tentang tradisi nabi seperti ilmu penukilan
(periwayatan hadits)
d) Biografi yang berhubungan dengan kehidupan para Nabi,
sahabat, dan orang-orang terkenal.
Dalam kategori ilmu tentang cabang-cabang (furu’) atau prinsip-prinsip
turunan adalah:
1) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada Tuhan. Ini adalah ilmu
tentang ritus-ritus religius dan pengabdian (ibadah)
2) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat. Ilmu-ilmu ini
terdiri dari:
a) Ilmu tentang transaksi. Ilmu ini terutama membentuk
transaksi-transaksi bisnis dan keuangan. Jenis-jenis lain
transaksi termasuk di antaranya qishash (hukum balas-
dendam)
b) Ilmu tentang kewajiban kontraktual. Ilmu ini berhubungan
terutama dengan hukum keluarga.

5
3) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri. Ilmu ini
membahas kualitas-kualitas moral (ilm ‘al-akhlaq)

b. Adapun ilmu-ilmu intelektual, pembagiannya adalah sebagai berikut:


1) Matematika: Artimatika, Geometri, Astronomi dan astrologi, dan Musik
2) Logika
3) Fisika atau Ilmu Alam: Kedokteran, Meteorologi, Mineraologi, dan
Kimia
4) Ilmu-ilmu di luar wujud alam atau metafisika:
a) Ontologi
b) Pengetahuan tentang esensi, sifat, dan aktifitas ilahi
c) Pengetahuan tentang substansi sederhana, yaitu intelegensi-
intelegensi dan substansi-substansi malakut (‘angelic)
d) Pengetahuan tentang dunia halus
e) Ilmu tentang kenabian dan fenomena kewalian ilmu tentang
mimpi
f) Teurigi (nairanjiyaaat). Ilmu ini menggunakan kekuatan-
kekuatan bumi untuk menghasilkan efek tampak seperti
supernatural.4
Dari pembagian yang diberikan oleh Al-Ghazali, kiranya dapat
difahami bahwa klasifikasi yang dibangun berdasarkan atas pemahamannya
bagi para pencali ilmu. Dalam persepsinya para pencari ilmu dibagi
menjadi empat yaitu Teolog (mutakallimun), yaitu orang-orang yang
mengaku diri mempunayi spekulasi intelektual dan penalaran bebas.
Filosof (Falasifah), yaitu orang-orang yang mengklaim diri sebagai “ahli
logika dan demonstrasi apodeiktik”. Ta‟limiyah (al-Bathiniyah), yaitu
orang-orang yang mengklaim diri sebagai pemilik satu-satunya al-ta’lim
dan penerima hak istimewa pengetahuan yang diperoleh dari Imam yang
tanpa dosa. Dan Sufi (al-Shufah), yaitu orang-orang yang mengklaim
bahwa hanya mereka sajalah yang dapat turut serta dalam kehadiran Ilahi,
dan sebagai orang-orang yang mempunyai visi mistik (Musyahadah) serta
pencerahan (mukasyafah).

3. Al-Syirazi

Al-Syirazi menyajikan klasifikasi ilmu sebagai berikut:


1) Ilmu-ilmu filosofis (uluum hikmy)

4
Osman Bakar, Hirarki ilmu hal.231-237

6
Ilmu-ilmu ini dibagi menjadi ilmu teoretis (nazhariy), yaitu berdasarkan
atas eksistensi yang keberadaannya tidak bergantung pada kehendak
manusia. Sedangkan praktis („amaliy), yaitu yang eksistensi keberadaanya
bergantung pada kehendak manusia.
a) Ilmu-ilmu filosofis teoretis terdiri dari; Metafisika (Mayor: Ilmu Ilahi
dan Filsafat Pertama. Minor: Ilmu tentang kenabian atau nubuwwah,
Ilmu tentang otoritas religius atau imamah, dan eskatologi),
Matematika (Mayor: Geometri, Aritmetika, Astronomi, dan Musik.
Minor; Optika, Aljabar, Ilmu tentang berat, Pengukuran tanah, Ilmu
hitung, Teknik Mesin, Ilmu tentang neraca timbangan, Ilmu tentang
tabel dan almanac astronomis, dan ilmu tentang irigasi/pengairan).
Filsafat alam / Ilmu Alam (Mayor: Ilmu tentang hal-hal alami yang
didengar, Sifat benda-benda sederhana dan senyawa, Penciptaan dan
penghancuran benda-benda, Meteorologi, Mineralogi, Botani, Zoologi,
dan Psikologi. Minor: Kedokteran, Astrologi yudisial atau horoskop,
Pertanian, Fisiognomi, Oneiromancy, Sihir alami atau ilmu tentang
tenung, Kimia, dan Theurigi). Dan Logika (dalam ilmu logika, Syirazi
mengikuti pembagian logika paripatetik muslim tradisional menjadi
semblan buku Organon karya Aristoteles)
b) Ilmu-ilmu filosofis praktis terdiri dari; Etika, Ekonomi, dan Politik.
Pembagian ini didasari atas tiga tipe tindakan manusia yaitu: (1)
Perbuatan individual, (2) Perbuatan kolektif pada level atau keluarga,
dan (3) Perbuatan kolektif pada level kota atau negara.

2) Ilmu-ilmu nonfilosofis (uluum ghair hikmiy) atau Religius


Menurut Qutb al-Din, ilmu religius meliputi antara lain ilmu-ilmu (1)
naqli, (2) ‘aqli (intelektual) atau (3) naqli sekaligus „aqli. Yang dimaksud dengan
ilmu naqli adalah ilmu-ilmu yang hanya dapat dibangun dengan bukti-bukti yang
didengar atau dinukilkan dari otoritas-otoritas yang relevan. Sedangkan ilmu aqli
adalah ilmu-ilmu yang dapat ditetapkan dengan intelek manusia, tidak jadi maslah
apakah ada bukti naqli nya atau tidak.

Ilmu-ilmu ini diistilahkan sebagai ilmu-ilmu religius (diniy) jika didasarkan


atas, atau termasuk dalam, ajaran-ajaran Syari’ah (hukum wahyu). Jika sebaliknya
maka disebut ilmu-ilmu non-religius (ghair diniy).
Ilmu-ilmu religius dapat diklasifikasikan menurut dua cara yang berbeda;

7
a. Klasifikasi dalam ilmu-ilmu naqly dan ilmu-ilmu intelektual („aqliy)
b. Klasifikasi dalam ilmu tentang pokok-pokok atau ushul (Pengetahuan
tentan Esensi unik Tuhan, Pengetahuan tentang Sifat-sifat ilahi,
Pengetahuan tentang perbuatan-perbuatan Tuhan, dan Pengetahuan
tentang kenabian dan pesan Ilahi serta kebijaksannannya yang terkait
dengannya). Dan ilmu tentang cabang-cabang atau furu’ (Ilmu yang
dianggap sebagai tujuan : Ilmu tentang Kitab yaitu Al-Qur‟an, Ilmu
tentang Hadits, Ilmu tentang prinsip-prinsip yurisprudensi, dan
Yurisprudensi. Ilmu tentang Kesusastraan atau literature; Lafal
idiomatic, Komposisi kata, Etimologi, ilmu I’rab, semantic, Kritik
sastra, Ilmu persajakan, ‘ilmi qawafi, menulis huruf, menulis puisi,
Kaligrafi, Wacana).5
Konsep kunci dalam klasifikasi Quthb Al-Din adalah hikmat (filosofi atau
filsafat). Perbedaan antara bentuk hikmat dan bentuk bukan hikmat pengetahuan
merupakan basis mendasar klasifikasinya
Dari pembagian klasifikasi tersebut, dapat difahami bahwa Qutb al-Din al-
Syirozi mengklasifikasikan berdasarkan pada makna hikmat yang dalam
pemahamannya tentang hikmat dia mengikuti tradisi ahl ma’rifah (arti harfiah; orang-
orang yang mempunyai pengetahuan yang benar). Tentang kolompok ini, Osman
Bakar berpendapat yang dimaksud adalah para filosof. Dimana kecenderungan
gagasan-gagasan filosofis Quthb al-Din adalah mazhab filosofis paripatetik Ibn Sina
dan Isyarat Suhrawardi.

4. Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun membagi ilmu pengetahuan yang dipelajari manusia dalam dua
bagian Pertama, Aqli yakni, ilmu alami bagi manusia yang dapat diperoleh dengan
akal dan pikirannya. Kedua, Naqli, yakni ilmu yang diperoleh dari orang yang
mengajarkannya. Dalam cakupan ilmu Aqliadalah ilmu-ilmu hikmah dan filsafat,
sedangkan dalam cakupan ilmu Naqli adalah ilmu-ilmu yang diajarkan atau
ditransformasikan.6
Ilmu Naqli bersumber pada Al-Qur‟an, Hadits, Ijma‟, dan Qiyas. Yang
termasuk dalam ilmu naqli adalah ilmu tafsir (ilmu tafsir Naqli dan Ilmu tafsir Aqli),
ilmu Qira‟at (termasuk ilmu tulis atau gambar huruf), Ilmu-ilmu Hadits (berkembang

5
Osman Bakar, Hirarki ilmu hal.279-289
6
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, alih bahasa. Masturi Irham, dkk. (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2012), hal. 804

8
di dalamnya ilmu musthalah hadits), Ilmu Ushul Fiqh, Ilmu Fiqh, Ilmu
Faraidh/Mawarits, Ilmu Kalam, Ilmu Tasawuf, Ilmu Tafsir Mimpi.

Ilmu-ilmu Aqli atau ilmu-ilmu rasional atau dinamakan ilmu filsafat dan ilmu
hikmah, mencakup empat ilmu:
a. Ilmu Logika
b. Ilmu Alam: Ilmu Kedokteran, Pertanian, Psikologi, Fisika, Kimia
c. Ilmu ilahy atau ilmu ketuhanan/Teologi (Metafisika)
d. Ilmu yang mengamati tentang ukuran-ukuran (Bilangan): Teknik; ilmu
pertanahan, Optik, Aritmatika: Ilmu berhitung, Al-Jabar, Ilmu Perbandingan,
Mu‟amalah, Ilmu Faraidh, Musik, dan Astronomi; Ilmu teknik tabel-tabel
astronomi, ilmu hukum perbintangan.

Selain daripada dua ilmu tersebut, terdapat ilmu alat (ilmu lisan) untuk
memahami ilmu-ilmu agama yaitu ilmu bahasa, dalam ilmu bahasa terdapat Ilmu
Nahwu, Ilmu Lughah, Ilmu Bayan, dan Ilmu Adab.

Imam Suprayogo menyebutkan bahwa klasifikasi ilmu pengetahuan saat ini


dalam tiga golongan yaitu ilmu-ilmu alam (natural science), ilmu sosial (social
science), dan ilmu-ilmu humaniora (humanities).7 Ilmu-ilmu alam yang bersifat
murni (pure science) adalah Ilmu Fisika, Ilmu Kimia, Ilmu Biologi, dan sementara
orang memasukkan Matematika. Ilmu sosial yang masuk kategori ilmu murni
(pure science) adalah Ilmu Sosiologi, Ilmu Psikologi, Ilmu Antropologi, dan Ilmu
Sejarah. Sedangkan Ilmu humaniora yang termasuk kategori ilmu murni (pure
science) adalah ilmu bahasa, ilmu filsafat, ilmu sastra, dan seni. Dari ilmu murni
(pure science) tersebut berkembang menjadi ilmu-ilmu terapan (applied science)
yang terus berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Lalu kemudian umat Islam memiliki cara pandang yang berbeda mengenai
ilmu-ilmu tersebut, yaitu dengan melandasinya berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadits.
Al-Qur‟an dan Hadits dalam pengembangan ilmu diposisikan sebagai sumber
ayat-ayat qawliyah sedangkan hasil observasi, eksperimen dan penalaran logis
diposisikan sebagai sumber ayat-ayat kawniyah. Dengan posisinya seperti ini maka
berbagai cabang ilmu pengetahuan selalu dapat dicari sumbernya dari Al-Qur‟an
dan hadits.8
7
Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam; Perspektif UIN Malang, (Malang: UIN
Malang Press, 2006), hal. 22
8
Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam; hal. 30

9
Dengan gambaran tersebut yaitu pembagian ilmu pengetahuan dan
pembagian al-Qur‟an sebagai ayat qawliyah dan ayat kawniyah adalah merupakan
satu alternative dalam membangun keilmuan yang bersifat integrative. Sehingga
tidak terjadi pemisahan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum.

Sejalan dengan hal tersebut adalah diungkapkan oleh Azhar Arsyad, yang
mengutip pendapat dalam Konferensi Pendidikan Islam Sedunia I di Makkah pada
1977. ilmu pengetahuan menjadi dua yaitu ilmu Naqli dan ‘Aqli, sedangkan dalam
ilmu ‘Aqli juga dibagi menjadi sains-sains alam (natural science), dan sains
kemanusiaan (social science and humanities).9

Dalam pendapatnya juga disebutkan bahwa sains adalah sejumlah konsep


dan binaan hipotesis (hypothetical construct) yang terwujud sebagai hasil dari pada
proses pengamatan dan eksperimen yang pada gilirannya membawa kepada lebih
banyak pengamatan dan eksperimen.10 Dari hal tersebut dimaknai sains memiliki
dua unsur utama yaitu kandungan sains tersebut dan proses yang membawa kepada
upaya menemukan fakta dan konsep yang membentuk kandungan itu.

Integrasi dan interkoneksitas yang dikonsepsikan Azhar Arsyad adalah


gambaran Sel Cemara. Dengan akar adalah Al-Qur‟an dan Sunnah, kemudian
batang (1) Ilmu alat untuk memahami al-Qur‟an utamanya bahasa Arab, (2) Alat
untuk mendapat ilmu yaitu Panca indra, akal, dan intuisi (ilham dan wahyu), dan
Methodology and Approach.11 Dan pada buahnya muncul berbagai ilmu
pengetahuan. Sel cemara itu didahului dengan aktifitas fisik dan emosi yang
mengorbit pada Spiritual Quoition (SQ). Di dalamnya merupakan perpaduan
antara IQ, EQ, dan SQ.

B. Tokoh-Tokoh Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam

1. Al-Kindi

Abu Yusuf Ya‟qub ibnu Ishaq Al-Kindi (801/873), yang dikenal dengan
sebutan Al-Kindi. Adalah seorang filosof Muslim pertama dan ilmuwan dalam
bidang filsafat, matematika, logika, sampai kepada music, dan ilmu kedokteran.
9
Azhar Arsyad, Buah Cemara Integrasi dan Interkoneksitas Sains dan Ilmu Agama, dalam Jurnal Hunafa
Vol. 8. No. 1 Juni 2011, hal. 3
10
Azhar Arsyad, Universitas Islam; Integrasi dan Interkoneksitas Sains dan Ilmu Agama Menuju
Peradaban Islam Universal, dalam Jurnal Tsaqafah Vol. 2, No. 2, 2006/1427, hal. 162
11
Azhar Arsyad, Buah Cemara Integrasi dan Interkoneksitas Sains dan Ilmu Agama, hal. 12

10
Minat besarnya pada kajian filsafat menjadikan dirinya sebagai tokoh pendiri
filsafat paripatetik Islam. Dalam pandangan Al-Kindi, Filsafat adalah pengetahuan
tentang yang benar. Agama dan Filsafat tidak saling bertentangan, karena
keduanya bertujuan mencari yang benar. Agama berdasar wahyu, dan filsafat
berdasar akal. Yang Benar Pertama adalah Tuhan, dan filsafat tertinggi adlaah
filsafat ketuhanan.

2. Al-Farabi

Abu Nasr Al-Farabi (870-900), orang barat menyebutnya Al-Farabius


Adalah tokoh Islam yang pertama dalam bidang logika sehingga sebutannya
adalah al-Mu’allim al-Thani, karena komentarnya atas filsafat Aristoteles. Al-
Farabi mengembangkan dan mempelajari ilmu fiskia, matematika, etika, filsafat,
politik, dan lain sebagainya.

Diantara karyanya adalah al-Madinah al-Fadhilah yang menjadi rujukan


akademisi dan praktisi politik di kemudian hari. Dalam hal filsafat ketuhanan, al-
Farabi menemukan teori emanasi. Selain daripada itu al-Farabi juga membuat
hirarki ilmu pengetahuan sebagaimana dijelaskan di atas.

3. Al-Razi

Muhammad Ibnu Zakaria Al-Razi (865-965 M/ 251-313 H) atau di Barat


dikenal dengan sebutan Razes. Dia adalah seorang dokter klinis terbesar pada
zamannya. Bidang keahliannya, adalah Alchemiyang sekarang kita kenal dengan
ilmu kimia, dan ilmu kedokteran.

4. Jabir Bin Hayyan

Jabir Ibnu Hayyan (721-815 M/ 103-200 H) adalah seorang tokoh Islam


pertama yang mempelajari dan mengembangkan Alchemi di dunia Islam. Ilmu ini
kemudian berkembang dan kita kenal sekarang sebagai ilmu kimia, karya
utamanya adalah Miah wa Itsnaasyar Kitab dan Sab’ata Asyar Kitab. Bidang
keahliannya yang lain adalah bidang logika, filsafat, kedokteran, fisika, mekanika.

5. Ibnu Haitham

Abu Ali Al-Hasan Ibnu Haitham (965-1039), dikenal dengan nama Latin Al-
Hazen. Adalah seorang ahli fisika yang ternama dan seorang ahli fisika Islam yang
pertama. Kecuali ilmu fisika ia juga mengembangkan ilmu-ilmu lain sepertai ilmu

11
matematika, astronomi, ilmu jiwa, dan ilmu kedokteran. Karyanya yang paling
utama adalah di bidang optic.

6. Ibnu Sina

Abu Ali Al-Husein Ibnu Sina (980-1037 M/ 370-428 H), yang dilatinkan
dengan nama Avicenna. Dia adalah seorang ilmuwan dan filosof yang besar pada
waktu itu, hingga kepadanya diberikan julukan Syeikh al-Rais. Bidang keahliannya
adalah ilmu fisika, geologi, ilmu kedokteran, mineralogy, dan lain sebagainya.

Ibnu Sina menyempurnakan teori emanasi al-Farabi. Dan memperdalam dan


menambah secara lebih detail teori spekulatif al-Farabi dalam logika,
epistemology, dan metafisika

7. Al-Khawarizmi

Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi (w. 863 M/ 249 H), yang sangat terkenal
dengan bidang matematika, di antara karyanya adalah al-Jabr wa al-Muqabalah
(Aljabar)

8. Al-Ghazali

Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali (1059-1111 M / 450-505


H), dikenal dengan al-Ghazali. Bidang yang dikuasai mencakup berbagai ilmu
pengetahuan di antaranya filsafat, kalam, tasawuf. Dan menulis banyak karya yang
terkenal di antaranya adalah Maqaashid al-Falasifah, Tahafut al-Falasifah, Ihya
Ulumiddin.

9. Ibnu Rusyd

Abu al Walid Muhammad Ibnu Rusyd (1126-1198) yang dikenal di Barat dengan
sebutan Averroes. Tokoh ini dalam pandangan Barat adalah seorang tokoh yang besar
sehubungan dengan aliran rasionalisme yang disamping astronomi, filsafat, dan lain-
lainnya. Karyanya yang terkenal adalah kritik atas al-Ghazali dengan kitab Tahafut
at-Tahaafut.

10. Al-Syirozi

Quthb al-Din Mahmud ibn Dhia al-Din Mas‟ud al-Syirozi (1236-1311 M/ 634-
710 H), dikenal dengan sebutan Al-Syirozi. Al-Syirozi mempunyai minat universal
hampir pada semua cabang ilmu dan seni di samping filsafat dan teologi. Karya-

12
karyanya banyak di berbagai bidang ilmu pengetahuan tentang kedokteran,
geometri, optika, astronomi, geografi, ilmu bahasa, filsafat, dan ilmu-ilmu religius
termasuk komentar-komentar atas al-Qur‟an. Karya utamanya dalam pembagian
ilmu adalah kitab Durrat al-Taj, dalam bidang astronomi kitab Nihayat al-Idrak fi
dirayat al-Aflak dan Al-Tuhfat al-Syahiyah fi l-haiah.

11. Ibnu Khaldun

Abdullah Abd al-Rahman Abu Zayd Ibn Muhammad Ibn Khaldun (1332-1406
M/ 732-808 H), dikenal dengan sebutan Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun adalah
sejarawan dan bapak sosiologi modern. Bidang kajiannya adalah Politik, Sosiologi,
Ekonomi, Sejarah, Tasawuf, dan berbagai ilmu pengetahuan yang lain. Karyanya
yang monumental adalah Muqaddimah.

BAB III

13
PENUTUP

1.3 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu sebagai berikut.

1. Pembagian ilmu pengetahuan berdasarkan para tokoh muslim yaitu


terdapat Al-Farabi dalam memberikan gambaran pemeringkatan atau
hirarki dalam ilmu pengetahuan didasari oleh kriteria-kriteria berikut:
Pertama, kemuliaan materi sujek (Syaraf al-maudhu’i), berasal dari prinsip
fundamental ontologi, yaitu bahwa dunia wujud tersusun secara hierarkis.
Kedua, kedalaman bukti-bukti (istisqha al-Barahiin), didasarkan atas
pandangan tentang sistematika pernyataan kebenaran dalam berbagai ilmu
yang ditandai oleh perbedaan derajat kejelasan dan keyakinan. Ketiga,
tentang besarnya manfaat („izham al-Jadwa) dari ilmu yang bersangkutan.
Al Ghazali Osman Bakar mengklasifikasikan ilmu pengetahuan dalam
perspektif Al Ghazali dengan merujuk pada The Book of Knowledge (Kitab
ilmu) dari Ihya’ ulumiddin dan Al-Risaalat al-Laaduniyah. Dan dua karya
sebagai penunjang yaitu The Jewels of the Qur’an (Mutiara Al-Qur’an) dan
Mizan al-‘amal (Timbangan Amal), Al-Syirazi , Ibnu Khaldun,
2. Tokoh Muslim yang membantu perkembangan pendidikan islam terdiri dari
Al-Kindi, Al-Farabi, Al-Razi, Jabir bin Hayyan, Ibnu Haitham, Ibn Sina,
Al-Khawarizmi, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Al-Syirozi dan Ibnu Khaldun.
3. Karya karya yang telah diciptakan oleh para tokoh sangat banyak sesuai
dengan keahlian yang ada di bidang nya.

14

Anda mungkin juga menyukai