Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

“ANALGETIKA DAN HUBUNGAN DOSIS-RESPON”

DISUSUN OLEH :

Kelompok 1A

Siti Annisa Syafira 11171020000004


Syifa Fuadina 11171020000006
Tanisa Intan Murbarani 11171020000009
Sarah Nahdah ZS 11171020000015

Dery Akmal Arhandika 11171020000017


Lucky Kurnia Lestari 11171020000024

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA MARET/2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat didefinisikan sebagai suatu bahan yang ditunjukkan untuk penggunaan diagnosis,
mitigasi, pengobatan, penyembuhan atau pencegahan pada manusia atau hewan lainnya
(Food, Drug, and Cosmetic Act, 1938). Salah satu karatkteristik berbagai obat yang paling
menajubkan yaitu keberagaman kerja dan pengaruh obat tersebut terhadap tubuh.
Kaakteristik ini membuat obat dapat digunakan secara selektif dalam pengobatan berbagai
kondisi umum dan langka yang melibatkan hampir setiap organ tubuh, jaringan, dan sel.
Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih banyak juga orang yang
menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat di katakan bahwa obat dapat bersifat
sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun. Obat itu akan bersifat secara obat apabila
tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi,
apabila obat salah digunakan dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebihan, maka
akan menimbulkan keracunan. Dan bila dosisnya kecil, maka kita tidak akan memperoleh
penyembuhan (Anief, 1991).
Analgetik atau obat penghilang nyeri merupakan salah satu obat yang perlu diperhatikan
dosisnya, dimana penggunaan berlebihan akan mengakibatkan gangguan fungsi organ dan
dapat mengakibatkan kecanduan. Misalnya, ketorolac digunakan secara sistemik terutama
sebagai analgesic yang memiliki toksisitas ginjal jika dugunakan pada pemakaian kronik
(Katzung edisi 12, 2015). Analgetik dapat digunakan untuk meredakan nyeri dan akhirnya
memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita, serta analgetik juga merupakan zat-zat
yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Adapun nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan motoric yang tidak
menyenangkan, berhubungan dengan adanya potensi kerusakan jaringan atau kondisi yang
menggambarkan kerusakan tersebut. Sehingga menjadi penanda ada tidaknya kelainan atau
penyakit pada organ yang mengalami nyeri tersebut. Keadaan psikis sangat mempengaruhi
nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit kepala, tetapi dapat pula menghindarkan
sensasi rangsangan nyeri. Analgetik digolongkan menjadi 2 golongan berdasarkan kerjanya
yaitu analgetik yang bekerja sentral dan analgetik yang bekerja perifer. Oleh karena itu,
untuk melihat hubungan dosis-respon pereda nyeri dilakukan praktikum ini.
1.2 Tujuan Percobaan

Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan :


1. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara ekperimental efek analgesik suatu
obat.
2. Mampu mengobservasi dan menyimpulkan perubahan respon akibat pemberian berbagai
dosis analgetika.
3. Mampu membuat kurva hubungan dosis-respon.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Dasar Teori

Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum)(Tjay,2007).
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman ,berkaitan dengan
ancaman kerusakan jaringan.Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri misalnya emosi dapat
menimbulkan sakit (kepala ) atau memperhebatnya ,tetapi dapat pula menghindarkan sensasi
rangsangan nyeri .Nyeri merupakan suatu perasaan se- objektif pribadidan ambang toleransi nyeri
berbeda-beda bagi setiap orang .Batas nyeri untuk suhu adalah konstan yakni,pada 44-45 derajat
celcius.(Tjay,2007).
Reseptor nyeri (nociceptor) Ujung saraf bebas , yang tersebar dikulit,otot,tulang,dan
sendi.Implus nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat melalui dua jaras,yautu jaras nyeri cepat
dengan neurotransmiternya glutamat dan jaras nyeri lambat dengan neurotransmiternyasubstansi
P (Guyton & Hall,1997;Ganong,2003).
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti Histamine,bradikin,leukotriendan prosta
gading merangsang reseptor nyeri (nociceptor di ujung –ujung saraf bebas dikulit,mukosa serta
jaringan lain dan demikian menimbulkan reaksi radang dan kejang-kejang.(Tjaydan
Raharja,2007).
Berdasarkan kerja farmakologisnya,analgetika dibagi dalam dua kelompok besar yaitu:
1.Obat Analgetik Narkotika
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau
morfin.Analghetika narkotik,khusus untuk digunakan menghalau rasa nyeri hebat seperti pada
fractura dan kanker .Meskipun memperlihatkan farmakodinamik yang lain ,golongan obat ini
terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri yang hebat .meskipun
terbilang ampuh ,jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakai.
2.Obat analgetik non narkotik
Obat Analgesik non narkotik dalam ilmu farmakologi juga sering dikenal dengan istilah
Analgetik perifer.Analgetik perifer yang terdiri dari obat – obatan yang tidak bersifat narkotik
atau tidak bekerja sentral.Penggunaan obat analgetik perifer ini cenderung mampu meringankan
atau menghilangkan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan syaraf pusat atau bahkan
efek menurunkan tingkat kesadaran.(Tjay 2002)
BAB III

ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

3.1 Alat dan Bahan

 Mencit 2 ekor
 Obat: Tramadol, Ketorolac
 Timbangan bahan
 Alat suntik
 Alat untuk pengujian
 Stopwatch
 Air panas
 Gelas beaker
 Thermometer
 Hot plate

3.2 Prosedur Kerja


1. Metode jentik ekor (Tail Flick)

Rangasang nyeri yang digunakan dalam metode ini berupa air panas dengan suhu
55oC dimana ekor mencit dimasukkan ke dalam air panas akan merasakan nyeri panas dan
ekor dijentikkan ke luar dari air panas tersebut.
a. Timbang masing-masing mencit, beri nomor, dan catat.
b. Sebelum pemberian obat, catat dengan menggunakan stopwatch waktu yang diperlukan
mencit untuk menjentikkan ekornya ke luar dari air panas.
c. Suntikkan secara intra muscular kepada salah satu mencit obat dengan dosis yang telah
dikonversikan ke dosis mencit.
d. Pengamatan dilakukkan pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 setelah pemberian
obat.
e. Buatlah tabel hasil pengamatan dengan lengkap.
f. Gambarkan suatu kurva hubungan antara dosis yang diberikkan terhadap respon mencit
untuk stimulus nyeri.
2. Metode plat panas (Hot Plate)
Rangsang nyeri yang digunakan berupa lantai kandang yang panas (55oC). Rasa
nyeri panas pada kaki mencit menyebabkan respon mengangkat kaki depan dan dijilat.
Rata-rata hewan mencit akan memberikan respon dengan metode ini dalam waktu tiga
sampai enam detik.
a. Timbang masing-masing mencit, beri nomor, dan catat.
b. Sebelum pemberian obat catat dengan menggunakan stopwatch waktu yang diperlukan
mencit untuk mengangkat dan menjilat kaki depannya sebagai waktu respon, catat
sebagai respon normal atau respon sebelum perlakuan.
c. Suntikan secara subkutan kepada masing-masing mencit obat dengan dosis yang telah
dikonversikan ke dosis mencit.
d. Pengamatan dilakukkan pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 setelah pemberian
obat.
e. Buatlah tabel hasil pengamatan dengan lengkap.
f. Gambarkan suatu kurva hubungan antara dosis yang diberikkan terhadap respon mencit
untuk stimulus nyeri.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

A. Perhitungan dosis
1. Mencit 1
Obat : Tramadol 300 mg/60 kgBB
Konsentrasi : 50 mg/ml
Berat Mencit : 27 Gram
𝑘𝑚 ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛
HED = dosis hewan × 𝑘𝑚 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎
300 𝑚𝑔 3
= 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛 ×
60 𝑘𝑔 37

Dosis hewan = 61,728 mg/kgBB


𝑚𝑔
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 (𝑘𝑔) × 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛 ( )
𝑘𝑔𝐵𝐵
VAO = 𝑚𝑔
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( )
𝑚𝑙
𝑚𝑔
0,027 𝐾𝑔 × 61,728
𝑘𝑔𝐵𝐵
VAO = 𝑚𝑔
50
𝑚𝑙

VAO = 0,03 ml
2. Mencit 2
Obat : Ketorolac 120 mg/60 kgBB
Konsentrasi : 30 mg/ml
Berat Mencit : 25 mg
𝑘𝑚 ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛
HED = dosis hewan × 𝑘𝑚 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎
120 𝑚𝑔 3
= 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛 ×
60 𝑘𝑔 37

Dosis hewan = 24,69 mg/kgBB


𝑚𝑔
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 (𝑘𝑔) × 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛 ( )
𝑘𝑔𝐵𝐵
VAO = 𝑚𝑔
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( )
𝑚𝑙
𝑚𝑔
0,025 𝐾𝑔 × 24,69
𝑘𝑔𝐵𝐵
VAO = 𝑚𝑔
30
𝑚𝑙

VAO = 0,02 ml
B. Hasil Pengamatan
1. Kelompok 1
Rute pemberian: Intramuskular
a. Tail Flick (mencit 2)
1) Sebelum diberikan ketorolac
Percobaan pertama : 2 detik
Percobaan kedua : 2,8 detik
Percobaan ketiga : 2,03 detik
Rata-rata : 2,27 detik
2) Setelah diberikan ketorolac
Menit 5 10 15 20 25 30
Durasi hingga
1,32 detik 1,58 detik 1,55 detik 0,99 detik 2,49 detik 2,22 detik
bereaksi

b. Hot Plate (mencit 1)


1) Sebelum diberikan tramadol
Percobaan pertama : 1,6 detik
Percobaan kedua : 1,4 detik
Percobaan ketiga : 0,8 detik
Rata-rata : 1,26 detik
2) Setelah diberikan tramadol
Menit 5 10 15 20 25 30
Durasi hingga 1 menit 3,79 1 menit 7,03
0,87 detik 1,52 detik 34,88 detik 38,50 detik
bereaksi detik detik

2. Kelompok 2
Rute Pemberian: Intramuskular
a. Tail Flick
Berat mencit : 24 Gram
Obat : Tramadol 300 mg/60 kgBB
Dosis : 61.73 mg/kgBB
VAO : 0,02 ml
1) Sebelum diberikan Tramadol
Percobaan pertama : 1,2 detik
Percobaan kedua : 2,2 detik
Percobaan ketiga : 1,6 detik
Rata-rata : 1,7 detik
2) Setelah diberikan tramadol
Menit 5 10 15 20 25 30
Durasi hingga 1 menit 20,5 2 menit 15,3 4 menit 6,5 3 menit 35,4
16,6 detik 34,88 detik
bereaksi detik detik detik detik
b. Hot plate
Berat mencit : 25 Gram
Obat : Novalgin 2500 mg/ 60 kgBB
Dosis : 514,44 mg/kgBB
VAO : 0,02 ml
1) Sebelum diberikan novalgin
Percobaan pertama : 5,74 detik
Percobaan kedua : 11,83 detik
Percobaan ketiga : 5,37 detik
Rata-rata : 7,64 detik
2) Setelah diberikan novalgin
Menit 5 10 15 20 25 30
Durasi hingga
6,89 detik 12,75 detik 24,70 detik 23,47 detik 21,34 detik 10,05 detik
bereaksi

3. Kelompok 3
Rute Pemberian: Intraperitoneal
a. Tail Flick
Berat mencit : 22 Gram
Obat : Ketorolac 120 mg/ 60 kgBB
Dosis : 24.70 mg/kgBB
VAO : 0,02 ml
3) Sebelum diberikan Ketorolac
Percobaan pertama : 1,7 detik
Percobaan kedua : 0,9 detik
Percobaan ketiga : 1,6 detik
Rata-rata : 1,4 detik
4) Setelah diberikan Ketorolac
Menit 5 10 15 20 25 30
Durasi hingga
2,23 detik 3,35 detik 3,02 detik 4,14 detik 2,97 detik 6,57 detik
bereaksi
b. Hot plate
Berat mencit : 24 Gram
Obat : Tramadol 300 mg/ 60 kgBB
Dosis : 61,72 mg/kgBB
VAO : 0,03 ml
3) Sebelum diberikan Tramadol
Percobaan pertama : 2 detik
Percobaan kedua : 1,3 detik
Percobaan ketiga : 1,1 detik
Rata-rata : 1,46 detik
4) Setelah diberikan Tramadol
Menit 5 10 15 20 25 30
Durasi hingga
8 detik 26 detik 25 detik 29,3 detik 7,6 detik 15detik
bereaksi

4. Kelompok 4
Rute Pemberian: Intraperitoneal
a. Tail Flick
Berat mencit : 20 Gram
Obat : Tramadol 300 mg/kgBB
Dosis : 61,72 mg/kgBB
VAO : 0,024 ml
5) Sebelum diberikan Tramadol
Percobaan pertama : 0,78 detik
Percobaan kedua : 2,47 detik
Percobaan ketiga : 0,99 detik
Rata-rata : 1,4 detik
6) Setelah diberikan Tramadol

Menit 5 10 15 20 25 30
Durasi hingga 4 menit 4 2 menit 10 3 menit 20 4 menit 15
14,03 detik 5 menit
bereaksi detik detik detik detik
b. Hot plate
Berat mencit : 23 Gram
Obat : Novalgin 2500 mg/ 60 kgBB
Dosis: : 514,44 mg/kgBB
VAO : 0,23 ml
5) Sebelum diberikan novalgin
Percobaan pertama : 6,42 detik
Percobaan kedua : 6,31 detik
Percobaan ketiga : 5,87 detik
Rata-rata : 6,4 detik
6) Setelah diberikan novalgin
Menit 5 10 15 20 25 30
Durasi hingga
11,5 detik 17,8 detik 24,15 detik 27,8 detik 22,3 detik 7,9 detik
bereaksi
kurva tailflick
600

495
500

400

300
detik

300
244 246.5
215.4
200
200
135.3
130
80.5
100
34.88
16.6
14.03 4.14 6.57
2.23
1.32 3.35
1.58 3.02
1.55 0.99 2.97
2.49 2.22
0
5 10 15 20 25 30
kelompok 1 1.32 1.58 1.55 0.99 2.49 2.22
kelompok 2 16.6 80.5 34.88 135.3 246.5 215.4
kelompok 3 2.23 3.35 3.02 4.14 2.97 6.57
kelompok 4 14.03 300 244 130 200 495

kurva hotplate
80

67.03
70 63.79

60

50
38.5
detik

40 34.88
29.3
27.8
30 26 25
24.7
24.15 23.47 22.3
21.34
17.8
20 15
11.5 12.75
10.05
8
6.89 7.6 7.9
10
0.87 1.52
0
5 10 15 20 25 30
kelompok 1 0.87 1.52 34.88 38.5 63.79 67.03
kelompok 2 6.89 12.75 24.7 23.47 21.34 10.05
kelompok 3 8 26 25 29.3 7.6 15
kelompok 4 11.5 17.8 24.15 27.8 22.3 7.9
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan uji mengenai analgetik dan hubungan dosis obat
pada hewan mencit, dimana tujuan praktikum yaitu untuk mengenal berbagai cara untuk
mengevaluasi secara eksperimental, untuk dapat mengobservasi dan menyimpulkan
perubahan respon terhadap perubahan pemberian dosis analgesic, serta membuat kurva dari
percobaan tersebut. Adapun pengujian pada hewan percobaan yaitu mencit dengan
pembanding jenis obat yang berbeda. Obat yang digunakan yaitu tramadol, novalgin, dan
ketorolac dengan menggunakan metode tail flick dan hot plate.
Metode pengujian menggunakan hot plate dan tail flick pada hewan mencit yang
dirangsang dengan suhu 55oC yang menyebabkan rasa nyeri. Parameter nyeri pada metode
tail flick berupa penarikan ekor dari penanggas air sedangkan parameter nyeri pada metode
hotplate berupa menjilati kaki depan atau melompat. Pada percobaan ini yang diamati adalah
waktu untuk memulai terjadinya indikasi nyeri. Dari hasil penilitian didapat pada metode hot
plate kerja obat lebih cepat daripada metode tail flick walau diberikan pada dosis dan interval
waktu yang sama (Tjong Johny Thomas, 2003). Hal ini dikarenakan, metode hot plate
menggunakan bagian tubuh mencit yang memiliki luas permukaan yang lebih luas yaitu kaki
mencit.
Pada metode tail flick yang dilakukan kelompok 1 digunakan obat ketorolac dengan rute
pemberian intramuskular. Sebelum diberikan obat, mencit menjentikan ekornya dengan
waktu rata-rata 2,27 detik sesaat setelah dimasukkan ke dalam penanggas air bersuhu 55 oC.
Namun, setelah diberikan obat didapatkan hasil pada menit ke-5 sampai ke-30 tidak melebihi
dari respon mencit sebelum pemberian obat. Hal tersebut tidak sesuai dengan literatur dimana
Ketorolac merupakan obat analgesic yang seharusnya memberikan efek anti nyeri. Obat
analgesic ini efektif dan telah berhasil digunakan sebagai pengganti morfin untuk mengatasi
nyeri dari ringan sampai sedang pascabedah. (katzung, hal 429). Ketidaksesuaian hasil pada
praktikum dikarenakan beberapa faktor diantaranya kurang ketelitian praktikan dalam
pengambilan dan pemberian obat, kurang ketelitian dalam penggunaan stopwatch, dan cara
memegang mencit yang kurang tepat. Selain itu, jenis obat yang berbeda-beda bila diberikan
kepada mencit dapat menunjukkan respon yang berbeda-beda sesuai dengan jenis obat yang
diberikan.
Pada metode tail flick yang dilakukan kelompok 3 digunakan obat ketorolac dnegan rute
pemberian intraperitoneal, Sebelum diberikan obat, mencit menjentikkan ekornya dengan
waktu rata-rata 1,4 detik. Namun, setelah pemberian obat didapatkan lama waktu respon
terhadap sensasi nyeri dengan dimasukkan kedalam air besuhu 55oC yaitu pada menit ke-5
selama 2,23 detik dan pada menit ke-30 selama 6,57 detik. Hal tersebut dikarenakan efek
yang ditimbulkan oleh obat ketorolac yaitu sebagai analgesic atau penghilang rasa nyeri
dalam kedaan sadar dan pada menit ke-5 sudah menunjukkan efek dari obat tersebut, dimana
rute pemberian obat melalui intraperitoneal memiliki absorsi obat tercepat dibandingkan
degan rute pemberian obat lainnya sesuai dengan literature (Tjay hoan, 2007).
Pada metode tail flick yang dilakukan kelompok 2 digunakan obat tramadol dengan rute
pemberian intramuskular. Sebelum diberikan obat (dalam keadaan normal), mencit
menjentika ekornya dengan waktu rata-rata 1,7 detik. Namun, setelah diberikan obat
didapatkan hasil pengamatan respon jentik ekor terhadap air besuhu 55oC yaitu pada menit
ke-5 selama 16,6 detik dan pada menit ke-30 selama 3 menit 35,4 detik. Respon yang
dihasilkan terhadap sensasi nyeri lebih tahan, dimana hal tersebut membuktikan bahwa
tramadol memiliki daya analgetik kuat dan menunjukkan avinitas tinggi dengan mengikat
secara stereospesifik pada reseptor system saraf pusat sehingga memblok sensasi rasa
nyeridan respon terhadap nyeri. Sedangkan untuk pemberian obat tramadol dengan rute
pemberian intraperitoneal yang dilakukan oleh kelompok 4 didapatkan hasil yang lebih cepat
muncul efeknya dibandingkan dengan rute pemberian intramuscular, dimana pada menit ke-5
mencit dapat tahan terhadap sensasi nyeri pada ekornya selama 14,03 detik dan pada menit
ke-30 selama 4 menit 15 detik. Hal tersebut berbeda dengan literatur dimana seharusnya pada
rute pemberian secara intraperitoneal pada menit ke-5 mencit lebih tahan lama terhadap
sensasi nyeri dibandingkan dengan rute pemberian intramuscular.
Perbedaan obat yang digunakan pada praktikum kali ini dapat terlihat dari hasil
pengamatan, dimana keterolak memiliki hasil yang kurang tahan terhadap sensasi nyeri
karena ketorolac bekerja di perifer Sedangkan obat tramadol adalah suatu analgesic kerja
sentral yang mekanisme kerjanya terutama didasarkan pada blockade penyerapan serotonin.
Tramadol juga terbukti menghambat fungsi pengangkut norephinefrin dan dapat berfungsi
sebagai adjuvant bagi agonis opioid murni dalam pengobatan nyeri neuropatik
kronik.(Katzung edisi 12, hal.629).
Rute pemberian obat juga mempengaruhi dalam praktikum ini yaitu pada rute pemberian
obat secara intramuscular karena vaskularisasi aliran darah bergantung dari posisi otot
ditempat penyuntikkan. Sedangkan rute pemberian obat secara intraperitoneal merupakan
rute yang cukup efektif karena memberikan hasil yang lumayan cepat. Namun, cara
pemberian rute intraperitoneal tidak dilakukan pada manusia karena bahaya injeksi dan
adhesi terlalu besar. (Setiawati, A. dan F. D. Suyatna, 1995).
Pada percobaan dengan menggunakan tramadol pada metode hot plate yang diberikan
melalui rute intramuscular, waktu rata-rata mencit memberikan respon terhadap panasnya
hotplate yaitu 1,26 detik. Kemudian setelah diberikan tramadol didapatkan hasil waktu
respon mencit yang melambat dari menit ke-5 hingga menit ke-30. Respon mencit melambat
dari menit ke menit dikarenakan obat yang mulai bekerja dari menit ke-10. Sedangkan pada
percobaan dengan menggunakan obat tramadol pada metode hotplate yang diberikan melalui
rute intraperitoneal, waktu rata-rata mencit memberikan respon terhadap panasnya hotplate
yaitu 1,46 detik. Kemudian setelah diberikan tramadol didapatkan hasil waktu respon mencit
yang cenderung melambat dari menit ke-5 hingga menit ke-30. Namun, pada menit ke-25
mencit sempat memberikan respon yang lebih cepat dari sebelumnya yaitu 7,6 detik Respon
mencit melambat dari menit ke menit dikarenakan obat yang mulai bekerja.
Pada percobaan dengan menggunakan novalgin pada metode hot plate yang diberikan
melalui rute intramuscular, waktu rata-rata mencit memberikan respon terhadap panasnya
hotplate yaitu 7,46 detik. Kemudian setelah diberikan tramadol didapatkan hasil waktu
respon mencit yang melambat dari menit ke-5 hingga menit ke-20 lalu setelah itu responnya
kembali cepat hingga menit ke-30. Respon mencit melambat hingga menit ke-15 dikarenakan
obat yang mulai bekerja. Kemudian respon mencit kembali cepat setelah menit ke-15 hingga
menit ke-30 karena obat mulai dieliminasi oleh tubuh mencit. Sedangkan pada percobaan
dengan menggunakan novalgin pada metode hot plate yang diberikan melalui rute
intraperitoneal, waktu rata-rata mencit memberikan respon terhadap panasnya hotplate yaitu
6,4 detik. Kemudian setelah diberikan tramadol didapatkan hasil waktu respon mencit yang
melambat dari menit ke-5 hingga menit ke-20 lalu setelah itu responnya kembali cepat hingga
menit ke-30. Respon mencit melambat hingga menit ke-20 dikarenakan obat yang mulai
bekerja. Kemudian respon mencit kembali cepat setelah menit ke-20 hingga menit ke-30
karena obat mulai dieliminasi oleh tubuh mencit.
Bedasarkan hasil diatas, dapat disimpulkan bahwa waktu novalgin bekerja hingga
dieliminasi lebih cepat dibanding tramadol. Hal ini, dikarenakan waktu paruh novalgin yang
lebih cepat yaitu 1-4 jam dibandingkan tramadol yang memiliki waktu paruh 5-7 jam (Ronny,
2007).
BAB V

KESIMPULAN

Dari praktikum ini dapat disimpulkan:


1. Mencit lebih cepat memberi respon pada metode pelat panas dibandingkan metode
jentik ekor.
2. Pemberian obat secara intra peritoneal lebih baik dan cepat bekerja dibandingkan
secara intra muscular karena obat langsung diinjeksikan ke rongga perut sehingga
lebih cepat diarbsorbsi.
3. Obat yang memiliki efek terbaik hingga yang kurang baik adalah tramadol, novalgin,
kemudian ketorolac.
DAFTAR PUSTAKA

Goodman and Gilman’s. 1992. The Pharmacological Basis of Therapeutics. Eight Edition. Vol.
1. New York. McGraw-Hill : 3.
Katzung, Betram. 1989. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika: Jakarta.
Tim Dosen. 2019. Penuntun Praktikum Farmakologi. Program Studi Farmasi UIN Syarif
Hidayatullah: Jakarta.
Tjay, Tan Hoan dan K. Rahardja. 2007. Obat-obat Penting. PT Gramedia: Jakarta
LAMPIRAN

A. Hewan Mencit

Anda mungkin juga menyukai