BAB II
KAJIAN PUSTAKA
kehamilan kurang dari 37 minggu (Parry and Strauss, 1998; Brian and Mercer,
2003; Mamede dkk., 2012). Pendapat lain menyatakan dalam ukuran pembukaan
servik pada kala I, yaitu bila ketuban pecah sebelum pembukaan pada
primigravida kurang dari 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm. Dalam
Kejadian ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada 10 - 12% dari semua
kehamilan preterm 2 - 5%. Laporan lain mendapatkan ketuban pecah dini terjadi
2012). Insiden KPD di seluruh dunia bervariasi antara 5 - 10% dan hampir 80%
terjadi pada usia kehamilan aterm (Adeniji dkk., 2013; Endale dkk., 2016).
12
13
2014). Dalam keadaan normal, 8 - 10% wanita hamil aterm akan mengalami KPD
dan hanya 1% terjadi pada usia kehamilan preterm (Soewarto, 2010). Prevalensi
dari KPD preterm di dunia adalah 3 - 4,5 % kehamilan (Lee, 2001) dan
(Furman dkk., 2000). Di China dilaporkan insiden KPD lebih tinggi sekitar
antara 4,5 - 7,6% (Wiradarma dkk., 2013). Di RSUP Sanglah Denpasar, Suwiyoga
dan Budayasa (2006) melaporkan angka kejadian kasus KPD sebesar 12,92 % di
mana kasus KPD aterm sebesar 83,23% dan KPD preterm sebesar 16,77% dari
2113 persalinan. Budijaya dan Surya (2016) melaporkan kasus Ketuban Pecah
Dini (KPD) di RSUP Sanglah Denpasar sebanyak 212 kasus dari 1450 persalinan
(14,62%). Kejadian persalinan dengan KPD pada usia kehamilan aterm (≥37
minggu) yaitu 179 kasus (84,43%), sedangkan pada preterm sebanyak 33 kasus
(15,57%).
dan merupakan penyebab utama kelahiran prematur. Ketuban pecah dini preterm
yang terjadi sebelum usia kehamilan 24 minggu, disebut sebagai KPD preterm
komplikasi yang berat pada ibu ataupun janin (Brian dan Mercer, 2003; Adeniji
dkk.,2013; Endale dkk., 2016). Kasus dengan ketuban pecah dini akan mengalami
persalinan hampir 95% dalam waktu 24 jam (Revathi dkk., 2015; Endale dkk.,
plasenta. KPD pada beberapa kasus ditandai dengan perdarahan. Insiden infeksi
intrauterin meningkat dengan mudanya usia kehamilan pada saat pecahnya selaput
ketuban. KPD pada saat usia kehamilan lebih awal dikaitkan dengan infeksi pada
infeksi pada janin yang prematur dan pada ibunya. Frekuensi dan tingkat
keparahan komplikasi pada ibu dan janin setelah terjadinya ketuban pecah dini
bervariasi tergantung dari usia kehamilan. Terdapat bukti konsisten bahwa usia
kehamilan saat terjadinya ketuban pecah dini dan lamanya periode laten
Pada ketuban pecah dini preterm terjadi risiko baik pada janin maupun
pada ibu. Pada kehamilan preterm angka insiden korioamnionitis sekitar 13 - 60%
dan solusio plasenta terjadi pada 4 - 12% kehamilan dengan ketuban pecah dini.
dengan ketuban pecah dini aterm, risikonya meningkat sampai 24% apabila pecah
ketuban terjadi lebih dari 24 jam. Kematian janin dilaporkan pada 3 - 22% kasus
15
sepsis pada ibu sekitar 0,8% yang menyebabkan kematian 0,14%. Risiko pada
janin dapat terjadi infeksi intrauterin, penekanan tali pusat dan solusio plasenta
Pada amnion manusia terdapat dua tipe sel utama, di mana saat awal
embriogenesis sebelum usia kehamilan 8 minggu, amnion terdiri dari satu lapisan
sel epitelium yang berasal dari ektoderm janin, dan satu lapisan terpisah dari sel
mesenkim yang berasal dari mesoderm janin yang terletak berdekatan dengan sel
dengan dua lapisan sel. Seiring dengan kantong amnion yang semakin besar, sel
dari lapisan sel berdekatan. Laju replikasi dari sel mesenkim nampaknya tidak
dapat mengimbangi ekspansi kantong amnion yang dimulai pada usia kehamilan
Pada tahap awal kehamilan, deposit kolagen terletak antara sel epitelium
dan mesenkim, sehingga tercipta pembatas antara dua sel tersebut yang tersusun
oleh zona aselular dari kolagen interstisial, yang disebut zona kompakta atau
lapisan padat dari amnion. Pada trimester ketiga, terdapat sekitar sepersepuluh sel
mesenkim bila dibandingkan dengan sel epitelium. Jaringan ini tidak memiliki
vaskularisasi, sistem limfatik, atau jaringan saraf (Joyce, 2009; Mamede dkk.,
Selaput ketuban janin terdiri dari amnion dan korion yang dihubungkan
oleh matriks ekstraselular. Lapisan membran ini, khususnya pada asal mulanya
janin akan tumbuh dan berada di dalamnya. Selaput ketuban merupakan suatu
bagian yang saat vital pada saat persalinan. Lapisan korion lebih tebal dan lebih
seluler, dan sedangkan lapisan amnion lebih kaku dan kuat. Ketebalan lapisan
korion mengandung kolagen tipe I dan III di samping jenis kolagen IV dan V
berbeda, yaitu lapisan epitel, membran basalis, lapisan kompak, lapisan fibroblas,
dan lapisan intermediate atau lapisan seperti sponge. Amnion bersifat avaskuler
dan tanpa nervus, dan memiliki kontak langsung dengan cairan amnion, yang
mana adalah sumber makanan bergizi bagi amnion tersebut. Lapisan di bagian
proksimal dari cairan amnion adalah epitel amnion yang mensekresikan kolagen
tipe III dan IV dan glikoprotein non kolagen seperti laminin, nidogen, dan
(Mamede dkk., 2012; Hasaneroglu dan Murat, 2014; Abrantes dkk., 2015).
ketuban. Lapisan ini terdiri dari satu lapisan sel yang berbentuk kuboidal atau
17
kolumnar di atas plasenta atau mendatar di dalam sel basal di daerah yang
terisolasi dari sisa amnion. Permukaan apeks atau bagian dalam sel memiliki
bentuk sedikit konveks. Membran sel menonjol ke dalam cairan ketuban dari
Membran basalis merupakan lapisan tipis yang terdiri dari jaringan serat
retikuler dari bagian amnion. Aspek superfisial atau dalam dari lapisan ini
memiliki hubungan yang kompleks dengan sel epitel. Komponen utama yang
membentuk membran basal termasuk laminin, tipe IV dan VII kolagen, dan
sel dan gerakannya, pemeliharaan fenotip dan hidup jaringan. Fibronektin dan
mampu memediasi adhesi sel dan kolagen melakukan fungsi struktural untuk
dkk., 2015).
Ekspresi laminin telah banyak diteliti, karena molekul ini memberikan kontribusi
terhadap kelangsungan hidup sel, diferensiasi, bentuk dan gerakan, serta terlibat
membentuk kerangka fibrosa utama amnion. Lapisan yang relatif padat ini hampir
benar-benar tanpa sel dan terdiri dari jaringan yang kompleks dari serat retikuler.
Kolagen pada lapisan kompakta tersebut disekresikan oleh sel mesenkim pada
lapisan fibroblas. Kolagen interstisial (tipe I dan III) predominan dan membentuk
membran basal epitel. Tidak ada penempatan substansi dasar amorf antara fibril
daya regangnya sepanjang tahap akhir kehamilan normal (Mamede dkk., 2012;
fagosit (Benirschke dkk., 2012; Abrantes dkk., 2015). Lapisan luar dari membran
amnion terdiri dari sel-sel seperti fibroblas mesenkimal yang diduga berasal dari
lempeng embrionik mesoderm dan yang tersebar di membran amnion. Isi dari
19
penulis menyebut lapisan terluar dari amnion dengan zona spongiosa, karena
dengan korion laeve yang merupakan struktur hampir aselular dan berisi jaringan
nonfibrillar sebagian besar dari kolagen tipe III (Toda dkk., 2007; Mamede dkk.,
2012).
amnion dan korion. Jaringan dari ekstraembrionik dikompresi antara amnion dan
korion untuk membentuk lapisan spons. Ini merupakan serat retikuler yang
tetapi bundel ini terlihat pada mikroskop sebagai serabut percabangan yang
dalam lapisan ini, yang sering menjadi edematous, dan peningkatan ketebalan
yang sering terjadi pada amnion. Lapisan ini memungkinkan amnion untuk lepas
pada korion yang mendasari yang melekat kuat pada desidua maternal.
memberikan sifat kenyal lapisan ini dalam preparat histologis, dan mengandung
yang melekat kuat pada desidua maternal (Mamede dkk., 2012; Hasaneroglu dan
Korion merupakan bagian terluar dari dua membran janin yang berada
dalam kontak dengan amnion pada sisi bagian dalam dan desidua maternal pada
bagian luarnya. Plasenta terdiri dari korion dan dibentuk oleh vili yang hipertrofi
dari korion frondosum. Vili korion berada di sisa korion (chorion laeve) atrofi dan
dapat dikenal dalam potongan histologis sebagai vili yang atrofi. Lapisan korion
lebih tebal dari pada lapisan amion dan berisi sublapisan jaringan ikat dan
korion berikatan kuat dengan lapisan desidua, di mana sel-sel desidua dikelilingi
oleh kolagen tipe III, IV, dan V. Pada saat membran janin terpisah dari uterus saat
1. Trofoblas
Terdiri dari sel – sel trofoblas dari yang bulat sampai polygonal. Lapisan
terdalam dari korion terdiri dari 2 sampai 10 lapisan sel trofoblas, pada
aspek yang lebih dalam berbatasan dengan desidua maternal. Lapisan ini
Merupakan lapisan tebal sel – sel sitotrofoblas polygonal dengan 2 tipe sel
Lapisan ini merupakan jaringan ikat padat yang melekat kuat pada lapisan
3. Lapisan retikuler
Terdiri dari jaringan serabut – serabut fusiformis dan sel – sel stellata.
Lapisan ini membentuk mayoritas dari ketebalan korion dan terdiri dari
jaringan retikuler yang terdiri dari serat-serat paralel, dan akan bisa
4. Lapisan seluler
Merupakan lapisan sel – sel bervakuola dan melekat satu dengan yang lain
Lapisan ini adalah lapisan tipis yang terdiri dari jaringan fibroblas. Hal ini
sering tidak sempurna atau sama sekali tidak ada pada korion ketika
diperiksa pada saat kehamilan aterm, tetapi lebih mudah dikenali pada
awal kehamilan.
memiliki saraf, otot atau pembuluh limfe. Sumber nutrisi dan oksigen adalah dari
cairan korion, cairan amnion dan permukaan pembuluh darah janin, menjadi
penyedia nutrisi melalui cara difusi. Energi utamanya diperoleh melalui proses
ditemukan di permukaan apikal sel epitel membran amnion (Toda dkk., 2007;
Gambar 2.1. Skema Lapisan Selaput Membran Janin Dan Komponen Protein,
MMP (Matrix Metalloproteinase), TIMP ( Tissue Inhibitor Metalloproteinase )
(Parry dan Strauss, 1998)
terdiri dalam tiga lapisan histologis utama: lapisan epitel, membran basal yang
cairan amnion, didasari oleh lapisan homogen tunggal dari sel-sel epitel kuboid
yag terfiksasi pada membran basal yang melekat pada lapisan aseluler yang kental
yang terdiri dari kolagen tipe I, II, dan V. Sel epitel amnion memiliki banyak
mikrovili di permukaan apikal dan mungkin memiliki fungsi sekresi aktif dan
fungsi transportasi intra dan transeluler. Sel-sel ini memiliki inti besar yang
proliferasi dan kelangsungan hidup prekursor eritroid dan produksi diatur oleh
larut dan produksi faktor bioaktif, termasuk peptida vasoaktif, faktor pertumbuhan
dan sitokin. Salah satu fungsi dasar dari membran amnion adalah untuk menjaga
dapat tumbuh bebas dari tekanan dari struktur yang mengelilingi tubuhnya.
interstitial kolagen tipe I, II dan elastin. Di sisi lain, elastisitas amnion utamanya
disebabkan oleh kolagen tipe III, yang merupakan kolagen interstitial untuk
zat yang dihasilkan oleh epitel membran amnion memungkinkan inisiasi dan
diproduksi di epitel amnion dan yang memiliki peran dalam fisiologi kontraksi.
kehamilan, epitel amnion sangat aktif secara metabolik dan memiliki peran
penting dalam menjaga pH cairan amnion, menjaganya agar tetap pada nilai
konstan. Karbonat anhidrase isoenzim CA-1 dan CA-2 ditemukan di sel-sel epitel
amnion, enzim ini yang terlibat dalam metabolisme bikarbonat atau karbon
dioksida yang diduga memiliki peran regulasi dalam menjaga pH cairan amnion
Membran Janin
gangguan korion, distensi dan herniasi amnion, dan akhirnya pecah atau rupturnya
selaput ketuban. Urutan peristiwa ini merupakan hasil dari perubahan struktural
dengan komposisi matriks ektraseluler (ECM). Konten dari molekul ECM pada
membran ditentukan oleh tingkat sintesis dan deposisi, serta tingkat degradasi.
Meskipun sejumlah besar molekul ECM diketahui, penelitian yang ada telah
difokuskan terutama pada fibril umum dan kolagen pada basal membran (tipe I, II,
III, IV, dan V) dan molekul ECM yang sudah dikenal seperti fibronektin,
25
beberapa lapisan yang berbeda secara morfologis. Lapisan terdekat janin terdiri
dari sel-sel epitel amnion yang terletak pada membran basal yang mengandung
lapisan kompak terdiri dari kolagen tipe I, III, dan V disekresikan oleh sel-sel
fibroblas, terdiri dari proteoglikan dan glikoprotein dan kolagen tipe III. Lapisan
korion berisi sitotrofoblas yang tertanam dalam matriks dari kolagen tipe IV dan
IV, V, dan VI, pada membran janin manusia waktu persalinan telah diperiksa
laminin, dan kolagen tipe I dan IV yang terletak di jaringan ECM mengandung
dan pada lapisan trofoblas. Kolagen tipe VI terutama ditemukan dalam amnion
berkurang pada zona lemah amnion dibandingkan dengan bagian lainnya (Strauss,
Sebagian besar prokolagen α1(I), α2(I), dan α1(III) messenger RNA (mRNA)
ditemukan dalam sel mesenkimal amnion, dengan jumlah yang tak berarti
ditemukan dalam sel epitel amnion. Sintesis kolagen tipe I dan III juga minimal
pada sel epitel amnion, dalam jumlah besar diproduksi oleh sel mesenkimal.
Kadar prokolagen α1 (I), α2 (I), dan α1 (III) subunit mRNA, dan aktivitas spesifik
dari enzim prolyl 4-hidroksilase dan lysyl hydroxylase, yang diperlukan untuk
trimester pertama kehamilan. Oleh karena itu, peningkatan pada rasio epitel
terhadap sel mesenkimal sebagai fungsi dari usia kehamilan dapat menjelaskan
penurunan kadar mRNA kolagen dan aktivitas spesifik lysyl dan prolyl
hydroxylases pada amnion (Joyce, 2009; Strauss, 2013; Sukhikh dkk., 2015).
Biglycan, suatu proteoglikan kaya leusin kecil, berikatan dengan kolagen fibrillar
terdiri dari disakarida polimer dari asam D-glucuronic dan N-acetyl -glucosamine,
fungsi sel dan organ: (1) merupakan suatu substrat yang memberikan kekuatan
dan fungsi sel melalui interaksi dengan reseptor permukaan sel; dan (3) adalah
komposisi ECM menentukan sifat fisik dan biologisnya, termasuk kekuatan dan
matrikines yang bila terpapar oleh proteolisis memiliki efek kuat pada fungsi sel,
Secara kolektif, sifat-sifat dari ECM ini mencerminkan suatu komponen jaringan
dinamis yang mempengaruhi kedua bentuk dan fungsi jaringan. Defek atau cacat
dalam sintesis dan metabolisme ECM dan proses fisiologis dari pergantian ECM
ketuban pecah dini preterm (PPROM) (Mamede dkk., 2012; Strauss, 2013).
uterus, dan perbaikan serviks setelah persalinan. Proses remodeling dan perbaikan
mempengaruhi fungsi sel. Peristiwa ini dimediasi melalui reseptor membran yang
transforming growth factor (TGF), yang dikenal untuk memainkan peran kunci
dalam reproduksi. Protein ECM mayor juga mempengaruhi stabilitas ECM, dan
ketuban pecah dini preterm (PPROM), insufisiensi serviks, ruptur uterus, dan
penting dalam kondisi patologis lainnya dari saluran reproduksi termasuk fibroid
aktivator dan inhibitor dari enzim proteolitik. Saat pergantian ECM terjadi, enzim
memiliki aksi yang berbeda dari protein induk, dan mempengaruhi sel melalui
jalur sinyal yang berbeda daripada yang digunakan oleh molekul induk (Joyce,
Ketuban pecah dini terjadi setelah terdapat aktivasi dari multifaktorial dan
sebagai pencetus dari ketuban pecah dini. Faktor ini termasuk infeksi traktus
(tekanan barometer). Sinyal biokimia dari fetus termasuk sinyal apoptosis dan
sinyal endokrin dari fetus, juga merupakan implikasi dalam inisiasi dari terjadinya
daerah tepi robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini
sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena
penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput
terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di
daerah lapisan retikuler atau trofoblas (Oyen dkk., 2006; Mamede dkk., 2012).
Penelitian oleh Malak dan Bell pada tahun 1994 menemukan adanya
sebuah area yang disebut dengan “high morphological change” pada selaput
ketuban di daerah sekitar serviks. Daerah ini merupakan 2 - 10% dari keseluruhan
akan pecah dengan hanya diperlukan 20 - 50% dari kekuatan yang dibutuhkan
mendukung konsep adanya perbedaan zona pada selaput ketuban, khususnya zona
di sekitar serviks yang secara signifikan lebih lemah dibandingkan dengan zona
lainnya seiring dengan terjadinya perubahan pada susunan biokimia dan histologi.
Paracervical weak zone ini telah muncul sebelum terjadinya pecah selaput
Penelitian lain oleh Reti dkk (2007), menunjukkan bahwa selaput ketuban
Didapatkan hasil laju apoptosis ditemukan lebih tinggi pada amnion dari pasien
dengan ketuban pecah dini dibandingkan pasien tanpa ketuban pecah dini, dan
laju apoptosis ditemukan paling tinggi pada daerah sekitar serviks dibandingkan
jalur intrinsik maupun ekstrinsik, dan keduanya dapat menginduksi aktivasi dari
caspase. Reti dkk, (2007) berpendapat bahwa jalur intrinsik dari apoptosis
merupakan jalur yang dominan berperan pada apoptosis selaput ketuban pada
31
kehamilan aterm. Pada penelitian ini dibuktikan bahwa terdapat perbedaan kadar
yang signifikan pada Bcl-2, cleaved caspase-3, cleaved caspase-9 pada daerah
pada jalur intrinsik. Fas dan ligannya, Fas-L yang menginisiasi apoptosis jalur
ekstrinsik juga ditemukan pada seluruh sampel selaput ketuban tetapi ekspresinya
tidak berbeda bermakna antara daerah supraservikal dengan daerah distal. Diduga
jalur ekstrinsik tidak berperan banyak pada remodeling selaput ketuban (Reti
tekanan intrauterin (Zeng dan Zhou, 2004; Menon dan Fortunato, 2004; Weiss
dkk., 2007).
32
mengatasi ketuban pecah dini preterm melalui studi faktor risiko. Infeksi
merupakan faktor risiko terbesar di mana sumber utama adalah infeksi ascenden
Sebelum proses persalinan terjadi dan selaput ketuban masih utuh, janin
terjadi karena adanya mekanisme pertahanan yang dapat melindungi fetus dan
plasenta dari infeksi yaitu “ascending infection” yang berupa “physical barrier”
yang terjadi karena adanya mukus serviks di kanalis servikalis yang mengandung
lysozyme, selaput ketuban yang utuh, dan akibat dari adanya anti bakterial dari
organisme yang dapat menyebabkan infeksi neonatal yang ditemukan pada vagina
pengamatan langsung apusan atau swab vagina ibu hamil menemukan terbanyak
pecah dini, di mana bakteri dapat menyebar ke uterus dan cairan amnion sehingga
dengan mayoritas kasus ini. Infeksi menginduksi respon inflamasi ibu dan janin
yang dianggap sebagai penanda persalinan prematur dan KPD. Faktor ini sering
pada persalinan prematur dan KPD yang meningkat di cairan ketuban (amniotic
fluid-AF) bahkan tanpa adanya MIAC dan IAI jika dibandingkan dengan
persalinan aterm (Asrat, 2001; Shim dkk., 2004; Kumar dkk., 2006 ).
untuk terjadinya ketuban pecah dini. Infeksi bakteri yang terjadi pada lapisan
pro inflamasi, seperti TNF- α, IL-α, IL- 1β, IL-6, IL-8 dan granulocyte colony-
menyebabkan pecahnya selaput ketuban (Menon dkk., 2002; Agrawal dan Hirsch,
2012).
kelahiran prematur dan KPD preterm. Perubahan dalam struktur dan integritas
Enzim yang merusak matriks endogen dan yang berasal dari mikroba dapat
data biologi molekuler menunjukkan bahwa infeksi fokal dan inflamasi mungkin
terjadinya KPD, yang ditunjukkan adanya reaksi inflamasi lebih sering terlihat di
sebenarnya dalam persalinan preterm dan KPD preterm. Ketuban pecah dini
miometrium dan produksi endotelin oleh sel amnion dan sel desidua distimulasi
karena tingginya konsentrasi endotoksin dan juga oleh IL-1 dan TNF-α. Adanya
IL-6 pada serum, cairan amnion serta sekret servikovagina berhubungan dengan
glikoprotein pada Fas Ligand (Fas-L). Apoptosis dari sel otot polos servik
berperan dalam pembukaan servik dan sel epitel amnion dalam sel selaput janin
ketuban pecah dini (Menon dan Fortunato, 2007; Ulett dan Adderson,2006;
wanita yang terinfeksi dapat menurunkan angka kejadian ketuban pecah dini
preterm. Pada suatu penelitian in vitro, efek proteolisis dari matrik membran dapat
genital bakterial vaginosis dengan terjadinya KPD preterm. Dalam suatu studi
kasus kontrol, risiko untuk terjadinya KPD preterm adalah 6 kali dibandingkan
pada kontrol diantara perempuan dengan infeksi intra-amnion, sekitar 3,7 kali di
antara mereka dengan infeksi saluran kemih, dan 7,6 kali pada wanita dengan
infeksi gonorrhea setelah mengontrol efek dari paparan asap rokok, memiliki
38
riwayat persalinan prematur dan aterm dengan KPD dan perdarahan ante partum.
vagina > 5 per high powered, dan pH vagina ≥ 5 dengan KPD pada usia 24 - 32
minggu, bila dibandingkan dengan antar wanita dengan KPD pada 32 - 36 minggu
dan wanita tanpa KPD (Hyagriv dan Timothy, 2005; Goldenberg dkk., 2008;
MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion (Vrachnis dkk., 2012; Elfayomy dan
Almasry, 2014). Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi
pecah dini (Hoang dkk., 2014). Respon imunologis terhadap infeksi juga
sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim
kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan
39
MMP-3 (Heaps dkk., 2005; Menon dan Fortunato, 2007). Infeksi sistemik bisa
Komponen yang lain sebagai respon adanya infeksi adalah produksi dari
produksi glukokortikoid sebagai respon terhadap stress dari infeksi mikroba yang
status gizi dapat mempengaruhi risiko KPD preterm, penelitian epidemiologi dan
40
preterm sebagai akibat langsung dari konten matriks ekstaseluler dari membran
janin. Namun, penelitian dari membran amnion dari kasus KPD mengungkapkan
bahwa terjadi pengurangan asam askorbat dan konsentrasi kolagen pada KPD
berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu. Kurangnya asupan vitamin
C selama kehamilan merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya ketuban
pecah dini. Pemberian vitamin C 100 mg per hari setelah umur kehamilan 20
minggu efektif menurunkan insiden terjadinya ketuban pecah dini (Tejero dkk.,
adanya gangguan pada struktur kolagen. Asam askorbat yang berperan dalam
ketuban. Zat tersebut kadarnya lebih rendah pada kasus ketuban pecah dini
(Challis, 2005; Rangaswamy dkk., 2012). Penelitian oleh Hauth dkk, (2010)
frekuensi dari ketuban pecah dini preterm sebelum umur kehamilan 32 minggu.
41
selaput ketuban dalam penelitian in vitro. Ekspresi MMP-9 yang diinduksi TNF-α
pada membran janin terhadap komponen asap rokok menginduksi stres oksidatif
dan kematian sel apoptosis. Ketika eksplan ketuban atau membran janin
juga penurunan, tergantung dosis dalam ekspresi protein antiapoptosis Bcl-2, dan
DNA nukleus pada sel amnion dan korion dibandingkan dengan pasien kontrol.
Disimpulkan bahwa jalur yang diinduksi ekstrak asap rokok juga meningkatkan
ions dan Nitrit oxide yang bisa merusak matriks kolagen atau merusak pertahanan
extract (CSE) dapat menginduksi stress oksidatif dan apoptosis. Ketika fetal
biomarker dari stress oksidatif akan meningkat. Juga terjadi penurunan dari
fragmentasi DNA pada sel amnion dan korion. Proses ini sebagai jalur terjadinya
apoptosis pada selaput ketuban dan degradasi dari matriks ektraseluler yang
berperan terhadap tejadinya ketuban pecah dini dan persalinan preterm (Menon
merokok dan KPD preterm telah dilaporkan bahwa merokok lebih dari 10 batang
per hari merupakan faktor risiko untuk KPD preterm (Thombre, 2014).
Kadar homosistein yang tinggi juga telah dikaitkan dengan kelainan pada
kolagen. Vitamin B12 dan folat adalah kofaktor penting dalam metabolisme
kadar homosistein plasma. Namun sebuah studi kasus kontrol tidak bisa
mendeteksi perbedaan antara homosistein puasa, folat sel darah merah, kadar
vitamin B12 dan asupan makanan antara perempuan yang mengalami KPD
preterm dan persalinan aterm. Defisiensi zinc juga telah dikaitkan dengan KPD
preterm. Kadar zinc ibu lebih rendah pada wanita KPD preterm dibandingkan
kolagenase. Hormon relaxin yang diproduksi oleh sel desidua dan plasenta
Ekspresi dan aktivitas dari relaxin gen meningkat sebelum persalinan pada
selaput ketuban kehamilan aterm. Selaput ketuban menjadi jaringan target dari
Pada satu penelitian didapatkan kadar ekspresi relaxin yang bermakna pada pasien
dengan ketuban pecah dini dibandingkan pada pasien dengan persalinan preterm
dan pada pasien yang dilakukan seksio sesarea pada ibu dengan komplikasi
dalam plasenta. Di dalam selaput ketuban janin yang diperoleh dari 12 kasus
ketuban sebesar 30%. Ekspresi dari dua gen human relaxin dihitung di dalam
desidua dan plasenta, dari masing-masing subjek. Studi ini dapat menunjukkan
bahwa secara signifikan lebih banyak relaxin yang diekpresikan di dalam desidua
persalinan preterm atau pasien-pasien dengan seksio cesaria karena alasan medis
dengan membran yang utuh dan tidak ada persalinan preterm (Thombre, 2014).
persalinan prematur dan KPD secara fundamental berbeda, hal ini mungkin
pecah ketuban, sementara yang lain mengalami KPD tanpa persalinan. Studi pada
membran (in vivo dan in vitro) menunjukkan bahwa unsur-unsur dari kematian sel
terprogram (apoptosis) yang didominasi terlihat pada selaput ketuban dari wanita
dengan KPD tapi bukan mereka dari wanita dengan persalinan preterm. Infeksi
KPD preterm. Agen proapoptotik meningkat pada KPD yang berasal dari
membran amnion dan bukti kematian sel terprogram terlihat. Beberapa penelitian
lainnya juga telah melaporkan hubungan yang kuat antara apoptosis dan KPD
dan kimia namun di dalamnya berperan serta juga adanya proses kematian sel
terprogram atau apoptosis dari sel-sel yang terdapat pada selaput ketuban.
Berbagai penelitian memberikan hasil yang konsisten bahwa selaput ketuban dari
ibu hamil dengan ketuban pecah dini menunjukkan indeks apoptosis yang lebih
preterm dengan selaput ketuban yang masih utuh (Rangaswamy dkk., 2012;
kolagen dan apoptosis. Gambaran ini tampak pada daerah supra servik membran
janin baik dari membran yang didapat dari persalinan sesar atau setelah persalinan
normal (El Khwad dkk., 2006; Reti dkk., 2007; Rangaswamy dkk., 2012).
Jaringan amnion dan korion pada kehamilan aterm setelah mengalami pecah
ketuban dini mengandung banyak sel-sel apoptosis di area sekitar ruptur membran
dan sedikit sel apoptosis di area yang lain dari membran. Pada kasus dengan
amnion (Murtha dkk., 2002; Tanir dkk., 2005; Saglam dkk., 2013).
Proses apoptosis sangat dipengaruhi oleh sinyal yang berasal dari protein
yang telah lama dikenal sebagai pencetus ketuban pecah dini, sedangkan faktor
intraseluler diperankan oleh p53 yang merupakan suatu protein yang berperan
46
pelepasan sitokrom C. Fungsi normal p53 adalah sebagai penjaga proteinom. Pada
keadaan di mana jumlah p53 rendah maka p53 akan berperan sebagai penjaga sel,
dkk., 2000; Haupt dkk., 2003; Suhaimi., 2012). Ditemukan adanya peningkatan
ekspresi gen yang bersifat proapoptosis, yaitu p53 dan Bax disertai penurunan
ekspresi gen antiapoptosis Bcl-2 pada kasus ketuban pecah dini, baik aterm
maupun preterm (Kumagai dkk., 2001; Kataoka dkk., 2002; Chai dkk., 2013).
pada kehamilan dengan ketuban pecah dini baik melalui jalur caspase dependent
dan caspase independent. Sinyal apoptosis bisa terjadi secara intraseluler dan
dan berat badan bayi besar akan menyebabkan regangan selaput ketuban.
terjadinya ketuban pecah dini. Secara mekanik, regangan dari membran fetus ini
dari sel amnion dan korion bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang
produksi dari MMP-1 dan MMP-3 oleh fibroblas. Produksi interleukin-8 dan
selaput ketuban yang dapat diinisiasi oleh kekuatan fisik atau regangan membran,
perubahan biokimia pada selaput ketuban yang mungkin dimulai oleh adanya
regangan selaput ketuban dan apoptosis (Heaps dkk., 2005; Samuel dan Jerome,
inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease (TIMP). Kontraksi uterus yang
Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi dari
2.7 Apoptosis
Istilah apoptosis pertama kali digunakan oleh Kerr, Wyllie, dan Currie
pada tahun 1972 untuk menggambarkan bentuk morfologi yang berbeda dari
Apoptosis juga terjadi sebagai mekanisme pertahanan seperti dalam reaksi imun
atau ketika sel-sel yang rusak oleh penyakit atau agen berbahaya. Meskipun ada
berbagai macam rangsangan dan kondisi, baik fisiologis dan patologis yang dapat
memicu apoptosis, tidak semua sel akan mati dalam menanggapi stimulus yang
seimbang dengan proliferasi sel agar proses kehidupan dapat berjalan normal.
mengendalikan proses dan urutan alur apoptosis. Apoptosis fisiologis terjadi pada
diinginkan, yang sudah menua atau sel yang berpotensi berbahaya. Apoptosis
patologis terjadi pada kondisi patologis yaitu ketika sel menjadi rusak akibat
virus, tumor, radiasi, kemoterapi dan akhirnya akan dieliminasi (Elmore, 2007;
tumpang tindih antara dua proses tersebut. Bukti menunjukkan bahwa nekrosis
Adanya dua faktor yang akan mengkonversi proses apoptosis berlangsung dalam
(Elmore, 2007).
Meskipun antara apoptosis dan nekrosis adalah bentuk dari kematian sel,
tetapi apoptosis dan nekrosis berbeda satu sama lain. Apoptosis dianggap sebagai
rute yang sangat harmonis dari kematian sel, dan diperlukan untuk pertumbuhan
apoptosis tidak menginduksi respon inflamasi selama proses kematian sel. Vesikel
50
diproduksi dalam sel-sel yang mengalami apoptosis tanpa pelepasan setiap isi
seluler. Namun, kematian oleh nekrosis ditandai dengan pembesaran sel dan lisis,
bahwa apoptosis adalah proses aktif, proses pemrograman dari disintegrasi seluler
independen, sedangkan nekrosis adalah pasif, kematian sel yang disengaja disertai
dengan keluarnya sitoplasma yang tidak terkontrol yang merupakan isi sel
yang terlindungi sesuai dengan proses mitosis dan sitokinesis yang menyebabkan
populasi stabil dalam jaringan. Saat ini dianggap bahwa kehidupan sel-sel
membran plasma rusak dan sel-sel dengan cepat mengalami lisis. Tapi, selama
penyusutan sel apoptosis dan penyesuaian kondensasi DNA terjadi pada awalnya,
dan kemudian sel-sel ini dan inti hancur menjadi “well-enclosed apoptotic
pecahan sel atau apoptotic bodies yang berada di sekitar sel tersebut. Fragmen-
fragmen sel tersebut akan cepat difagositosis oleh makrofag sebelum sel pecah
dan menyebabkan kerusakan pada jaringan (Elmore, 2007; Kumar dkk., 2014).
sel dan diakhiri dengan pecahnya membran plasma, organela, dan isi sel. Pada
bleb membran, dan diakhiri dengan fragmentasi dari sel di mana masing-masing
fragmen berisi organela dan terbungkus oleh membran yang utuh dan akan
difagositosis oleh sel sekitarnya atau makropag (Elmore, 2007; Kumar dkk,.
2012).
mitokondria, dan bahan lain baik dari nukleus maupun sitosol, akan difagositosis
apoptosis dimulai dengan : (1) pengaktifan berbagai macam protein atau enzim
yang bergantung pada energi ATP; (2) fragmentasi DNA sebelum lisis; (3)
membran (Elmore, 2007; Hoppins dan Nunnari, 2012; Kumar dkk., 2014).
52
membedakan apoptosis dari nekrosis, dan mereka dapat terjadi secara bersamaan,
deplesi ATP dan ketersediaan caspase. Nekrosis merupakan proses yang tidak
terkendali dan pasif yang biasanya mempengaruhi bagian besar sel sedangkan
atau kelompok sel. Kerusakan sel nekrotik dimediasi oleh dua mekanisme utama
yaitu gangguan pada pasokan energi dari sel dan kerusakan langsung ke membran
transkripsi atau translasi. Secara garis besar proses apoptosis dibagi menjadi 4
tahap, yaitu :
penguraian sel)
4. Fagositosis.
apoptosis, diantaranya stimulus yang menyebabkan cedera sel seperti radiasi dan
radikal bebas (yang menyebabkan kerusakan DNA dan aktivasi p53), aktivasi
intrinsik ( pada saat embriogenesis), withdrawal dari growth factor, ligasi reseptor
53
(FAS dan TNF) atau pelepasan granzyme oleh sel-T sitotoksik. Selanjutnya sinyal
pengaturan. Pada tahap ini terdapat molekul regulator positif atau negatif yang
pada kaskade peristiwa molekuler. Proses ini melibatkan sistem signal sel yang
dapat dipicu dari dalam sel maupun dari luar sel. Sampai saat ini, penelitian
menunjukkan bahwa ada dua utama jalur apoptosis, yaitu ekstrinsik atau jalur
reseptor kematian (death receptor pathway), dan jalur intrinsik atau mitokondria
(mitochondrial pathway). Kedua jalur saling terkait dan bahwa molekul dalam
satu jalur dapat mempengaruhi yang lain. Stimulus yang memicu kematian sel
seperti infeksi virus, bakteri, stress sel, dan kerusakan DNA. Faktor stimulus dari
luar seperti TNF, FasL, dan TRAIL. Jalur ekstrinsik dipicu oleh pelepasan
molekul signal yang disebut ligan oleh sel lain yang bukan berasal dari sel yang
(death receptor) yang terletak pada membran sel target yang kemudian
mitokondria yang disebabkan oleh senyawa kimia atau penurunan dari faktor
kedua jalur ini saling terkait dan molekul-molekul pada salah satu jalur dapat
mempengaruhi jalur yang lain (Brenner, 2012; Hongmei, 2012; Ashkenazi dkk.,
2014).
Selain dua jalur utama tersebut, terdapat pula jalur tambahan yang
granzyme B akan bertemu di satu titik terminal yang sama, yaitu tahap eksekusi.
pembentukan reseptor sel fagosit dan akhirnya terjadi fagositosis oleh sel-sel
fagosit. Jalur granzyme A sendiri mengaktivasi suatu jalur berbeda, yang tidak
pengaktifan caspase secara katalisis dan tahap eksekusi di mana caspase bekerja
aktif menyebabkan kematian sel. Inisiasi apoptosis berasal dari dua jalur yaitu
jalur intrinsik (mitokondria) dan ekstrinsik. Kedua jalur ini, akhirnya bertujuan
untuk mengaktifkan caspase. Jalur ini diinduksi oleh stimulus yang berbeda dan
diantaranya (Tait dan Green, 2010; Hongmei, 2012; Kumar dkk., 2014).
55
pathway melalui jalur intrinsik yang dipicu oleh kegagalan metabolik mitokondria
atau jalur ekstrinsik yang dipicu oleh reseptor kematian, yaitu kelompok TNF
Apoptosis Inducing Factor (AIF) dan Endonuclease G yang keluar dari membran
Dua jalur utama apoptosis adalah ekstrinsik dan intrinsik, juga jalur perforin/
granzyme. Masing-masing membutuhkan sinyal pemicu yang spesifik untuk
memulai kaskade. Masing-masing jalur akan mengaktivasi caspase inisiatornya
dan pada akhirnya akan mengaktifkan caspase eksekutor yaitu caspase-3. Kecuali
granzyme A yang bekerja dengan tidak bergantung pada caspase. Jalur eksekusi
akan menyebabkan munculnya gambaran khas sitomorfologi sel apoptotik, berupa
pengerutan sel, kondensasi kromatin, pembentukan cytoplasmic bleb dan
apoptotic bodies, dan pada akhirnya fagositosis apoptotic bodies oleh sel
parenkim yang berdekatan, sel neoplastik ataupun makrofag.
56
ligand (TRAIL) dan Apo-3 ligand (Ap0-3L) dengan reseptor permukaan sel
transmembran yang diperantarai oleh reseptor, berupa death receptor (DR) yang
merupakan bagian dari superfamili gen reseptor tumor necrosis factor (TNF).
Anggota dari famili reseptor TNF memiliki domain ekstraseluler serupa yang
kaya akan sistein, serta memiliki domain sitoplasmik yang terdiri dari 80 asam
amino yang disebut death domain. Death domain berperan untuk menyampaikan
sinyal kematian dari permukaan sel ke dalam jalur intraseluler. Saat ini ligan dan
Apo3L / DR3, Apo2L/ DR4 dan Apo2L/ DR5 (Mac Farlane dan Williams, 2004;
sitoplasma yang memiliki death domain yang serupa dengan yang terdapat pada
reseptornya direkrut. Ikatan ligan Fas dengan reseptor Fas mengikat protein
Associated Death Domain) dan rekrutmen FADD, serta RIP (Receptor Interacting
57
Caspase- 8 yang aktif melepaskan diri dari DISC memicu apoptosis mengaktifkan
mengaktifkan protein Bid (BH3 interacting domain death agonist) menjadi tBid
Gambar 2.6 Jalur Ektrinsik Apoptosis (Mac Farlane dan Williams, 2004)
bekerja langsung pada target yang berada dalam sel, dan proses dari dalam
58
intraseluler yang dapat bekerja secara positif maupun negatif. Sinyal negatif
diantaranya radiasi, toksin, hipoksia, hipertermia, infeksi virus dan radikal bebas.
DIABLO, dan protease serine HtrA2 / Omi. Protein-protein proapoptosis ini akan
(Caspase Activation and Recruitment Domain) dan berikatan pada molekul Apaf-
7 untuk mengeksekusi apoptosis atau kematian sel. Smac/ DIABLO dan HtrA2/
of apoptosis proteins) (Elmore, 2007; Parsons dan Green, 2010; Vaux dkk.,
2011).
oleh mitokondria adalah AIF, endonuclease G dan CAD (caspase activated DNA
kerja lain protein famili Bcl-2 pada mitokondria adalah dengan mempengaruhi
kadar Ca2+ yang dapat dilepaskan oleh retikulum endoplasma sehingga kadar
intermembran (Donovan dan Cotter, 2004; Elmore, 2007; Giorgi dkk., 2012).
karena dikaitkan dengan pelepasan protein sitokrom C dan protein lain dari ruang
oleh famili protein Bcl-2, yang terbagi menjadi tiga kelas: protein pro survival
seperti Bcl-2, Bcl-XL; protein pro-apoptosis seperti Bax, Bak, dan Bcl-X1; protein
pengaruh dari reseptor kematian (Elmore, 2007; Kumar dkk., 2012). Growth
factor akan merangsang produksi protein antiapoptosis (protein Bcl-2). Protein ini
berada di mitokondria dan sitoplasma, dan pada saat sel terpapar stres, protein
Bcl-2 dan Bcl-x keluar dari mitokondria dan digantikan oleh protein proapoptosis
seperti Bax, Bak, Bim. Saat kadar Bcl-2/Bcl-x menurun, permeabilitas membran
mitokondria meningkat (Parsons dan Green, 2010; Hongmei, 2012; Sinha dkk.,
2013).
Pemicu apoptosis melalui jalur intrinsik adalah sel stres yang merusak
dan Youle, 2009; Parsons dan Green, 2010; Galluzzi dkk., 2012).
virus, dan hipoksia juga menjadi faktor pencetus. Pada sel yang sehat dijumpai
aktivasi dari caspase ini akan membuat protein dalam sitoplasma dan DNA
kromosom mengalami degradasi (Garrido dkk., 2006; Elmore, 2007; Sinha dkk.,
2013).
Protein p53 berperan baik pada jalur ekstrinsik maupun jalur intrinsik dari
mekanisme apoptosis. Reseptor kematian sel pada membran plasma seperti Fas,
DR4, dan DR5 diatur oleh p53 melalui jalur ekstrinsik. Protein 53 menginduksi
selanjutnya mengaktifkan Bax dan Bak. Bax dan Bak menstimulasi pembentukan
apoptotik melalui induksi langsung keluarga Bcl-2 seperti Bax, PUMA (p53-
caspase. Pada sel yang mengalami stres karena rusaknya DNA, maka kadar p53
dalam sel akan naik dan teraktivasi. Protein p53 yang terlepas dari MDM-2
merupakan faktor transkripsi gen target seperti gen penyandi p21 yang berfungsi
menahan siklus sel, untuk mereparasi DNA sel yang rusak (Chipuk dkk., 2004;
Garrido dkk., 2006; Westphal dkk., 2011). Dengan demikian, p53 dalam
kematian sel. Apoptosis pada jalur caspase independent ini yang berperan adalah
jenis protein lainnya untuk mencetuskan apoptosis antara lain HtrA2/Omi dan
menghentikan aktifitas IAP dan mendukung terjadinya apoptosis. Bcl-2 dan Bcl-
mobilisasi AIF melalui membran mitokondria dan juga berperan besar pada jalur
ekstrinsik dan intrinsik. Smac dan Htr2A/Omi memblokir kerja IAP menghambat
bahwa mitokondria merupakan salah satu pusat penentu hidup sel (Desagher dan
pori membran mitokondria akan terbuka dan AIF bisa keluar (Cande dkk., 2002;
berakhir pada tahap eksekusi. Jalur intrinsik akan mengaktifkan inisiator caspase-
nukleus dan protease yang mengurai protein sitoskeletal dan nukleus. Caspase-3,
substrat termasuk sitokeratin, PARP, protein nuklear NUMA dan lain-lain, yang
66
menyebabkan perubahan morfologi dan biokimia seperti yang diamati pada sel
yang mengalami apoptosis (Fan dkk., 2005; Elmore, 2007; Brentnall dkk., 2013).
merupakan penanda fase ini. Adanya fosfatidilserin pada permukaan sel apoptosis
terjadi proses fagositosis oleh sel fagosit (Fan dkk., 2005; Elmore, 2007; Brentnall
dkk., 2013).
Hubungan jalur intrinsik dengan jalur ekstrinsik dapat dilihat pada gambar
jalur ekstrinsik dan interaksi FasL/ FasR merupakan metode yang utama pada
proses apoptosis yang diperantarai oleh limfosit T sitotoksik ini. Namun efek
sitotoksik terhadap sel tumor dan sel yang terinfeksi virus juga dapat terjadi
melalui jalur lain yang melibatkan sekresi molekul perforin transmembran yang
bersifat pore forming dan selanjutnya pelepasan granul sitoplasma melalui pori
yang terbentuk, menuju ke target sel. Protease serin granzyme A dan granzyme B
68
protein kedua dari berbagai protein yang ditemukan pada limfoma. Gen ini terlibat
kromosom 14 dan 18 dan terdapat pada sebagian besar limfoma follikuler. Pada
translokasi itu, gen Bcl-2 berpindah dari lokasi kromosom normalnya di 18q21 ke
lokus 14q32 yang merupakan jajaran dengan elemen penguat pada rantai berat
dari translokasi gen Bcl-2 dan produksi berlebihan dari mRNA Bcl-2 serta protein
memiliki berat molekul 26 kDa terletak pada bagian sitosolik dari nukleus,
Vercesi, 2000; Kuwana dan Newmeyer, 2003; Martinou dan Youle, 2011)
merupakan salah satu anggota famili protein Bcl-2 yang dapat dibedakan menjadi
2, Bcl-XL, Bcl-w, Mcl-1, A1/Bfl1, Boo/Diva dan Nrf3. Protein subkelompok ini
mencegah kematian sel dengan mengikat anggota famili Bcl-2 dari subkelompok
yang lain. Subkelompok kedua (2) bersifat proapoptosis terdiri dari Bax, Bak dan
70
proapoptosis, terdiri dari Bid, Bad, Bim, Bik/Nbk Blk, Hrk, Bnip3, Nix, Noxa,
dan Puma. Protein subkelompok ini mendorong kematian sel sebagai protein
program apoptosis (Kuwana dan Newmeyer, 2003; Martinou dan Youle, 2011).
struktur protein ini anggotanya ada yang anti-apoptotik, yaitu Bcl-2, Bcl-xL, Bcl-
W, Mcl-1, dan A1 (memiliki domain BH1, BH2, BH3, dan BH4) dan yang pro-
apoptotik, yaitu Bax, Bak, dan Bok (memiliki domain BH1, BH2, dan BH3) ;
serta Bad, Bid, Bim, dan Bik (hanya memiliki BH3 domain saja) yang disebut :
BH3-only proteins. Kompleks dari domain BH3 seperti Bax, Bid (tBid), dan Bad
bagian CED-4 dari aktivator caspase. Bcl-2 bekerja mencegah kematian sel
Gambar 2.12 Keluarga protein BCL-2 dibagi menjadi tiga kelompok seperti
protein keluarga BCL-2 multidomain pro-apoptotik, BAK, dan BAX; Protein
keluarga multi-domain anti-apoptosis BCL-2, termasuk BCL-2, BCLXL, BCLW,
BCLB, MCL1 dan A1; Dan protein keluarga BCL-2 pro-apoptotik BH3-only,
termasuk BIM, PUMA, BID, BAD, NOXA, BIK, BMF, dan HRK (Dai dkk.,
2016)
yang memerlukan dua ko-faktor yaitu : ATP dan sitokrom C. Sitokrom C yang
akan terikat dengan Apaf-1 yang selanjutnya akan menyebabkan kaskade caspase
sampai terjadi apoptosis (Van dan Huang, 2006; Rastogi dkk.,2009; Martinou dan
Youle, 2011).
proteolitik berbagai target (Shiozaki dkk., 2004; Fan dkk., 2005; Parson dan
Green, 2010).
73
Pada banyak kasus yang diperiksa, Bcl-2 terlihat secara relatif memblok kejadian-
dan fragmentasi nukleus serta degradasi DNA terlihat berkurang (Elmore, 2007;
2.9 Caspase-3
enzim protease sistein yang berperan penting dalam kematian sel secara apoptosis.
sangat mirip dengan protein kematian dari sel Caenorhabditis elegans (CED-3).
Caspase berperan penting dalam proses apoptosis, nekrosis, dan inflamasi yang
caspase diekspresikan dalam bentuk zimogen yang tidak aktif dan menjadi aktif
melalui proses proteolitik bila di dalam substrat terdapat residu aspartat. Beberapa
anggota caspase ini tidak terlibat dalam apoptosis, namun lebih berperan dalam
proses yang memerantarai sitokin (Fan dkk., 2005; Brentnall dkk., 2013).
peptida asam aspartat dalam protein. Caspase disintesis dalam bentuk prekursor
enzim caspase tetramerik yang aktif (Fan dkk., 2005; Ting dan Li, 2005; Brentnall
dkk., 2013).
monomer mempunyai subunit besar (17-21 kDa) dan subunit kecil (10-13 k Da)
(Tait dan Green, 2008). Caspase dibedakan menjadi dua kelompok fungsional
yaitu caspase inisiator dan caspase eksekusioner. Caspase memiliki tiga domain
yaitu ujung amino terminal, domain besar dan domain kecil. Ujung amino
terminal berperan dalam mengatur aktivitas enzim, domain besar disebut juga
apoptosis yang terdiri lebih dari 100 asam amino. Sedangkan domain kecil atau
apoptosis, yang terlibat langsung dalam kematian sel (Riedl dkk., 2004; Ting dan
dengan kandungan sistein asam asetat (Brentnall dkk., 2013). Caspase terdapat di
setiap sel sebagai prekursor tidak aktif yang disebut procaspase. Bagian N-
dirinya sendiri untuk memicu signal apoptosis yang diikuti oleh kematian sel.
75
suatu heterodimer dengan sebuah subunit besar dan sebuah subunit kecil, serta
(Riedl dkk., 2004; Ting dan Li, 2005; Brentnall dkk., 2013).
residu asam aspartat yang menghilangkan domain amino terminal sehingga terjadi
menjadi tetramer yang merupakan bentuk aktif dari caspase (Fan dkk., 2005;
sekuensial caspase berperan penting pada fase eksekusi dari apoptosis sel.
pada residu aspartat yang disimpan menghasilkan dua sub unit, besar dan kecil,
yang mengalami dimerisasi untuk membentuk enzim aktif. Protein ini memecah
dan mengaktifkan caspase-6 dan 7. Protein itu sendiri diproses dan diaktifkan oleh
caspase-8, 9 dan 10. Caspase-3 diaktifkan di dalam sel jalur ekstrinsik dan
mempunyai aktivitas sampai dipecah oleh caspase inisiator setelah ada sinyal
apoptosis. Salah satu sinyal tersebut adalah terdapatnya granzym B yang dapat
mengaktivasi caspase inisiator kepada sel yang menjadi target apoptosis oleh sel T
killer. Aktivasi ekstrinsik ini akan memicu rangkaian caspase dari jalur apoptosis
76
di mana caspase-3 berperan penting di dalamnya (Fan dkk., 2005; Broker dkk.,
merupakan bentuk aktif dari pro caspase-3. Procaspase-3 dapat diaktifkan oleh
procaspase-3 melalui suatu jalur umpan balik positif. Substrat caspase-6 meliputi
Gran B (Yuan dan Ding, 2002; Fan dkk., 2005; Brentnall dkk., 2013)
A B
A. Caspase-3 mempunyai komponan subunit besar (warna biru) dan subunit kecil
(warna kuning) serta bagian kecil dari prodomain (warna abu-abu). B. Struktur 3-
D caspase-3 menunjukan residu katalisis terutama berasal dari subunit besar
(warna biru). Subunit kecil (warna kuning) membentuk suatu tudung yang
membatasi akses ke lokasi yang aktif. Struktur ruang kosong (warna merah)
menunjukkan suatu peptida inhibitor yang terikat secara kovalen pada lokasi yang
aktif.
78
Apoptosis yang dimediasi oleh caspase, dibagi menjadi dua jalur yaitu
jalur reseptor kematian dan jalur mitokondria. Pada jalur reseptor kematian,
protein yang bertindak sebagai reseptor adalah kelompok tumor necrosis factor
inducing ligand (TRAIL). Ikatan antara reseptor dan ligan bisa bergantung atau
procaspase-3 yang akan membawa ke program kematian sel (Susin dkk., 2000;
skala besar (sekitar 50 kb), dan sangat penting untuk kematian sel terprogram
(PRG3), juga memiliki efek induksi apoptosis. AIF juga berinteraksi dengan
jalur apoptosis yang berbeda dapat saling silang diatur untuk aktivasi program
apoptosis (Joza dkk., 2001; Vaux, 2011; Hoppins dan Nunnari, 2012).
memiliki NADH oksidasi dan menginduksi aktivitas apoptosis. AIF pada manusia
terdiri dari 613 asam amino, dan gen-nya, aif, terletak di Xq25-26, pengkodean
mRNA 2,4 kb. Pada tikus AIF terletak di XA6 dan kode untuk protein dari 612
asam amino dengan 92% identik dengan AIF manusia. Secara umum, urutan asam
amino dari AIF sangat kekal pada mamalia dengan homologi lebih dari 90%. AIF
pada tikus memiliki homologi yang kuat untuk oksidoreduktase pada vertebrata,
non-vertebrata hewan, tumbuhan, jamur dan bakteri. Ini berisi tiga domain: N-
terminal mitochondrial localization sequence (MLS) dari 100 asam amino, spacer
dari 27 asam amino dan 485 asam amino oksidoreduktase domain C-terminal
kematian sel. Awalnya, hal ini dianggap sebagai protein larut yang berada di
Namun, kemudian ini menunjukkan bahwa AIF adalah N-terminal yang berlabuh
ke membran mitokondria bagian dalam. Oleh karena itu, AIF harus dibebaskan
dari membran sebelum dilepaskan ke sitosol (Kogel dan Prehn, 2002; Elmore,
2007).
Apoptosis Inducing Factor (AIF) akan dibebaskan dari mitokondria ke sitosol dan
kemudian ke dalam inti. Dalam inti, AIF bekerja langsung pada DNA nukleus
menghasilkan fragmentasi DNA skala besar rata-rata 50 kb. Selain jalur caspase-
independen ini , terjadi reaksi dan kerjasama antara AIF, caspase dan sitokrom C
dapat mengaktifkan kaskade caspase. AIF dalam sitosol memicu pelepasan lebih
2.11 Endonuclease G
waktu akhir ini, dan dihasilkan sebagai propeptida dengan urutan akhir amino
yang menargetkan nuklease pada mitokondria (Arnoult dkk., 2003; Damien dan
Brigitte, 2003).
memicu kaskade apoptosis klasik, yang berujung pada apoptotic cell death.
Fungsi katalisis dari sitokrom C dijaga oleh anggota famili inhibitor protein
apoptosis, yang kerjanya diatur oleh dua protein mitokondria lainnya, Smac /
DIABLO dan OMI / HtrA2. Dengan cara ini, OMI / HtrA2 berperan pada caspase
dependent cell death, tetapi juga dapat bertindak sebagai protein efektor dalam
necrotic-like PCD. Fungsi ini tidak tergantung dari aktivitas inhibitor protein-
mitokondria lain yang berkontribusi penting baik untuk caspase independent dan
hasil evolusi yang tetap bertahan ada dengan orthologues yang dikenal pada
mitokondria tunggal pada sel mamalia (Elmore, 2007; Yoo dkk., 2008; Vaux,
2011).
berbeda mengenai proteolisis spesifik dari Bid. Protelisis dari Bid diberikan oleh
menghasilkan gtBid 14 kDa atau oleh protease lisosomal. Dua kaskade protelitik
caspase. DNAase yang dapat bertindak secara bebas dari caspase masih
eksogen atau pun endogen. Hal ini juga mengganggu pengertian apoptosis sebagai
bergantung pada CAD. Pada kondisi ini, caspase-3 tidak diperlukan dalam
degradasi DNA (Zhang dkk., 2003; Van Loo dkk., 2001; Kogel dan Prehn, 2002).
85
Sejak langkah pertama dari penelitian kematian sel, fragmentasi DNA nukleus
telah diakui sebagai ciri khas apoptosis. Ini hasil dari aktivasi beberapa nuklease.
fase yaitu fase inisiasi, fase eksekusi dan fase terminasi. Pada fase inisiasi
sel (blebbing), fragmentasi inti, kondensasi kromatin dan degradasi DNA. Pada
fase terminasi badan apoptotik akan difagositosis oleh sel-sel fagosit. Apoptosis
terjadi melalui 2 jalur yang dipicu oleh bermacam-macam faktor baik internal
maupun eksternal. Apoptosis melalui faktor internal disebut jalur intrinsik atau
disebut jalur ekstrinsik (death receptor pathway) (Elmore,, 2007; Rastogi dkk.,
adalah famili protein Bcl-2. Tempat kerja utama protein-protein Bcl-2 ini adalah
DIABO, AIF dan endonuclease G. Smac, DIABLO, dan sitokrom C terlibat dalam
tersebut (Tsujimoto dkk., 2002; Shiozaki dan Shi, 2004; Vaux, 2011).
anggota keluarga protein Bcl-2. Protein penekan tumor p53 memiliki peran
penting dalam regulasi keluarga protein Bcl-2, namun mekanisme yang tepat
saat ini, total 25 gen telah diidentifikasi dalam keluarga Bcl-2 . Beberapa protein
anti-apoptosis termasuk Bcl-2, Bcl-x, Bcl-xl, Bcl-xs, Bcl-w, TAS, dan beberapa
protein pro-apoptosis termasuk Bcl-10, Bax, Bak, Bid, Bad, Bim, Bik, dan
Blk. Protein ini dapat menentukan apakah sel mengalami proses apoptosis atau
tidak. Diperkirakan bahwa mekanisme utama aksi keluarga protein Bcl-2 adalah
caspase, protein adaptor, kelompok TNF dan TNF-R, serta kelompok protein
berperan dalam proses apoptosis. Enzim ini terdiri dari berbagai jenis yang
caspase-8 yang berperan dalam proses apoptosis melalui jalur ekstrinsik dan
88
caspase-9 yang berperan dalam proses apoptosis melalui jalur intrinsik. Kelompok
protein Bcl-2 ada yang berperan sebagai anti-apoptosis (Bcl-2 dan Bcl-Xl) dan
ada yang berperan sebagai pro-apoptosis (Bax, Bcl-X5, Bak, dan Bad).
protein pro- & anti-apoptosis, regulasi caspase melalui adaptor, interaksi dengan
mitokondria. Protein keluarga Bcl-2 mempunyai suatu gugus hidrofob dan terikat
di sisi luar permukaan mitokondria dan organel lain seperti inti dan retikulum
endoplasma. Protein ini mampu membentuk kanal ion di liposom. Sejauh ini 15
pengaktifan inisiasi caspase-9. Bcl-2 diatur oleh perubahan ekspresi gen Bcl-2,
(Desagher dan Martinou, 2000; Elmore, 2007; Dewson dan Kluck, 2010).
proses ini melalui lokalisasi pada retikulum endoplasma. Bcl-2 dapat menurunkan
jumlah jumlah Ca2+ yang dapat dilepaskan dari retikulum endoplasma (Elmore,
regulasi protein keluarga Bcl-2. Protein p53 merupakan faktor transkripsi spesifik
yang dapat diaktifkan oleh berbagai macam rangsangan stres seluler. Penemuan
sejak penemuan p53 pertama kali. Pada penelitian awal diperkirakan aktivitas
dekade kemudian penelitian telah difokuskan untuk mengetahui target kerja p53
berkaitan dengan perannya pada apoptosis (Haupt dkk., 2003; Hemann dkk.,
Saat ini telah diketahui bahwa fungsi utama p53 pada apoptosis adalah
maupun tidak langsung. Perubahan ekspresi pada gen Bcl-2 dan Bax yang
diinduksi oleh p53 akan mengubah rasio protein Bcl-2 dan Bax, dan itu akan
mengubah arah sel pada tahap yang rentan untuk terjadi apoptosis (Hemann dkk.,
pertama hubungan antara p53 dan famili Bcl-2 adalah melalui salah satu anggota
proteinnya yang bersifat proapoptosis, yaitu Bax. p53 secara langsung dapat
menginduksi transkripsi Bax. Efek induksi Bax oleh p53 ini dapat menghambat
efek antiapoptosis dari Bcl-2. Pada sel-sel yang sedikit mengandung Bax maka
sel tersebut bersifat resisten terhadap apoptosis yang diperantarai oleh p53. Maka
dapat dikatakan p53 dapat menentukan nasib sebuah sel dalam merespon suatu
stres dengan cara mengatur rasio kadar protein Bax dibanding Bcl-2. Protein p53
juga memiliki mekanisme lainnya dalam meregulasi Bcl-2, yaitu pada keadaan
tertentu ia dapat menekan transkripsi Bcl-2. Selain itu p53 secara langsung dapat
permeabilitas mitokondria dan akhirnya terjadi apoptosis. Jadi p53 dapat berperan
secara langsung maupun tidak langsung dalam mengatur famili protein Bcl-2
terkait dengan peningkatan regional pada apoptosis trofoblas, dan penipisan atau
tidak adanya desidua, telah diidentifikasi pada membran janin di lokasi ruptur
pada kehamilan aterm dan pada KPD preterm. Ciri-ciri morfologi dari zona
ini terlihat pada membran janin saat persalinan normal pada daerah di atas serviks
Rata-rata kekuatan untuk terjadinya ruptur dalam zona ini dilaporkan 60%
dari membran yang tersisa. Hilangnya susunan fibrillar pada struktur kolagen
terlihat dekat daerah ruptur. Ada peningkatan jarak fibril dan penurunan 50% pada
susunan fibrillar. Zona lemah di atas serviks juga mengalami peningkatan MMP-
9, peningkatan level dari faktor transkripsi tertentu, dan jalur transkripsi termasuk
NF-kB, Fox03, dan Fox04, yang mengatur gen yang terlibat dalam inflamasi,
Pecahnya selaput ketuban adalah sebagai hasil dari proses remodeling dan
pematangan servik. Pada servik dan amnion terjadi perubahan pada tipe kolagen
dan menyebabkan kelemahan struktur dari matriks ekstraseluler yang diikuti oleh
apoptosis seluler. Peningkatan apoptosis sel amnion terutama pada lapisan sel
epitel amnion diikuti oleh peningkatan transkripsi MMP yang selanjutnya akan
menyebabkan degradasi kolagen. Pada selaput ketuban terdapat daerah fokal dari
Malak dan Bell pada tahun 1994, pertamakali menemukan adanya sebuah
area yang disebut dengan high morphological change pada selaput ketuban pada
92
daerah di atas serviks. Daerah ini merupakan 2-10% dari keseluruhan permukaan
selaput ketuban. Bell dan kawan-kawan kemudian lebih lanjut menemukan bahwa
daerah membran fetus yang menunjukkan gambaran morfologi unik yang hanya
ditemukan dalam area terbatas sepanjang garis pecahnya selaput ketuban. Area
terbatas ini telah disebut 'zone altered morphology' (ZAM) dan gambaran yang
Keadaan ini termasuk gangguan dari lapisan jaringan ikat dan pengurangan
ketebalan, dan selularitas, baik dari sitotrofoblas dan lapisan desidua. Mengingat
gambaran struktural dari ZAM dan yang lokalisasinya terbatas di daerah dalam
garis rupturnya amnion, telah disepakati bahwa ZAM mewakili lokasi awal ruptur
selaput ketuban dalam respon terhadap peningkatan tekanan intra amnion yang
terjadi selama persalinan (El Kwad dkk., 2006; Rangaswamy dkk., 2012).
paraservikal pecah dengan hanya 20-50% dari kekuatan yang dibutuhkan untuk
susunan biokimia dan histologi. Paracervical weak zone ini telah muncul sebelum
terjadinya pecah selaput ketuban dan berperan sebagai titik awal terjadinya ruptur
proses remodeling, ini berkaitan erat dengan proses apoptosis, di mana beberapa
penelitian yang telah dilakukan mendukung teori ini. Penelitian oleh El Khwad
TIMP-3 pada weak zone. Penelitian lain oleh Reti dan kolega menunjukkan
Kataoka tahun 2002, dengan cara mengukur derajat fragmentasi DNA dengan
densitometer. Didapatkan hasil laju apoptosis ditemukan lebih tinggi pada amnion
dari pasien dengan ketuban pecah dini dibandingkan pasien tanpa ketuban pecah
dini, dan laju apoptosis ditemukan paling tinggi pada daerah sekitar serviks
lainnya. Hasil lain yang mendukung bahwa jalur intrinsik berperan pada ketuban
pecah dini didapatkan oleh Menon, di mana didapatkan peningkatan ekspresi gen
proapoptosis, p53 dan penurunan ekspresi pada gen antiapoptosis Bcl-2 pada
94
wanita dengan ketuban pecah dini (Menon dan Fortunato, 2004). Penelitian oleh
protein p53 yang lebih tinggi pada pasien dengan ketuban pecah dini
risiko terjadinya pecah ketuban. Bersamaan dengan proses ini kemungkinan dapat
juga terjadi proses inflamasi yang menyebabkan pelepasan sitokin dan aktivasi
memiliki sifat zinc dependen dan disekresi sebagai proenzim pada ruang
matriks ekstraseluler (ECM). MMP yang larut, khususnya MMP-2 dan MMP-9,
dan agen tersebut juga bertanggungjawab pada proses pecahnya selaput ketuban
dalam proses persalinan. Peran MMP-2 pada proses pecahnya selaput ketuban
pada persalinan aterm, dilaporkan muncul secara konsekutif pada selaput ketuban
peningkatan pada amnion seiring dengan usia kehamilan, dan juga pada
persalinan aterm. MMP-2 juga terlibat pada KPD preterm dan semakin meningkat
waktu dan menurun pada persalinan preterm ataupun aterm, KPD preterm, dan
saat terdapat infeksi intra amnion. Protein TIMP-2 juga menurun pada kultur
selaput ketuban yang terpapar lipopolisakarida (Nagase dkk., 2006; Tency dkk.,
memberikan kekuatan regangan utama pada membran janin, dan itu tidak
peningkatan ekspresi MMP dan penurunan ekspresi dan aktivitas dari tissue
pemeriksaan dari korio desidua pada berbagai titik waktu sepanjang persalinan
meningkatnya TIMP-1 setelah persalinan (Weiss dkk., 2007; Tency dkk., 2012;
Apoptosis sel terlihat baik pada amnion dan korion pada ruptur membran
saat persalinan normal maupun pada KPD preterm. Peningkatan level MMP-9
yang terkait dengan apoptosis sel amnion mencerminkan apa yang dilihat pada
memprovokasi apoptosis pada kultur organ amnion dan inhibitor dari MMP
mencegah kematian sel apoptosis pada ekspresi MMP-9. Selain itu, kematian sel
apoptosis dan pelepasan berikutnya dari sinyal seluler (misalnya, protein heat-
shock Hsp60, Hsp70, dan Hsp90), yang mengaktifkan Toll-like receptor (TLR)
96
sel sejak progesteron menghambat apoptosis sel membran janin dipicu oleh
Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) (Rangaswamy dkk., 2012; Saglam dkk., 2013).
Fortunato dan Menon (2004) telah secara ekstensif mengulas peran yang
dimainkan oleh MMP dan apoptosis pada ruptur fetal membran. Kekuatan amnion
dan korion sebagian besar disebabkan kolagen. Kolagen I, III, IV, V dan VI
berasal dari kolagen I (terlihat secara luas di lapisan kompak dan mesoderm yang
berdekatan) dan kolagen IV (komponen utama dari membran basal dan dari
Menon, 2004).
MMP dan TIMP merupakan indikator yang baik dari degradasi kolagen, yang
telah dilakukan dengan jenis MMP-2 dan 9. TIMP-1, yang mengontrol aktivitas
penurunan pada kasus dengan KPD dan persalinan. MMP-9 memainkan peran
ketuban. MMP-9 merupakan penanda yang sangat baik untuk menilai kekuatan
selaput ketuban (Kumar dkk., 2006; Moore dkk., 2006 ; Vincent dkk., 2015).
bertindak sebagai faktor stabilisasi utama di banyak sistem jaringan. Stabilitas ini
membelah membran terikat sitokin, termasuk TNF α dan FasL. Apoptosis juga
dapat menginduksi aktivasi MMP. Selain itu, agen yang sama yang telah
dan MMP-2 (Moore dkk., 2006; Saglam dkk., 2013; Sukhikh dkk., 2015).
baru, dan secara simultan mengaktivasi sistem enzim yang mengurai kolagen
yang ada. Aktivasi MMP selanjutnya akan meningkatkan apoptosis, yang secara
simultan memberikan umpan balik berupa peningkatan lebih banyak lagi aktivasi
MMP. Aktivasi MMP dan apoptosis telah menunjukkan kerja yang bersifat
Gambar 2.16 Aktivasi MMP dan Apoptosis (Menon dan Fortunato, 2004)
pada selaput ketuban masih belum banyak diketahui. Banyak zat yang terkandung
bertambahnya usia kehamilan, akibat infeksi, atau karena pecah ketuban (TNF-α,
didapatkan dari selaput ketuban yang masih utuh. Sebagian besar agen apoptosis
(Menon dan Fortunato, 2004; Moore dkk., 2006; Rangaswamy dkk., 2012).
99
Proses apoptosis yang terjadi pada ketuban pecah dini terutama pada epitel
sel amnion mengalami proses kematian sel dikaitkan dengan orkestra dari
pecahnya selaput ketuban sebagai hasil dari perubahan biokomia seperti halnya
pecah dini yang diinisiasi oleh infeksi agen genotoksik, dan faktor yang tidak
dikaetahui. Pertama, jalur TNF reseptor (TNF R1) dan Fas. Reseptor protein ini
akan mengikat ligan TNF dan Fas L, yang akan menginisiasi sinyal transduksi
death domain), selanjutnya protein ini akan mengaktifkan caspase (Menon dan
Fortunato, 2004).
utama substrat :
Caspase dalam keadaan normal dalam sel berada sebagai proenzim inaktif,
yang diaktifkan dengan proses proteolisis pada residu aspartat. Caspase dibagi
menjadi 2 grup, inisiator dan efektor dari apoptosis. Inisiator merupakan grup
caspase yang menginisiasi kaskade dari proteolisis, dan efektor yang merupakan
grup dari caspase yang memulai proses apoptosis. TRADD dan FADD aktivasi
2004).
Kedua, jalur apoptosis yang diinisiasi oleh p53. Peningkatan protein p53
dalam sel dapat menginduksi ekspresi dari Bax (faktor proapoptosis), yang dapat
factor) yang dapat merubah pro caspase-9 menjadi bentuk aktif. P53 juga
mitokondria. Caspase-8 atau 9 yang aktif dapat menginisiasi aktifasi dari caspase
protein, protein dari hemostasis dan beberapa protein lain yang berperan dalam
kematian sel. Jalur ini dapat berseberangan pada beberapa titik, p53 dapat
berpengaruh pada Fas pada beberapa tipe jaringan. Caspase-8 dapat menekan Bcl-
Caspase-8 dapat juga mengaktifkan caspase-9 jika tidak ada Apaf pada sistem
selaput ketuban (in vitro) menginduksi beberapa gen apoptosis. Fas, caspase-8
dan inisiator (2, 9) dan caspase efektor (6, 7 dan 10) terinduksi sebagai respon dari
amnion dan aktivasi MMP dan apoptosis pada selaput ketuban dihubungkan
Ekspresi Fas dan FasL pada khorion, amnion dan desidua memiliki peran
ketuban pecah dini dikaitkan dengan persalinan terjadi apoptosis tanpa aktivasi
sistem kekebalan tubuh atau inflamasi. Hal ini berbeda dengan nekrosis, di mana
menginduksi aktivasi caspase, namun Reti dkk. berpendapat bahwa jalur intrinsik
merupakan jalur yang dominan berperan pada proses apoptosis pada selaput
ketuban pada kehamilan aterm. Hal ini dibuktikan dengan temuan penelitian yang
menyatakan bahwa terdapat perbedaan kadar yang signifikan pada Bcl-2, cleaved
tersebut merupakan protein yang berperan pada jalur intrinsik. Fas- dan ligannya,
Fas dan Fas-L juga dapat ditemukan pada seluruh sampel selaput ketuban namun
102
distal. Karenanya diduga jalur ekstrinsik tidak berperan banyak pada remodeling
mendapatkan adanya ekspresi gen caspase-3 yang tinggi pada kasus KPD
dibanding kelompok kontrol dengan selaput ketuban yang masih utuh, yang
meningkat dan TIMP-2 menurun pada kasus KPD, dapat meningkatkan degradasi
matriks ekstraseluler. Sel apoptosis yang meningkat dan adanya degradasi matriks
yang sangat penting dalam apoptosis. Pada membran janin dengan KPD melalui
amnion dan sel sitotrofoblas korion, sedikit terekspresi pada sel mesenkim dan sel
retikuler dari matriks. Ini menunjukkan bahwa apotosis terjadi baik di amion dan
korion. Hal ini memainkan sangat peran penting dalam regulasi membran janin
Di mana dapat dimulai oleh infeksi, agen genotoksik, atau faktor yang tidak
diketahui: (1) TNF reseptor-Fas-dimediasi jalur-protein reseptor mengikat
masing-masing ligan TNF dan Fas L, yang memulai transduksi sinyal
melalui 2 protein docking TRADD (TNF reseptor associated death domain)
dan FADD (Fas-associated death domain). Death domain protein ini
mengaktifkan procaspase 8 menjadi caspase 8 aktif . (2) jalur p53-dimediasi
diprakarsai oleh fragmentasi DNA. Kerusakan DNA meningkatkan
transaktivator p53 protein dalam sel. p53 transaktivasi Bax, yang
menyebabkan kerusakan pada membran mitokondria, mengakibatkan
pelepasan sitokrom C. Sitokrom C mengaktifkan Apaf (apoptosis protease
activating factor), yang mengkonversi pro-caspase 9 ke bentuk aktif. p53
juga menekan Bcl-2, faktor yang menghambat kerusakan membran
mitokondria. Caspase 8 atau 9 yang aktif dapat memulai kaskade aktivasi
caspase. Caspases 3, 7, dan 6 diaktifkan secara berurutan, yang akan
menyebabkan proteolisis protein struktural, protein homeostasis, dan
beberapa protein lain dan program kematian sel. Jalur ini menyeberang di
beberapa titik. p53 dapat mengaktifkan Fas dalam beberapa jenis jaringan.
Caspase 8 adalah penekan Bcl-2 dan penggerak yang juga menyebabkan
pelepasan sitokrom. Caspase 8 juga dapat mengaktifkan caspase 9 jika Apaf
tidak ada dalam sistem.
ketuban dari ibu hamil dengan ketuban pecah dini menunjukkan indeks apoptosis
104
yang lebih tinggi dibandingkan dengan selaput ketuban dari persalinan aterm
maupun preterm dengan selaput ketuban yang masih utuh (Brian dan Mercer MD,
2003). Penelitian oleh Saglam dkk (2013) tentang peranan apoptosis pada KPD
Proses apoptosis sangat dipengaruhi oleh sinyal yang berasal dari protein
yang telah lama dikenal sebagai pencetus ketuban pecah dini, sedangkan faktor
intraseluler diperankan oleh p53 yang merupakan suatu protein yang berperan
pelepasan sitokrom C. Fungsi normal p53 adalah sebagai penjaga proteinom. Pada
keadaan di mana jumlah p53 rendah maka p53 akan berperan sebagai penjaga sel,
yang bersifat proapoptosis, yaitu p53 dan Bax disertai penurunan ekspresi gen
antiapoptosis Bcl-2 pada kasus ketuban pecah dini, baik aterm maupun preterm
bahwa TNF-α meningkatkan kadar proapoptosis p53 dan caspase aktif baik
inisiator caspase maupun efektor caspase dalam selaput ketuban serta nucleus
dari selaput ketuban dengan persalinan aterm oleh Harirah dkk, mendapatkan
adanya peningkatan indeks apoptosis pada korion trofoblas dari selaput ketuban
bagian distal dari ruptur selaput ketuban setelah persalinan pervaginam 3 kali
dari proapoptosis Caspase-3 aktif dan ekspresi yang lebih rendah dari anti
Proses apoptosis yang terjadi pada robekan selaput ketuban pada kehamilan
dengan ketuban pecah dini dapat melalui aktivasi caspase dependent dan
independent. Ketuban pecah dini aterm maupun preterm disebabkan terutama oleh
infeksi ada traktus genitalia yang telah lama dianggap sebagai pencetus KPD
dapat berupa infeksi bakteri (ekstraseluler) melalui jalur caspase dependent dan
protein Bax dan berlanjut dengan mengaktifkan protein propoptosis AIF dan
tanpa diperantarai reseptor, dan bekerja langsung pada target yang berada dalam
sel dan juga proses yang dimulai dari dalam mitokondria. Rangsangan yang
memicu jalur intrinsik menghasilkan sinyal intraseluler yang dapat bekerja secara
2012).
serine HtrA2 / Omi. Protein-protein ini akan mengaktivasi jalur mitokodria yang
Pada jalur caspase independent ini yang berperan di sini adalah molekul protein
menunjukkan bahwa beberapa tipe dari kematian sel dapat terjadi tanpa adanya
spesifik caspase inhibitor tidak dapat menghambat apoptosis yang diinduksi oleh
stimulus proapoptosis, dan aktivasi caspase tidak cukup untuk memulai apoptosis.
Ekspresi yang berlebihan dari Bax atau Bak menginduksi kematian sel tanpa
melibatkan caspase, ini mengisyaratkan adanya faktor selain caspase yang juga
kondensasi kromatin dan keluarnya sitokrom C saat tidak adanya aktivasi caspase
Pada keadaan sel yang mengalami infeksi atau stres, apoptosis terjadi tanpa
mekanisme apoptosis yang terjadi melalui jalur lain yang disebut caspase
Bax (Elmore, 2007; Hongmei, 2012; Galuzzi dkk., 2015). Apoptosis pada sel
epitel dan makrofag, target Bax di mitokondria dan peranan famili Bcl-2 pada
(Donovan dan Cotter, 2004; Dewson dkk., 2009). Pada kasus ketuban pecah dini
robekan selaput ketuban (Menon dan Fortunato, 2004; El Khwad dkk., 2005;
diinhibisi dan terjadi peningkatan Bax protein dari anggota famili Bcl-2, di mana
studi biokimia dan genetik menunjukkan bahwa AIF dan endonuclease G terlibat
Keadaan ini yang menimbulkan peningkatan p53 yang akan berakhir dengan
proses apoptosis selaput ketuban (Gao dan Kwaik, 2000; Perfettini dkk,. 2003;
apoptosis sel amnion pada kehamilan dengan ketuban pecah dini dilakukan oleh
apoptosis (indeks apoptosis) pada kehamilan dengan ketuban pecah dini. Sampel
adalah jaringan amnion yang diambil dari selaput ketuban pada sisi robekan dari
ibu bersalin dengan ketuban pecah dini pada umur kehamilan kurang dari 37
apoptosis sel amnion pada kehamilan dengan ketuban pecah dini. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa peningkatan apoptosis sel amnion pada ibu hamil yang
pada jalur caspase dependent. Di mana infeksi yang menyebabkan hal ini
kromatin. Apoptosis Inducing Factor (AIF) memiliki kapasitas yang unik untuk
C, dan AIF. Protein Bcl-2 pada membran mitokondria juga terlibat dalam
protein yang terlibat apoptosis pada kejadian ketuban pecah dini seperti protein
Bcl-2, caspase-3 diketahui berbeda pada kasus ketuban pecah dini dibandingkan
dengan selaput ketuban yang masih utuh. Tetapi, besar risiko terjadinya ketuban
pecah dini akibat ekspresi dari protein tersebut belum pernah dilaporkan. Selain
itu, sangat sedikit laporan tentang yang mana dari jenis protein tersebut yang
berperan paling besar pada mekanisme molekuler terjadinya ketuban pecah dini.