Bu Janes Fix
Bu Janes Fix
PENDAHULUAN
menggambarkan kondisi iskemik miokard akut. Nyeri dada adalah gejala utama yang
dijumpai serta dijadikan dasar diagnostik dan terapeutik awal, namun klasifikasi
klasifikasi pasien SKA berdasarkan gambaran EKG yaitu infark miokard dengan
elevasi segmen ST (STEMI) dan infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI).
sumbatan arteri koroner sementara, atau mikroemboli dari trombus dan atau materi-
jantung tanpa adanya gambaran ST elevasi pada EKG, apabila tidak didapati
peningkatan enzim-enzim jantung kondisi ini disebut dengan unstable angina (UA)
810.000 diantaranya mengalami infark miokard dan sisanya dengan UA. Sekitar dua
per tiga pasien dengan infark miokard merupakan NSTEMI dan sisanya merupakan
STEMI. Didunia sendiri, lebih dari 3 juta orang pertahun diperkirakan mendapatkan
STEMI dan lebih dari 4 juta orang mengalami NSTEMI. Di Eropa diperkirakan
insidensi tahunan NSTEMI adalah 3 dari 1000 penduduk, namun angka ini cukup
bervariasi di negara-negara lain. Angka mortalitas di rumah sakit lebih tinggi pada
1
STEMI namun mortalitas jangka panjang didapati dua kali lebih tinggi pada pasien-
mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas guna
gastrointestinal. Dalam penanganan pasien dengan SKA & NSTEMI dapat dilakukan
dengan memberikan terapi fisik yaitu dengan memberikan terapi mobilisasi dini pada
1.3 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
menggambarkan kondisi iskemik miokard akut. Nyeri dada adalah gejala utama yang
dijumpai serta dijadikan dasar diagnostik dan terapeutik awal, namun klasifikasi
klasifikasi pasien SKA berdasarkan gambaran EKG yaitu infark miokard dengan
elevasi segmen ST (STEMI) dan infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI).
Syndrome coroner akut adalah suatu kumpulan gejala klinis iskemia miokard yang
terjadi akibat kurangnya aliran darah ke miokardium berupa nyeri dada, perubahan
& Cannon, 2009). Keadaan iskemia yang akut dapat menyebabkan nekrosis
miokardial yang dapat berlanjut disebabkan karena adanya gangguan aliran darah ke
jantung. Daerah otot yang tidak dapat aliran darah dan tidak dapat mempertahankan
negara industri dan negara-negara sedang berkembang syndrome coroner akut (SKA)
masih menjadi masalah kesehatan public yang bermakna (O’Gara, et al., 2012)
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis
secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika
dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal
dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard
3
sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes melitus,
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI,
seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun
STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi
Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan
tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Seorang
dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan
nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien
IMA.
2. Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
3. Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
5. Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
6. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, lemas.
4
2.1.3Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30menit
dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi
ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan
split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late
sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan
pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38°C dapat dijumpai dalam minggu
5. Adakah anemia atau sianosis atau parut bedah (misalnya bekas CABG)?
6. Nadi: perhatikan kecepatan, irama, isi, dan sifat. Apakah nadi perifer teraba dan
sama kuat?
10. Auskultasi: apakah lapang paru bersih? Adakah bunyi tambahan—ronki, rub, atau
wheezing? Periksa bunyi jantung untuk mencari murmur, gesekan perikard, dan
irama gallop.
5
11. Periksa edema perifer, pergelangan tungkai, dan sakrum. Abdomen: adakah nyeri
12. Usus, organomegali, aneurisma? Adakah keluaran urin? SSP: adakah kelemahan,
defisit fokal?
1. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam
10 menit sejak kedatangan IGD. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostic untuk
STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial
dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus
dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. pada pasien
dengan STEMI inferior. EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan
evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard
gelombang Q. sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika
obstruksi thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak
kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya
mengalami angina pectoris tak stabil atau Non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa
gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG
6
tidak selalu ada korelasi gambaran patologisi EKG dengan lokasi infark (mural/
mural/ nontransmural.
7
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior
Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V1 – V2 sebagi mirror image dari perubahan
sedapan V7 – V9.
2. Laboratorium
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK) MB dan cardiac specific
troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai
petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada
8
keadaan ini juga akan diikuto peningkatan CKMB, pada pasoen dengan elevasi ST dan
gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera meungkin dan tidak tergantung pada
pemeriksaan biomarker.
Peningkatn nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada
1. CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10- 24 jam dan kembali normal dalam 2- 4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan
2. cTn: ada 2 jenis cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10- 24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi
3. Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4- 8
jam.
4. Creatinine kinasi (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3- 4 hari.
5. Latic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24- 48 jam bila ada infark miokard,
3. Ekokardiogram
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. Dapat pula digunakan untuk melihat
9
4. Angiografi Koroner
jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak
Sindroma klinis yang episodik ini disebabkan oleh iskemia miokard yang sementara.
leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar,
punggung/pundak kiri.
2. Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat; tapi tak berhubungan
dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan kekanan. Nyeri juga dapat
3. Kuantitas: Nyeri yang pertama sekali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa
menit sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka harus
Pada AP stabil, nyeri dada yang tadinya agak berat, sekalipun tidak termasuk
pengobatan, kemudian menetap (misalnya beberapa hari sekali, atau baru timbul
Pada sebagian pasien lagi nyeri dadanya bahkan berkurang terus sampai
10
iskemia tetap dapat terlihat misalnya pada EKG istirahatnya, keadaan yang disebut
sebagai "silent iskhemia" sedangkan pasien-pasien lainnya lagi yang telah menjadi
asimtomatik, EKG istirahatnya normal pula, dan iskemia baru terlihat pada stres tes
pengobatan, kemudian menetap (misalnya beberapa hari sekali, atau baru timbul
Kemudian yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil yaitu: (1) pasien
dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup berat dan
frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari. (2) pasien dengan angina yang
makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu serangan angina timbul lebih
sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan. (3)
Association (AHA) angina tak stabil dan infark tanpa elevasi (NSTEMI = non ST
elevation myocardial infarktion) ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat
miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai
keluhan sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun dengan ataupun tanpa
perubahan EKG untuk seperti adanya depresi segmen ST ataupun elavasi sebentar
atau adanya gelombang T yang negatif kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam
tahap awal serangan, angina tak stabil seringkali tak bias dibedakan dari NSTEMI.
sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang
terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% terjadi infark
11
dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan
hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.
Angina pektoris tak stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut
adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. Gejala yang paling
sering dikeluhkan adalah nyeri pda, yang menjadi salah sata gejala yang paling
penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang
diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses
vasokonstriksi koroner. Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di
epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar,
nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering
ditemukan pada NSTEMI. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada
NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual,
diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi
dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.9
merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Thrombolysis in
Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV
12
merupakan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan
risiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi
segmen ST, dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya
2. Perikarditis
Respons perikard terhadap eradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah
atau kalsifikasi. Itulah sebabnya manifestasi klinis perikarditis sangat bervariasi dari
idiopatik.
belakang dari tepi trapezius. Keluhan paling sering adalah sakit/nyeri dada yang tajam,
retrosternal atau sebelah kiri. Bertambah sakit bila bernapas, batuk atau menelan.
Keluhan lainnya rasa sulit bernapas karena nyeri pleuritik di atas atau karena efusi
diastolik. Bila efusi banyak atau cepat terjadi,akan didapatkan tanda tamponad.
Foto jantung normal atau membesar (bila ada efusi perikard). Foto paru dapat
normal atau menunjukkan patologi (misalnya bila penyebabnya tumor paru, TBC,
13
dan lain-lain). Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan: leukosit, ureum, kreatinin,
imunologis untuk mencari penyebab peradangan dari sediaan darah, ciran perikard
3. Miokarditis
sepenuhnya dimengerti. Miokarditis primer diduga karena infeksi virus akut atau
lespons autoimun pasca infeksi viral. Miokarditis sekunder adalah inflamasi miokard
limited disease) sampai syok kardiogenik. Gejala paling jelas yang menunjukkan
miokarditis adalah sindrom infeksi viral dengan demam, nyeri otot, nyeri sendi, dan
dan mungkin berupa iskemia yang khas, atau pada umumnya perikardial. Nyeri dada
miokard akut, dengan nyeri dada iskemia dan elevasi segmen ST pada EKG.
Disfungsi pada ventrikel kiri mungkin muncul pada kurang dari setengah pasien dan
akut.
I. Working Diagnosis
14
Berdasarkan anamanesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah
disebutkan dalam data skenario. Pria tersebut dapat didiagnosis menderita sindroma
koroner akut. Sindroma koroner akut adalah suatu keadaan klinis tingkat miokard
iskemik akut tergantung derajat oklusi yang terjadi, dapat berupa angina pectoris tidak
stabil, infark miokad akut elevasi ST dan infark miokard akut tanpa elevasi ST.
Namun dalam scenario kasus diatas, pria tersebut dapat digolongkan dalam infark
dan aliran darah. Penyebab tersering penyakit jantung iskemik adalah menyempitnya
lumen sebesar 75% atau lebih pada satu atau lebih arteria koronaria besar, setiap
peningkatan aliran darah koroner yang mungkin terjadi akibat vasodilatasi koroner
jantung.
II. Etiologi
darah koroner. Nekrosis miokard akut terjadi akibat penyumbatan total arteri
koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil. Ini
semua juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan.
Penurunan aliran darah koroner dapat juga disebabkan oleh syok dan hemoragic.
dari terjadinya proses iskemik tersebut. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga
15
disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner,
III. Epidemiologi
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering
di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih
dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju
pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama
dalam populasi, dan menyebabkan hamper sebesar 250.000 kematian pada tahun
1998.
IV. Patofisiologi
Infark mikard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi ipjuri vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami
fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri
koroner. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus,
trombolitik.
16
Keterangan gambar:
3) Lesi progresi dengan ekspresi prokoagulan dan lemahnya fibrous cap. Sindrom koroner
akut berkembang jika plak vulnerabel dan risiko tinggi mengalami disrupsi pada fibrous
cap.
5) Selanjutnya disrupsi plak vulnerabel atau plak risiko tinggi mengakibatkan pasien
mengalami nyeri iskemia akibat penurunan aliran arteri koroner epikardial yang terlibat.
Reduksi aliran dapat menyebabkan oklusi trombus total (bawah kanan) atau oklusi trombus
subtotal (bawah kiri) Pasien dengan nyeri iskemia dapat berupa elevasi ST atau tanpa
elevasi segmen ST pada EKG. Pasien dengan elevasi ST sebagian besar berkembang
menjadi infark miokard gelombang Q, sebagian kecil berkembang menjadi infark miokard
gelombang non Q. Pasien tanpa elevasi segmen ST dapat mengalami angina pektoris tak
17
stabil atau infark miokard akut tanpa elevasi ST. Sebagian besar pasien dengan NSTEMI
berkembang menjadi infark miokard non Q, dan sebagian kecil menjadi infark miokard
gelombang Q.
Dari keterangan diatas dapat kita ketahui bahwa proses aterosklerosis atau dapat disebut
aterogenesis merupakan hal yang berperan penting dalam penyakit sindroma koroner akut
termasuk di dalamnya infark miokard akut dengan elevasi ST. Berikut ini akan dibahas
Aterosklerosis
paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa
dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila
lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan
aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan
diikuti perubahan pembuluh darah yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar.
Dengan demikian keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menjadi tidak
Lesi biasanya diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi komplikata
18
1. Endapan lemak, yang terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis, dicirikan dengan
penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak (terutama kolesterol oleat) pada
daerah fokal tunika intima (lapisan terdalam arteri). Makrofag tersebut akan memfagosit
lemak dan berubah menjadi foam sel. Sebagian endapan lemak berkurang, tetapi yang lain
2. Plak fibrosa (atau plak ateromatosa) merupakan daerah penebalan tunika intima yang
meninggi dan dapat diraba yang mencerminkan lesi paling khas aterosklerosis. Biasanya,
plak fibrosa berbentuk kubah dengan permukaan opak dan mengilat yang menyembul ke
arah lumen sehingga menyebabkan obstruksi. Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid dan
debris sel nekrotik yang ditutupi pleh jaringan fibromuskular mengandung banyak sel-sel
otot polos dan kolagen. Sejalan dengan semakin matangnya lesi, terjadi pembatasan aliran
darah koroner dari ekspansi abluminal, remodeling vaskular, dan stenosis luminal. Setelah
itu terjadi perbaikan plak dan disrupsi berulang yang menyebabkan rentan timbulnya
akibat kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan, trombosis, atau ulserasi dan dapat
untuk berespons juga berkurang, manifestasi klinis penyakit belum tampak sampai proses
aterogenik mencapai tingkat lanjut. Lesi bermakna secara klinis yang mengakibatkan iskemia
dan disfungsi miokardium biasanya menyumbat lebih dari 75% lumen pembuluh darah.
epikardial di sebelah proksimal dari arteria koronaria, yaitu pada tempat lengkungan tajam,
percabangan, atau perlekatan. Lesi-lesi ini cenderung terlokalisasi dan fokal dalam
penyebarannya tetapi, pada tahap lanjut, lesi-lesi yang tersebar difus menjadi menonjol.
Patogenesis Aterosklerosis
Patogenesis aterosklerosis merupakan suatu proses interaksi yang kompleks, dan hingga
saat ini masih belum dimengerti sepenuhnya. Interaksi dan respons komponen dinding
pembuluh darah dengan pengaruh unik berbagai stresor (sebagian diketahui sebagai faktor
risiko) yang terutama dipertimbangkan. Dinding pembuluh darah terpajan berbagai iritan yang
hiperlipidemia, serta derivat merokok dan toksin (misal, homosistein atau LDL-C teroksidasi).
Dari kesemua agen ini, efek sinergis gangguan hemodinamik yang menyertai fungsi sirkulasi
factor terpenting dalam pathogenesis aterosklerosis. Berikut ini gambaran terjadinya proses
aterosklerosis yang berperan penting dalam patofisiologi infark miokard secara umum.
20
21
V. Penatalaksanaan
Tatalaksana Awal
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika pada pramedis di
ambulans yang sudah terlatih untuk mengintepretasi EKG dan tatalaksana STEMI dan kendali
komando medis online yang bertanggung jawab pasa pemberian terapi. Di Indonesia saat ini
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup : mengurangi /
menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi
segera, triase pasien risiko rendah ke ruang yang tepat di rumah sakit dan menghindari
Tatalaksana Umum
1. Oksigen
Suplemen Oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%.
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
2. Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan smapai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga
meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena
a. Morfin
22
Morfin sangan efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam
tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat
b. Aspirin
dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.
c. Penyekat beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain
nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5
menit sampai total 3 dosis. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan
dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan
4. Inhibitor ACE
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas
harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung.
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan disfungsi dan
dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI menjadi pump failure atau
Sasaran terapi hiperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical
contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau
23
door-to-balloon (atau medical contact-to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90
menit.
Obat fibrinolitik yang dapat diberikan untuk terapi reperfusi adalah streptokinase (SK),
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasty dan atau stenting tanpa didahului
fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengambalikan perfusi pada STEMI
jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari
fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome
klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI
primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien < 75 tahun), risiko
perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang – kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan
darah lebih matur dan mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI lebih
mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya
VI. Prognosis
Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana; S3 gallop, kongesti paru
24
VII. Komplikasi
1. Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling
ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setalah infark ventrikel kiri mengalami
yang disproposional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan
yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit
pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang
tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada
25
3. Syok Kardiogenik
Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri
koroner multivesel.
kurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark terbatas
primer pada ventrikel kanan. Infrak ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda gagal
ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul’s, hepatomegali) dengan
atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST sadapan EKG sisi kanan, terutama sadapan V4R,
Insidens aritmia pasca infark lebih tinggi pada pasien segera setlah onset gejala.
6. Ekstrasistol Ventrikel
Depolarisasi pematur ventrikel sporadic yang tidak sering, dapat terjadi pada hampir
semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Hipokalemia dan hipomagnesimia
merupakan factor resiko fibrilasi ventrikel pada pasien STEMI, konsentrasi kalium serum
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi ventricular dapat terjadi tanpa
26
8. Fibrilasi ventrikel
9. Fibrilasi atrium
14. Perikarditis
VIII. Preventive
Sepertinya yang sering disinggung sebelumnya etiologi utama STEMI ini adalah karena
thrombus yang diinduksi oleh pembentukan plak aterosklerotik. Oleh sebab itu, upaya
preventif atau pencegahan yang dapata dilakukan ialah lebih diutamakan pada pencegahan
banyak faktor yang saling berkaitan dalam mempercepat proses aterogenik. Telah ditemukan
beberapa faktor yang dikenal sebagai faktor risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap
terjadinya aterosklerosis koroner pada individu tertentu. Tiga faktor risiko biologis yang tidak
dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin laki-laki, dan riwayat keluarga. Faktor risiko
tambahan lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi memperlambat proses aterogenik.
Faktor risiko utama yang dapat diubah adalah: peningkatan kadar lipid serum; hipertensi;
merokok sigaret; diabetes melitus; gaya hidup yang tidak aktif, obesitas (terutama ripe
abdominal), dan peningkatan kadar homosistein. Oleh sebab itu, tentunya untuk mencegah
terjadinya penyakit ini, perlu memperbaiki factor-faktor resiko yang dapat diubah, seperti
tidak merokok, gaya hidup sehat, dan pola makan yang baik.
27
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dijabarkan diatas, maka saya dapat
menyimpulkan bahwa pria dalam scenario kasus tersebut dapat didiagnosis menderita
sindroma koroner akut dengan jenis infark miokard dengan elevasi ST. Jadi berdasarkan
semua hal yang telah dipelajari, dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo Aru W, et all. Infark Miokard dengan Elevasi ST. Idrus Alwi(eds). Buku ajar IPD.
Indonesia;2015.h.1741-54.
Erlangga; 2014.h.166;170-71;112-3
4. Dharma Surya. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. EGC: Jakarta; 2009
5. Kee JL. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostic. Edisi 6. Jakarta. EGC:
2017. h.149-5;295-7
6. Sudoyo Aru W, et all. Angina Pektoris Tak Stabil. Hanafi B. Trisnohadi(eds). Buku ajar
IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2009.h.1728-32.
29
7. Isselbacher, et all. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam (eds 13). Volume 3.
Jakarta: EGC;2008.h.1201-44.
8. Sudoyo Aru W, et all. Angina Pektoris Stabil. A. Muin Rahman(eds). Buku ajar IPD. Jilid
Indonesia;2009.h.1735-9.
9. Sudoyo Aru W, et all. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST. A. Muin Rahman(eds).
Buku ajar IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2009.h.1757-65.
10. Sudoyo Aru W, et all. Perikarditis. Marulam M. Panggabean(eds). Buku ajar IPD. Jilid 2.
Indonesia;2009.h.1725-26.
11. Sudoyo Aru W, et all. Miokarditis. Idrus Alwi, Lukman H. Makmun(eds). Buku ajar IPD.
Indonesia;2009.h.1711-3.
12. Corry Catharina Silaen. Perbandingan Kadar Adiponektin Antara Angina Pektoris Stabil
Dengan Sindroma Koroner Akut. Makalah. Medan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK
13. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Robbins. Buku ajar patologi robbins. Edisi ke-7.
14. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
15. H Gray, Keith D, Morgan. Lecture Notes Kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta:
Erlanga;2005.h.107-50
16. Diana Lyrawati. Sindrom Koroner Akut - Farmakologi. 30 Oktober 2010. Diunduh dari:
http//yrawati.files.wordpress.com.pdf
30
31