Anda di halaman 1dari 6

DM TIPE 1

Dikenal sebagai tipe onset juvenile dan tipe dependen insulin. Dibagi menjadi 2 subtipe yaitu
autoimun, akibat difungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel β dan idiopatik, tanpa bukti
adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya.

AGENT
 Faktor genetik dan infeksi virus
DM tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-
gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang
mempreoduksi insulin. Individu yang peka secara genetik tampaknya memberikan
respons terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus (rubella
kongenital, mumps, coxsackievirus, cytomegalovirus), dengan memproduksi
autoantibodi terhadap sel-sel β yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi
insulin yang dirangsang oleh glukosa.
 Polutan organik persisten (POP)
Eksposur terhadap polutan organik persisten meningkatkan resiko diabetes. Publikasi
jurnal oleh Nasional Ilmu Kesehatan Lingkungan menunjukkan peningkatan
signifikan secara statistik dalam tingkat rawat inap untuk diabetes dari populasi yang
berada di tempat kode ZIP yang mengandung lembah beracun.
 Susu sapi
Eksposur terhadap susu sapi dalam susu formula pada 6 bulan pertama pada bayi
dapat menyebabkan kekacauan pada sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan resiko
untuk mengembangkan DM tipe 1 di kemudian hari. Dimana protein susu sapi hampir
identik dengan protein permukaan sel beta pankreas yang memproduksi insulin
sehingga mereka yang rentan dan peka terhadap susu sapi akan direspon oleh leukosit
dan selanjutnya akan menyerang sel sendiri yang menyebabkan kerusakan sel beta
pankreas sehingga terjadi DM tipe 1. Kejadian DM tipe 1 lebih rendah pada bayi yang
diberi ASI selama 3 bulan.

HOST
 Usia dan jenis kelamin
Angka kejadian DM tipe 1 ditemukan lebih rendah pada kel usia 0-4 tahun
dibandingkan kelompok lainnya. Banyak penelitian dari berbagai negara melaporkan
peningkatan kejadian seiring bertambahnya usia. Dimana insiden tertinggi ditemukan
pada kelompok usia 10-14 tahun.
Sebagian besar penelitian melaporkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kejadian DM tipe 1 pada anak laki-laki dan perempuan. Jadi rasio jenis kelamin
keseluruhan kurang lebih sama pada anak-anak yang didiagnosis di bawah 15 tahun,
karena DM tipe 1 diasumsikan sebagai penyakit autoimun spesifik organ yang tidak
menunjukkan bias kuat pada perempuan.
Perbedaan baru tampak pada kelompok usia 10-14 tahun atau setelah usia pubertas,
dimana angka kejadian lebih tinggi pada laki-laki, namun pada beberapa negara
melaporkan angka kejadian lebih tinggi pada anak perempuan.

LINGKUNGAN
 Terlalu bersih
Kurangnya paparan dengan prevalensi patogen dimana kita menjaga anak terlalu
bersih dapat menyebabkan hipersensitivitas autoimun yaitu kehancuran sel beta yang
memproduksi insulin di dalam tubuh oleh leukosit.
 Jarang terpapar sinar matahari
Waktu yang lama dihabiskan dalam ruangan dimana akan mengurangi paparan sinar
matahari pada anak akan mengakibatkan berkurangnya kadar vit D yang berperan
dalam sensitivitas dan sekresi insulin. Berkurangnya kadar vit D dan jarang terpapar
sinar matahri dapat meningkatkan resiko DM tipe 1.
 Geografis
Angka kejadian DM tipe 1 sangat bervariasi tergantung wilayah geografis. Di negara
tropis, termasuk Indonesia penyandang DM tipe 1 sangat jarang. Hal ini ada
hubungannya dengan letak geografis Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa.
Dari angka prevalensi berbagai negara tampak bahwa makin jauh letaknnya negara
dari khatulistiwa makin tinggi prevalensi DM tipe 1.
 Etnik
Subtipe idiopatik lebih sering muncul pada etnik keturunan Afrika-Amerika dan Asia.

DM TIPE II

Dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe nondependen insulin.
AGENT
 Faktor genetik atau riwayat keluarga dengan DM (first degree relative)
Seseorang yang menderita DM diduga mempunyai gen diabetes, diduga bahwa bakat
diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat
homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita DM.
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental. Penyakit ini
sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Resiko empiris
terjadinya DM tipe 2 meningkat 2-6 kali lipat jika orang tua atau saudara kandung
mengalami penyakit ini.
 Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi > 4 kg atau riwayat pernah
menderita DM Gestational
 Riwayat lahir dengan berat badan rendah (< 2,5 kg)
 Obesitas (IMT ≥ 25 kg/m2 atau lingkar perut ≥ 80 cm pada wanita dan ≥ 90 cm pada
laki-laki)
Terdapat kolerasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat
kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah
menjadi 200 mg%. Penelitian menunjukkan individu obesitas beresiko 2,7 kali lebih
besar terkena DM dibandingkan individu tidak obesitas.
 Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya
penyimpanan garam dan air atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada
sirkulasi pembuluh darah perifer. Pengaruh hipertensi terhadap DM disebabkan oleh
penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah
menyempit, hal ini menyebabkan proses pengambkutan glukosa dari dalam darag
terganggu.
 Dislipidemia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida > 250
mgh/dL). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL
(< 35 mg/dL), yang sering didapat pada penderita DM.
Kadar kolesterol yang tinggi menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas sehingga
terjadi lipotoksisity. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel β pankreas
yang akhirnya mengakibatkan DM tipe 2.
 Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)
 Penderita sindrom metabolisme
 Riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT)
 Riwayat penyakit kardivaskuler seperti stroke, PJK, atau Peripheral Arterial Diseases
(PAD)

HOST
 Umur > 45 tahun
Pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa. Proses penuaan
menyebabkan berkurangnya kemampuan sel β pankreas dalam memproduksi insulin,
serta terjadi penurunan aktivitas mitokondria di sel otot sebesar 35% yang
berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30% dan memicu
terjadinya resistensi insulin.
 Jenis kelamin
DM tipe 2 lebih banyak terjadi pada wanita sebab wanita memiliki peluang
peningkatan IMT yang lebih besar. Sindrom siklus bulanan (premenstrual syndrome),
pasca-menopouse membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi
akibat proses hormonal sehingga wanita berisiko menderita DM tipe 2.

LINGKUNGAN
 Diet tidak sehat
Tingginya konsumsi karbohidrat, protein dan lemak menyebabkan meningkatnya
asam lemak (Free Fatty Acid) dalam sel. Peningkatan FFA ini akan menurunkan
translokasi transporter glukosa ke membran plasma dan menyebabkan terjadinya
resistensi insulin pada jaringan otot dan adipose.
 Kurang aktifitas fisik
Pada DM tipe 2 sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara
normal, keadaan ini disebut resistensi insulin. Resistensi insulin ini banyak terjadi
akibat obesitas dan kurangnya aktifitas fisik, serta proses penuaan (umur). Pada orang
yang jarang berolahraga zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi
ditimbun dalam tubuh sebagi lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk
mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM.
Latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan mutu pembuluh darah dan
memperbaiki semua aspek metabolik remasuk meningkatkan kepekaan insulin serta
memperbaiki toleransi glukosa. Glukosa akan diubah menjadi energi saat beraktifitas.
Aktifitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula darah
berkurang.
 Faktor stres
Peningkatan resiko DM pada kondisi stres disebabkan oleh produksi hormon kortisol
secara berlebihan saat stres. Produksi hormon kortisol secara berlebih ini
mengakibatkan sulit tidur, depresi, tekanan darah menurun yang kemudian membuat
individu menjadi lemas dan nafsu makan berlebih.
 Konsumsi alkohol
Alkohol akan mempengaruhi metabolisme gula darah terutama pada pasien DM,
sehingga akan mempersulit regulasi gula darah. Tekanan darah akan meningkat
apabila mengkonsumsi etil alkohol > 60 ml/hari.
 Merokok atau terpapar asap rokok
Terpapar asap rokok adalah merokok atau sering berada di dekat perokok. Asap rokok
dapat meningkatkan kadar gula darah. Pengaruh rokok (nikotin) merangsang kelenjar
adrenal dan dapat meningkatkan kadar glukosa.
 Tingkat pendidikan
Orang yang tingkat pendidikannya tinggi biasanya akan memiliki banyak pengetahuan
tentang kesehatan sehingga memiliki kesadaran dalam menjaga kesehatannya.
 Penghasilan pekerjaan
Kejadian DM tipe 2 lebih tinggi dialami oleh individu dengan kondisi sosial ekonomi
yang baik. Hal ini kemungkinan dikaitkan dengan obesitas yang terjadi karena
ketidaksimbangan gizi.

Awad N, Langi Y A, Pandelaki K. 2013. Gambaran Faktor Resiko Pasien Diabetes Melitus
Tipe II di Poliklinik Endokrin Bagian/SMF FK UNSRAT RSU Prof. Dr. R. D Kandou
Manado Periode Mei 2011 - Oktober 2011. Jurnal e-Biomedik (eBM) Volume 1, Nomor 1,
Maret 2013, hlm. 45-49.

Fatimah, R S. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. J


Majority Volume 4 Nomor 5, Februari 2015, hlm. 93-101.
Homenta H. 2012. Diabetes Melitus Tipe 1. Program Pasca Sarjana Ilmu Biomedik Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang

Price, S A & Wilson L M. 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki Edisi 6
Volume 2. In: Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani D A, editors. Jakarta: EGC. p.
1261-2.

Trisnawati S K, Setyorogo S. Januari 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II
di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Prodi Kesehatan
Masyarakat STIKes MH. Thamrin Jakarta Timur. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5 (1); Jan 2013.

Anda mungkin juga menyukai