Anda di halaman 1dari 16

Laporan

Pendahuluan
Nama : Hanny Trihidayani

Kasus ke : 4
Diagnosa : Seizure
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN SERANG
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Jl. Raya Cilegon KM 06 Pelamunan Kramatwatu Serang Banten Tlp/Fax.0254.232729

1. Definisi Penyakit
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38oC. Yang
disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling
sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan
kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan
peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.
Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008).

2. Etiologi
a) Faktor-faktor prenatal
b) Malformasi otak congenital
c) Faktor genetika
d) Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
e) Demam
f) Gangguan metabolism
g) Trauma
h) Neoplasma, toksin
i) Gangguan sirkulasi
j) Penyakit degeneratif susunan saraf.
k) Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal

3. Klasifikasi Penyakit
1. Kejang demam sederhana
1) Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun
3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun
4) Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
5) Kejang tidak bersifat tonik klonik
6) Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau abnormalitas
perkembangan
8) Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat
9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)
2. Kejang demam kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik; mengecap-
ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan,
dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Cecily
L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)

4. Manifestasi klinis / Tanda Gejala

Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :

a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit


b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :

a. Kejang lama > 15 menit


b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
6. Penatalaksanaan Medis

1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,
walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau
bila kejang demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :

– Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis


– Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
– Klonazepam : (indikasi khusus)
7. Pengkajian Keperawatan Fokus
A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesa
a. Aktivitas atau Istirahat
Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
b. Sirkulasi
Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan
c. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya Perubahan
dalam berhubungan
d. Eliminasi
1) Inkontinensia epirodik
2) Makanan atau cairan
3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan
aktivitas kejang
e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat
trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
f. Kenyamanan
1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
2) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal
g. Pernafasan
1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan
sekresi mulus
2) Fase posektal : Apnea
h. Keamanan
1) Riwayat terjatuh
2) Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot
2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot
b. Integritas Ego
1) Pelebaran rentang respon emosional
c. Eleminasi
Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter
Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia
d. Makanan atau cairan
1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)
2) Hyperplasia ginginal
e. Neurosensori (karakteristik kejang)
1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas
yang tidak menentu yang mengarah pada fase area.
2) Kejang umum
Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag peningkatan
keadaan, pupil dilatasi, inkontineusia urine
3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau
mental dan anesia
4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan
5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit
tdak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif
f. Kenyamanan
Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati
Perubahan pada tonus otot
Tingkah laku distraksi atau gelisah
g. Keamanan
Trauma pada jaringan lunak

a. Pemeriksaan Fisik Fokus


(Sistem Pernafasan)

No Kegiatan Pengkajian

Persiapan
1 Menyapa pasien

2 Menjelaskan tujuan pengkajian


3 Mencuci tangan kering
4 Menggunakan Handscoon
5 Perhatiakan privasi
Pengkajian
6 Ukur tanda vital
7
Inspeksi warna kulit: pucat atau tidak
8 Inspeksi konjungtiva: anemis/tidak
9 Inspeksi adakah pernafasan cuping hidung
Inspeksi RR dan irama, catat apakah irama
10 dangkal dan cepat, normal, dalam dan cepat
Inspeksi bentuk dada, apakah simetris, apakah
bentuk dada normal atau tidak normal (barrel,
pigeon chest)

11

Inspeksi simetrisitas pergerakan dada kanan dan


12 kiri

Inspeksi pernafasan perut atau dada. Amati


13 apakah ada retraksi dada dan penggunaan otot-
otot bantu pernafasan

14 Inspeksi kulit dada: warna, distribusi rambut,


jaringan parut, lesi, luka bakar
Inspeksi adanya asites. Peningkatan diameter
15 abdomen mengurangi ekspansi dada

Inspeksi adanya clubbing finger. Clubbing finger


menjadi indikasi kondisi hipoksia yang lama

16

Mengkaji fremitus fokal simetris/tidak. Caranya:


letakkan tangan di area apek paru, minta pasien
mengucapkan tujuh-tujuh dan rasakan
perbedaan getaran di paru2 kanan dan kiri.
Lakukan cara yang sama di medial dan basal
paru. catat perbedaan getaran (paru2 mana yang
lebih lemah) di lembar dokumentasi pengkajian
17
Palpasi pengembangan dada simetris atau tidak,
apakah ada keterlambatan pengembangan dada
di salah satu sisi paru

18

Melakukan perkusi paru di 10 titik anterior. Kaji


adanya perubahan bunyi resonan ke pekak atau
hiperresonan. Identifikasi batas paru normal

19

Melakukan perkusi paru di 10 titik posterior. Kaji


20 adanya perubahan bunyi resonan ke pekak atau
hiperresonan. Identifikasi batas paru normal

21 mampu mengukur pengembangan diafragma


Melakukan auskultasi paru di 10 titik anterior.
Identifikasi suara vesikuler (normal) dan suara
abnormal paru (rochi atau raler). Catat area paru-
22 paru mana yang mengalami perubahan suara
paru normal

Melakukan auskultasi paru di 10 titik posterior.


Identifikasi suara vesikuler (normal) dan suara
abnormal paru (rochi atau rales). Catat area
23 paru-paru mana yang mengalami perubahan
suara paru normal
8. Analisa Data

No Data Etiologi Diagnosa Keperawatan

1 Ds & Do Toksik ,trauma Penyakit infeksi Hipertermi


ekstracranial

Merangsang hipotalamus untuk


meningkatkan suhu tubuh

HIPERTERMI

Pengeluaran mediator kimia epinefrin dan


prostaglandin

Merangsang peningkatan potensi aksi pada


neuron

Merangsang perpindah ion K+ dan ion N+


secara cepat dari luar sel menuju ke dalam
sel

Meningkatkan fase depolarisasi neuron


dengan cepat

KEJANG

2 Ds & Do Toksik ,trauma Penyakit infeksi Resiko Tinggi Cidera


ekstracranial

Merangsang hipotalamus untuk


meningkatkan suhu tubuh

HIPERTERMI
Pengeluaran mediator kimia epinefrin dan
prostaglandin

Merangsang peningkatan potensi aksi pada


neuron

Merangsang perpindah ion K+ dan ion N+


secara cepat dari luar sel menuju ke dalam
sel

Meningkatkan fase depolarisasi neuron


dengan cepat

KEJANG

Spasme otot ekstermitas

Resiko Tinggi Cidera

3 Ds & Do Toksik ,trauma Penyakit infeksi Pola Nafas Tidak Efektif


ekstracranial

Merangsang hipotalamus untuk


meningkatkan suhu tubuh

HIPERTERMI

Pengeluaran mediator kimia epinefrin dan


prostaglandin
Merangsang peningkatan potensi aksi pada
neuron

Merangsang perpindah ion K+ dan ion N+


secara cepat dari luar sel menuju ke dalam
sel

Meningkatkan fase depolarisasi neuron


dengan cepat

KEJANG

Spasme Bronkuss

Kekakuan otot pernafas

Pola Nafas Tidak Efektif


9. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan Asuhan Intervensi Aktivitas
Keperawatan
1 Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen 1. Monitor suhu tubuh
berhubungan dengan asuhan keperawatan Hidrasi sesering mungkin
proses infeksi Ditandai selama 2x24 jam 2. Monitor warna kulit
diharapkan tidak terjadi
dengan : 3. Monitor tekanan darah,
hipertermi atau
Ds & Do peningkatan suhu tubuh nadi dan RR
dengan kriteria hasil: 4. Monitor penurunan
a. Suhu tubuh dalam tingkat kesadaran
rentan normal (36,5- 5. Tingkatkan sirkulasi
37oC) udara dengan membatasi
b. Nadi dalam rentan pengunjung
normal 80-
6. Berikan cairan dan
120x/menit
c. RR dalam rentan elektrolit sesuai
normal 18-24x/menit kebutuhan
d. Tidak ada perubahan 7. Menganjurkan
warna kulit dan tidak menggunakan pakaian
ada pusing. yang tipis dan menyerap
keringat
8. Berikan edukasi pada
keluarga tentang
kompres hangat
dilanjutkan dengan
kompres dingin saat anak
demam
9. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat
penurun
2 Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan Manajemen 1. Monitor frekuensi nafas
berhubungan dengan asuhan keperawatan pernafasan 2. Auskultasi suara nafas
kekakuan otot selama 2x24 jam 3. Atur posisi pasien untuk
pernafasan. Ditandai diharapkan pola nafas mengoptimalkan
dengan : kembali efektif dengan ventilasi
Ds & Do kriteria hasil: 4. Monitor warna kulit
a. RR dalam batas 5. Monitor tekanan darah
normal 18- dan nadi
24x/menit
b. Menunjukkan jalan 6. Berikan Edukasi
nafas yang paten keluarga tentang hal
c. Tidak ada sianosis yang dapat memicu
Tanda-tanda vital dalam serangan kejang
rentan normal 7. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemasangan
bronkodilator atau
pemberian oksigen.
3 Resiko tinggi cedra Setelah dilakukan Terapi 1. Sediakan lingkungan
berhubungan dengan tindakan keperawatan Aktifitas yang aman untuk pasien
spasme otot ekstermitas selama 2x24 jam 2. Identifikasi kebutuhan
ditandai dengan : diharapkan masalah dan keamanan pasien
Ds & Do tidak menjadi aktual 3. Menghindarkan
dengan kriteria hasil: lingkungan yang
a. Tidak terjadi berbahaya
kejang 4. Memasang side rail
b. Tidak terjadi tempat tidur
cedra 5. Menyediakan tempat
tidur yang nyaman dan
bersih
6. Membatasi pengunjung
7. Memberikan penerangan
yang cukup
8. Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien
9. Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
10. Edukasi tentang penyakit
kepada keluarga
Referensi

 Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC


 Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi volume 2. jakarta:EGC
 Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Penyakit. Jakarta : Buana Ilmu Populer
 Sabiston, David C. 2004. Penyakit Striktur Uretra. Dalam: Sistem Urogenital, Buku
Ajar Bedah Bagian 2, hal.488. EGC. Jakarta
 Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Alih Bahasa
Kuncara, H.Y, dkk, EGC, Jakarta
 Wilkinson, Judith.M, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil Noc, EGC, Jakarta.
 Purnomo, B.B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto
 Baradero, M dan Dayrit, M. 2007. Seri Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem
Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGC
 Sjamsuhidayat, R. dan De Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Copy Editor:
Adinda Candralela. EGC : Jakarta
 Smeltzer, S dan Bare, B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth, Edisi 8, Volume 2, Alih bahasa oleh Kuncara..(dkk). Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai