Anda di halaman 1dari 11

Makalah Patologi Khusus Neuromuskular

PARAPLEGIA

Disusun Oleh :
1. MARDYANA MARDIN
2. MELDA
3. NOVITA SIMON
4. NURUL HIDAYATI

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN FISIOTERAPI
D.IV ALIH JENJANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paraplegia adalah kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah tubuh atau

kedua belah kaki, yang disebabkan karena cedera parah pada spinal cord level

bawah (Taylor, 1995). Cedera tersebut menyebabkan seluruh impuls dari

otak tidak dapat diterima oleh jaringan otot dibawahnya, dan sebaliknya impuls

dari bawah level yang rusak tidak dapat diterima oleh otak. Akibatnya penderita

paraplegia kehilangan fungsi motorik dan sensorik di bawah area yang rusak,

kehilangan kekuatan, menjadi lemah dan layu. Penderita juga kehilangan

kemampuan mengendalikan buang air kecil dan buang air besar (blader

and bowel control). Penderita menjadi sangat tergantung pada orang lain.

Pada perkembangan kasus paraplegia semakin meningkat pesat seiring

meningkatnya pula bencana alam (tsunami, gempa) dan terjadinya kecelakaan (kerja,

lalu lintas, rumah tangga) di beberapa wilayah Indonesia. Paraplegia adalah

masalah kesehatan mayor Sekitar 300 orang menderita kecacatan seumur hidup

karena cedera tulang belakang atau Spinal Cord Injury (SCI). Menurut Sekretaris

Daerah Bantul, Suharjo, jumlah penderita lumpuh permanen korban gempa di

wilayah DIY sebanyak 408 orang, 399 orang di antaranya adalah warga Bantul.

Selain korban yang lumpuh terdapat 400 warga di Kecamatan Jetis, Bambanglipuro,

dan Imogiri yang harus menjalani terapi (Eviyanti, 2007). Koentjoro (2007)

menambahkan jumlah pasien rehabilitasi di Kabupaten Bantul adalah 1.608 orang

dengan rincian sebagai berikut : (1) pasien cedera tulang belakang dengan

kelumpuhan sebanyak 229 orang; (2) pasien amputasi sebanyak 28 orang; dan (3)

pasien fraktur (patah tulang) sebanyak 1.250 orang.

Seperti yang dijelaskan oleh Desert (2011), penyebab paraplegia pada

umumnya dikategorikan dalam 2 sebab, yakni sebab trauma dan sebab medis atau
penyakit. Penyebab trauma yang paling umum adalah kecelakaan, baik

kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja. Atau oleh sebab lain seperti

peradangan selaput yang mengelilingi dan melindungi saraf tulang belakang

(arachnoiditis), atau fraktur akibat penyakit rematik, sedangkan penyebab medis

atau penyakit biasanya disebabkan oleh infeksi atau parasit. Maka dari itu

penangan pada kasus cedera medulla spinalis dengan cara promotif, preventif,

kuratif, dan rehabilitatif penting sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien

dapat terhindar dari masalah yang paling buruk dan harus lebih memperhatikan

patofisiologi dari kondisi tersebut.


B. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan Anatomi Fisiologi Vertebra


2. Menjelaskan Etiologi dari Paraplegia
3. Menjelaskan Patologi Terapan dari Paraplegia
4. Menjelaskan Prognosis dari Paraplegia
BAB II

PEMBAHASAN

1. ANATOMI FISIOLOGI
Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang
torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Tulang servikal, torakal dan lumbal
masih tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sacral dan koksigeus satu
sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang sakrum dan koksigeus. Diskus
intervertebrale merupkan penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot
ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan
mobilitas vertebrae. (CAILLIET 1981).
Fungsi kolumna vertebralis adalah menopang tubuh manusia dalam posisi tegak,
yang secara mekanik sebenarnya melawan pengaruh gaya gravitasi agar tubuh secara
seimbang tetap tegak. (CAILLIET 1981). Vertebra servikal, torakal, lumbal bila
diperhatikan satu dengan yang lainnya ada perbedaan dalam ukuran dan bentuk, tetapi
bila ditinjau lebih lanjut tulang tersebut mempunyai bentuk yang sama.
Korpus vertebrae merupakan struktur yang terbesar karena mengingat fungsinya
sebagai penyangga berat badan. Prosesus transverses terletak pada ke dua sisi korpus
vertebra, merupakan tempat melekatnya otot-otot punggung. Sedikit ke arah atas dan
bawah dari prosesus transverses terdapat fasies artikularis vertebrae dengan vertebrae
yang lainnya. Arah permukaan facet joint mencegah/membatasi gerakan yang berlawanan
arah dengan permukaan facet joint. Pada daerah lumbal facet letak pada bidang vertical
sagital memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi ke arah anterior dan posterior. Pada
sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi lubal) kedua facet saling mendekat sehingga
gerakan kalateral, obique dan berputar terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi
kedepan (lordosis dikurangi) kedua facet saling menjauh sehingga memungkinkan
gerakan ke lateral berputar.
Bagian lain dari vertebrae, adalah “lamina” dan “predikel” yang membentuk arkus
tulang vertebra, yang berfungsi melindungi foramen spinalis. Prosesus spinosus
merupakan bagian posterior dan vertebra yang bila diraba terasa sebagai tonjolan,
berfungsi tempat melekatnya otot-otot punggung. Diantara dua buah buah tulang
vertebrae terdapat diskusi intervertebralis yang berfungsi sebagai bentalan atau “shock
absorbers” bila vertebra bergerak Diskus intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus
yaitu masa fibroelastik yang membungkus nucleus pulposus, suatu cairan gel kolloid
yang mengandung mukopolisakarida.
Fungsi mekanik diskus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang
diletakkan diantara ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang merata
bekerja pada vertebrae maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus
intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nucleus polposus akan
melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan.
Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi,
laterofleksi (CAILLIET 1981) . Karena proses penuaan pada diskus intervebralis, maka
kadar cairan dan elastisitas diskus akan menurun. Keadaan ini mengakibatkan ruang
diskus intervebralis makin menyempit, “facet join” makin merapat, kemampuan kerja
diskus menjadi makin buruk, annulus menjadi lebih rapuh. Akibat proses penuaan ini
mengakibatkan seorang individu menjadi rentan mengidap nyeri punggung bawah. Gaya
yang bekerja pada diskus intervebralis akan makin bertambah setiap individu tersebut
melakukan gerakan membungkuk, gerakan yang berulang-ulang setiap hari yang hanya
bekerja pada satu sisi diskus intervebralis, akan menimbulkan robekan kecil pada annulus
fibrosus, tanpa rasa nyeri dan tanpa gejala prodromal. Keadaan demikian merupakan
“locus minoris resistensi” atau titik lemah untuk terjadinya HNP (Hernia Nukleus
Pulposus). Sebagai contoh, dengan gerakan yang sederhana seperti membungkuk
memungut surat kabar di lantai dapat menimbulkan herniasi diskus. Ligamentum spinalis
berjalan longitudinal sepanjang tulang vertebrae. Ligamentum ini berfungsi membatasi
gerak pada arah tertentu dan mencegah robekan. (CAILLIET 1981)
Diskus intervebralis dikelilingi oleh ligamentum anterior dan ligamnetum
posterior. Ligamentum longitudinal anterior berjalan di bagian anterior corpus vertebrae,
besar dan kuat, berfungsi sebagai alat pelengkap penguat antara vertebrae yang satu
dengan yang lainnya. ligamentum longitudinal posterior berjalan di bagian posterior
corpus vertebrae, yang juga turut memebntuk permukaan anterior kanalis spinalis.
Ligamentum tersebut melekat sepanjang kolumna vertebralis, sampai di daerah lumbal
yaitu setinggi L 1, secara progresif mengecil, maka ketika mencapai L 5 – sacrum
ligamentum tersebut tinggal sebagian lebarnya, yang secara fungsional potensiil
mengalami kerusakan. Ligamentum yang mengecil ini secara fisiologis merupakan titik
lemah dimana gaya statistik bekerja dan dimana gerakan spinal yang terbesar terjadi,
disitulah mudah terjadi cidera kinetik. (CAILLIET 1981) .
Otot punggung bawah dikelompokkan kesesuai dengan fungsi gerakannya. Otot yang
berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap tegak dan secara aktif mengekstensikan
vertebrae lumbalis adalah : M.quadraus lumborum, M. sacrospinalis, M.intertransversarii
dan M. interspinalis. Otot fleksor lumbalis adalah muskulus abdominalis mencakup : M.
obliqus eksternus abdominis, M. internus abdominis, M. transversalis abdominis dan M.
rectus abdominis, M. psoas mayor dan M. psoas minor. Otot latero fleksi lumbalis adalah
M. quadratus lumborum, M. psoas mayor dan minor, kelompok M. abdominis dan M.
intertransversarii. Jadi dengan melihat fungsi otot di atas otot punggung di bawah
berfungsi menggerakkan punggung bawah dan membantu mempertahankan posisi tubuh
berdiri.
Medulla spinalis dilindungi oleh vertebrae. Radix saraf keluar melalui canalis
spinalis, menyilang discus intervertebralis di atas foramen intervertebralis. Bangunan
anatomis vertebrae yang sensitive terhadap rasa nyeri. PLL = Ligamentum posterior
longitudinalis, LF = Ligamantum flavumVB = badan vertebrae, FA = facet artikulasi, NR
= Nerve root, IVD = Diskus interspinosus, + = sensitive terhadap nyeri, – = tidak
menimbulkan rasa nyeri (MANCINI 1985) Ketika keluar dari foramen intervertebralis
saraf tersebut bercabang dua yaitu ramus anterior dan ramus posterior dan salah satu
cabang saraf tersebut mempersarafi “facet”. Akibat berdekatnya struktur tulang vertebrae
dengan radix saraf cenderung rentan terjadinya gesekan dan jebakan radix saraf tersebut.
Bangunan anatomis vertebrae yang sensitive terhadap nyeri adalah sebagai berikut:
Semua ligamen, otot, tulang dan facet join adalah struktur tubuh yang sensitive terhadap
rangsangan nyeri, karena struktur persarafan sensoris.Kecuali ligament flavum, discus
intervertebralis dan Ligamentum interspinosum ; karena tidak dirawat oleh saraf sensoris.
Dengan demikian semua proses yang mengenai struktur tersebut di atas seperti tekanan
dan tarikan dapat menimbulkan keluahan nyeri. Nyeri punggung bawah sering berasal
dari ligamentum longitudinalis anterior atau posterior yang mengalami iritasi. Nyeri
artikuler pada punggung bawah berasal dari facies artikularis vertebrae beserta kapsul
persendiannya yang sangat peka terhadap nyeri. Nyeri yang berasal dari otot dapat terjadi
oleh karena : aktivitas motor neuron, ischemia muscular dan peregangan miofasial pada
waktu otot berkontraksi kuat. (Zimmermann M., 1987) Tulang belakang mempunyai tiga
lengkungan fisiologis yaitu lordosis servikalis, kyphosis thorakalis dan lordosis lumbalis.
Bila dilihat dari samping dalam posisi tegak ketiga lengkungan fisiologis ini disebut
posture atau sikap (lihat gambar 6).
Posture yang baik adalah posture tidak memerlukan tenaga, tidak melelahkan, tidak
menimbulkan nyeri, yang dapat dipertahankan untuk jangka waktu tertentu dan secara
estetis memberikan penampilan yang dapat diterima. Disini terjadi keseimbangan antara
kerja ligamen dan torus minimal otot. Secara keseluruhan posture dipengaruhi oleh
keadaan anatomi, suku bangsa, latar belakang kebudayaan, lingkungan pekerjaan, sex dan
keadaan psikis seseorang. Sudut lumbosakral adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan
ossakrum dengan garis horizontal. Normal besar sudut lumbosakral (sudut Ferguson) 30
derajat. Rotasi pelvis ke atas memperkecil sudut lumbosakral sedangkan rotasi pelvis ke
bawah memperbesar sudut lumbosakralis. Gerakan ekstensi vertebrae dari vertebrae
lumbalis hanya sedikit. Hiperekstensi dicegah oleh Ligamantum longitudinale anterior.
Sedangkan gerakan fleksi 60% - 75% terjadi pada antara L5 dan S1, 20 % - 25 % terjadi
antara L4 dan L5 dan 5% - 10% terjadi antara L1 – L4 (terbanyak antara L2 – L4). Bila
seseorang membungkuk untuk mencoba menyentuh lantai dengan jari tangan tanpa fleksi
lutut, selain fleksi dari lumbal harus dibantu dengan rotasi dari pelvis dan sendi koksae.
Perbandingan antara rotasi pelvis dan fleksi lumbal disebutritmelumbal-pelvis. Secara
singkat punggung bawah merupakan suatu struktur yang kompleks; dimana tulang
vertebrae, discus intervertebralis, ligamen dan otot akan akan bekerjasama membuat
manusia tegak, memungkinkan terjadinya gerakan dan stabilitas. Vertebrae lumbalis
berfungsi menahan tekanan gaya static dan gaya kinetik (dinamik) yang sangat besar
maka dari itu cenderung terkena ruda paksa dan cedera. (CAILLIET 1981).
2. Etiologi

Penyebab lesi total transversal medula spinalis meliputi :

1. Cedera Medula Spinalis Akibat Kecelakaan

2.Kista/Tumor: Siringomielia, Meningioma, Schwannoma, Glioma, Sarkoma dan tumor


metastase.

3.Infeksi : spondilitis tuberkulosa, meningitis atau herpes zoster

4.Kelainan tulang vertebra: Kolaps tulang belakang yang terjadi karena


pengeroposan tulang akibat kanker, osteoporosis atau cedera yang hebat, Artritis degeneratif
(osteoartritis) yang menyebabkan terbentuknya penonjolan tulang yang tidak beraturan (taji
tulang) yang menekan akar saraf, Stenosis spinalis (penyempitan rongga di sekitar korda
spinalis), sering terjadi pada usia lanjut.

5.Hematoma Spinalis.

3. Patologi Terapan
Paraplegi adalah bentuk kelumpuhan kedua tungkai yang bersifat partial atau
komplit, di sertai atau tidak disertai adanya fraktur tulang belakang yang menyebabkan
gangguan fungsi motorik ataupun sensorik dibawah level cidera yang di sebabkan oleh
karena trauma dari hasil kerusakan spinal cord.(Harsono, 2000 Tulang belakang yang
mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi
lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek
trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla
spinalis disebut “whiplash”/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan
anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak. Trauma
whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah
misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat berjalan kemudian berhenti
secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi menyelam dan masuk air yang
dapat mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi,
tekanan vertical (terutama pada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla
spinalis dapat bersifat sementara atau menetap.akibat trauma terhadap tulang belakang,
medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi
dapat sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa
oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan
medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi
lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara
langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan /menggeserkan ruas tulang
belakang (fraktur dan dislokasi).lesi transversa medulla spinalis tergantung pada segmen
yang terkena (segmen transversa, hemitransversa, kuadran transversa).
Hematomielia adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan
bertempat disubstansia grisea.trauma ini bersifat “whiplash “ yaitu jatuh dari jarak tinggi
dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur
dislokasio.kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat
terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis. Suatu segmen medulla spinalis dapat
tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan
tulang yang patah yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis.gejala yang
didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses
didalam kanalis vertebralis. Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks
saraf spinalis dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks
colmna 5- 7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler
spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersbut disebut hematorasis atau neuralgia
radikularis traumatik yang reversible.jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang,
maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan
terputusnya arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit
sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema
aaanastomosis anterial anterior spinal. "Pada pasien tulang belakang, terjadi tekanan pada
sumsum tulang belakang.
Jika terjadi pemutusan, pasien lumpuh total. Jika menyentuh, terjadi lumpuh
sementara. Untuk menghindari pergerakan dan tekanan ini serta agar pascaoperasi
kondisi pasien tidak kembali parah, maka diberi spinal corset," "Mereka yang mendapat
corset jenis ini adalah yang mengalami paraplegia atau kelainan saraf tulang belakang.
Seluruh korban kini menjalani rehab medis, fisik, sosial, emosional, dan kerja. Semua ini
agar ketika kembali ke masyarakat, mereka tidak kehilangan kepercayaan diri dan tetap
merasa berguna karena telah dibekali keterampilan baru yang sesuai dengan kondisi fisik
saat ini," paparnya. Cidera medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5
- Lesi 11 – 15 : kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan bagian
dari bokong.
- Lesi L2 : ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
- Lesi L3 : Ekstremitas bagian bawah.
- Lesi L4 : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
- Lesi L5 : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.
Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang
terjadi.kerusakan meningitis;lintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi
motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock spinal.shock spinal
terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang
yang berasal dari pusat .peristiwa ini umumnya berlangsung selama 1-6 minggu, kadang
lebih lama.tandanya adalah Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan
kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu
pada kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu. Cedera sumsum
belakang sentral jarang ditemukan.keadaan ini pada umumnnya terjadi akibat cedera
didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehinnga sumsum
belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat.cedera tersebut dapat
terjadi pada orang yang memikul barang berat diatas kepala, kemudian terjadi gangguan
keseimbangan yang mendadak sehingga beban jatuh dsan tulang belakang sekonyong-
konyong dihiper ekstensi.gambaran klinik berupa tetraparese parsial.gangguan pada
ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal tidak
terganggu.
Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1&2 mengakibatkan anaestesia
perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal dan
refleks bulbokafernosa.

4. Prognosis
Karena penurunan atau hilangnya rasa atau fungsi di ekstremitas bawah, paraplegia
dapat berkontribusi untuk sejumlah komplikasi medis untuk memasukkan luka tekanan
(dekubitus), trombosis dan pneumonia. Fisioterapi dan berbagai teknologi bantu, seperti
bingkai berdiri, serta observasi dan perawatan diri waspada dapat membantu dalam
membantu mencegah dan mengurangi komplikasi masa depan yang ada. Paraplegia
paling sering terjadi akibat cedera traumatik ke jaringan sumsum tulang belakang dan
peradangan dihasilkan, komplikasi saraf lainnya terkait dapat dan memang terjadi. Kasus
nyeri saraf kronis di daerah sekitar titik cedera yang tidak biasa.

Anda mungkin juga menyukai