Anda di halaman 1dari 10

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.

1 April 2009 ISSN : 1907-9931

KUALITAS MUTU BAHAN MENTAH DAN PRODUK AKHIR PADA UNIT


PENGALENGAN IKAN SARDINE DI PT. KARYA MANUNGGAL PRIMA
SUKSES MUNCAR BANYUWANGI

Dyah Agustin Wulandari1


Indah Wahyuni Abida2
Akhmad Farid2
1
Alumni Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo
2
Dosen Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo

ABSTRAK

Mutu ikan kaleng tergantung pada kesegaran bahan mentah, cara pengalengan, peralatan dan kecakapan
serta pengetahuan pelaksana-pelaksana teknis, sanitasi dan higiene pabrik dan lingkungan. Kesegaran
bahan mentah sangat penting dalam industri perikanan. Kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan
ikan jelek dan bagus kualitasnya. Bila kualitas bahan mentah bagus, maka produk yang dihasilkan juga
bagus. Untuk mengendalikan mutu produk yang dihasilkan perusahaan diperlukan suatu sistem yang
terkendali dan dapat mengendalikan seluruh aktifitas yang mempengaruhi mutu produk. Khusus untuk
produk perikanan lahirnya konsep HACCP mendorong negara-negara maju menerapkan sistem
pengawasan mutu ini kepada produsen sebagai jaminan mutu produknya. Dari hasi studi pustaka dan
penelitian serta pengamatan langsung pada PT. Karya Manunggal Prima Sukses Muncar, ternyata
diketahui bahwa mutu bahan baku dan produk akhir berupa ikan kaleng sardine saus tomat yang
dihasilkan sesuai dengan standart mutu SNI 01-3548-1994. Sedangkan penerapan konsepsi HACCP
belum terlaksana dengan baik sehingga diperlukan perbaikan, baik GMP dan SSOP pada unit pengolahan.
Kata kunci : Mutu ikan kaleng, HACCP.
ABSTRACT

The quality of a certain tinned-fish depends on several things; those are the freshness of raw materials,
tinning technique, devices, knowledge, and capability of the technicians, sanitation and hygienist of the
factory. The freshness of raw materials is important in fishery industries. Freshness is one of indicators in
determining fish quality. If raw materials are in good quality so that the product will be. To maintain
quality of a product in certain factory, system that are able to control all of the elements affecting product
quality, is absolutely needed. In fishery product, availability of HACCP, encourage the advanced-
countries to apply a monitoring system of product quality to the producer as a kind of quality guarantee.
From the study of certain literature, research, and also direct observation in PT Karya Manunggal Prima
Sukses, Muncar, it is known that the quality of raw materials and the final product in a form tinned-sardine
with tomato sauce, produced by this factory, is in accordance with quality standard of SNI 01-3548-1994,
even though the application of HACCP concept still needs several corrections. This is also available for
GMP and SSOP in the processing unit.

Keywords : Quality of Tinned-fish, HACCP

40
Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : 1907-9931

PENDAHULUAN terbawa pada produk yang dikalengkan


(Murniyati dan Sunarman, 2004).
Ikan segar merupakan salah satu Moejanto et al (1978) dalam Widodo
komoditi yang mudah mengalami kerusakan (2001), mengatakan bahwa banyak hal yang
(high perishable food). Kerusakan ini dapat harus diperhatikan untuk menjaga mutu
disebabkan oleh proses biokimiawi maupun ikan kaleng. Mutu ikan kaleng tergantung
oleh aktivitas mikribiologi. Kandungan air pada kesegaran bahan mentah, cara
hasil perikanan pada umumnya tinggi pengalengan, peralatan, dan kecakapan serta
mencapai 56,79% sehingga sangat pengetahuan pelaksana-pelaksana teknis,
memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi sanitasi dan hygiene pabrik dan
biokimiawi oleh enzim yang berlangsung lingkungannya. Kesegaran bahan mentah
pada tubuh ikan segar. Sementara itu, sangat penting dalam industri perikanan.
kerusakan secara mikrobiologis disebabkan Kesegaran adalah tolak ukur untuk
karena aktivitas mikroorganisme terutama membedakan ikan yang jelek dan bagus
bakteri. Kandungan protein yang cukup kualitasnya. Berdasarkan kesegarannya,
tinggi pada ikan menyebabkan ikan mudah ikan dapat digolongkan menjadi empat
rusak bila tidak segera dilakukan kelas mutu, yaitu ikan dengan kesegaran
pengolahan dan pengawetan. Pengawetan baik sekali (prima), kesegaran masih baik,
bertujuan untuk memperpanjang masa kesegarannya mulai mundur (sedang), dan
simpan bahan pangan tersebut. Salah satu ikan yang sudah tidak segar lagi.
usaha untuk meningkatkan daya simpan dan Kualitas bahan baku meliputi
daya awet pada produk ikan adalah dengan kenampakan secara visual dan jumlah
pengalengan ikan (Winarno, 1980). mikroba yang terkandung dalam tubuh ikan.
Teknik pengawetan pangan yang dapat Bahan baku yang prima akan sangat
diterapkan dan banyak digunakan adalah menentukan kualitas produk akhir pada
pengawetan dengan suhu tinggi, contohnya proses pengalengan ikan sardine. Untuk
adalah pengalengan ikan sardine. produk akhir kualitasnya selain ditentukan
Pengalengan merupakan salah satu cara secara fisik juga jumlah mikroba.
untuk menyelamatkan bahan makanan,
terutama ikan dan hasil perikanan lainnya, METODE PENELITIAN
dari pembusukan. Dalam pengalengan ini
daya awet ikan yang diawetkan jauh lebih Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
bagus dibandingkan pengawetan cara lain. Juli - Agustus 2008 di PT. Karya Manuggal
Namun dalam hal ini dibutuhkan Prima Sukses, Muncar – Banyuwangi.
penanganan yang lebih intensif serta Metode yang digunakan dalam menganalisa
ditunjang dengan peralatan yang serba data adalah dengan menggunakan metode
otomatis. Sebab dalam proses pengalengan, deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu
ikan atau hasil perikanan lain dimasukkan metode dalam meneliti status sekelompok
dalam suatu wadah yang ditutup rapat agar manusia, suatu objek, suatu set kondisi,
udara maupun mikroorganisme perusak suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas
yang datang dari luar tidak dapat masuk. peristiwa pada masa sekarang.
Selanjutnya wadah dipanasi pada suhu Pengumpulan data primer dilakukan
tertentu dalam jangka waktu tertentu pula dengan uji laboratorium, uji yang dilakukan
untuk mematikan mikroorganisme yang ikut

41
Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : 1907-9931

berupa uji organoleptik dengan sardine kaleng media saus tomat yang
menggunakan kuisoner bahan mentah dan dihasilkan oleh PT. Karya Manunggal
produk akhir dan penentuan angka lempeng Prima Sukses mempunyai nilai kisaran 7,51
total (ALT). Pengujian angka lempeng total – 7,60. Standar mutu ikan sardine kaleng
dilakukan pada bahan mentah dan produk media saus tomat sesuai dengan SNI 01-
akhir. Data sekunder berupa data alur 3548-1994, dimana nilai organoleptik
proses pengolahan ikan sardine, deskripsi adalah 6,5 itu berarti produk yang
produk sardine kaleng serta tingkah laku, dihasilkan masih diatas standar yang
kebiasaan karyawan dan penerapan ditentukan. Dengan kriteria sebagai
HACCP. berikut:
♦ Kenampakan saus : warnanya merah
HASIL DAN PEMBAHASAN spesifik saus tomat, cerah homogen,
bersih dan menarik
Pengujian Organoleptik Pada Bahan ♦ Bau dan rasa saus : bau saus tomat kuat,
Mentah harum dan segar, rasanya gurih
♦ Kenampakan daging : potongan
utuh, rapi sedikit serpihan, seragam agak
Dalam pengujian organoleptik data
menarik.
dikumpulkan dengan lembar penilaian
♦ Bau dan rasa daging : bau daging
(scoore sheet) pada umumnya pada uji
segar dan harum, rasanya gurih.
organoleptik. Hal yang diuji meliputi rasa,
kenampakan dan bau. Berdasarkan hasil
uji, dapat disimpulkan bahwa hasil Hubungan Organoleptik Dengan Daerah
pengujian organoleptik ikan lemuru yang Asal Ikan
diterima pada ruang peneriman di PT. Ikan lokal (Muncar) memiliki nilai
Karya Manunggal Prima Sukses organoleptik lebih baik daripada ikan box-
mempunyai nilai kisaran 7,58 – 7,68. Nilai boxan (Grajakan dan Puger) baik bahan
organoleptik yang diperoleh pada tahap mentah ataupun produk akhir. Perbedaan
penerimaan masih memenuhi standar SNI kenampakan dari masing-masing daerah
01-3548.1-1994, dengan kriteria sebagai asal dikarenakan perbedaan waktu dalam
berikut: penanganan. Semakin cepat ikan sampai ke
♦ Rupa dan warna : bersih, warna pabrik maka semakin cepat diolah dan mutu
daging spesifik jenis sardine dapat dipertahankan. Selain itu pengujian
♦ Bau : segar spesifik jenis secara organoleptik sangat dipengaruhi oleh
♦ Daging : elastis, padat dan kompak subjektifitas dari masing–masing panelis
♦ Rasa : netral agak Manis dan waktu pengujian.
Panelis adalah alat analitis untuk
Pengujian Organoleptik Produk Akhir menera mutu. Nilai panelis tergantung pada
ketelitian yang diberikan. Semakin
Pengujian ikan sardine kaleng saus berpengalaman seorang panelis, penilaian
tomat didapatkan hasilnya memenuhi yang diberikan akan semakin teliti, begitu
standar yang ditetapkan. Berdasarkan hasil juga sebaliknya. Waktu pengujian, uji
analisis, dapat disimpulkan bahwa nilai ikan organoleptik harus dilakukan pada saat

42
Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : 1907-9931

panelis tidak dalam kondisi lapar atau dilakukan saat ikan baru ditangkap
kenyang, yaitu kira-kira jam 09.00 – 11.00 tergantung masing-masing pemilik
dan jam 14.00 – 16.00 atau kebiasaan waktu kapal.
setempat. Pengujian organoleptik di PT. 2. Jarak tempuh dari TPI (Tempat
Karya Manunggal Prima Sukses, dilakukan Pelelangan Ikan) ke lokasi
saat ikan datang. Ikan datang tidak selalu pengolahan, semakin jauh jarak
pagi, tapi sewaktu-waktu (pagi, siang dan maka waktu yang dibutuhkan untuk
malam). sampai ketempat pengolahan akan
semakin lama. Selama waktu
pengangkutan, bakteri akan dengan
cepat tumbuh dan akan
mempengaruhi mutu. Bakteri dapat
berkembang biak dengan pesat
setelah 20 menit ikan mengalami
kematian.
3. Penanganan saat pengangkutan,
penggunaan es dan garam serta alat
transportasi yang digunakan. Ikan
yang diangkut menggunakan cool
box, jarak bukan lagi menjadi
masalah untuk mempertahankan
Gambar 1. Grafik Hubungan Asal Ikan Dengan mutu sampai ke lokasi pengolahan,
Nilai Organoleptik begitu juga sebaliknya.

Subjektifitas panelis dan waktu Variasi kenampakan pada produk akhir


pengujian yang menyebabkan adanya disebabkan oleh kenampakan bahan baku.
kenampakan yang sama pada bahan baku Bila bahan baku kenampakannya sudah baik
dan setelah mengalami pengolahan nilainya maka hasil produk akhirnya dapat
sama (Muncar ulangan ke 3 dan Puger dipastikan baik. Bahan baku yang
ulangan ke 3). Perbedaan mutu bahan kenampakannya tidak cukup baik maka saat
mentah dari masing-masing daerah asal ikan pengolahan akan ditambahkan bahan atau
disebabkan oleh beberapa faktor: cara pengolahan yang dapat membuat
1. Langkah penanganan pertama saat produk akhir kenampakannya sesuai dengan
ikan baru ditangkap, menurut standart. Penambahan bahan disini,
Hadiwiyoto (1993) ikan yang baru biasanya penggunaan jahe yang ditambah
saja ditangkap harus segera pada komposisi saus yang bertujuan untuk
diletakkan pada geladak kapal menghilangkan atau mengurangi bau amis
sampai tiba di tempat pelelangan dari bahan baku (PT. Karya Manunggal
ikan (TPI). Selama di geladak kapal Prima Sukses).
ikan ada yang diberi es atau
dibiarkan sambil sesekali disiram air Pengujian ALT (Angka Lempeng Total)
laut untuk menjaga kesegaran ikan. Menurut Hadiwiyoto (1993) daging
Langkah penanganan yang ikan pada ikan yang masih hidup

43
Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : 1907-9931

keadaannya steril. Namun sebagian bakteri tahapan yang bertujuan untuk mengurangi
penyebab kerusakan ikan telah ada sejak dan menghambat pertumbuhan bakteri
ikan belum mati. Bakteri ini hidup didalam pengguntingan, precooking dan sterilisasi.
alat pencernaan terutama pada usus halus, Penggunaan suhu tinggi pada sterilisasi
pada insang, kotoran ikan, dan permukaan bertujuan untuk membunuh semua jasad
tubuh atau kulitnya. Meskipun demikian, renik yang berupa spora, bakteri dan
bakteri tersebut tidak menimbulkan mikroba patogen dalam kaleng. Hasil
kerusakan, tetapi jika ikan mati maka pengujian dapat terlihat bahwa produk yang
bakteri tersebut segera berkembang dihasilkan dari daerah asal ikan yang
populasinya. berbeda telah memenuhi standart yang telah
Pengujian mikrobiologis dilakukan ditetapkan. Menurut SNI 01-3548-1994
untuk mengecek efektifitas proses persyaratan mutu ikan sardine media saus
sterilisasi, mutu produk, jenis dan jumlah tomat dalam kaleng untuk bakteri anaerob
bakteri yang masih hidup dalam wadah. per 25 gram, maksimal adalah 0.
Umumnya pemeriksaan mikrobiologis Tujuan dari pengolahan dan
memerlukan teknik dan peralatan yang lebih pengawetan adalah untuk memperpanjang
khusus dari pada secara fisik dan harus umur daya simpan dan daya awet dari hasil
dilakukan oleh suatu laboratorium yang perikanan. Umur simpan dan daya awet,
kompeten. Sebelum makanan kaleng keamanan akan hasil olahan juga
didistribusikan, diharuskan untuk dipertahankan. Indikasi dari pengolahan
menyimpan dahulu produk pada suhu ruang dan pengawetan adalah jumlah total bakteri
selama 10 hari untuk pemeriksaan. Selama pada hasil akhir. Berapapun jumlah bakteri
periode ini dilakukan pengamatan pada bahan mentah dengan daerah asal ikan
ada/tidaknya kebusukan, misalnya berbeda, hasil akhirnya harus 0 untuk
pengembungan kaleng atau kebocoran jumlah bakteri total. Batasan jumlah bakteri
akibat penutupan yang kurang baik total yang terdapat pada bahan mentah
(Widodo, 2001). sesuai SNI 01-3458-1994 yaitu 105. Bila
Kandungan mikroba yang terdapat pada jumlah bakteri total lebih yang ditetapkan
bahan mentah lebih banyak dari pada maka ikan tidak dapat diolah. Daerah asal
produk akhir. Bakteri total untuk ikan lokal ikan Puger mempengaruhi jumlah rata-rata
(Muncar) 7,23 X 103 dan ikan box-boxan bakteri total lebih besar daripada Muncar
(Grajakan dan Puger) 7,6 dan 7,4 X 103. dan Grajakan. Standart deviasi
Menurut Hadiwiyoto (1993) pada waktu menunjukkan bahwa pada daerah Puger
ikan baru saja ditangkap dengan jaring atau jumlah rata-rata bakteri total lebih tinggi
alat tangkap lainnya, maka segera letakkan dari daerah Muncar dan Grajakan pada
pada geladag atau pada palka kapal sampai jumlah rata-rata bakteri total bahan baku.
beberapa jam, kadang-kadang diberi es atau
dibiarkan sambil sesekali disiram dengan air Penerapan Konsepsi HACCP
laut tergantung perlakuan yang diberikan
oleh pengangkap ikan. Jumlah bakteri total Kelayakan dasar unit pengolahan
pada bahan mentah untuk produk akhir merupakan prasyarat awal dalam memulai
semua sama yaitu 0. Selama proses apakah suatu unit pengolahan mampu
pengolahan ikan mengalami beberapa mengembangkan dan menerapkan program

44
Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : 1907-9931

HACCP atau tidak. PMMT atau HACCP kamar mandi terdapat 4 buah
tidak merupakan suatu program yang berdiri sedangkan jumlah karyawan yang
sendiri tetapi merupakan bagian dari suatu melakukan proses lebih dari 100
sistem yang lebih besar dalam sistem orang. Jumlah tersebut tidak
pengawasan. Fungsi penerapan sebanding dengan jumlah karyawan.
PMMT/HACCP dapat berjalan lebih efektif, Formula berikut dapat ini dipakai
setiap unit pengolahan yang akan dalam menyediakan toilet
menerapkan HACCP harus memenuhi dihubungkan dengan jumlah
persyaratan kelayakan dasar (pre-requisite pegawai/karyawan: 1-9 pekerja 1
program) yang terdiri dari 2 (dua) bagian toilet, 10-24 pekerja 2 toilet, 25-49
pokok, yaitu GMP dan SSOP (Direktorat pekerja 3 toilet, 50-100 pekerja 5
Jendral Perikanan, 1999). toilet. Tempat buang air kecil bisa
Hasil pengamatan kelayakan dasar dari menggantikan toilet, namun
unit pengolahan ikan sardine di PT. Karya jumlahnya tidak boleh lebih dari 1/3
Manunggal Prima Sukses, terdapat 4 toilet total. Diatas 100 pekerja,
penyimpangan minor, 5 penyimpanagn setiap penambahan 30 pekerja
mayor dan 4 penyimpangan serius. Hasil membutuhkan 1 toilet (Direktorat
jumlah penyimpangan, tingkat atau rating Jendral Perikanan, 1997).
dari kelayakan dasar adalah C. Hasil 2. Tidak ada ruang istirahat, jika ada
penilaian unit pengolahan ikan sardine di tidak memenuhi persyaratan
PT. Karya Manunggal Prima Sukses kesehatan, penyimpangan ini terjadi
menunjukkan bahwa pelaksanaan konsepsi karena tempat ruang istirahat di PT.
HACCP belum diterapkan dengan baik. Karya Manunggal Prima Sukses
Usaha yang dilakukan untuk tidak memenuhi persyaratan
meningkatkan rating/tingkat dari kelayakan sebagaimana yang telah ditentukan.
dasar adalah perlunya dilakukan perbaikan Lantai yang tidak bersih, loker-loker
terhadap aspek-aspek dalam program yang tersedia kondisinya banyak
kelayakan dasar. Aspek-aspek yang perlu yang rusak, ruangan yang sempit
dilakukan perbaikan yaitu: penyimpangan dan pengap karena kurangnya
minor, mayor dan serius. Penyimpangan cahaya yang masuk, adalah salah
minor adalah jenis penyimpangan karena satu indikasi dari penyimpangan
tidak sesuainya persyaratan sanitasi dan yang terjadi .Menurut Direktorat
higiene tetapi masih dibawah Jendral Perikanan (1997), ruang
penyimpangan mayor, serius dan kritis. istirahat harus dilengkapi dengan
Penyimpangan minor yang terjadi di unit tempat cuci tangan dan tempat ganti
pengalengan sardine antara lain: pakaian. Ruang istirahat letaknya
1. Jumlah toilet tidak mencukupi harus terpisah dari ruang pengolahan
sebagaimana yang dipersyaratkan. dan cukup luas untuk jumlah
Penyimpangan ini terjadi karena karyawan pabrik.
jumlah toilet tidak sebanding dengan 3. Jumlah peralatan pencucian tangan
jumlah karyawan yang melakukan tidak cukup, penyimpangan ini
proses pengolahan. Di PT. Karya terjadi karena jumlah fasilitas
Manunggal Prima Sukses. Jumlah pencucian tangan yang ada tidak

45
Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : 1907-9931

sesuai dengan jumlah karyawan tetapi masih dibawah kategori


yang melakukan proses pengolahan. penyimpangan serius dan kritis. Beberapa
Fasilitas pencucian seperti air hangat penyimpangan mayor yang terjadi di unit
dan lap pengering tidak ada. pengolahan sardine kaleng, antara lain:
Menurut Direktorat Jendral 1. Kontrol sanitasi tidak efektif untuk
Perikanan (1997), ruangan melindungi produk dari
pengolahan harus mempunyai kontaminasi, penyimpangan ini
sejumlah tempat cuci tangan yang terjadi karena banyak tindakan
cukup, sekurang-kurangnya satu pekerja yang dapat menyebabkan
tempat cuci tangan untuk setiap 10 kontaminasi produk. Tindakan-
karyawan. Penyediaan air panas dan tindakan itu antara lain seperti
dingin yang cukup, dilengkapi mengobrol saat bekerja, memakai
dengan sabun, lap sekali pakai pakaian kerja keluar ruangan proses
(tissue paper) dan tempat sampah
serta meludah sembarangan.
tertutup. Menurut Direktorat Jendral
4. Pelatihan pekerja dalam hal sanitasi Perikanan (1997), setiap karyawan
dan higiene tidak cukup, yang langsung bekerja pada ruang
penyimpangan ini terjadi atau dapat pengolahan, pada waktu bekerja
dilihat dari kurangnya kepedulian harus selalu menggunakan pakaian
karyawan dalam menjaga kebersihan kerja, penutup kepala yang
pribadi serta tindak-tanduk sempurna, sarung tangan, sepatu,
karyawan yang sangat rentan penutup mulut (masker). Di PT.
menimbulkan kontaminasi terhadap Karya Manunggal Prima Sukses,
produk. Jennie (1989), untuk penutup kepala, sarung tangan
mengemukakan bahwa kebiasaan dan masker belum disediakan.
tangan (hand habits) dari para 2. Burung dan binatang lain tidak
pekerja pengolah makanan juga dicegah masuk keruang pengolahan,
mempunyai andil yang besar dalam penyimpangan ini terjadi karena
melakukan perpindahan kontaminan terdapat sambungan langit-langit
dari manusia ke makanan. yang terbuka, sehingga burung dapat
Kebiasaan pekerja yang baik, masuk keruang pengolahan pada
kebersihan pekerja yang baik dan tahap pembuatan saus. Usaha untuk
kemauan pekerja untuk mengerti mencegah agar burung tidak dapat
tentang sanitasi merupakan prasyarat masuk, diberi kain kasa untuk
agar program sanitasi dapat berjalan menutup celah yang terbuka.
secara efektif. Selain itu, juga
dibuat peraturan tertulis berikut 3. Pencegahan serangga dan tikus tidak
sangsinya yang dibuat diruang efektif, penyimpangan ini terjadi,
pengolahan (Wiryanti dan karena pada saluran pembuangan
Witjaksono, 2000). keluar melalui dinding ruangan
Penyimpangan mayor adalah jenis pengolahan tidak dilengkapi dengan
penyimpangan yang memerlukan tindakan alat yang dapat mencegah masuknya
sanitasi, berpengaruh terhadap kerusakan tikus dan binatang lainnya.

46
Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : 1907-9931

Kurangnya jumlah insect killer yang fisik, dekomposisi dan ketidakamanan


terdapat diruang pengolahan, ikut produk tapi masih dibawah kategori
menambah besar penyimpangan penyimpangan kritis. Berdasarkan hasil
yang terjadi. Menurut Jennie pengamatan di lapangan, penyimpangan-
(1989), menerangkan bahwa sanitasi penyimpangan kritis yang terjadi antara lain
dasar yang dapat mengontrol :
serangga dan tikus antara lain 1. Saluran pembuangan tidak dapat
dengan jalan menutup tempat masuk mencegah masuknya binatang
hewan-hewan tersebut dan pengerat, penyimpangan ini terjadi
membuang wadah kayu ataupun karena pada saluran pembuangan
karton secara reguler. tidak dilengkapi dengan penutup
4. Tindak-tanduk karyawan tidak yang berbentuk jeruji. Saluran
mampu mengurangi dan mencegah pembuangan sebaiknya dilengkapi
kontaminasi, penyimpangan ini dengan alat yang mampu mencegah
terjadi karena tindak-tanduk dari masuknya serangga, tikus, maupun
karyawan yang dapat menyebabkan binatang pengganggu lainnya seperti
kontaminasi ke produk pada saat diberi saringan dari stain stell ,
melakukan proses pengolahan. kuningan, aluminium atau besi tetapi
Menurut Jennie (1989), manusia diberi cat yang tebal (Wiryanti dan
adalah sumber potensial mikroba- Witjaksono, 2000).
mikroba, serta dapat dengan mudah 2. Peralatan dan wadah tidak dicuci
pindah kedalam makanan. Lebih dan disanitasi sebelum digunakan,
lanjut dikatakan bahwa, kebiasaan penyimpangan ini terjadi karena
tangan dari para pekerja pengolah kaleng-kaleng yang digunakan
makanan juga mempunyai andil sebagai wadah tidak dicuci terlebih
yang besar dalam melakukan dahulu sebelum digunakan,
perpindahan kontaminan dari walaupun telah disortir terhadap
manusia ke makanan. mutu dari kaleng.
5. Kegiatan supervisi tidak menjamin 3. Penanganan bahan baku dari tahap
kebersihan makanan, penyimpangan yang satu ke tahap berikutnya tidak
ini terjadi karena supervisi tidak dilakukan secara tepat, hati-hati
dapat memberikan contoh pada suhu rendah serta higienis dan
sebagaimana mestinya, bertindak saniter, penyimpangan ini terjadi
yang baik diruang pengolahan. Oleh pada saat ikan mengalami proses
sebab itu , perlu diadakannya penyiangan. Ketidak hati-hatian
pelatihan sanitasi dan higieni baik pekerja dalam menuang ikan ke
internal maupun eksternal sehingga meja penyiangan, menyebabkan
kegiatan dari supervisi mampu banyak ikan berjatuhan dan
menjamin keberhasilan personil berbenturan dengan lantai ruang
(Wiryanti dan Witjaksono, 2000). penyiangan. Tidak diterapkannya
Penyimpangan serius adalah prinsip rantai dingin pada saat
penyimpangan yang dapat menghambat
tindakan sanitasi, mengakibatkan kerusakan

47
Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : 1907-9931

menyiangi ikan, menyebabkan ikan


dapat mengalami kemunduran mutu.
4. Jumlah tenaga laboratorium tidak DAFTAR PUSTAKA
cukup dan atau kualifikasinya tidak
sesuai, penyimpangan ini terjadi Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan
karena jumlah dan kualifikasi Pengawetan Ikan. PT. Bumi Akasara.
analisis tidak memadai, sehingga Jakarta. 7-13.
laboratorium tidak aktif melakukan
pengujian terhadap bahan baku, Afrianto, E dan Liviawaty, Ei. 2007.
bahan pembantu, kebersihan Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
peralatan, karyawan maupun produk Kanisius. Yogyakarta. 7.
akhir. Sehingga, untuk itu perlu
diadakannya pola requitmen yang Direktorat Jendral Perikanan. 1997.
Petunjuk Teknis Sanitasi Dan Higiene
baik untuk tenaga laboratorium
berdasarkan pendidikan dan Unit Pengolahan Hasil Perikanan.
pengalaman (Wiryanti dan Jakarta 3-20.
Witjaksono, 2000).
Direktorat Jendral Perikanan. 1999. Modul
I Dan II Buku Pedoman Penerapan
KESIMPULAN DAN SARAN PMMT. Jakarta

Dari hasil pengamatan alur produksi Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi


dan pengujian mutu dapat disimpulkan Pengolahan Hasil Perikanan Jilid I.
bahwa: Liberty. Jakarta. 52-107.
1. Mutu dari bahan baku yang digunakan
dan produk akhir yang dihasilkan masih Irianto, H. E dan Purnomo, A. 2000.
sesuai dengan standar mutu yang Keamanan Konsumsi Produk Perikanan.
ditetapkan oleh Standar Nasional Warta Penelitian Perikanan Indonesia,
Indonesia. Vol. 6. No. 2. Puslitbang. Jakarta. 23.
2. Penerapan Konsepsi HACCP di unit
pengolahan ikan sardine belum Jennie, B.S.L. 1989. Sanitasi Dalam
terlaksana dengan baik, ini dapat dilihat Industri Pangan. PAU-IPB. Bogor
dari penilaian kelayakan dasar di PT.
Karya Manunggal Prima Sukses Moeljanto, R. P, Sumpeno, Soekirno, D.
mendapatkan nilai C. Dan Sosrowarjono, Wahjadi. 1978.
Saran Usaha Peningkatan Mutu Ikan Sardine
Kaleng. Jurnal Penelitian Teknologi
Perlu adanya sertifikasi, agar mutu Pengolahan Hasil Perikanan No. 1.
produk yang dihasilkan lebih terjamin. Puslitbang Perikanan. Jakarta. 16:33.
Karyawan dan manajemen harus
mengetahui kebutuhan masing-masing Moeljanto, R. 1992. Pengolahan Dan
divisi serta perlu adanya pelatihan tentang Pengawetan Hasil Perikanan. Lembaga
sanitasi dan higiene guna meningkatkan Penerbit Swadaya. Jakarta. 30:42.
pengetahuan.

48
Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : 1907-9931

Muchtadi, D. 1995. Teknologi dan Mutu Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


Makanan Kaleng. Pustaka Sinar 75:93.
Harapan. Jakarta. 15-40.
Wiryanti, Josephine, dan Witjaksono, Heru,
Murniyati, A. S. Dan Sunarman. 2004. T. 2000. Aspek-Aspek Penilaian
Pendinginan Pembekuan Dan Dalam Program Kelayakan Dasar.
Pengawetan Ikan. Kanisius. Jakarta 97: Bina Mutu Dasar. 25.
13-17.

Nazir, M. 2003. Metode Penelitian.


Ghalia Indonesia. Jakarta. 54.

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara.


Penerbit Djambatan. Jakarta 97.
Rosmawati, P. 1993. Pengalengan Ikan.
Jurnal Penelitian Teknologi Hasil
Perikanan Seri Pengenbangan Hasil
Penelitian No. PHP/KAN/23/1993.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Perikanan bekerja sama
dengan USAID. Jakarta 45-52.

Suparno dan Saleh, M. 1992. Teknologi


Dan Aspek-aspek Tekno-Ekonomi Yang
Mendukung GMP Industri
Pengalengan. Prossiding Temu Karya
Ilmiah Dukungan Penelitian Bagi
Pengembangan Agroindustri Perikanan.
Puslitbang Perikanan. Jakarta 70-82.

Widodo, J. 2001. Pengamatan Sanitasi


Dan Higiene Di Unit Pengolahan PT.
Maya Muncar. Jakarta 20: 9-17.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan Dan


Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta 65: 9-17.

Winarno, F. G. 1994. Sterilisasi


Komersial Produk Pangan. PT.

49

Anda mungkin juga menyukai