Bismillah Rad
Bismillah Rad
RADIOLOGI
OSTEOCHONDROMA DAN PEMBACAAN TUMOR
Oleh:
Leny Alimatul Husna 20190420114
Libela Septiana Trisnani 20190420115
BAGIAN RADIOLOGI
RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah yang berjudul “Osteochondroma dan Pembacaan Tumor” sebagai
tugas kepaniteraan klinik di RUMKITAL Dr. Ramelan Surabaya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................... 1
BABI PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
BAB II OSTEOCHONDROMA ................................................................................................ 2
2.1. Definisi ................................................................................................................. 2
2.9. Komplikasi.......................................................................................................... 11
3.4. Patogenesis........................................................................................................ 16
3.9. Komplikasi.......................................................................................................... 20
iii
3.10. Treatment .......................................................................................................... 20
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
OSTEOCHONDROMA
2.1. Definisi
Istilah osteochondroma berasal dari bahasa Yunani kuno (ostoun:
tulang, chondros: tebal, tulang lunak, tulang rawan di daerah antara tulang
rusuk dan pusar, oma: suffix menunjukkan keadaan pertumbuhan massa)
yang berarti pertumbuhan tulang dan tulang rawan (Josphine, 2016).
Osteochondroma disebut juga osteocartilagineous exostosis. Karakteristik
lesi ini berupa proyeksi tulang dengan cartilage-cap pada permukaan
eksternal tulang (Greenspan, 2014). Osteochondroma merupakan
neoplasma osseus yang memanjang dari area metafisis atau metadiafisis
dari tulang apendikular dan paling sering terjadi disekitar lutut (Yildirim et.
al., 2010)
2.2. Epidemiologi
Osteochondroma biasanya ditemukan pada remaja atau anak-anak,
jarang pada balita atau bayi yang baru lahir (Kitsoulis et.al., 2008).
Osteochondroma merupakan lesi tulang jinak paling sering terjadi yaitu
sekitar 20%-50% dari semua tumor tulang jinak dan biasanya didiagnosis
pada dekade ketiga yaitu sekitar usia 10-35 tahun. Perbandingan laki-laki
dan perempuan 2:1. Predileksi yang paling sering adalah metafisis tulang
panjang terutama pada daerah patella yaitu pada distal femur (30%) dan
proksimal tibia (43%), proksimal humerus (26%) (Greenspan, 2014;
Kitsoulis et.al., 2008). Terkadang osteochondroma berkembang dari
tulang pelvis, scapula dan costa, dan pada tempat ini lebih sering tipe
sessile. Jarang terjadi exostosis pada tulang pendek dari tangan dan kaki
(Andrew, 2010). tulang kraniofasial karena fakta bahwa tulang-tulang ini
tidak dibentuk oleh osifikasi endokhondral. Osteochondroma tidak hanya
sebagai tulang jinak paling umum (tidak berbahaya), diagnosis tumor
tulang ditemukan secara kebetulan. Osteochondroma memiliki presentasi
2
35% dari tumor tulang jinak dan 9% dari semua jenis tumor tulang
(Josphine, 2016).
3
Multiple Hereditery Exostoses
Sinonim dengan diaphyseal aclasia dan multiple osteochondroma.
Osteochondroma jenis ini memiliki tipe lesi sessile yang lebih besar dan
lebih banyak dengan cartilage-cap yang lobulated (Czerniak, 2016).
Berikut adalah tabel perbandingan dari kedua tipe osteochondroma
(Josphine, 2016) :
2.4. Etiologi
Karena penyebabnya tidak diketahui, dokter belum dapat
menemukan cara untuk mencegahnya. Penyebab beberapa
osteochondroma sebagian besar (70%) diwarisi dari orang tua dan 30%
kasus terjadi secara acak. Ini juga merupakan pergantian gen. Gen EXT
dianggap sebagai penyebab penyakit ini dan penelitian sedang dilakukan.
Komplikasi meliputi kelainan bentuk tulang dan kosmetik, pembentukan
bursa, artritis (14%) dan pelampiasan pada saraf yang berdekatan
(22,6%), pembuluh darah (11,3%) atau sumsum tulang belakang (0,6%).
Multiple osteochondroma tidak memiliki pembentukan parut yang normal .
4
Osteochondroma meningkatkan risiko patah tulang panjang selama
latihan fisik. Ini ditentukan untuk terjadi pada sekitar 5% osteochondromas
dan mungkin menjadi alasan untuk pengangkatan dengan pembedahan
(Josphine, 2016).
2.5. Patofisiologi
Berdasarkan studi sitogenik mengungkapkan bahwa mutasi pada
gen EXT yang mengkode exostosin 1 menunjukkan adanya neoplastik.
Mutasi gen ini memicu pemrosesan dan akumulasi yang abnormal dari
Heparan Sulphate Proteoglycan (HSPG) pada sitoplasma kondrosit. Hal
ini memicu kehilangan polar organisasi growth plate yang mengkibatkan
kondrosit tumbuh diarah yang salah. Pertumbuhan kondrosit ini akan
berlanjut bersamaan dengan osifikasi endokondral menghasilkan
bentukan outpouching dari medula dan korteks tulang yang ditutupi oleh
cartilaginous cap (Greenspan, 2014).
Osteochondroma hanya berkembang pada tulang yang berasal dari
endochondral yang muncul pada metafisis dekat growth plate tulang
panjang, khususnya tulang sekitar patella, osteochondroma akan berhenti
berkembang ketika pertumbuhan nomal dari skeleton lengkap (Andrew,
2010) .
5
Gambar 2.2 Perkembangan osteochondroma dimulai dengan
outgrow dari epiphyseal cartilage (Kumar et.al., 2007)
6
perubahan warna. Meski jarang, perubahan aliran darah secara berkala
juga bisa terjadi. Kompresi vaskular, trombosis arteri, aneurisma,
pembentukan pseudoaneurysm dan trombosis vena komplikasi umum dan
mengarah pada klaudikasio, nyeri, akut iskemia, dan tanda-tanda flebitis,
sementara kompresi saraf terjadi pada sekitar 20% pasien. Tumornya bisa
ditemukan di bawah tendon, menghasilkan rasa sakit selama relevan
gerakan dan dengan demikian menyebabkan pembatasan gerak sendi.
Rasa sakit juga hadir sebagai akibat dari peradangan atau pembengkakan
bursal, atau bahkan karena fraktur dasar tangkai tumor. Secara umum,
fungsi dan gerakan normal dapat dibatasi dan asimetri dapat juga dicatat
secara perlahan dan ke dalam tumbuh osteochondroma. Jika ada tumor di
tulang belakang kolom, mungkin ada kyphosis, atau spondylolisthesis jika
itu dekat dengan ruang intervertebral. Tanda-tanda klinis transformasi
ganas adalah rasa sakit, bengkak dan pembesaran massa (Kitsoulis et.al.,
2008).
7
Gambar 2.3 Pada pemeriksaan klinis A) Penonjolan yang tumbuh
secara perlahan dan tidak nyeri B) Radiografi regio
proksimal darri humerus dekstra pada pasien yang sama
(De Souza, 2013).
8
2.7. Gambaran Radiologis
Osteochondroma dapat tumbuh soliter maupun multipel, kira-kira
85% lesi soliter (Czerniak, 2016). Secara Radiologi, osteochondroma
soliter menunjukkan struktur yang terdiri dari kortek dan medula tulang
yang menonjol, yang berlanjut dari tulang normal (Yildirim et. al., 2010).
Osteochondroma yang multipel atau multiple hereditary osteochondroma
bersifat herediter (autosomal dominan) (Greenspan, 2014).
Terdapat 2 jenis bentuk lesi (Greenspan, 2014).:
Pedunculated: Lesi memiliki tangkai yang ramping dan tumbuh
menjauhi growth plate
Sessile: Lesi tidak memliki tangkai
9
Karakteristik lesi yang paling penting adalah korteks dari tulang
host dengan korteks tulang osteochondroma bergabung menjadi satu,
selain itu bagian medulla dari lesi terhubung dengan medulla dari tulang
host. Karakteristik lainnya dari osteochondroma adalah adanya kalsifikasi
pada chondroosseus dari lesi dan cartilaginous cap. Ketebalan dari
cartilagenous cap adalah antara 1-3 mm dan jarang melebihi 1 cm
(Greenspan, 2014). Gambaran radiografi cartilage-cap akan terlihat
sebagai area radiolusen (Czerniak, 2016) .
10
A B C
E
D
2.9. Komplikasi
Komplikasi pada osteochondroma adalah (Greenspan, 2014):
Terdapat penekanan pada pembuluh darah atau saraf
Terdapat penekanan pada tulang yang berdekatan, terkadang
disertai fraktur pada tulang yang tertekan
Fraktur pada lesi
Terdapat inflamasi pada bursa exostotica yang menutupi cartilage
cap
Lesi dapat berubah menjadi ganas yaitu menjadi condrosarcoma
jika terdapat nyeri (tanpa adanya fraktur, bursitis dan penekanan
pada saraf sekita) dan Growth spurt (setelah maturitas skelet).
11
A B
C
Gambar 2.6 Komplikasi osteochondroma A) Terdapat fraktur pada tulang
karena tertekan oleh lesi, B) Penekanan pada pembuluh darah, C)
Inflamasi pada bursa exostotica (Greenspan, 2014).
12
2.10. Manajemen
Jika tidak terdapat gejala klinis maka tidak ada terapi pengobatan
pada osteochondroma melainkan hanya memonitoring perkembangan lesi.
Akan tetapi jika terdapat gejala seperti nyeri, karena adanya tekanan pada
saraf atau pembuluh darah dan terjadi fraktur patologis maka indikasi
dilakukan surgical resection (Greenspan, 2014).
13
2.11. Prognosis
Osteochondroma tipe soliter merupakan lesi jinak dan bisa berhenti
tumbuh dengan sendirinya setelah terjadi maturitas tulang.
Osteochondroma dapat secara spontan mengalami regresi. Resiko tipe
soliter osteochondroma berubah menjadi ganas adalah kurang dari 1%
(Czerniak, 2016) .
14
BAB III
3.1. Definisi
Sinonim: Multiple osteocartilagenous exostosis dan diaphyseal
aclasia (Czerniak, 2016). Multiple hereditary osteochondroma adalah
kelainan autosom dominan ditandai dengan meluasnya metafisis dan
eksostosis multiple atau osteochondroma di perifer growth plate dan
metafisis (Shapiro, 2016). Diklasifikasikan kedalam kategori dysplasia
tulang. Gambaran histopatologi dari multiple osteochondroma sama
seperti lesi soliter (Greenspan and Beltran, 2014).
3.2. Epidemiologi
Multiple Hereditary Osteochondroma relatif langka perkiraan
prevalensi pada kaukasian 1/50.000 individu, pada populasi orang barat
insiden terjadi sebesar 1,5%. Meskipun nilai perkiraan prevalensi
dianggap remeh, namun banyak individu yang menderita kelainan ini
tanpa adanya gejala sehingga tidak terdiagnosa. Sekitar 50% populasi
dengan MHO didiagnosa awal sebelum usia 3,5 tahun dan sekitar lebih
dari 80% didiagnosa MHO pada akhir dekade pertama (Beltrami et al.,
2016).
Sekitar 2/3 individu yang terkena memiliki riwayat keluarga yang
positif. Terdapat kecenderungan lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan wanita dengan perbandingan 2:1 (Greenspan and Beltran,
2014).
3.3. Etiologi
Multiple hereditary osteochondroma disebabkan mutasi gen
supresor tumor EXT 1 atau EXT 2. Osteochondroma tumbuh dan
mengalami osifikasi selama perkembangan skeletal dan berhenti tumbuh
setelah maturitas skeletal (Heung Sik, Joong Mo and Yusuhn, 2017).
15
MHO merupakan kelainan monogenetic autosomal dominan,
yang terutama disebabkan hilangnya fungsi mutasi dua gen: exostosin-1
(EXT-1) dan exostosin-2 (EXT-2). Gen pertama terletak pada kromosom 8
(lokus 8q24.1) dan ditemukan oleh Cook pada 1993. Terakhir, gen EXT-2
diidentifikasi pada kromosom 11 (lokus 11p11-13). Mutasi ini dideteksi
pada 70-94% pasien, dengan frekuensi tertinggi pada EXT-1. Adanya
lokus MHO ketiga yaitu EXT-3 telah didiskusikan selama bertahun-tahun,
dan lokasi terletak pada kromosom 19, tetapi sejauh ini tidak teridentifikasi
dan hubungannya dengan MHO dipertanyakan (Beltrami et al., 2016).
3.4. Patogenesis
Lima teori utama patogenesis telah dikembangkan, sebagai berikut:
i) Virchow mengajukan teori beberapa growth plate kartilago
menjadi terpisah tetapi pertumbuhan berlanjut pada posisi abnormal.
Pertumbuhan eksostosis terjadi tegak lurus sumbu panjang tulang.
ii) Mueller mempertimbangkan bahwa metaplasia periosteal
pada daerah periphyseal dan metaperiphyseal menghasilkan lesi khas
seperti sel yang secara normal memproduksi tulang berperan menjadi
kondrosit.
iii) Keith menyinggung ketidakmampuan periosteal bone
sheath yang dirasa dapat lebih besar daripada pelebaran normal tulang
endochondral.
iv) Jansen mencatat bahwa lesi lebih sering ditandai dengan
pelebaran metafisis yang mengindikasikan kegagalan metafisis (resorpsi).
v) Langeskiold merasa tulang perichondrial dari groove of
Ranvier, diturunkan dari jaringan dalam epifisis keluar dan membentuk
lapisan osteogenik, gagal terbentuk sejak jaringan tersebut secara patologis
menahan sifat kondrogenik dan secara abnormal tersimpan sebagai
kartilago dan bukan massa osseus.
(Shapiro, 2016)
16
3.5. Predileksi
Lutut, pergelangan kaki, dan bahu adalah tempat yang paling
sering terkena oleh perkembangan multiple osteochondroma (Greenspan
and Beltran, 2014). Predileksi untuk multiple hereditary osteochondroma
adalah bagian metafisis tulang panjang, terutama dari ekstremitas bawah.
Daerah lutut selalu terkena, jadi radiografi polos lutut bisa digunakan
untuk deteksi awal untuk kelainan ini. Femur proksimal dan humerus
proksimal merupakan tempat paling umum selanjutnya untuk kelainan ini.
Tulang pipih, seperti scapula dan pelvis, juga sering terlibat. Gangguan
biasanya melibatkan tulang ekstremitas secara simetris (Czerniak, 2016).
17
3.6. Manifestasi klinis
Meskipun MHO dapat bersifat asimptomatik, spectrum luas dari
manifestasi klinis dapat ditemukan pada pasien dengan kelainan ini.
Gejala sesungguhnya hanya muncul selama pertumbuhan dan secara
spesifik selama masa anak-anak. Sebagian besar pasien muncul
eksostosis rata-rata 6, namum distribusi anatominya bervariasi. Gejala
paling umum muncul pada femur distal (90%), tibia proksimal (84%), fibula
(76%)dan humerus (72%). Osteochondroma serin ditemukan pertama di
costa dan tibia proksimal , lesi dapat dengan mudah terlihat dan teraba.
Jarang terletak di tulang carpal dan tarsal dan tidak pernah di tulang wajah
karena lesi berkembang dari osifikasi intramembranosus.
18
3.7. Gambaran Radiologi
Gambaran radiologi multiple hereditary osteochondroma mirip
dengan solitary osteochondroma, tetapi lesi yang muncul lebih sering tipe
sessile (Greenspan and Beltran, 2014).
19
3.8. Gambaran Histopatologi
Ciri histpatologis dari multiple osteochondroma mirip dengan lesi
soliter (Greenspan and Beltran, 2014). Eksostosis secara luas didasarkan
pada metafisis yang melebar. Ketika eksostosis muncul sebagai proyeksi
memanjang, ujungnya selalu diarahkan ke diafisis menjauhi epifisis.
Eksostosis dan pelebaran metafisis membesar dengan pertumbuhan
melalui mekanisme endochondral cartilage cap. Tulang endochondral dan
sumsum dari eksostosis bergabung dengan metafisis tulang host tanpa
intervensi kortikal. Cartilage cap berhenti tumbuh bersamaan dengan fusi
dari growth plate (Shapiro, 2016).
3.9. Komplikasi
Terdapat lebih banyak insiden dari gangguan pertumbuhan pada
multiple osteocartilaginous exostoses dibandingkan soliter
osteochondroma. Pertumbuhan abnormal utamanya pada lengan bawah
dan kaki. Transformasi malignan menjadi chondrosarcoma juga lebih
umum yaitu 5 -15% dari kasus, dengan lesi pada area bahu dan pelvis
memiliki resiko yang lebih besar mengalami transformasi. Klinis dan tanda
pencitraan dari komplikasi ini identik dengan yang ada pada transformasi
malignan soliter osteochondroma (Greenspan and Beltran, 2014).
3.10. Treatment
Multiple osteochondroma diobati secara individu. Seperti lesi soliter,
kelainan ini kemungkinan akan kambuh pada anak yang lebih muda, dan
tindakan operasi dapat ditangguhkan di kemudian hari (Greenspan and
Beltran, 2014).
20
3.11. Prognosis
Multiple hereditary osteochondroma merupakan penyakit kronis
yang membutuhkan tindak lanjut secara hati-hati untuk menghindari
banyak kemungkinan komplikasi. Pada anak-anak diharapkan dapat
dilakukan skrining berkala setiap 6-12 bulan karena beberapa gangguan
pertumbuhan dapat diobati lebih awal dengan prosedur sederhana. Pada
orang dewasa pemeriksaan klinis rutin direkomendasikan untuk deteksi
awal dan pengobatan adekuat untuk transformasi maligna, dilakukan
setiap 12-24 bulan tergantung lokasi pada resiko utama (pelvis, scapula,
femur proksimal) (Beltrami et al., 2016).
21
BAB IV
22
Pada evaluasi bone tumor, radiografi konvensional masih
merupakan prosedur diagnosis standar. Meskipun teknik tambahan
digunakan, radiografi konvensional tetap harus ada untuk perbandingan.
Seringkali, pemilihan teknik imaging didasarkan oleh tipe tumor yang
dicurigai. Misalnya, jika osteoid osteoma dicurigai berdasarkan riwayat
klinis, radiografi konvensional diikuti scintigraphy harus dilakukan pertama
kali, dan setelah lesi diketahui lokasinya pada tulang tertentu, CT harus
digunakan untuk mengetahui lokasi spesifik dan memperoleh informasi
kuantitatif. Namun, jika jaringan lunak dicurigai, MRI merupakan satu-
satunya teknik yang dapat melokalisasi dan menggambarkan lesi secara
akurat. Demikian juga, jika radiograf mengusulkan malignant bone tumor,
MRI atau CT harus selanjutnya dilakukan untuk mengevaluasi tingkat
intraosseus tumor dan keterlibatan extraosseus dari jaringan lunak.
23
4. 1. Identitas
Kebanyakan tumor jinak dan tumor-like lesions, termasuk osteoid
osteoma, chondroblastoma, chondromyxoid fibroma, solitary bone cysts,
aneurysmal bone cysts, and nonossifying fibromas, terjadi pada remaja
dan dewasa muda (dekade kedua dan ketiga). Giant cell adalah lesi yang
terjadi pada skletal yang sudah matur (pada growth plate sudah
bergabung) antara usia 20 dan usia 50 tahun
24
4. 2. Gambaran radiografi
Gambaran radiografi :
a.) Letak lesi (lokasi dalam skeleton dan lokasi dalam tulang)
b.) Border lesi (disebut zona transisi)
c.) Tipe matriks (komposisi jaringan tumor)
d.) Tipe bone destruction
e.) Tipe periosteal yang merespon lesi (reaksi periosteal)
f.) Keterlibatan soft tissue
g.) Lesi single atau multiple
Letak lesi
Letak lesi tulang merupakan ciri penting karena beberapa tumor
memiliki predileksi untuk tulang spesifik atau letak spesifik pada tulang.
Letak beberapa lesi bersifat khas sehingga diagnosis dapat
dianjurkanatas dasar ini saja, seperti pada parosteal osteosarcoma atau
chondroblastoma. Bahkan, beberapa entitas dapat dengan mudah
dikecualikan dari diagnosis banding berdasarkan lokasi lesi. Sebagai
contoh diagnosis dari giant cell tumor tidak dapat dibuat untuk lesi yang
tidak mencapai ujung artikuler dari tulang karena sangat sedikit tumor
yang berkembang di tempat yang jauh dari sendi.
25
Langerhans cellhistiocytosis,
hemangioma
26
Gambar 4.2 Letak lesi. Predileksi pada tulang yang spesifik
Gambar 4.3 Letak lesi A) Lokasi eksentrik versus central dari lesi
yang memiliki penampakan yang sama bisa membantu
dalam differential diagnosis . B) Distribuisi tumor dan
tumor-like lesion pada vertebra. Lesi malignan terlihat
pada bagan anterior nya , sedangkan lesi jinak pada
elemen posterior nya (neural arch)
27
Gambar 4.4 Predileksi osteosarcom. Posterior aspek distal femur
28
Border lesi
Evaluasi border atau margin lesi sangat penting untuk menentukan
lesi termasuk slow growing atau fast growing (agresif). Tiga tipe margin
lesi digambarkan sebagai berikut: a)margin dengan batas tegas oleh
sklerotik di antara aspek perifer tumor dan tulang host yang berdekatan, b)
margin dengan batas jelas tanpa sklerotik di sekeliling perifer lesi, dan c)
lesi dengan batas yang tidak jelas (baik disekelilingnya atau hanya pada
bagian itu) diantara lesi dan tulang host. Lesi slow growing biasanya jinak,
memiliki batas sklerotik tegas (a narrow zone transition), sedangkan lesi
ganas atau agresif biasanya memiliki batas tidak jelas (a wide zone of
transition) dengan sklerotik reaktif minimal atau tanpa sklerotik reaktif.
Beberapa lesi biasanya tidak memiliki batas sklerotik dan beberapa lesi
umumnya menunjukkan batas sklerotik. Hal itu harus ditekankan bahwa
terapi dapat menghambat munculnya tumor tulang ganas, setelah radiasi
atau kemoterapi, tumor mungkin menunjukkan sklerosis signifikan
maupun a narrow zone of transition.
29
Gambar 4.6 Border lesi. Menunjukkan slow growing (benign) dan
fast growing (malignan)
Gambar 4.7 Border lesi: jinak versus ganas. (A) Perbatasan sklerotik
atau zona transisi sempit dari tulang normal ke tulang
abnormal menunjukkan lesi jinak, seperti pada contoh
fibroma nonossifying ini(panah). (B) Zona transisi yang
luas menunjukkan lesi agresif / ganas, dalam hal ini
soliter plasmacytoma melibatkan tulang pubis dan
bagian supra-acetabular dari ilium kanan (panah)
30
Tabel 2.Lesi tulang yang pada umumnya menunjukkan sclerotic
border
31
Tipe matriks
32
Gambar 4 .8 Matriks tulang. Gambaran radiografi dari matriks tumor
dan tumor-like lesion yang dikarakteristikan sebagai
pembentuk kartilago atau pembentuk tulang
33
Gambar 4.9. Osteoblastic matrix. Matrix dari typical osteoblastic
lesion, pada osteosarcoma, dikarakteristikkan adanya
fluffy, cotton-like densities dalam medullary cavity dari
distal femur
34
Bone Destruction
35
Reaksi Periosteal
Reaksi periosteum merupakan indikator lain dari agresif atau sifat
tumor yang tidak agresif. Selama perkembangan, lingkar tulang membesar
melalui mekanisme pembentukan tulang periosteal; mekanisme berperan
besar dalam penyembuhan patah tulang itu mengalami tingkat gerak yang
kecil di lokasi fraktur.Periosteum lebih aktif pada anak-anak daripada orang
dewasa,dan penampilan reaksi periosteal dewasa biasanya sejajar dengan
reaksi-reaksi itu pada anak-anak tetapi lebih rendah besarnya. Tumor cepat
agresif sering menghasilkan multilaminar atau reaksi periosteal terputus. Itu
efek massa tumor dapat mengangkat periosteum dari cortex, menghasilkan
antarmuka segitiga yang disebut Segitiga Codman . Reaksi periosteal dari
sarkoma ewing umumnya sejajar dengan sumbu panjang tulang dan
menyerupai kulit bawang , meskipun osteosarkoma dapat menghasilkan
penampilan yang. Reaksi periosteal osteosarkoma sering memanjang tegak
lurus dari sumbu panjang tulang, memberikan spiculated, "hair-on-end" atau
"sunburst". Proses lamban sering menghasilkan penampilan lebih tebal,
lebih solid, atau unilaminar. Dalam sejarah medis penting karena reaksi
periosteal dari tumor tulang primer ganas atau metastasis dapat menebal
atau mengeras (Czerniak, 2016).
36
Gambar 4 11 Tipe periosteal reaction, karakter radiografi dari tipe
interrupted dan uninterrupted. Uninterrupted
mengindikasikan proses jinak sedangkan interrupted
mengindikasikan malignan atau proses non malignan
agresi.
37
Gambar 4 12 Reaksi Periosteal. Osteoid Osteoma. Reaksi periosteal
solid uninterrupted
38
Keterlibatan Soft Tissue
Dengan beberapa pengecualian, seperti giant cell tumor,
aneurysmal bone cyst atau osteoblastoma atau desmoplastic fibroma,
tumor jinak dan lesi mirip tumor biasanya tidak menunjukkan pelebaran
soft tissue, jadi hampir selalu massa soft tissue mengindikasikan lesi
agresif dan satu dari banyak contoh keganasan. Harus dipikirkan
meskipun kondisi neoplastik seperti osteomyelitis juga menggambarkan
komponen soft tissue, tapi keterlibatan soft tissue biasanya berbatas tidak
jelas, dengan hilangnya lapisan jaringan lemak. Pada proses keganasan,
meskipun massa tumor berbatas tajam meluas melalui korteks yang rusak.
39
Gambar 4 13. Massa Soft-tissue
40
Gambar 4 14 Gambar Radiografi dari Tumor dan Tumor-
like lesion
41
BAB V
KESIMPULAN
42
BAB VI
PENUTUP
43
DAFTAR PUSTAKA
44