Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dan sebagai
khalifah di muka bumi yang paling sempurna, yang dibekali akal pikiran.
Keberadaan manusia sebagai makhluk pribadi dan juga makhluk sosial memiliki
tujuan untuk mencapai keinginannya baik duniawi maupun surgawi, dengan cara
mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya. Setiap manusia berhak
dan wajib menciptakan diri dan dunianya melalui suatu pilihan bebas, yang di
pilih dan diputuskan oleh dirinya sendiri.

Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus social,


susila dan religius. Sifat kodrati manusia sebagai makhluk pribadi, social, susila
dan religi harus dikembangkan secara seimbang, serasi dan selaras.

Manusia mempunyai arti hidup secara layak jika ada diantara manusia
lainnya. Karena tanpa ada manusia lain atau tanpa hidup bermasyarakat,
seseorang tidak akan dapat menjalankan hidupnya dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana eksistensi manusia sebagai makhluk Tuhan?
2. Bagaimana eksistensi manusia sebagai makhluk sosial?

3. Bagaimana eksistensi manusia sebagai makhluk pribadi?


4. Apa saja tahapan-tahapan dalam eksistensi manusia?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui eksistensi manusia sebagai makhluk Tuhan.
2. Untuk mengetahui eksistensi manusia sebagai makhluk sosial.

1
3. Untuk mengetahui eksistensi manusia sebagai makhluk pribadi.
4. Untuk mengetahui dan lebih memahami tahapan eksistensi
manusia.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Memberikan informasi mengenai eksistensi manusia.
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pendidikan SD.

3. Sebagai bahan referensi untuk para mahaiswa, khususnya


mahasiswa Universitas Lampung.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Teori


2.1.1 Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens”
(Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi
(mampu menguasai makhluk lain). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi
oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari
satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal
(geografik, fisik, sosial), maupun kesejahteraan.

2.1.2 Pengertian Eksistensi


Kata eksistensi berasal dari kata Latin Existere, dari ex keluar sitere =
membuat berdiri. Artinya apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas, apa yang
dialami. Konsep ini menekankan bahwa sesuatu itu ada.Eksistensi juga sering
diartikan sebagai keberadaan.
Menurut Bapak Gerakan Eksistensialis Kierkegaard, bahwa yang pertama-
tama penting bagi keadaan manusia yakni keadaannya sendiri atau eksistensinya
sendiri. Ia menegaskan bahwa eksistensi manusia bukanlah ‘ada’ yang statis,
melainkan ‘ada’ yang ‘menjadi’. Dalam arti terjadi perpindahan dari
‘kemungkinan’ ke ‘kenyataan. Apa yang semula berada sebagai kemungkinan
dapat berubah menjadi kenyataan. Gerak ini adalah perpindahan yang bebas, yang
terjadi dalam kebebasan dan keluar dari kebebasan. Ini terjadi karena manusia
mempunyai kebebasan memilih.
Dengan demikian eksistensi manusia merupakan suatu eksistensi yang
dipilih dalam kebebasan. Bereksistensi berarti muncul dalam suatu perbedaan,
yang harus dilakukan tiap orang bagi dirinya sendiri.
Kierkegaard menekankan bahwa eksistensi manusia berarti berani
mengambil keputusan yang menentukan hidup. Maka barang siapa tidak berani
mengambil keputusan, ia tidak hidup bereksistensi dalam arti sebenarnya.

3
Menurut Zainal Abidin (2008) Eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti,
melainkan lentur dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran,
tergantung pada kemampuan individu dalam mengaktualisasikan potensi-
potensinya.

2.2 Pembahasan

2.2.1 Eksistensi Manusia sebagai Makhluk Tuhan


Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa di muka bumi sebagai
makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Manusia
dapat berpikir, bertindak, berusaha, dan bisa menentukan mana yang benar dan
baik. Di sisi lain, manusia meyakini bahwa dia memiliki keterbatasan dan
kekurangan. Untuk itu, mereka yakin ada kekuatan lain, yaitu Tuhan Sang
Pencipta Alam Semesta, yang telah mengatur seluruh sistem kehidupan di muka
bumi.
Dalam kehidupannya, manusia tidak dapat meninggalkan unsur
Ketuhanan. Manusia selalu ingin mencari dan mendapat sesuatu yang sempurna
yaitu Tuhan. Untuk itu manusia diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada
Tuhannya. Oleh karena fitrah tersebut diperlukan suatu ilmu yang diperoleh
melalui pendidikan. Karena dengan pendidikan, manusia dapat mengenal siapa
Tuhannya. Dengan pendidikan pula manusia dapat mengerti bagaimana cara
beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia dapat mengembangkan pola pikirnya untuk dapat mempelajari
tanda-tanda kebesaran Tuhan baik yang tersirat ataupu dengan jelas tersurat dalam
lingkungan sehari-hari. Hal tersebut menjadikan manusia menjadi makhluk yang
lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain.

2.2.2 Eksistensi Manusia sebagai Makhluk Sosial


Dalam menjalani kehidupan manusia tidak dapat hidup dalam
kesendirian. Karena salah satu kodrat manusia adalah selalu ingin berhubungan
dan berinteraksi dengan manusia lain.

4
Dalam berhubungan dan berinteraksi, manusia memiliki sifat khas yang
dapat menjadikannya lebih baik. Kegiatan mendidik merupakan salah satu sifat
yang khas yang dimiliki oleh manusia. Imanuel Kant mengatakan, “manusia
hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan”. Jadi jika manusia tidak dididik
maka ia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya. Hal ini telah
terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil penelitian terhadap anak terlantar.Hal
tersebut memberi penekanan bahwa pendidikan memberikan kontribusi bagi
pembentukan pribadi seseorang.
Dengan demikian manusia sebagai makhluk sosial berarti bahwa
disamping manusia hidup bersama demi memenuhi kebutuhan jasmaniah,
manusia juga hidup bersama dalam memenuhi kebutuhan rohani.
Perwujudan manusia sebagai mahluk sosial terutama tampak dalam
kenyataan bahwa tak pernah ada manusia yang mampu hidup (lahir dan proses
dibesarkan) tanpa bantuan orang lain. Orang lain dimaksud paling sedikit adalah
orangtuanya, keluarganya sendiri.
Manusia sebagai mahluk sosial di samping berarti bahwa manusia hidup
bersama (germinschafts), maka sifat independensi dalam arti material ekonomis
demi kebutuhan kebutuhan biologis jasmaniah melainkan lebih mengandung
makna psikologis, yakni dorongan dorongan cinta di mana kebahagiaan tercetak
dalam kepuasan rohani.
Setiap individu harus rela mengorbankan sebagian dari hak
individualitasnya demi kepentingan bersama, karena kesadaran tersebut
merupakan syarat untuk hidup bersama.
Kehidupan sosial adalah suatu realita dimana individu tidak menonjolkan
identitasnya, melainkan sebaliknya kebersamaan ialah identitas, dengan sifat
pluralistis. Kehidupan social yang besar meliputi semua individu dengan berbagai
latar belakang status, minat, nilai-nilai dan sebagainya.
Realita sosial kebersamaan tidak hanya terbentuk oleh individu-individu
yang bertentangan dengan wujud sosialitas manusia. Melainkan individualitas
dalam perkembangan selanjutnya akan mencapai kesadaran sosialitasnya. Tiap
manusia sadar akan kebutuhan hidup bersama segera setelah masa kanak-kanak

5
yang egosentris berakhir.Sebaliknya, kesadaran manusia sebagai mahluk sosial
justru harus memberi rasa tanggung jawab untuk mengayomi individu yang lebih
“lemah” daripada wujud sosial yang “besar” dan “kuat". Kehidupan sosial
kebersamaan baik itu bentuk-bentuk non-formal (masyarakat) maupun dalam
bentuk bentuk formal (institusi/negara) dengan wibawanya wajib mengayomi
individu.
Asas sosial dalam kodrat manusia, seperti asas individualitas adalah
potensi potensi, yang baru menjadi realita karena kondisi kondisi tertentu. Ini
berarti bahwa pelaksanaan kesadaran sosial manusia hanya oleh kondisi itu
sendiri. Artinya, jika di dalam.hidup kebersamaan (sosial) itu individu kehilangan
individualitasnya (hak-hak asasi), maka potensi kesadaran sosial manusia menjadi
tidak maksimal. Dan jika ada pelaksanaannya tidak wajar, melainkan karena
otoritas, paksaan dari luar. Bukan didorong oleh hasrat dan motif pengabdian
yang alturis. Individualitas manusia dengan potensi-potensi subjek (prakarsa, rasa,
karsa, cipta, karya) takkan berkembang jika otoritas sosial justru tidak bersifat
menunjang realisasi tersebut.
Esensial manusia sebagai mahluk sosial merupakan kesadaran manusia
tentang siapa dan apa posisi dirinya dalam kehidupan bersama dan bagaimana
tanggungjawab serta kewajibannya dalam kebersamaan tersebut. .Adanya
kesadaraan interpedensi dan saling membutuhkan serta dorongan-dorongan untuk
mengabdi sesamanya adalah asas sosialitas.
Manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial, karena faktor-faktor
berikut, yaitu:
1. manusia tunduk pada aturan, norma sosial
2. perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain
3. manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
4. potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.

6
2.2.3 Eksistensi Manusia sebagai Makhluk Individu
Manusia sebagai mahluk individu , dalam bahasa Indonesia dapat
diterjemahkan manusia sebagai mahluk pribadi. Sebagai makhluk individu yang
menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi atau kelompok, manusia harus
memiliki kesadaran diri yang dimulai dari kesadaran pribadi di antara segala
kesadaran terhadap segala sesuatu. Kesadaran diri tersebut meliputi kesadaran diri
di antara realita, self-respect, self-narcisme, egoisme, martabat kepribadian,
perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain, khususnya kesadaran akan potensi-
potensi pribadi yang menjadi dasar bagi self-realisation.
Makin manusia sadar akan dirinya sendiri sesungguhnya manusia makin
sadar akan kesemestaan, karena posisi manusia adalah bagian yang tak
terpisahkan dari semesta. Antar hubungan dan interaksi pribadi itulah pula yang
melahirkan konsekuensi-konsekuensi seperti hak azasi dan kewajiban, norma-
normamoral,nilai-nilaisocial.Dengan demikian kesadaran manusia sebagai pribadi
merupakan kesadaran yang paling dalam.
Manusia sebagai individu memiliki hak azasi sebagai kodrat alami atau
sebagai anugerah Tuhan kepadanya. Hak asasi sebagai pribadi itu terutama hak
hidup, hak kemerdekaan dan hak milik. Dan karena manusia menyadari adanya
hak asasi itu pulalah manusia menyadari bahwa konsekunsi dari hal-hal tersebut
manusia mengembangkan kewajiban dan tangung jawab sosial dan tanggung
jawab moral. Dalam hubungan inilah hal status individualisme manusia
menduduki fungsi primer.

Sebagai makhluk individu manusia mempunyai suatu potensi yang akan


berkembang jika disertai dengan pendidikan. Melalui pendidikan, manusia dapat
menggali dan mengoptimalkan segala potensi yang ada pada dirinya. Melalui
pendidikan pula manusia dapat mengembangkan ide-ide yang ada dalam
pikirannya dan menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari yang dapat
meningkatkan kualitas hidup manusia itu sendiri.

7
2.2.4 Tahap-Tahap Eksistensi Manusia

Menurut Kierkegaard ada tiga tahap eksistensi manusia :

1.Tahap Estetis

Tahap ini dimana orientasi manusia sepenuhnya digunakan untuk


mendapatkan kesenangan. Pada tahap ini dikuasai oleh nafsu-nafsu (libido). Hal
ini senada dengan kepribadian milik Sigmund Freud, yang mengatakan bahwa
kehidupan manusia seputar kebutuhan akan seksualnya. Dan ketika dimana
kebutuhan akan seksual tidak terpenuhi maka individu akan mengalami gangguan.
Kembali ke teori Kierkegaard, ia menyatakan bahwa manusia estetis adalah
manusia yang hidup tanpa jiwa. Manusia tidak mempunyai akar dan isi di dalam
jiwanya. Kemauannya adalah mengikatkan diri pada kecendrungan masyarakat
dan zamannya. Yang menjadi trend dalam masyarakat menjadi petunjuk hidupnya
dan oleh sebab itu ia ikuti secara seksama. Namun kesemuanya itu tidak dilandasi
oleh passion apapun, selain keinginan untuk sekedar mengetahui dan mencoba.
Hidupnya tidak mengakar dalam, karena dalam pandangannya pusat kehidupan
ada di dunia luar. Panduan hidup dan moralitasnya ada pada masyarakat dan
kecendrungan zamannya.

Pada tahap ini Kierkegaard menggambarkannya dengan sosok Don Juan.


Don Juan yang merupakan seorang hedonis yang tidak mempunyai komitmen dan
keterlibatan apapun dalam hidupnya. Tidak ada cinta dan tidak ada keterikatan
untuk mengikatkan diri dalam suatu perkawinan, selalu ingin berpetualang untuk
mencari wanita. Inilah manusia estetis yang hidup untuk dirinya sendiri, untuk
kesenangan dan kepentingan pribadinya.

2.Tahap Etis

Pada tahap ini ada semacam “pertobatan” dimana individu mulai


menerima kebajikan-kebajikan moral dan memilih untuk mengikatkan diri
kepadanya. Prinsip kesenangan yang biasanya selalu “diagung-agungkan” kini
dibuang jauh-jauh dan sekarang ia mulai menerima dan menghayati nilai-nilai
kemanusiaan yang bersifat universal.

Jiwa pada manusia etis sudah mulai terbentuk, sehingga hidupnya tidak
lagi tergantung pada masyarakat dan zamannya. Akar-akar kepribadian cukup
kuat dan tangguh. Akar kehidupannya ada di dalam dirinya sendiri, dan pedoman
hidupnya adalah nilai-nilai kemanusiaan yang lebih tinggi.

8
3.Tahap Religius

Hidup dalam Tuhan adalah hidup dalam subjektivitas transenden, tanpa


rasionalisasi dan tanpa ikatan pada sesuatu yang bersifat duniawi atau mundane.
Individu yang hendak memilih jalan religious tidak bisa lain kecuali karena berani
menerima subjektivitas transendennya itu subjektivitas yang hanya mengikuti
jalan Tuhan dan tidak lagi terikat baik kepada nilai-nilai kemanusiaannya yang
bersifat universal (eksistensi etis) maupun pada tuntutan pribadi dan masyarakat
atau zaman (tahap estetis)

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna.


Manusia dapat menggunakan akal dan budinya untuk bertindak.
Dengan akal dan budi itulah manusia meyakini adanya Tuhan
Yang Maha Baik.

2. Kata eksistensi berasal dari kata Latin Existere, dari ex keluar


sitere = membuat berdiri. Artinya apa yang ada, apa yang
memiliki aktualitas, apa yang dialami. Konsep ini menekankan
bahwa sesuatu itu ada.Eksistensi juga sering diartikan sebagai
keberadaan. Eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan
lentur dan mengalami perkembangan atau sebaliknya
kemunduran, tergantung pada kemampuan individu dalam
mengaktualisasikan potensi-potensinya.

3. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup


sendiri tanpa berinteraksi dengan orang lain. Manusia tidak dapat
mencapai sesuatu hanya seorang diri saja.

4. Manusia adalah makhluk individu. Setiap individu menciptakan


diri dan dunianya melalui suatu pilihan bebas, yang di pilih dan
diputuskan oleh dirinya sendiri. Dan kesadaran individu akan diri
sendiri menentukan kualitas individu.

10
3.2 Saran

-Jadilah diri sendiri dengan terus mengembangkan segala potensi-potensi diri,


agar dapat menggapai dan mewujudkan segala mimpi untuk menjadi kenyataan

11
DAFTAR PUSTAKA

Wordpress. 2007. Definisi Manusia Menurut Para Ahli.

https//idtesis.com

Adi, Padmo. 2015. Eksistensi Manusia.

Darikompas.com

Azenismail. 2010. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu, Sosial,


Susila dan Religius Dalam bingkai Pendidikan.

Ps//azenismail-wordpress-com

Zainal Abidin. 2015. Filsafat Manusia.

https//www-kompasiana-com.cdn.ampproject.org

Noorseha. 2012. Eksistensi Manusia di Muka Bumi.

http://noorseha.wordpress.com/2012/10/17/eksistensi-manusia-di-muka-
bumi/

12

Anda mungkin juga menyukai