MAKALAH NON-SEMINAR
DESTRI DIFRENSIA
1006699770
Abstrak
Artikel berjudul Wayang Beber: Kedudukan, Fungsi, dan Nilai-Nilai Budaya Yang Terkandung di Dalamnya.
Menjelaskan tentang perkembangan Wayang Beber di setiap daerah, yaitu daerah Jawa Timur di Pacitan, Jawa
tengah di Wonosari, dan Wayang Beber pada zaman modern di Jakarta yang disebut Wayang Beber
Metropolitan. Tujuan dari penelitian ini menjelaskan keberadaan Wayang Beber yang hampir punah di zaman
modern ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan membuat deskripsi,
gambaran, faktual dan akurat mengenai data-data yang terpercaya sehingga dapat membuat kesimpulan
mengenai kedudukan, fungsi, dan nilai-nilai yang terkandung dalam Wayang Beber. Wayang Beber adalah seni
wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah-daerah
tertentu di Pulau Jawa. Fungsi Wayang Beber dipakai sebagai pertunjukkan ritual seperti ruwatan, bersih desa,
peringatan proses hidup manusia (kelahiran, khitanan, perkawinan), mendatangkan hujan, dan sebagainya.
Nilai–nilai yang terkandung dalam Wayang Beber meliputi nilai seni, nilai religi, nilai falsafah, dan nilai
universal. Wayang Beber mengambil ajaran-ajaran dari berbagai macam filsafat hidup yang bersumber pada
sistem kepercayaan, kejujuran, keadilan, empati, tanggung jawab, dan saling menghargai sangat penting dalam
membangun karakter bangsa Indonesia.
Abstract
The article entitled Wayang Beber: Kedudukan, Fungsi, dan Nilai-Nilai Budaya Yang Terkandung di
Dalamnya. Describes the develpoment of Wayang Beber in each region, the area of East Java in Pacitan, Central
Java in Wonosari, and Wayang Beber in modern time in Jakarta called Wayang Beber Metropolitan. The
purpose of this research explain the existence of Wayang Beber is almost extinct in this modern times. The
method used in this research is descriptive method to make a description, picture, factual and accurate
information on which reliable data as to make inferences about the position, function and values are contained in
the Wayang Beber. Wayang Beber is art that emerged and developed in Java on the pre-Islamic period and still
growing in certain areas on the island of Java. Wayang Beber function is used as ritual performances as
Ruwatan, Bersih Desa, process of the human life as (birth, circumcision, marriage), bring rain, and so on. The
values are contained in the Wayang Beber include artistic value, religious value, philosophy value, and universal
value. Wayang Beber takes the teachings of the various philosophies oh life which is based on a system of trust,
honesty, fairness, empathy, responsibility, and respect are very important in establishing the characters of the
Indonesian nation.
1. Pendahuluan
Kebudayaan Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang dimiliki oleh setiap
daerah. Banyak jenis-jenis wayang yang tumbuh berkembang di Indonesia, budaya Jawa
4
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, edisi ke-4, Departemen Pendidikan Nasional, 2012
Masa berikutnya yaitu pada jaman Jenggala, kegiatan penciptaan wayang semakin
berkembang. Semenjak Raja Jenggala Sri Lembuami luhur wafat, maka pemerintahan
dipegang oleh puteranya yang bernama Raden Panji Rawisrengga dan bergelar Sri
Suryawisesa. Semasa berkuasa Sri Suryawisesa giat menyempurnakan bentuk wayang Purwa.
Wayang-wayang hasil ciptaannya dikumpulkan dan disimpan dalam peti yang indah.
Sementara itu diciptakan pula pakem ceritera wayang Purwa. Setiap ada upacara penting di
istana diselenggarakan pagelaran Wayang Purwa dan Sri Suryawisesa sendiri bertindak
sebagal dalangnya. Para sanak keluarganya membantu pagelaran dan bertindak sebagai
penabuh gamelan. Pada masa itu pagelaran wayang Purwa sudah diiringi dengan gamelan
laras slendro. Setelah Sri Suryawisesa wafat, digantikan oleh puteranya yaitu Raden
Kudalaleyan yang bergelar Suryaamiluhur. Selama masa pemerintahannya beliau giat pula
menyempurnakan Wayang. Gambar-gambar wayang dari daun lontar hasil ciptaan leluhurnya
dipindahkan pada kertas dengan tetap mempertahankan bentuk yang ada pada daun lontar.
Dengan gambaran wayang yang dilukis pada kertas ini, setiap ada upacara penting di
lingkungan kraton diselenggarakan pagelaran wayang. Pada jaman Majapahit usaha
melukiskan gambaran wayang di atas kertas disempurnakan dengan ditambah bagian-bagian
kecil yang digulung menjadi satu. Wayang berbentuk gulungan tersebut, bilamana akan
dimainkan maka gulungan harus dibeber. Oleh karena itu wayang jenis ini biasa disebut
wayang Beber. Semenjak terciptanya wayang Beber tersebut terlihat pula bahwa lingkup
kesenian wayang tidak semata-mata merupakan kesenian Kraton, tetapi malah meluas ke
lingkungan diluar istana walaupun sifatnya masih sangat terbatas. Sejak itu masyarakat di
luar lingkungan kraton sempat pula ikut menikmati keindahannya. Bilamana pagelaran
dilakukan di dalam istana diiringi dengan gamelan laras slendro. Tetapi bilamana pagelaran
dilakukan di luar istana, maka iringannya hanya berupa Rebab dan lakonnya pun terbatas
pada lakon Murwakala, yaitu lakon khusus untuk upacara ruwatan. Pada masa pemerintahan
Raja Brawijaya terakhir, kebetulan sekali dikaruniai seorang putera yang mempunyai
Pada masa itu sementara pengikut agama Islam ada yang beranggapan bahwa
gamelan dan wayang adalah kesenian yang haram karena berbau Hindu. Timbulnya
perbedaan pandangan antara sikap menyenangi dan mengharamkan tersebut mempunyai
pengaruh yang sangat penting terhadap perkembangan kesenian wayang itu sendiri. Untuk
menghilangkan kesan yang serba berbau Hindu dan kesan pemujaan kepada arca, maka
timbul gagasan baru untuk menciptakan wayang dalam wujud baru dengan menghilangkan
wujud gambaran manusia. Berkat keuletan dan ketrampilan para pengikut Islam yang
menggemari kesenian wayang, terutama para Wali, berhasil menciptakan bentuk baru dari
Wayang Purwa dengan bahan kulit kerbau yang agak ditipiskan dengan wajah digambarkan
miring, ukuran tangan di-buat lebih panjang dari ukuran tangan manusia, sehingga sampai
dikaki. Wayang dari kulit kerbau ini diberi warna dasar putih yang dibuat dari campuran
bahan perekat dan tepung tulang, sedangkan pakaiannya dicat dengan tinta.
2. Tinjauan Teoritis
Menurut Koentjaraningrat (1984:102), kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tingkah laku, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan
diturunkan dari kata budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia. Kebudayaan
diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan akal atau pikiran manusia, sehingga dapat
menunjuk pada pola pikir, perilaku serta karya fisik sekelompok manusia. Koentjaraningrat
(1979: 203-204) membagi kebudayaan menjadi 7 unsur, diantaranya bahasa, sistem
pengetahuan, organisasi sosial, system peralatan hidup dan teknologi, sistem mata
pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian. Wayang adalah seni pertunjukan berupa drama
yang khas. Seni pertunjukan ini meliputi seni suara, seni sastra, seni musik, seni tutur, seni
rupa, dan lain-lain. Ada pihak beranggapan, bahwa pertunjukan wayang bukan sekedar
kesenian, tetapi mengandung lambang-lambang keramat. Sejak abad ke-19 sampai dengan
sekarang, Wayang telah menjadi pokok bahasan serta dideskripsikan oleh para ahli Kajian
tentang wayang, menghasilkan sejumlah disertasi dan tesis G.A.J Hazeu, Bijdrage tot de
Kennis van het Jayansche Tonnel (Leiden, 1879).
3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, menurut Nazir
(2005:54), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia,
suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada
masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat
4. Pembahasan
Dari beberapa jenis wayang yang ada di Indonesia, salah satu jenis wayang yang
dianggap istimewa yaitu Wayang Beber. Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul
dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah-daerah
tertentu di Pulau Jawa. Wayang beber adalah suatu pertunjukkan wayang dengan gambar-
gambar tersebut dipertunjukkan dengan cara dibentangkan. Dinamakan wayang Beber karena
berupa lembaran-lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh-tokoh dalam cerita
wayang seperti Mahabharata maupun Ramayana. Jenis pertunjukkan wayang dengan gambar-
gambar sebagai objek pertunjukkan. Gambar-gambar tersebut dilukiskan pada selembar
kertas atau kain, gambar dibuat dari satu adegan menyusul dengan adegan lain dan
diceritakan satu demi satu oleh Dalang. Dalam pertunjukkan, dalang menuturkan ceritera
dengan diiringi musik gamelan. Kertas atau kain yang dipergunakan berukuran lebar 1 meter
dan panjang 4 meter. Gambar-gambar Wayang Beber dilukis dengan teknik seni lukis
tradisional yang disebut sungging, secara cermat dan rumit. Satu cerita Wayang Beber
biasanya terdiri dari lima atau enam gulungan.
Pada masa Majapahit, ketika Jaka Susuruh menjadi raja Majapahit di Jawa Timur
pada tahun 1316 M, gulungan kertas wayang tersebut di setiap ujungnya diberikan tongkat
kayu panjang yang digunakan untuk menggulung cerita atau memperlihatkan cerita
selanjutnya. Tongkat kayu tersebut dapat dipegangi dengan tangan selama penceritaan atau
pun dimasukkan kedalam lubang yang disiapkan di kotak kayu tersebut. Saat itu orang-orang
mulai menyebutnya sebagi wayang beber (beber yang berarti membentangkan dan juga
menyingkap atau menjelaskan), yang hingga saat ini menjadi nama untuk jenis wayang beber.
Ketika pemerintahan Raja Brawijaya V (sekitar tahun 1378 M), sang raja memerintahkan
anaknya yang ke tujuh, Raden Sungging Prabangkara untuk belajar wayang dan juga untuk
menciptakan Wayang Beber Purwa yang baru. Bentuk yang baru tersebut menggunakan
beberapa macam warna, tidak seperti aslinya yang hanya berwarna hitam dan putih. Dalam
pelukisannya dapat dengan jelas membedakan antara raja dengan para punggawa. Raja
Brawijaya juga memerintahkan anaknya untuk membuat tiga set cerita yang terpisah, sebuah
cerita Panji di Jenggala, cerita Jaka Karebet di Majapahit dan satu lagi cerita Damarwulan.
Gambar yang terlukis dalam gulungan wayang beber itu bentuk wayangnya masih sama
seperti yang terlihat pada wayang beber di Bali pada saat ini.
Pada masa Kerajaan Demak tahun 1518 M, ketika itu mulai timbul kerajaan Islam di
Jawa dan mulai terjadi perubahan yang menentukan perkembangan wayang beber di masa
selanjutnya. Gambar-gambar yang ada di dalam wayang beber masih melukiskan karakter
dengan bentuk asli tubuh manusia. Hal tersebut dilarang dalam hukum fikih di dalam Islam.
10
11
Wayang Beber Pacitan asli yang saat ini kondisinya sudah sangat rapuh karena sudah
dipakai selama 14 keturunan. Wayang Beber ini terbuat dari kertas gedog (kertas Ponorogo).
Tokoh pewayangan dilukis menggunakan cat akrilik. Pentas Wayang Beber yang dilakukan
dalang didukung beberapa pengrawit yang masing-masing memainkan kendang, kenong dan
gong kempol, juga rebab. Selain itu, juga ada satu orang yang bertugas melakukan ritual
membakar dupa dan kemenyan selama pentas Wayang Beber. Tentang ritual pembakaran
kemenyan tersebut memang harus dilakukan karena memang sudah menjadi tradisi yang
12
Perbedaan paling mendasar yang terdapat antara Wayang Beber Pacitan dan Wayang
Beber Wonosari adalah pada posisi Dalang-nya, jika pada versi Wonosari posisi Dalang
berada di depan Wayang Beber, sedangkan jika versi Pacitan posisi Dalang berada di
belakang Wayang Beber. Namun perbedaaan kedua-nya tidak menjadikan suatu hal yang
begitu prinsip dalam pelestarian budaya dari Wayang Beber itu sendiri, baik Versi Wonosari
13
14
Wayang Beber Metropolitan menggunakan alat musik modern berupa keyboard dan
dua penyanyi sebagai sinden dan penyanyi latar. Penggunaan alat modern tersebut dalam
rangka penyesuaian dengan keadaaan dan situasi masa kini. Keyboard yang digunakan dalam
pementasan untuk memainkan musik campursari populer. Cerita yang dibawakan dalam
pementasan tidak lagi menggunakan Panji itu sebagai sebuah narasi penceritaan, tapi hanya
spirit Panji itu masih melekat dalam bentuk gambar dan penceritaannya. Karena pesan
tentang Panji itu adalah hilangnya cinta kasih, lalu mencoba untuk bangkitkan hal itu melalui
sebuah kesadaran kritik sosial. Seperti hilangnya pasar tradisi yang diganti dengan mal yang
lebih kearah sosial.
15
2
Bagyo Suharyono. 2005. Wayang Beber Wonosari. Wonogiri: Bina Citra Pustaka
3
G.A.J. Hazeu, op cit., hlm. 5-6.
16
Gambar-gambar Wayang Beber dibuat dengan teknik sungging yang baik, teliti dan
rumit. Bentuk figur manusia dibuat dengan penggayaan (stilasi), figur tokoh ceritera tampak
lebih besar dibanding figur yang bukan tokoh ceritera. Bentuk muka dibuat setengah miring,
bentuk tubuh diperpanjang (didistorsi). Pewarnaan digunakan bahan warna sungging
tradisional, perbedaan warna menggunakan oerbedaan bertingkat (gradasi-saratan), garis-
garis dibuat lembut dan rumit seperti arsir panjang dan arsir pendek, titik-titik, sembulihan
(meander), dan ikal. Bahan warna dari adonan warna tradisi dan perekat ancur lempeng yaitu
perekat dari lendir ikan laut yang dibuat oleh orang-orang dari daerah Gresik.
Perekat ancur lempeng ini dicairkan dengan air basa jangkang kepuh yaitu kulit sabut
buah kepuh. Basa sabut buah kepuh ini dalam bahasa Jawa disebut londho jangkang kepuh.
Cara membuat basa ini dengan membakar sabut buah kepuh atau jangkang kepuh sampai
membara, kemudian diseduh dengan air bersih. Cairan seduhan ini menjadi air basa yang
disebut londho jangkang kepuh. Perekat ancur lempeng yang berwujud sayatan tipis yang
kering (seperti keripik) akan mencair bila dilarutkan pada air basa dan akan menjadi cairan
perekat yang kuat. Sifat perekat ini waktu basah luntur atau larut oleh air, tetapi sesudah
kering akan tahan air dan tidak luntur. Pada cat modern, pewarna yang bersifat demikian
disebut akrilik. Bahan warna yang dipakai sebagai bubuk warna juga bahan warna tradisi.
Bahkan warna hitam dibuat dari jelaga lampu minyak tanah, jelaga dalam bahasa Jawa
disebut langes atau sulang lampu minyak. Warna putih dari bubuk arang tulang, terbuat dari
tulang yang dibakar dengan cara pembakaran arang. Kemudian arang tulang ditumbuk halus,
akan dihasilkan serbuk warna putih. Warna merah dari bahan warna gincu, khusus bubuk
warna merah ini asalnya dari negeri Cina. Selain untuk menyungging bahan warna merah ini
juga dipakai untuk kosmetika pemerah pipi, juga biasa digunakan sebagai bahan warna untuk
cat bangunan Cina, seperti kelenteng, rumah-rumah Cina, bangunan dan peralatan rumah
tangga, serta meubel Cina.
18
19
Urutan pertunjukkan :
Seluruh pertunjukkan diiringi dengan seperangkat gamelan Slendro yang terdiri dari
rebab, kendang batangan, ketuk berlaras dua, kenong, gong besar, gong susukan, kempul.
Penabuhnya cukup 4 orang saja yakni sebagai penggesek rebab, petigendang, penabuh ketuk
kenong, dan penabuh kempul serta gong. Patet yang digunakan hanya patet nem dan patet
sanga.Lama pementasan hanya sekitar satu setengah jam saja, dapat dilakukan siang hari
ataupun malam hari. Setiap pagelaran wayang beber harus ada sesaji yang terdiri dari
kembang boreh, ketan yang ditumbuk halus, tumpeng dan panggang ayam, ayam hidup, jajan
20
21
Nilai falsafah dalam Wayang Beber. Filsafat dan wayang, keduanya tidak dapat
dipisahkan. Berbicara tentang wayang berarti kita berfilsafat. Wayang adalah filsafat Jawa.
Karena wayang mengambil ajaran-ajarannya dari sumber sistem-sistem kepercayaan, wayang
pun menawarkan berbagai macam filsafat hidup yang bersumber pada sistem-sistem
kepercayaan tersebut.
1. Etika
Bidang yang bersifat normatif, yang bersangkut paut dengan kesusilaan (akhlak, moral),
merupakan salah satu bidang filsafat yang disebut etik atau etika. Dalam hal ini, etik memberi
nilai buruk atau baik atas perbuatan seseorang. Dengan demikian, etik atau etika (ethice),
merupakan filsafat tingkah laku yang di dalamnya memuat perihal penilaian, yaitu penilaian
terhadap tindakan yang dapat dikatakan baik atau buruk berdasarkan ukuran-ukuran tertentu.
Hal ini sesuai dengan konsep etika menurut wayang yakni mendidik manusia ke arah tingkah
laku yang sempurna, yang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
2. Estetika
Estetika (estetis) adalah cabang filsafat yang mempersoalkan seni (art) dan keindahan
(beauty). Istilah art (seni) berarti seni, keterampilan, ilmu, atau kecakapan. Keindahan atau
estetika merupakan bagian dari sebuah filsafat, sebuah ilmu yang berintikan logika, estetika,
metafisika, dan epistemologi. Batasan keindahan sulit dirumuskan. Karena keindahan itu
abstrak, identik dengan kebenaran. Maka batas keindahan pada sesuatu yang indah, dan
bukannya pada “keindahan sendiri”.
Nilai – nilai universal yang terkandung dalam wayang seperti kejujuran, keadilan,
empati, tanggungjawab, dan saling menghargai sangat penting dalam membangun karakter
bangsa Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, wayang seringkali dijadikan rujukan nilai. Salah
22
5. Kesimpulan
Wayang yang tumbuh dan berkembang di Indonesia banyak jenisnya. Penamaan dan
penyebutan wayang sederhana sifatnya, hal ini sesuai dengan latar belakang keberadaan serta
referensi wayang tersebut, seperti penamaan wayang berdasar pada sumber cerita, bahan
boneka, daerah asal dan penyebaran, fungsinya, dan unsur yang dominan dalam pertunjukan
wayang.
Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa
pra Islam dan masih berkembang di daerah-daerah tertentu di Pulau Jawa. Dinamakan
wayang Beber karena berupa lembaran lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh
tokoh dalam cerita wayang seperti Mahabharata maupun Ramayana. Jenis pertunjukkan
wayang dengan gambar-gambar sebagai objek pertunjukkan. Gambar-gambar tersebut
dilukiskan pada selembar kertas atau kain, gambar dibuat dari satu adegan menyusul dengan
23
Nilai seni yang terdapat dalam Wayang Beber adalah seni drama, seni musik, seni
sastra, seni lukis. Seni drama dapat dilihat melalui prtunjukan wayang secara langsung. Seni
drama merupakan sebuah kesenian dimana terdapat narasi, dan dialog antar tokoh. Apabila
wayang dimainkan maka terdapat aspek-aspek tersebut. Seni musik yang terdapat dalam
wayang adalah suara dentingan gamelan dan nyanyian yang dinyanyikan oleh sinden atau
terkadang oleh dalang. Nilai – nilai universal yang terkandung dalam wayang seperti
kejujuran, keadilan, empati, tanggungjawab, dan saling menghargai sangat penting dalam
membangun karakter bangsa Indonesia. Nilai-nilai religi tersebut terdapat didalam bentuk
boneka, sastra, pertujukan dan penari-penari wayang. Contoh konkrit terdapatnya nilai-nilai
religi dalam wayang adalah penggunaan wayang sebagai salah satu perangkat upacara.
Seperti pada upacara ruwatan wayang digunakan sebagai sarana pembuangan bala atau
kesialan dengan cara diadakan pertunjukan wayang. Mewariskan dan menginternalisasi nilai-
nilai khasanah kebudayaan Jawa, sarana yang efektif, yakni melalui wayang. Wayang dalam
kehidupan sangatlah penting terutama dalam memahami karakter dan nilai-nilai kehidupan
masyarakat Jawa. Wayang sebagai tradisi sangat penting karena dalam wayang terkandung
nilai-nilai yang menyangkut religi, falsafah hidup, dan seni yang mengakar pada jiwa orang
jawa, sehingga dapat membentuk kepribadian yang luhur.
24
25
Buku
Guritno, Pandam. 1989. Wayang Kebudayaan Indonesia dan Pancasila. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Hazeu, G.A.J. 1987. Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Toneel. Leiden: E.J. Brill.
Hazeu, G.A.J. 1902. Eine Wajang Beber Vorstellung in Jogjakarta. Batavia: Notulen van
Directie Vergadering van het Bataviaasch Genootschap van Kunsteen en
Wetenschappen.
Heru S Sudjarwo, dkk. 2010. Rupa & Karakter Wayang Purwa: Dewa, Ramayana,
Mahabharata. Jakarta: Kaki Langit Kencana.
Koentjaraningrat. 1969. Pengantar Antropologi. Jakarta: P.D. Aksara.
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Murtiyoso, Bambang, dkk. 2004. Pertumbuhan dan Perkembangan Seni Pertunjukkan
Wayang. Surakarta: Citra Etnika Surakarta.
Nazir, Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Suharyono, Bagyo. 2005. Wayang Beber Wonosari. Wonogiri: Bina Citra Pustaka
Sujamto. 1992. Wayang dan Budaya Jawa. Semarang: Effharr dan Dahara Prize.
Sumber Internet
Sejarah Wayang Beber (2011) (http://jogjanews.com/sejarah-wayang-beber-digunakan-
untuk-menaklukan-musuh, diakses 24 November 2013)
The Metamorphosis of Wayang Beber (2013)
(http://www.thejakartapost.com/news/2013/04/19/the-metamorphosis-wayang-
beber.html, diakses 6 januari 2014)
Wayang Beber (2012) (http://sosbud.kompasiana.com/2012/10/24/wayang-beber-yang-muda-
yang-melestarikan-budaya-498124.html, diakses 04 Desember 2013)
Wayang Beber (2011) (http://eka-sulistiana.blogspot.com/2011/12/wayang-beber.html,
diakses 6 januari 2014)
Artikel Jurnal
Darmoko. Wayang dan Negara: Sebuah Tinjauan Simbolik Ideologi-Politik. 8 Juli 2012
Sudrajat, Unggul. 2011. Wayang Beber Pacitan, Melangkah Menuju Beberologi.
26
27