PENDAHULUAN
Seiring dengan kemajuan bangsa, baik dibidang teknologi, pertanian, ekonomi, dan
sebagainya, kemajuan ilmu keperawatan dan kedokteran telah berhasil menurunkan
beberapa penyakit menular atau infeksi. Penyakit infeksi dan malnutrisi sudah
semakin berkurang sementara penyakit-penyakit tidak menular seperti
degenerative, kanker, gangguan jiwa salah satunya dan lainnya semakin meningkat.
Sekitar 300 juta orang di dunia mengalami depresi dan sekitar 60 juta orang
mengalami gangguan afek bipolar. Gangguan mental berat seperti skizofrenia
dialami sekitar 21 juta orang di dunia. Gangguan fungsi kognitif seperti demensia
dialami oleh 47,5 juta orang. Beban karena gangguan mental ini terus bertumbuh
dengan dampak yang nyata pada kesehatan, sosial, hak-hak manusia serta ekonomi
di semua negara di dunia (World Health Organisasi, 2017).
1
ternyata 14% di antaranya atau sekira 56.800 orang pernah atau sedang dipasung.
Angka pemasungan di pedesaan adalah sebesar 17,7%. Angka ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan angka di perkotaan, yaitu sebesar 10,7% (Riskesdas, 2018).
Warga di Kabupaten Tegal yang menderita gangguan kejiwaan pada tahun 2017
tercatat 1.161 jiwa. Dari jumlah tersebut 863 orang mengalami gangguan jiwa
ringan, sedangkan 244 orang mengalami gangguan jiwa berat. Kepala Dinkes
Kabupaten Tegal melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
(P2P), Kiswandi menyebutkan bahwa penderita paling banyak di wilayah
Puskesmas Slawi dengan jumlah 140 orang. Dari jumlah tersebut, 81 orang
terdeteksi mengalami gangguan jiwa ringan dan 59 orang terdeteksi gangguan jiwa
berat. Jumlah penderita gangguan jiwa di Slawi terus bertambah. Saat ini tercatat
jumlah penderitanya mencapai 204 orang. Penanganan penderita gangguan jiwa
dilakukan oleh Puskesmas dan rumah sakit (Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal,
2018).
Ada banyak faktor yang memengaruhi kondisi kesehatan jiwa seseorang. Berbagai
faktor sosial, psikologi, dan biologi menentukan tingkat kesehatan mental
seseorang. Sebagai contoh, kekerasan dan tekanan sosio-ekonomi yang persistem
diketahui menjadi faktor risiko terhadap kesehatan jiwa. Bukti paling nyata
berhubungan dengan kekerasan seksual. Rendahnya kesehatan jiwa juga
berhubungan dengan perubahan sosial yang cepat, kondisi kerja yang penuh
tekanan, diskriminasi gender, ekslusi sosial, gaya hidup tidak sehat, fisik yang sakit
serta pelanggaran hak azasi manusia. Ada faktor-faktor spesifik psikologi dan
kepribadian yang menyebabkan orang rentan terhadap permasalahan kesehatan
jiwa. Risiko biologi termasuk faktor genetik juga turut ambil andil (World Health
Organisasi, 2018).
2
perawatan kesehatan jiwa di masyarakat, pendidikan masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan jiwa, keterlibatan peran serta
masyarakat umum, tenaga kesehatan, sukarelawan, keluarga, tenaga pendidik,
penetapan kebijakan nasional, program dan peraturan perundang-undangan yang
tepat, pengembangan sumber daya manusia (psikiater), kerjasama lintas sektor
(pendidikan, sosial, hukum, dsb), pemantauan kesehatan di masyarakat, dukungan
terhadap penelitian-penelitian di bidang biologi dan psikososial kesehatan jiwa.
Namun distribusi tenaga layanan kesehatan jiwa yang terbatas dan tidak merata
menjadi kendala penuntasan masalah ini. Hal ini juga diperburuk dengan kurangnya
peminat dan lokasi tugas para tenaga kesehatan jiwa yang berpindah-pindah
menyebabkan putusnya rantai akses perawatan dan pengobatan ODGJ yang
memerlukan terapi jangka panjang (Kemenkes, 2017).
Gangguan jiwa itu bermacam-macam dapat bersumber dari hubungan tidak baik
dengan seseorang atau perasaan tidak memuaskan terhadap seseorang seperti
perlakuan tidak adil, semena-mena, cinta tidak terbalas, kehilangan seseorang,
kehilangan pekerjaan, dan lainnya. Faktor-faktor mempengaruhi kejadian
gangguan jiwa terdiri dari faktor biologis, psikologis, dan sosial budaya yang sering
terjadi (Maramis, 1994).
Faktor genetik termasuk dalam faktor somatik atau biologis berupa riwayat
keluarga juga berperan sebagai faktor risiko kejadian gangguan jiwa. Faktor
psikososial yang berhubungan dengan kejadian gangguan jiwa diantaranya adalah
stresor psikososial, seperti persaingan antar saudara kandung, hubungan sosial,
depresi seperti rasa malu atau rasa bersalah, dan tingkat perkembangan emosi.
Faktor sosio-demografi seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status,
pekerjaan, status ekonomi dan status perkawinan juga berperan terhadap timbulnya
gangguan kesehatan mental (Yosep, 2014).
3
mempunyai peran besar dalam menentukan terjadinya gangguan jiwa. Faktor
genetik tersebut mempunyai pengaruh lebih besar dibandingkan dengan pengaruh
lingkungan. Saudara kandung memiliki risiko 8%, anak dengan salah satu orang tua
penderita gangguan jiwa memiliki risiko 12%, dan anak dengan kedua orang tua
penderita gangguan jiwa memiliki risiko 40% (Sulistya, 2014).
Hubungan sebagai ayah, ibu, saudara atau anak dari penderita gangguan jiwa
memiliki kecenderungan berisiko 10%, sedangkan keponakan atau cucu berisiko 2-
4%. Individu yang memiliki hubungan kembar identik dengan klien yang
mengalami gangguan jiwa memiliki risiko 46-48%, sedangkan kembar dizygot
memiliki risiko 14-17%. Faktor genetik tersebut sangat ditunjang dengan pola asuh
keluarga, sesuai dengan pengalaman yang dimiliki oleh anggota keluarga klien
yang mengalami gangguan jiwa (Direja, 2011).
4
1.2 TUJUAN PENELITIAN
2.1.1 Tujuan Umum
Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat dan membantu bagi responden
terutama ataupun bagi penderita gangguan jiwa di luar sana.
1.3.2 Keilmuan
1.3.3 Metodologis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan-bahan penelitian lebih lanjut guna
menambah wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat, tenaga medis, dan lain-lain
yang berkelut dalam bidang psikolog dapat mengaplikasikan ilmunya dalam
pencegahan penyakit gangguan jiwa dalam keluarga.