Anda di halaman 1dari 29

PREEKLAMSIA

1) Definisi Preeklamsi

Preeklamsi adalah suatu kondisi spesifik kehamilan, setelah umur


kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan pada wanita yang
sebelumnya memiliki tekanan darah normal. Umumnya terjadi pada trimester
ke III, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih di atas tekanan
yang biasanya, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Tekanan sistolik
meningkat lebih 15 mmHg atau lebih atau mencapai 90 mmHg dan adanya
300 mg atau lebih protein urine per 24 jam atau 30 mg/dL (1+ pada dipstik)
dalam sampel urine acak. Derajat proteinuria dapat sangat berfluktuasi dalam
periode 24 jam(Prawiroharjo, 2009)(Bobak, 2004)(Leveno, 2009).

2) Etiologi

Teori tentang etiologi preeklamsi meliputi mekanisme imunologis,


predisposisi genetik, defisiensi diet, keberadaan senyawa vasoaktif, dan
disfungsi endotelial. Beberapa ahli berpendapat bahwa plasentasi abnormal
berperan dalam hal ini. Pada kehamilan normal, arteri spiral plasenta
membentang melalui sepertiga dinding miometrium. Pada kehamilan
preeklamsi, arteri spiral plasenta tidak cukup kuat menginvasi dinding uterus
(Sinclair, 2009).Penyebab timbulnya preeklampsia pada ibu hamil belum
diketahuisecara pasti, tetapi pada umumnya disebabkan oleh vasospasme
arteriola (Maryunani, 2009).

Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.


Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba
menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut (penyakit teori), namun
belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Adapun teori-teori
tersebut menurut(Prawiroharjo, 2009) adalah :

1. Teori genetik

6
Berdasarkan teori ini, komplikasi hipertensi pada kehamilan dapat
diturunkan pada anak perempuannya sehingga sering terjadi hipertensi
sebagai komplikasi kehamilannya.
2. Teori imunologis
Hasil konsepsi merupakan allegraf atau benda asing tidak murni
karena sebagian genetiknya berasal dari sel maternal, sehingga sebagian
besar kehamilan berhasil dengan baik sampai aterm dan mencapai well
health mother dan well born baby. Unsure benda asing hanya berasal dari
pihak suami sehingga terdapat beberapa kemungkinan terhadap hasil
konsepsi:
a. Terjadi adaptasi sempurna
b. Terjadi penolakan total terhadap hasil konsepsi
c. Terjadi kegagalan invasi-migrasi sel trofoblas masuk ke dalam arteri
miometrium. Hal ini dapat menyebabkan arterioli tidak dipengaruhi
oleh sistem hormonal plasenta untuk dapat mendukung tumbuh
kembang janin dalam rahim.
3. Teori iskemia region uteroplasenter
Teori ini merupakan teori yang sekarang dipakai sebagai penyebab
preeclampsia. Seperti dikemukakan bahwa pada kehamilan normal, arteria
spiralis yang terdapat pada desidua mengalami pergantian sel dengan
trofoblas endovascular yang akan menjamin lumennya tetap terbuka untuk
memberikan aliran darah tetap, nutrisi cukup dan O2 seimbang. Destruksi
penggantian ini seharusnya pada trimester pertama, yaitu minggu ke 16
dengan perkiraan pembentukan plasenta telah berakhir.
Invasi endovascular trofoblas terus berlangsung pada trimester
kedua dan masuk ke dalam arteria miometrium. Hal ini menyebabkan
pelebaran dan tetap terbukanya arteri sehingga kelangsungan aliran darah,
nutrisi dan O2 tetap terjamin. Hal tersebut diperlukan untuk tumbuh
kembang janin dalam rahim.
Invasi trimester kedua pada preeklamsia dan eklamsia tidak terjadi
sehingga hambatan pada saat memerlukan tambahan aliran darah untuk
memberikan nutrisi dan O2 dan menimbulkan situasi iskemia regio

7
uteroplasenter pada sekitar minggu ke-20. Keadaan ini dapat menerangkan
bahwa preeklamsia-eklamsia baru akan terjadi mulai minggu ke-20
kehamilan
Pada kehamilan normal terjadi pembentukan prostasiklin dominan
oleh plasenta, khususnya endothelium pembuluh darah dan korteks renalis.
Dengan dominannya prostasiklin, vasodilatasi pembuluh darah akan
terjadi sehingga aliran darah menuju sirkulasi retroplasenter terjamin
untuk memberikan nutrisi dan O2.
Selain itu, dibentuk juga tromboksan A2 oleh sel trofoblas dan
trombosit yang berfungsi menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah.
Oleh karena itu, autoregulasi aliran darah menuju sirkulasi retroplasenter
dikendalikan oleh perimbangan prostasiklin (vasodilatasi) dan tromboksan
A2 (vasoknstriksi) sehingga aliran darah relative konstan.
4. Teori kerusakan endotel pembuluh darah
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting
dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin dilepaskan oleh
sel endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan
dalam darah wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar
fibronektin sudah dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar
fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan
5. Teori diet
Peranan kalsium dalam hipertensi dalam kehamilan sangat penting
diperhatikan karena kekurangan kalsium dalam diet dapat memicu
terjadinya hipertensi. Kalsium berfungsi untuk membantu pertumbuhan
tulang dan janin, mempertahankan konsentrasi dalam darah pada aktivitas
kontraksi otot. Kontraksi otot pembuluh darah sangat penting karena dapat
mempertahankan tekanan darah. Kekurangan kalsium berkepanjangan
akan menyebabkan ditariknya kalsium dari tulang dan otot. Keluarnya
kalsium dari otot dapat menimbulkan:
a. Kelemahan otot jantung yang melemahkan stroke volume
b. Kelemahan otot pembuluh darah yang menimbulkan vasokonstriksi
sehingga terjadi hipertensi.

8
3) Manifestasi klinik
Menurut(Bobak, 2004)(Sinclair, 2009):
1. Pre Eklamsia Ringan
a. Bila tekanan sistolik > 140mmHg kenaikan 30 mmHg di atas tekanan
biasa, tekanan diastolic 90mmHg, kenaikan 14mmHg diatas tekanan
biasa,tekanan darah yang meninggi ini sekurangnya diukur 2x dengan
jarak 6jam.
b. Proteinuria sebesar 300mg/dl dalam 24 jam atau > 1gr/I secara random
ddengan memakai contoh urin siang hari yang dikumpulkan pada dua
waktu dengan jarak 6jam karena kehilangan protein adalah variasi
c. Edema dependent, bengkak dimata, wajah, jari, bunyi pulmonal tidak
terdengar. Edema timbul dengan didahului penambahan berat badan
1/2kg/> 1 kg dalam seminggu atau lebih. Tambahan berat badan yang
banyak ini disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian baru
edema namapak, edema ini tidak hilang dengan istirahat
2. Pre eklamsia berat
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160mmHg dan diastolic > 110mmHg pada 2
kali pemeriksaan yang setidaknya berjarak 6 jam dengan ibu posisi
tirah baring
b. Proteinuria ≥ 5gr dalam urine 24 jam atau > +3 pada pemeriksaan
diagnostic setidaknya pada 2 kali pemriksaan acak menggunakan
contoh urin yang diperoleh cara bersih dan berjarak setidaknya 4 jam
c. Oliguria < 400ml dalam 24jam
d. Gangguan otak atau gangguan penglihatan
e. Nyeri ulu hati
f. Edema paru atau sianosis
3. Eklamsia
a. Kejang-kejang/ koma
b. Nyeri kepala didaerah frontal
c. Nyeri epigastrium
d. Penglihatan semakin kabur
e. Mual, muntah

9
4) Patofisiologi
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai
denganretensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat
arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian
sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika
semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan
naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan
dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan
oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum
diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat
disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus
Mochtar,1998 dalam (Rini, 2009).
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah terbentuknya angiotensin atau
renin yang bisa mengubah angiotensi I dan II atau angiotensin converting
enzyme (ACE). ACE memgang peran fisiologis yang penting dalam mengatur
tekanan darah, mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon renin akan diubah angiotensin I yang terdapat di
ginjal. Kemudian diubah lagi menjadi angiotensin II oleh ACE yang terdapat
di paru-paru, angiotensin II inilah yang memiliki peranan dalam menaikan
tekanan darah abidin, 2009 dalam(Kustiyaningrum, 2012). Selain itu, adanya
terdapat volume cairan ekstraseluler akan diencerkan dengan menarik cairan
meningkatkan terjadinya diuresis. Akibatnya, volume meningkat yang pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan darah Suheimi, 2009 dalam
(Kustiyaningrum, 2012).

5) Penatalaksanaan

Menurut(Bobak, 2004), (Prawiroharjo, 2009):


1. Tujuan pengobatan
a. Menurunkan tekanan darah dan menghasilkan vasopasme
b. Mencegah terjadinya eklamsia
c. Anak hidup dengan memungkinkan hidup yang besar

10
d. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit jangan sampai
menyebabkan penyakit pada kehamilan dan persalinan berikutnya
e. ,mencegah timbulnya kejang
f. Mencegah hipertensi yang menetap
2. Dasar pengobatan
a. Istirahat
b. Diet rendah garam
c. Obat-obat anti hipertensi
d. Luminal 100mg (IM)
e. Sedative (untuk mencagah timbulnya kejang)
f. Induksi persalinan
3. Pengobatan jalan (di rumah)
a. TD ≤ 140/90mmHg
b. Proteinuria positif kuat
c. Penambahan berat badan 1kg/lebih dalam 1 minggu harus dilakukan
observasi yang teliti.
d. Sakit kepala, gejala, penglihatan dan edema jaringan dan kelopak
mata
e. Berat badan ditimbang 2x sehari
f. TD diukur 4jam sekali
g. Cairan yang masuk dan keluar di catat
h. Pemeriksaan urine tiap hari, proteinuria ditentukan kuantitatif
i. Pemeriksaan darah
j. Makanan yang sedikit mengandung garam
k. Sebagai pengobatan diberikan luminal 4x30MgSO4 kalau ada edema
dapat diberikan NH4CI + 4gr sehari tapi jangan lebih dari 3 hari.
6) Seksio Sesaria
Bedah sesar/Sectio Sesareaadalah prosespersalinan buatan dengan
melalui pembedahan dimana irisan dilakukan di perut ibu (laparatomi)
dan rahim (histerotomi) untuk mengeluarkan bayi beserta plasenta dan selaput
ketuban secara transabdominal. Bedah caesar umumnya dilakukan ketika
proses persalinan normal melalui vagina tidak memungkinkan karena berisiko

11
kepada komplikasi medis lainnya(Leveno, 2009)(Benson, 2008)
(Prawiroharjo, 2009).

7) Etiologi
Indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor
sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea
sebagai berikut(Manuaba, 2002).
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul
merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul
yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir
secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-
ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar

12
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul,
kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni
presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi
bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki.

13
Selain itu dikatakan oleh (Prawirohardjo, 2007) indikasi dilakukannya
seksio sesarea adalah :
a. Indikasi ibu
1. Panggul sempit absolut
2. Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3. Stenosis serviks/vagina
4. Plasenta previa
5. Disproporsi sefalopelvik.
6. Ruptura uteri membakar.
b. Indikasi janin
1. Kelainan letak
2. Gawat janin
Pada umumnya seksio sesare ini tidak dilakukan pada :
1. Janin mati
2. Syok, anemia berat, sebelum dilatasi
3. Kelainan kongenital berat
Menurut (Masriroh, 2013) indikasi dari bedah sesarea adalah :
1. Disproporsi antara panggul dengan kepala.
2. Plasenta previa tingkat mayor.
3. Kehamilan kembar dengan 3 fetus atau lebih.
4. Malpresentasi
Beberapa kemungkinan indikasi yang ada :
1. Primigravida dan tak jarang juga multigravida dengan presentasi
sugsang.
2. Kehamilan menengah dan hebat yang dipengaruhi oleh hipertensi.
3. Diabetes melitus.
4. Keterlambatan pertumbuhan dalam uterus.
5. Antaprtum, hemorrhage/pendarahan sebelum melahirkan.
6. Persalinan melalui bedah sesarea sebelumnya

14
Skema 2.1 Pathway Post Sectio Caesarea
Hamil Letak Lintang Pembedahan Sectio Caesarea

Post Sectio caesarea

Perubahan Psikologis Perubahan Fisiologis

Taking In Taking In Letting Go Luka operasi Sistem Endokrin Sistem Reproduksi

Butuh pelayanan Baelajar baru dan Mampu Jaringan terputus Progesteron dan
dan perlindungan mengalami menyesuaikan estrogen menurun Uterus Ovarium
perubahan dengan keluarga
Jaringan terbuka
Adanya Prolaktin dan oksitosin Kontraksi kuat Tidak Peningkatan FSH
kelemahan fisik meningkat dan LH
Kurang informasi adekuat
(lemas, pusing) Perubahan
Peran Proteksi tubuh
menurun Pelepasan desidua
Produksi ASI Menstruasi
Perdarahah
Defisit meningkat
Kurang
Perawatan diri
Pengetahuan Port de entrée Lochea
Persiapan KB
kuman
Isapan bayi kuat
Lochea stasis
Tuntutan anggota baru Kekurangan vol
Resti Infeksi
Hb
cairan & elektrolit
Perawatan payudara
Bayi menangis adekuat Resti Infeksi
Kurang O2
Nyeri Resiko syok
hipovolemik
Gangguan Pola Tidur Laktasi efektif Bengkak
Kelemahan

Sumber: (Mitayani, 2009); (Nurarif & Kusuma, Gangguan rasa nyaman Potensial Keefektifan Ketidak efektifan Resiko kurang
2015); (Doengoes & moorhouse, 2001) Pemberian ASI pemberian ASI perawatan diri

15
8) Jenis Sesio Sesarea (Prawirohardjo, 2007).
1. Seksio sesarea klasik : pembedahan secara Sanger
2. Seksio sesarea transperitoneal profunda (supra cervikals = lower segmen
caesarean section).
3. Seksio sesarea diikuti dengan histerektomi (caesarean hysterectomy =
seksio histerektomi).
4. Seksio sesarea ekstraperitoneal.
5. Seksio sesarea vaginal.
9) Komplikasi
Menurut Manuaba (2002) dibagi atas :
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat,
misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi
apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi
intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi
terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah,
tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil
dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama
sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC
transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi - komplikasi lain Menurut Bobak (2005) seperti :
1. Luka kandung kemih
2. Embolisme paru – paru
3. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang
kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih
banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klas

16
10) Nifas

Merupakan masa puerperium atau masa nifas/dimulai setelah partus


selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital baru
pulih kembali seperti sebelum kehamilan dalam waktu tiga buan
(Wiknjosastro, 1999). Mochtar, R (2000) dan Saifudin, A.B. dkk (2001) juga
mengakatan bahwa masa nifas adalah masa pulih kembali mulai dari
persalinan sampai alat-alat kandungan kembali seperti prs-hamil, yaitu kira-
kira 6-8 minggu (Indiyani, 2013).

11) involusi alat-alat kandungan

Dalam masa nifas alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan


berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan semula sebelum hamil.
Perubahan-perubahan alat-alat genitalia ini dlam keseluruhannya disebut
involusi (Indiyani, 2013) :

1. Uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya
kembali seperti sebelum hamil. Tinggi fundus uteri dan berat uterus
menurut masa involusi adalah saat bayi baru lahir TFU setinggi pusat
dengan berat 1000gr, saat plasenta lahir TFU dua jari dibawah pusat
dengan berat 750gr, satu minggu setelah melahirkan TFU pertengahan
pusat sympisis dengan berat 500gr, dua minggu setelah bersalin TFU tidak
teraba diatas sympisis dengan berat 350gr, enam minggu setelah
melahirkan TFU bertambah kecil dengan berat 50gr dan setelah delapan
minggu TFU sebesar normal dengan berat 30gr.
2. Bekas implantasi plasenta
Plasental bed mengecil karen kontraksi dan menonjol ke kavum uteri
dengan diameter 7,5cm. Sesudah dua minggu menjadi 3,5cm pada minggu
ke enam 2,4cm dan akhirnya pulih
3. Luka-luka pada jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-
7 hari.

17
4. Rasa sakit
Rasa sakit yang disebut after pain disebabkan kontraksi rahim, biasanya
berlangsung 2-4 hari pasc persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu
mengenai hal ini dan biala terlalu menganggu dapat diberikan obat anti
sakit dan mulas.
5. Lochea
Lochea adalah cairan sekrek yang berasal dari kafum uteri dan vagina
selam masa nifas. Macam-macam lochea antara lain, lochea lubra
(cruenta) berisi darah segar sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel decidua
verniks kaseosa lanugo dan mekoneum selama dua hari pasca persalinan.
Lochea sanguinolenta berawarna merah kuning berisi darah dan lendir hari
ketiga sampai ke tujuh pasca persalinan. Lochea serosa berwarna kuning,
cairan tidak berdarah lagi pada hari 7-14 pasca persalinan. Lochea alba,
yaitu cairan putih setelah 2 minggu pasca persalinan, lochea purulenta bila
terjadi infeksi.
6. Serviks
Setelah persalinan bentuk serviks agak menganga seperti corong berwarna
kehitaman. Konsistensinya, lunak kadang-kadang terdapat perlukaan kecil.
Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk ronggo rahim, setelah dua jam
dapat dialalui dua sampai tiga jari dan setelah tujuh hari hanya dapat
dilalui satu jari.
7. Ligamen-ligamen
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali
sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi
karena ligamentum rotundum menjadi kendor.

12) Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas


Menurut Bobak dkk, 2004 Selama hamil, terjadi perubahan pada
sistem tubuh wanita, diantaranya terjadi perubahan
pada sistem reproduksi, sistem pencernaan, sistem perkemihan, sistem
musculoskeletal, sistem endokrin, sistem kardiovaskuler, sistem

18
hematologi, dan perubahan pada tanda-tanda vital. Pada masa postpartum
perubahan-perubahan tersebut akan kembali menjadi seperti saat sebelum
hamil. Adapun perubahannya adalah sebagai berikut :
1. System reproduksi
1) Involusi uteri
Terjadi segera setelah melahirkan dan berlangsung cepat.
Dalam 12 jam pertama setelah melahirkan fundus uteri teraba satu
cm dibawah pusat, lima sampai enam minggu kemudian kembali ke
dalam ukuran tidak hamil. Dinding endometrium pada bekas
implantasi plasenta pada lapisan superfisial akan mengalami
nekrotik dan akan keluar cairan berupa sekret sebagai lochea. Luka
bekas implantasi plasenta akan sembuh sempurna sekitar enam
minggu setelah kelahiran (Bobak dkk., 2004). Kegagalan
penyembuhan tempat menempelnya plasenta dapat menyebabkan
pengeluaran lochea terus menerus, perdarahan pervaginam tanpa
nyeri. Menyusui dan mobilisasi menyebabkan ekskresi lochea
sedikit lebih banyak dibandingkan posisi tidur saja, karena itu
menyusui dan mobilisasi dini yang disertai asupan nutrisi yang
adekuat mempercepat proses involusi uteri.
a. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
1. Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang
tumbuh karena adanya hiperplasi, dan jaringan otot yang
membesar menjadi lebih panjang sepuluh kali dan menjadi
lima kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil akan susut
kembali mencapai keadaan semula. Penghancuran jaringan
tersebut akan diserap oleh darah kemudian dikeluarkan oleh
ginjal yang menyebabkan ibu mengalami beser kencing
setelah melahirkan (Bobak, 2004)
2. Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari
otot-otot setelah anak lahir yang diperlukan untuk menjepit
pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan
plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang

19
tidak berguna. Karena kontraksi dan retraksi menyebabkan
terganggunya peredaran darah uterus yang mengakibatkan
jaringan otot kurang zat yang diperlukan sehingga ukuran
jaringan otot menjadi lebih kecil (Wiknjosastro dan
Rachimhadhi, 2007)
3. Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang
menyebabkan atropi pada jaringan otot uterus (Bobak,2004)
b. Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi
terlihat pada table berikut :

No. Waktu Tinggi Berat Diameter Palpasi


Involusi Fundus Uterus Uterus Serviks
Uteri
1. Bayi Lahir Setinggi 1000 12,5 cm Lunak
Pusat gram

2. Ari/ Dua jari 750 gram 12,5 cm Lunak


Plasenta bawah pusat
lahir
3. 1 Minggu Pertengahan 500 7,5 cm 2 cm
pusat- gram.
simfisis
4. 2 Minggu Tidak teraba 300 gram 5 cm 1 cm
di atas
simfisis
5. 6 Minggu Bertambah 60 gram 2,5 cm Menyempit
kecil
(Purwanti, 2012)
Involusi uteri dari luar dapat dimati dengan memeriksa fundus
uteri dengan cara:
a. Segera setelah persalinan setinggi fundus uteri 2 cm dibawah
pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm setiap hari

20
b. Pada hari kedua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm
dibawah pusat. Pada hari ke 3-4 hari tinggi fundus uteri 2 cm
dibawah pusat. Pada hari 5-7 tinggi fundus uteri setengah pusat
simfisis. Pada hari ke 10 fundus uteri tidak teraba (Wulandari,&
Handayani, 2011)
2) Payudara dan laktasi
Proses laktasi terjadi secara alamiah pada semua wanita
yang telah melahirkan. Terdapat dua mekanisme fisiologis proses
menyusui, yaitu sebagai berikut.
1. Produksi urin
2. Sekresi susu atau let down
Selama sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara
tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan
bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika hormon yang
dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk menhambat kelenjar
pituitari akan mengeluarkan prolaktin (hormon laktogenik). Sampai
hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara mulai
dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah,
sehingga timbul rasa hangat, bengkak dan rasa sakit. Sel-sel acini
yang menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi
menghisap puting, refleks saraf merangsang lobus posterior
pituitari untuk untuk menyekresi hormon oksitosin. Oksitosin
merangsang refleks let down (mengalirkan) sehingga menyebabkan
ejeksi ASI melalui sinus aktiferus payudara ke duktus yang
terdapat pada puting. Ketika ASI dialirkan karena isapan bayi atau
dipompa sel-sel acini terangsang untuk menghasilkan ASI lebih
banyak. Refleks ini dapat berlanjut sampai waktu yang cukup lama.
ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun hal yang luar biasa
adalah sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang
sangat baik untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi dan anti
bodi pembunuh kuman (Palupi, 2013:28).

21
3) Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya trombosis,
degenerasi, dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari
pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang
kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah tiga hari
mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada
bekas implantasi plasenta (Rukiyah, 2012).
4) Servik
Serviks menjadi sangat kendur, lembek, dan terkulai.
Serviks tersebut bisa melepuh dan lecet, terutama dibagian anterior.
Serviks akan terlihat pada yang mencerminkan vaskularitasnya
yang tinggi, lubang serviks lambat laun mengecil, beberapa hari
setelah persalinan retak karena robekan dalam persalinan. Rongga
leher serviks bagian luar akan membentuk seperti keadaan sebelum
hamil pada saat empat minggu postpartum (Palupi, 2013:27).
5) Vulva, vagina, perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan
yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam
beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini
tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah tiga minggu vulva dan
vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam
vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara
labia menjadi lebih menonjol. Himen tampak sebagai tonjolan
kecil dari dan dalam proses pembentukan berubah menjadi
kurunkulae motiformis yang khas bagi wanita multipara (Marmi,
2012:90).
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur
karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang
bergerak maju. Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi
pada saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat
terjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan
indikasi tertentu. Pada post natal hari ke 5, perineum sudah

22
mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap
lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan (Marmi,
2012:91).
Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan
keadaan saat sebelum persalinan pertama. Meskipun demikian,
latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan
dapat mengencangkan vagina hinggaa tingkat tertentu. Hal ini
dapat dilakukan pada akhir peuerperium dengan latihan harian
(Marmi, 2012:91).
6) Topangan otot panggul
Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami
cedera sewaktu melahirkan dan masalah ginekologi dapat timbul
dikemudian hari. Jaringan penopang dasar panggul yang terobek
atau teregang saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai 6
bulan untuk kembali ke tonus semula. Istilah relaksasi panggul
berhubungan dengan pemanjangan dan melemahnya topangan
permukaan struktur panggul. Struktur ini terdiri atas uterus,
dinding vagina posterior atas, uretra, kandung kemih, dan rectum.
Walaupun relaksasi dapat terjadi pada setiap wanita, tetapi
biasanya merupakan komplikasi langsung yang timbul terlambat
akibat melahirkan (Bobak, 2005).
7) Lochea
Lochea adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui
vagina dalam masa nifas. Lochia bersifat alkalis, jumlahnya lebih
banyak dari darah menstruasi. Lochia ini berbau anyir dalam
keadaan normal, tetapi tidak busuk. Pengeluaran lochea dapat
dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya yaitu lokia rubra
berwarna merah dan hitam terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa,
rambut lanugo, sisa mekonium, sisa darah dan keluar mulai hari
pertama sampai hari ketiga (Saleha,2009)
Perubahan lochea tersebut adalah :
a. Lochea rubra (cruenta)

23
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
vernik caseosa, lanugo, mekonium. Selama 2 hari pasca
persalinan.
b. Lochea sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari 3–7 pasca
persalinan.
c. Lochea serosa
Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi. Pada hari ke 2–4
pasca persalinan.
d. Lochea alba
Cairan putih setelah 2 minggu, berwarna putih atau hamper
tidak berwarna, mengandung leukosit, desidua,sel epitel,
mukosa, serum. Bau lokea normal sepertibau darah menstruasi
(amis). Jumlah lokea normal adal 240-270 cc. hal penting yang
perlu diingat adalah bahwa semua daerah yang keluar
pervaginam tidak selalu merupakan lokea (Purwanti, 2012).

2. Perubahan Sistem Pencernaan


Ibu menjadi lapar dan siap untuk makan pada 1-2 jam setelah
bersalin. Konstipasi dapat menjadi masalah pada awal puerperium
akibat dari kurangnya makanan dan pengendalian diri terhadap BAB.
Ibu dapat melakukan pengendalian terhadap BAB karena kurang
pengetahuan dan kekhawatiran lukanya akan terbuka bila BAB, buang
air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan. Keadaan ini biasa disebabkan karena tonus
otot usus menurun (Shaleha,2009)
Selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare
sebelum persalinan, kurang makan, atau dehidrasi. Ibu seringkali
sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di
perineum akibat episiotomi, laserasi, atau hemoroid. Kebiasaan buang
air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali ke
normal (Purwanti, 2012).

24
Sistem pencernaan pada masa nifas menurut (Bobak, 2004) ialah
sebagia berikut :
1) Nafsu makan
Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh
mengkosumsi makanan ringan. Setelah benar-benar pulih dari efek
analgesia, anastesi, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat
lapar. Permintaan untuk memperoleh dua kali dari jumlah yang
biasa dikonsumsi disertai konsumsi disertai konsumsi cairan yang
sering ditemukan (Mitayani, 2009)
2) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan
analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus
dan motilitas ke keadaan normal (Palupi, 2013)
3) Defekasi
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai
tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan
karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada
awal masa pasca postpartum, diare sebelum persalian, enema
sebelum melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi. Ibu sering kali
sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya
di perineum akibat episiotomi, laserasi, atau hemoroid. Kebiasaan
buang air besar yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus
usus kembali normal (Nurbaeti, 2013)

3. Perubahan Sistem Perkemihan


Terjadi diuresis yang sangat banyak dalam hari-hari pertama
puerperium. Diuresis yang banyak mulai segera setelah persalinan
sampai 5 hari postpartum. Empat puluh persen ibu postpartum tidak
mempunyai proteinuri yang patologi dari segera setelah lahir sampai
hari kedua postpartum, kecuali ada gejala infeksi dan preeklamsi
(Bobak, 2004)

25
Dinding saluran kencing memperlihatkan oedema dan
hyperaemia. Kadang-kadang oedema dari trigonum, menimbulkan
obstruksi dari uretra sehingga terjadi retensio urine. Kandung kencing
dalam puerperium kurang sensitive dan kapasitasnya bertambah,
sehingga kandung kencing poenuh atau sesudah kencing masih tinggal
urine residual. Sisa urine ini dan trauma pada kandung kencing waktu
persalinan memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum,
normal kembali dalam waktu 2 minggu (Suherni, 2009)

4. Perubahan Sistem Musculoskeletal


Adaptasi system muskuluskeletal ibu yang terjadi mencakup hal-
hal yang dapat membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan
perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran uterus. Stabilisasi sendi
lengkap akan terjadi pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah wanita
melahirkan. Striae pada abdomen tidak dapat menghilang sempurna
tapi berubah menjadi halus/ samar, garis putih keperakan. Dinding
abdomen menjadi lembek setelah persalinan karena teregang selama
kehamilan. Semau ibu puerperium mempunyai tingkatan diastasis
yang mana terjadi pemisahan muskulus rektus abdominus
(Ambarawati, 2009).
Beratnya diastasis tergantung pada factor-faktor penting termasuk
keadaan umum ibu, tonus otot, aktivitas/ pergerakan yang tepat,
paritas, jarak kehamilan, kejadian/ kehamilan denagn overdistensi.
Faktor-faktor tersebut menentukan lama waktu yang diperlukan untuk
mendapatkan kembali tonus otot (Bobak, 2005).
5. Perubahan Sistem Endokrin
1) Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh glandula pituitary posterior dan bekerja
terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Oksitosin di dalam
sirkulasi darah menyebabkan kontraksi otot uterus dan pada waktu
yang sama membantu proses involusi uterus.
2) Prolaktin

26
Penurunan estrogen menjadikan prolaktin yang dikeluarkan oleh
glandula pituitary anterior bereaksi terhadap alveoli dari payudara
sehingga menstimulasi produksi ASI. Pada ibu yang menyusui
kadar prolaktin tetap tinggi dan merupakan permulaan stimulasi
folikel di dalam ovarium ditekan.
3) Hormon Plasenta
Hormon plasenta (HCG) menurun dengan cepat setelah persalinan
dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7
postpartum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke 3
postpartum.(Nurul Jannah,2011). Selama periode pascapartum
terjadi perubahan hormon yang besar. Pengeluaran plasenta
menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon yang
diproduksi oleh organ tersebut.
4) Hormon Hipofisis dan funsi ovarium
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita
menyusui dan tidak enyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang
tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan
ovulasi. Karena kadar FSH (follicle stimulating hormon) terbukti
sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui, disimpulkan
ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar
prolaktin meningkat.
Menurut Sarwono, 2005 terjadi penurunan kadar HPL (Human
Plasental Lactogen), estrogen dan kortisol serta plasenta enzyme
insulinase sehingga kadar gula darah menurun pada masa
puerperium. Kadar estrogen dan progesteron menurun setelah
plasenta keluar. Kadar terendahnya dicapai kira-kira 1 minggu post
partum. Penurunana ini berkaitan dengan pembengkakan dan
diuresis cairan ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama
hamil. Pada wanita yang tidak menyusui estrogen meningkat pada
minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari pada wanita
yang menyusui pada post partum hari ke- 17.
5) Pemulihan Ovulasi dan Menstruasi

27
Pada ibu yang menyusui bayinya, ovulasi jarang sekali terjadi
sebelum 20 minggu, dan tidak terjadi diatas 28 minggu pada ibu
yang melanjutkan menyusui untuk 6 bulan. Pada ibu yang tidak
menyusui ovulasi dan menstruasi biasanya mulai antara 7-10
minggu (Maritalia, 2011)

6. sistem hematologi
Menurut Bobak (2005) sistem hematologi dibagi atas :
a. Hematokrit dan Hemoglobin
Selama 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma
yang hilang besar daripada sel darah yang hilang. Penurunan
volume plasma dan peningkatan sel darah merah dikaitkan dengan
peningkatan hematokrit pada hari ke 3-hari ke 7 pascapartum.
Tidak ada SDM yang rusak selama masa postpartum, tetapi semua
kelebihan SDM akan menurun secara bertahap sesuai dengan usia
SDM tersebut.
b. Sel Darah Putih
Leukositosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar
12.000/mm3. Selama 10-12 hari pertama setelah bayi lahir, nilai
leukosit antara 20.000 dan 25.000/mm3 merupakan hal yang
umum. Neutrofil merupakan sel darah putih yang paling banyak.
c. Faktor Koagulasi
Faktor-faktor pembekuan dan fibrinogen biasanya meningkat
selama masa hamil dan tetap meningkat pada awal puerperium.
Keadaan hiperkoagulasi, yang bisa diiringi kerusakan pembuluh
darah dan imobilitas, mengakibatkan peningkatan risiko
tromboembolisme, terutama setelah wanita melahirkan secara
sesaria.
d. Varises
Varises ditungkai dan sekitar anus (hemoroid) sering
dijumpai pada wanita hamil. Varises bahkan varises vulva yang
jarang dijumpai akan mengecil dengan cepat setelah bayi lahir.

28
7. Perubahan sistem tanda-tanda vital
a. Suhu badan
Suhu tubuhwanitainpartu tidak lebih dari 37,2 derajat Celcius.
Pasca melahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,5 derajat
Celcius dari keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini akibat dari
kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan maupun
kelelahan. Kurang lebih pada hari ke-4 post partum, suhu badan
akan naik lagi. Hal ini diakibatkan ada pembentukan ASI,
kemungkinan payudara membengkak, maupun kemungkinan
infeksi pada endometrium, mastitis, traktus genetalis ataupun
sistem lain. Apabila kenaikan suhu di atas 38 derajat celcius,
waspada terhadap infeksi post partum (Bobak, 2004)
b. Nadi
Denyut nadinormal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Pasca
melahirkan, denyut nadi dapat menjadi bradikardi maupun lebih
cepat. Denyut nadi yang melebihi 100 kali per menit, harus
waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan post partum
(Prawirihardjo, 2006)
c. Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh
arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota
tubuhmanusia. Tekanan darahnormalmanusia adalah sistolik antara
90-120 mmHg dan diastolik 60-80 mmHg. Pasca melahirkan pada
kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah.
Perubahantekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan
dapat diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi
pada post partum merupakan tanda terjadinya pre eklamsiapost
partum. Namun demikian, hal tersebut sangat jarang terjadi
(Bobak, 2004)

29
d. Pernafasan
Frekuensi pernafasannormal pada orang dewasa adalah 16-24 kali
per menit. Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau
normal. Hal ini dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau
dalam kondisi istirahat. Keadaan pernafasan selalu berhubungan
dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal,
pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan
khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada masa post partum
menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok
(Maryunani, 2009)

13) Tahapan Masa Nifas


Tahapan masa nifas menurut Reva Rubin:
a. Periode Taking In (hari ke 1-2 setelah melahirkan)
1. Ibu masih pasif dan tergantung dengan orang lain
2. Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan tubuhnya
3. Ibu akan mengulangi pengalaman-pengalaman waktu melahirkan
4. Memerlukan ketenangnan dalam tidur untuk mengembalikan
keadaan tubuh ke kondisi normal
5. Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan
peningkatan nutrisi. Kurangnya nafsu makan menandakan proses
pengembalian kondisi tubuh tidak berlangsung normal
b. Periode Taking Hold/Taking Go (hari ke 2-4 setelah melahirkan)
1. Ibu memperhatikan kemampuan menjadi orang tua dan
meningkatkan tanggung jawab akan bayinya
2. Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh,
BAK, BAB dan daya tahan tubuh
3. Ibu berusaha untuk menguasai keterampilan merawat bayi seperti
menggendong, menyusui, memandikan dan mengganti popok
4. Ibu cenderung terbuka menerima nasehan bidan dan kritikan
pribadi

30
5. Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa
tidak mampu membesarkan bayinya
c. Periode Letting Go
1. Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan dipengaruhi oleh
dukungan serta perhatian keluarga
2. Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan
memahami kebutuhan bayi sehingga akan mengurangi hak ibu
dalam kebebasan dan hubungan sosial
3. Depresi postpartum sering terjadi pada masa ini (Pitriani &
Andriyani, 2014).
2.13Frekuensi Kunjungan Masa Nifas (Bahiyatun, 2009)
Kunjungan Waktu Tujuan

1 5-8 jam - Mencegah perdarahan masa nifas


setelah - Mendeteksi dan merawat
persalinan penyebab lain perdarahan, rujuk
jika perdarahan berlanjut
- Memberikan konseling pada ibu
atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah masa nifas
karena atonia uteri
- Pemberian ASI awal
- Melakukan hubungan antara ibu
dan bayi baru lahir
- Menjaga bayi tetap sehat dengan
mencegah hipotermia
2 6 hari - Memastikan involusi uterus
setelah berjalan normal, uterus
persalinan berkontraksi, fundus dibawah
umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal
- Memastikan ibu mendapatkan

31
cukup makanan, cairan dan
istirahat
- Memastikan ibu menyusui dengan
baik dan tidak memperlihatkan
tanda-tanda penyulit
- Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat,
dan menjaga bayi sehari-hari
3 2 minggu - Sama seperti diatas (6 hari setelah
setelah persalian)
persalinan
4 6 minggu - Menanyakan pada ibu tentang
setelah penyulit-penyulit yang ia atau bayi
persalian alami
- Memberikan konseling untuk KB
secara dini

14) Tanda dan Bahaya Masa Nifas (Pitriani & Andriyani, 2014)
1. Perdarahan hebat atau peningkatan perdarahan secara tiba-tiba
(melebihi haid biasa atau jika perdarahan tersebut membasahi lebih
dari 2 pembalut saniter dalam waktu setengah jam)
2. Pengeluaran cairan vagina dengan bau busuk yang keras
3. Rasa nyeri di perut bagian bawah dan punggung
4. Sakit kepala yang terus-menerus, nyeri epigastric atau masalah
penglihatan
5. Pembengkakan pada wajah dan tangan, demam, muntah, rasa sakit
waktu BAK atau merasa tidak enak badan
6. Payudara yang memerah, panas atau sakit
7. Kehilangan selera makan untuk waktu yang berkepanjangan
8. Rasa sakit, warna merah, atau pembengkakan pada kaki
9. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengurus diri sendiri atau bayi

32
10. Merasa sangat letih atau bernafas terengah-engah.
15) Perawatan Selama Masa Nifas
Selama jam pertama setelah persalinan, tekanan darah dan nadi
harus diperiksa setiap 15 menit atau lebih sering jika diindikasikan.
Jumlah perdarahan vagina dipantau, dan fundus harus dipalpasi untuk
memastikan bahwa uterus berkontraksi baik. karena perdarahan signifikan
paling besar kemungkinannya terjadi setelah melahirkan (Cunningham, et
al., 2009).
a. Ambulasi Dini
Menganjurkan ibu turun dari tempat tidur dalam beberapa jam setelah
melahirkan. Komplikasi kandung kemih, konstipasi, trombosis vena
masa nifas, dan emboblisme paru lebih jarang terjadi pada wanita
yang menjalani ambulasi dini setelah melahirkan (Cunningham, et al.,
2009)..
b. Perawatan Vulva
Ibu harus di anjurkan untuk membersihkan vulva dari arah depan ke
belakang. Kompres dingin pada perineum dapat membantu
mengurangi edema dan rasa tidak enak selama beberapa jam setelah
perbaikan episiotomi. Dimulai setelah 24 jam, ibu dapat melakukan
rendam duduk untuk mengurangi keluhan lokal.
c. Fungsi Kandung Kemih
Jika ibu belum berkemih dalam 4 jam setelah melahirkan, ada
kemungkinan bahwa ia tidak dapat berkemih. Hematom saluran
genitalia harus dipertimbangkan sebagai salah satu penyebab jika
wanita yang bersangkutan tidak dapat berkemih (Cunningham, et al.,
2009).
d. Fungsi Usus
Dengan ambulasi dan pemberian makan dini, masalah sembelit telah
jauh berkurang (Cunningham, et al., 2009).
e. Rasa Tidak Nyaman
Selama beberapa hari pertama setelah persalinan per vaginam, pasien
mungkin merasa tidak nyaman karena berbagai alasan, termasuk

33
afterpains, episiiotomi dan laserasi, pembengkakan payudara, dan
kadang-kadang nyeri kepala pascapungsi spinal (Cunningham, et al.,
2009).

34

Anda mungkin juga menyukai