Anda di halaman 1dari 7

Pengertian ADHD

ADHD atau attention deficit hyperactivity disorder adalah gangguan mental


yang menyebabkan seorang anak sulit memusatkan perhatian,
serta memiliki perilaku impulsif dan hiperaktif, sehingga dapat berdampak
pada prestasi anak di sekolah.
Hingga saat ini, penyebab utama ADHD belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi,
kondisi ini diduga dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Selain terjadi pada
anak-anak, ADHD juga dapat terjadi pada orang dewasa

Gejala ADHD
Gejala utama ADHD adalah sulit memusatkan perhatian, serta berperilaku impulsif dan
hiperaktif. Penderita tidak bisa diam dan selalu ingin bergerak.
Gejala ADHD umumnya muncul pada anak-anak sebelum usia 12 tahun. Namun pada
banyak kasus, gejala ADHD sudah dapat terlihat sejak anak berusia 3 tahun. ADHD
yang terjadi pada anak-anak dapat terbawa hingga dewasa.
Penyebab dan Faktor Risiko ADHD
Penyebab ADHD belum diketahui secara pasti. Namun, sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko anak terkena
ADHD. Faktor risiko ini meliputi faktor genetik dan lingkungan.

Diagnosis ADHD
Diagnosis ADHD dilakukan melalui kerja sama berbagai pihak, yaitu dokter anak,
psikiater anak, orang tua, dan pihak sekolah. Proses diagnosis melibatkan wawancara,
baik dengan anak, orang tua, maupun guru.
Selain itu, dokter anak juga akan melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk
mencari penyebab lain yang dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan ADHD.

Langkah Penanganan ADHD


Penanganan ADHD dapat berupa pemberian obat-obatan dan psikoterapi. Selain
penderita, orang tua, keluarga, pengasuh, dan guru di sekolah juga perlu mendapatkan
bimbingan untuk menghadapi anak dengan ADHD. Walaupun ADHD tidak bisa
disembuhkan sepenuhnya, pengobatan yang diberikan dapat meredakan gelaja ADHD
dan memampukan penderitanya untuk menjalani hidup dengan normal.

Gejala ADHD

Gejala ADHD biasanya sudah terlihat sejak masa anak-anak. Gejala ADHD pada anak-
anak umumnya muncul sejak usia 3 tahun, dan akan terlihat makin mencolok seiring
bertambahnya usia anak, terutama saat anak masuk sekolah atau di awal masa
pubertas. Meski begitu, bisa saja gejala ADHD baru terlihat ketika penderita sudah
dewasa.

Gejala ADHD pada Anak


Gejala utama ADHD adalah sulit memusatkan perhatian, serta menunjukkan perilaku
hiperaktif dan impulsif. Sebenarnya normal ketika anak terkadang sulit memusatkan
perhatian atau berperilaku impulsif. Namun pada anak ADHD, perilaku tersebut lebih
sering muncul dan lebih parah, hingga memengaruhi prestasinya di sekolah serta
interaksi sosialnya dengan anak-anak lain.
Kebanyakan penderita ADHD mengalami kedua gejala tersebut, meskipun kadang
hanya salah satu gejala yang nampak. Misalnya pada anak yang belum sekolah, gejala
hiperaktif akan lebih menonjol. Berikut ini akan dijelaskan lebih rinci mengenai gejala
ADHD pada anak-anak:
Sulit memusatkan perhatian
Gejalanya berupa kesulitan dalam memerhatikan arahan dari orang lain atau pelajaran
dari guru. Contohnya:

 Tidak fokus dalam mengerjakan sesuatu.


 Perhatiannya mudah teralihkan.
 Sering terlihat seperti tidak mendengarkan pembicaraan atau arahan, bahkan ketika
diajak berbicara langsung.
 Tidak memerhatikan hal-hal detail.
 Ceroboh.
 Sulit mengatur tugas dan aktivitas yang dijalani.
 Sulit mengikuti instruksi untuk mengerjakan sesuatu.
 Sering kehilangan barang-barang yang digunakan sehari-hari.
 Tidak menyukai aktivitas yang perlu memusatkan perhatian, seperti mengerjakan PR.

Bila hanya ada gejala ini tanpa perilaku hiperaktif, artinya penderita mengalami ADHD
jenis inatentif.

Perilaku hiperaktif dan impulsif


Contoh dari perilaku hiperaktif dan impulsif adalah:

 Sulit untuk diam di tempat duduknya ketika mengikuti pelajaran di kelas.


 Kebiasaan menggerakkan bagian tubuh, terutama kaki atau tangan, ketika sedang
duduk.
 Sulit melakukan aktivitas dengan tenang.
 Berlari-lari atau memanjat sesuatu di saat yang tidak tepat.
 Sering memotong pembicaraan orang lain.
 Berbicara terlalu banyak.
 Sering mengganggu aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.
 Tidak dapat diam dan selalu ingin bergerak.

Gejala ADHD pada Orang Dewasa


Gejala ADHD tidak hanya dialami oleh anak-anak, tapi bisa juga dialami oleh orang
dewasa. Orang dewasa yang menderita ADHD diduga pernah mengalami ADHD pada
masa kecilnya.
Gejala hiperaktif pada ADHD biasanya akan berkurang seiring bertambahnya usia.
Namun sebaliknya, gejala sulit memusatkan perhatian cenderung bertambah parah
seiring pertambahan usia.
Penderita ADHD dewasa akan mengalami masalah dalam pendidikan maupun
pekerjaan, antara lain akibat kesulitan dalam menentukan prioritas dan memusatkan
perhatian. Selain itu, penderita ADHD dewasa juga sulit untuk memiliki teman atau
pasangan, karena cenderung uring-uringan atau mudah emosi.
Kapan Harus ke Dokter
Segera periksakan anak ke dokter jika ia menunjukkan gejala-gejala ADHD, yaitu sulit
memusatkan perhatian dan berperilaku hiperaktif atau impulsif.
Gejala-gejala ADHD sering kali sulit dibedakan dengan perilaku anak-anak yang
normal. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya berkonsultasi dengan dokter jika merasa
anak menunjukkan perilaku yang tidak wajar.
Anak yang menderita ADHD juga perlu diperiksakan secara rutin ke dokter, agar kondisi
penyakit, gejala, dan responnya terhadap pengobatan dapat terus dipantau.
Terakhir diperbarui: 26 Juni 2019

Penyebab ADHD

Penyebab ADHD belum diketahui dengan pasti, tetapi sejumlah penelitian menunjukkan
bahwa ADHD dapat terjadi akibat kombinasi dari beberapa faktor berikut:

 Keturunan atau faktor genetik, yaitu memiliki ibu, ayah, atau saudara dengan
ADHD atau gangguan mental lain.
 Kelahiran prematur, yaitu lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu.
 Kelainan pada struktur atau fungsi otak.
 Kerusakan otak sewaktu dalam kandungan.
 Ibu menggunakan NAPZA, mengonsumsi minuman beralkohol, atau merokok
selama masa kehamilan.
 Ibu mengalami stres sewaktu hamil.
 Paparan racun dari lingkungan sewaktu masa kanak-kanak, misalnya paparan
timbal dari cat.

Pencegahan ADHD
Kemunculan ADHD pada anak memang tidak dapat dicegah, namun risiko munculnya
kelainan ini dapat dikurangi. Untuk mengurangi risiko terjadinya ADHD, ibu hamil tidak
boleh merokok, minum minuman beralkohol, dan menggunakan NAPZA. Selain itu,
jauhkan anak dari asap rokok dan paparan zat beracun.
Terakhir diperbarui: 26 Juni 2019
Ditinjau oleh: dr. Tjin Willy
Referensi

iagnosis ADHD
Tidak semua anak yang sulit konsentrasi dan hiperaktif pasti menderita ADHD. Anak-
anak yang sehat umumnya sangat aktif dan sering membuat orang tuanya kewalahan.
Demikian juga halnya dengan remaja. Walau terlihat seperti tidak mendengarkan
pembicaraan, berperilaku impulsif, dan perhatiannya mudah teralihkan, mereka belum
tentu menderita ADHD.
ADHD sering kali tidak terdiagnosis karena orang tua menganggap gejala yang muncul
merupakan perilaku yang normal, sehingga tidak memeriksakannya ke dokter. Oleh
karena itu, penting bagi orang tua untuk mengenali gejala ADHD serta perbedaannya
dengan perilaku normal pada anak-anak.
Diagnosis ADHD cukup sulit dilakukan, sehingga dibutuhkan kerja sama dari berbagai
pihak. Ada serangkaian pemeriksaan fisik serta psikologis yang akan dilakukan
oleh dokter anak dan psikiater. Selain keluarga, pihak sekolah (khususnya guru) juga
sebaiknya terlibat dalam proses ini. Tidak hanya pada anak-anak, proses diagnosis
ADHD pada penderita dewasa juga tergolong sulit.
Pemeriksaan untuk mendiagnosis ADHD meliputi wawancara dan pemeriksaan fisik.
Dokter akan melakukan wawancara, baik dengan anak maupun dengan orang tua,
guru, dan pengasuh.
Secara umum, wawancara dan pemeriksaan ini bertujuan untuk:

 Mendiagnosis apakah anak menderita ADHD.


 Mengetahui tingkat keparahan ADHD yang diderita anak.
 Mengetahui adanya penyakit lain yang menyebabkan gejala yang dialami anak.
 Mengetahui adanya gangguan mental lain pada anak.

Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang


berupa hitung darah lengkap, tes fungsi hati, tes fungsi tiroid, dan MRI otak.

Penanganan ADHD

Kombinasi obat-obatan dan terapi khusus merupakan langkah terbaik untuk menangani
ADHD. Tidak ada jalan pintas untuk mengatasi kondisi ini. Penanganan ADHD
membutuhkan kesiapan dan komitmen dari segi waktu, emosi, maupun keuangan.
Meski tidak bisa disembuhkan sepenuhnya, ADHD dapat ditangani dengan beberapa
jenis obat dan terapi untuk meredakan gejala-gejala yang timbul, sehingga
penderitanya bisa menjalani aktivitas sehari-hari dengan normal.

Penanganan dengan Obat-obatan


Obat yang umum diberikan untuk ADHD adalah methylphenidate. Obat ini bekerja
dengan cara menyeimbangkan senyawa kimia pada otak sehingga dapat meredakan
gejala ADHD.
Methylphenidate aman untuk dikonsumsi anak-anak, namun dokter tetap akan
memantau pengobatan untuk mewaspadai munculnya efek samping, seperti gangguan
pada jantung. Bila anak mengalami efek samping tersebut, atau berisiko tinggi untuk
mengalaminya, maka dokter akan memberikan obat lain yang meliputi:

 Atomoxetine.
 Amitriptyline.
 Obat golongan agonis alfa, misalnya clonidine.

Penanganan Melalui Psikoterapi


Penderita ADHD perlu mendapatkan psikoterapi. Selain untuk menangani ADHD,
psikoterapi juga berguna untuk mengatasi gangguan mental lain yang menyertai ADHD,
misalnya depresi. Jenis-jenis psikoterapi yang bisa menjadi pilihan adalah:

 Terapi perilaku kognitif atau cognitive behavioural therapy (CBT)


Terapi perilaku kognitif akan membantu penderita ADHD untuk mengubah pola
pikir dan perilaku saat menghadapi masalah atau situasi tertentu.
 Terapi psikoedukasi
Penderita ADHD akan diajak untuk berbagi cerita dalam terapi ini, misalnya
kesulitan mereka dalam mengatasi gejala-gejala ADHD. Dari terapi ini,
diharapkan penderita dapat menemukan cara yang paling sesuai baginya untuk
mengatasi gejala tersebut.
 Pelatihan interaksi sosial
Jenis terapi ini dapat membantu penderita ADHD untuk memahami perilaku
sosial yang layak dalam situasi tertentu.

Orang tua, keluarga, guru, dan pengasuh penderita ADHD juga membutuhkan
pengetahuan serta bimbingan agar dapat mendampingi penderita. Oleh karena itu,
mereka perlu diberikan program pelatihan khusus.
Materi yang diajarkan dalam pelatihan ini antara lain adalah cara menerapkan sistem
pujian untuk menyemangati anak, cara menghukum anak ketika berperilaku buruk atau
kasar, dan cara mengarahkan aktivitas anak sesuai dengan kemampuannya.
Untuk membantu anak mengendalikan gejala-gejala ADHD, orang tua juga dapat
menerapkan pola hidup sehat pada anak, antara lain:

 Membiasakan pola makan yang sehat dengan makanan bergizi


 Memastikan anak cukup tidur dan istirahat.
 Membatasi waktu anak dalam menonton televisi dan menggunakan ponsel atau
komputer.
 Mengajak anak melakukan aktivitas fisik minimal 60 menit setiap hari.

ADHD memang tidak bisa disembuhkan, tetapi bila terdiagnosis secara dini dan
ditangani dengan tepat, penderita akan mampu beradaptasi dengan kondisinya dan
menjalani aktivitas sehari-hari secara normal.
Komplikasi
Penderita ADHD yang tidak tertangani dapat mengalami kondisi di bawah ini:

 Mengalami kesulitan untuk fokus belajar di kelas, sehingga prestasi


akademiknya menurun.
 Memiliki masalah interaksi dengan teman-teman sebaya dan lingkungan
sekitarnya.
 Memiliki risiko mengonsumsi alkohol dan menyalahgunakan NAPZA saat
beranjak dewasa.
 Berisiko mengalami cedera saat melakukan aktivitas sehari-hari.
 Merasa rendah diri.

Menurut beberapa penelitian, penderita ADHD juga berisiko mengalami gangguan


mental lainnya, seperti:

 Depresi
 Gangguan kecemasan
 Gangguan bipolar
 Sindrom Tourette
 Oppositional defiant disorder (ODD)

Anda mungkin juga menyukai