MAKALAH
Pengauditan II
Dosen Pembimbing:
Kelompok 2
Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat diperbanyak
dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.”
Tandatangan :
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat limpahan karunia beserta
nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Metodologi Pengujian Audit”
dengan lancar. Penyusunan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas semester enam mata
kuliah Pengauditan II Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Magelang.
Makalah metodologi pengujian audit ini disusun berdasarkan data-data yang diperoleh
melalui buku-buku pedoman. Dalam penulisan makalah ini penulis ingin menyampaikan banyak
terimakasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
1. Ibu Faqiatul Mariya Waharini, M.Si selaku dosen mata kuliah Pengauditan II yang telah
memberi arahan dalam pembuatan makalah ini.
2. Orang Tua yang telah senantiasa memberi dukungan secara moril maupun materiil.
3. Teman-teman Akuntansi Paralel Universitas Muhammadiyah Magelang yang selalu
memberi dukungan bersama.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis
memohon maaf atas segala kekurangan yang ada. Penulis berharap makalah ini dapat memberi
manfaat bagi setiap pembaca.
3
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
D. Manfaat
Manfaat dari penulisan ini antara lain adalah dapat mengetahui apa saja pengujian
yang ada dalam proses audit, serta dapat memahami konsep dasar metodolgi
pengujian audit.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Pengujian Pengendalian
1. Pengertian Risiko Pengendalian
1. Pengujian Pengendalian
a. Pengertian Pengujian Pengendalian
Pengujian pengendalian merupakan salah satu prosedur audit yang
dilaksanakan untuk menentukan efektifitas desain dan atau operasi
pengendalian interen. Hasil dari setiap pengujian pengendalian harus
menyediakan bukti mengenai efektifitas dari rancangan serta operasi dari
pengendalian yang diperlukan. Dalam menentukan pengujian yang akan
dilaksanakan, auditor mempertimbangkan jenis bukti yang tersedia dan biaya
pelaksanaan untuk setiap pengujian. Saat pengujian yang akan dilaksanakan
sudah dipilih, selanjutnya auditor menyiapkan suatu program audit tertulis
untuk pengujian pengendalian terencana.
Merancang pengujian pengendalian bertujuan untuk mengevaluasi
efektivitas operasi dari suatu pengendalian berkaitan dengan 1) bagaimana
pengendalian diterapkan 2) Konsistensi ketika pengendalian diterapkan slama
periode dan 3) oleh siapa pengendalian diterapkan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keyakinan yang diperoleh
data pengujian pengendalian
8
1) Jenis bukti
2) Sumber bukti
3) Ketepatan waktu bukti
4) Keberadaan bukti lain
Menggunakan Auditor Internal dalam pengujian Pengendalian Jika seorang klien
memiliki fungsi auditor internal, auditor dapat:
9
intern, yang dapat dalam jangka waktu beberapa bulan sebelum akhir tahun yang
diaudit.
e. Lingkup Pengujian Pengendalian
Semakin luas lingkup pengujian pengendalian yang dilakukan oleh auditor, akan
dapat dikumpulkan bukti lebih banyak mengenai efektifitas pengendalian intern.
Semakin banyak orang yang dimintai keterangan tentang pengendalian intern
atas asersi tertentu, semakin banyak bukti yang dapat dikumpulkan oleh auditor
untuk menilai efektifitas pengendalian intern atas asersi tersebut.
f. Program Audit untuk Pengujian Pengendalian
Keputusan yang diambil oleh auditor berkaitan dengan jenis, lingkup, dan saat
pengujian pengendalian harus didokumentasikan dalam suatu program audit dan
kertas kerja yang bersangkutan.
g. Kerja Sama Dengan Auditor Intern Dalam Pengujian Pengendalian
Bilamana auditor independen melakukan audit atas laporan keuangan entitas
yang memiliki fungsi audit intern, auditor independen dapat (1) melakukan
koordinasi pekerjaan auditnya dengan auditor intern, dan/atau (2) menggunakan
auditor intern untuk menyediakan bantuan langsung dalam audit.
h. Pengujian dengan tujuan ganda (dual-purpose tests)
Jenis pengujian semacam ini diebut dengan istilah “pengujian dengan tujuan
ganda”. Bilamana jenis pengujian ini dilaksanakan, auditor harus mendesain
pengujiannya sedemikian rupa sehingga ia dapat mengumpulkan bukti tentang
efektifitas pengendalian intern sekaligus mendapatkan bukti tentang kekeliruan
moneter dalam akun.
2. Pengujian Substantif
a. Penentuan Resiko Deteksi
1) Pengertian Resiko Deteksi
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan dapat mendeteksi
salah saji material yang ada dalam suatu asersi. Dalam tahap-tahap audit
atas laporan keuangan, penentuan risiko deteksi terletak pada tahap
auditor mendesain pengujian substantive.
2) Penetapan Resiko Deteksi Untuk Pengujian Substantif Yang
Berbeda Atas Asersi Yang Sama
10
Resiko deteksi menyangkut risiko bahwa semua pengujian substantif
yang digunakan untuk mendapatkan bukti tentang suatu asersi, secara
kolektif akan gagal dalam mendeteksi salah saji material.
3) Merevisi Rencana Resiko Deteksi
Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima akhir (setelah direvisi)
ditetapkan untuk setiap asersi dengan cara yang sama seperti rencana
risiko deteksi, kecuali bahwa penetapannya didasarkan pada risiko
pengendalian sesungguhnya atau akhir bukan pada rencana tingkat risiko
pengendalian untuk asersi yang bersangkutan
b. Perancangan Pengujian Subtansif
1) Evaluasi terhadap Tingkat Pengujian Substantif yang Direncanakan
Setelah memperoleh pemahaman atas pengendalian intern yang relevan
dengan pelaporan keuangan dan setelah menaksir risiko pengendalian
untuk suatu asersi laporan keuangan, auditor harus membandingkan
tingkat risiko pengendalian sesungguhnya atau final dengan tingkat risiko
pengendalian yang direncanakan untuk suatu asersi tersebut. Apabila
tingkat risiko pengendalian akhir sama dengan tingkat risiko
pengendalian awal, auditor bisa melangkah ketahap perancangan
pengujian substantif spesifik berdasarkan rencana tingkat pengujian
substantif yang telah ditetapkan sebagai komponen keempat dari strategi
audit awal.
2) Desain pengujian substantif
Menurut standar pekerjaan lapangan ketiga, auditor harus mengumpulkan
bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk
memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.
3) Perancangan Pengujian Substantif
Untuk mendapatkan dasar yang masuk akal dalam memberi pendapat atas
laporan keuangan kliennya, auditor harus memperoleh bukti kompeten
yang cukup seperti disyaratkan oleh standar pekerjaan lapangan ketiga
dalam standar auditing. Perencanaan pengujian substantif meliputi
penentuan (1) sifat, (2) saat, dan (3) luas pengujian yang diperlukan untuk
memenuhi tingkat risiko yang dapat diterima untuk setiap asersi.
11
4) Sifat Pengujian Substantif
Sifat pengujian substanif mencakup jenis dan efektifitas prosedur audit
yang dilakukan oleh auditor.
5) Pengembangan program audit untuk pengujian substantif
Laporan keuangan berisi lima golongan asersi : (1) keberadaan atau
keterjadian, (2) kelengkapan, (3) hak dan kewajiban, (4) penilaian atau
alokasi, (5) penyajian dan pengungkapan.
6) Rerangka Umum Pengembangan Program Audit untuk Pengujian
Substantif
Dalam pengembangan program audit untuk pengujian substantif, rerangka
umum yang dapat dipakai sebagai acuan disajikan sebagai berikut: (1)
Tentukan prosedur audit awal, (2) Tentukan prosedur analitik yang perlu
dilaksanakan, (3) Tentukan pengujian terhadap transaksi rinci, (4)
Tenukan pengujian terhadap akun rinci.
7) Program Audit dalam Perikatan Pertama
Dalam perikatan pertama, penentuan pengujian substantif rinci dalam
program audit umumnya belum dapat diselesaikan oleh auditor sampai
dengan saat auditor menyelesaikan studi dan evaluasi terhadap
pengendalian intern dan setelah tingkat risiko deteksi yang dapat diterima
telah ditetapkan untuk setiap asersi signifikan.
8) Program audit dalam Perikatan Berulang
Dalam perikatan audit berulang, auditor dapat melakukan akses ke
program audit yang digunakan dalam audit tahun yang lalu dan kertas
kerja yang dihasilkan dari program audit tersebut.
3. Sampling Pada Pengujian Pengendalian
a. Metode Sampling Statistik
Metode sampling statistik yang lazim digunakan pada pengujian
pengendalian adalah sampling atribut, yaitu metode sampling yang meneliti
sifat non angka dari data, karena pada pengujian pengendalian fokus
perhatian auditor adalah pada jejak-jejak pengendalian yang terdapat pada
data/dokumen yang diuji, seperti paraf, tanda tangan, nomor urut pracetak,
12
bentuk formulir, dan sebagainya, yang juga bersifat non angka, seperti unsur-
unsur yang menjadi perhatian pada sampling atribut.
Sampling atribut bertujuan untuk membuat estimasi (perkiraan) mengenai
keadaan populasi. Namun demikian, dalam audit kadang-kadang pengujian
pengendalian tidak dimaksudkan untuk memperkirakan keadaan populasi,
melainkan misalnya untuk mengetahui apakah ada hal tertentu yang perlu
mendapat perhatian pada populasi yang diteliti, atau menetapkan akan
menerima/menolak populasi yang diteliti. Untuk tujuan pertama biasanya
digunakan sampling penemuan (discovery sampling), sedangkan untuk tujuan
kedua biasanya digunakan sampling penerimaan (acceptance sampling).
Berikut disajikan uraian mengenai ketiga metode sampling tersebut, yaitu
sampling atribut, sampling penemuan, dan sampling penerimaan.
1) Sampling Atribut
Sampling atribut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu “menggunakan
rumus statistik” dan “menggunakan tabel”. Yang dipelajari pada modul
ini adalah metode sampling atribut yang menggunakan tabel. Dalam
metode ini, penentuan unit sampel serta evaluasi hasil samplingnya
ditetapkan dengan menggunakan tabel. Tahapan dan proses pelaksanaan
Sampling Atribut yang menggunakan table dilaksanakan sebagai berikut:
a) Menyusun Rencana Audit
b) Menetapkan Jumlah/Unit Sampel
c) Memilih Sampel
d) Menguji Sampel
e) Mengestimasi Keadaan Populasi
f) Membuat Simpulan Hasil Audit
13
3) Sampling Penerimaan (Acceptance Sampling)
Sampling Penerimaan adalah teknik sampling yang bertujuan untuk
menentukan sikap, menerima (accept) atau menolak (reject) populasi.
b. Metode Sampling Non Statistik
Pada sampling non statistik, unit sampel dan evaluasi hasil samplingnya
dilakukan berdasarkan judgement, tanpa menggunakan formula/rumus yang
baku. Pemilihan sampelnya boleh dilakukan secara acak dan non acak.
Contohnya:
1) Menyusun Rencana Audit
Yang paling utama ditetapkan pada tahap ini adalah:
Tujuan audit, misalnya menilai ketaatan pengadaan barang dan jasa
terhadap pagu anggaran
Toleransi penyimpangan (TDR), sebagai bahan pertimbangan untuk
membuat simpulan hasil audit, misalnya ditetapkan TDR = 2%.
Menetapkan Unit Sampel
Unit sampel (n) ditetapkan berdasarkan judgement, tanpa
menggunakan rumus atau formula tertentu, misalnya: n = 30 unit
2) Memilih Sampel
Pemilihan sampel boleh acak boleh pula tidak acak. Cara pemilihan
sampel dilakukan sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya.
3) Menguji Sampel dan Mengestimasi Keadaan Populasi
Pengujian sampel bertujuan untuk mengetahui keadaan sampel, misalnya
dari sampel sebanyak 30 diatas ditemukan ada satu kegiatan pengadaan
yang melebihi pagu anggaran. Tingkat penyimpangan dalam sampel
(sampling deviation rate/SDR) adalah 1/30 = 3,3%. Kondisi ini dianggap
sama dengan populasi.
4) Membuat Simpulan Hasil Audit
Simpulan dibuat berdasarkan perbandingan SDR dan TDR. Dalam hal ini
SDR > TDR, berarti pengendalian pagu anggaran pengadaan lemah
4. Sampling Pada Pengujian Substansif
a. Metode Sampling Statistik
14
Tujuan pengujian substantif adalah menilai dapat dipercaya/ tidaknya
informasi kuantitatif yang disajikan manajemen. Informasi dianggap layak
dipercaya apabila tidak mengandung kesalahan yang berarti (material).
Informasi kuantitatif adalah informasi yang disajikan dalam angka-angka.
Metode sampling statistik yang lazim dan cocok digunakan pada pengujian
substantif adalah sampling variabel, yaitu metode sampling yang meneliti
sifat angka (variable) dari data.
Ada beberapa model sampling variabel yang umum dikenal, namun metode
sampling yang umum digunakan adalah sampling variabel sederhana, atau
biasa disebut mean per unit estimation (MPU) dan sampling satuan mata
uang (monetary unit sampling atau probability proportional to size
sampling). Salah satu keunggulan
1) Sampling Variabel Sederhana
Pada tahap perencanaan ditetapkan antar lain: tujuan audit dan populasi
yang akan diuji, tingkat keandalan sampel, dan toleransi salah saji.
a) Tujuan audit dan populasi yang akan diuji.
Tujuan audit adalah menguji kelayakan informasi kuantitatif,
misalnya meneliti kelayakan informasi pengeluaran kas tahun
anggaran 2007. Sejalan dengan tujuan audit, populasi yang akan diuji
adalah bukti pengeluaran kas selama periode yang diaudit.
b) Tingkat keandalan dan risiko sampling
Tingkat keandalan (confidence level) adalah perkiraan derajat/
persentase populasi yang terwakili oleh sampel. Ingat tingkat
keandalan berbanding terbalik dengan risiko sampling. Risiko keliru
menolak (incorrect rejection) berarti keliru menolak populasi yang
seharusnya diterima.
2) Sampling Satuan Mata Uang
Sampling Satuan Mata Uang (SMU) atau probability-proportional-to-size
sampling (PPS) banyak digunakan pada pengujian substantif, khususnya
untuk populasi yang bersifat sangat heterogen. Pada sampling satuan mata
uang, yang dianggap sebagai populasi adalah nilai uang (kuantitatif) dari
data.
15
b. Metode Sampling Non Statistik
Sampling non statistik tidak terikat dengan formula khusus dan baku. Semua
tahap dilakukan berdasarkan judgement, sehingga sangat tidak konsisten.
Untuk menghindari inkonsistensi tersebut, para praktisi mengembangkan
sampling non statistik dengan menambahkan unsur matematis dalam
analisisnya. Model ini kemudian dikenal dengan “sampling non statistik
formal”.
Salah satu model sampling non statistik formal adalah sebagai berikut:
1. Unit sampelnya ditetapkan dengan rumus: n = (NB x FK)/TS
2. Hasil samplingnya berupa proyeksi salah saji: PS = (NB/NS) x SS
3. Simpulan auditnya didasarkan pada perbandingan TS dan PS
Dimana:
NB = Nilai Buku Populasi
SS = Salah Saji yang ditemukan dalam sampel
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan