Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEHUTANAN MASYARAKAT

“Hutan Desa”

Oleh :

SUKRI

M1A1 14

KEHUTANAN

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan

rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah

tentang Hutan Desa ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan

juga kami berterima kasih pada Bapak Dosen mata kuliah kehutanan masyarakat yang

telah memberikan tugas ini kepada kami.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang

membacanya.Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya

sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila

terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan

saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan

datang.

Kendari, 16 Oktober 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... 1

DAFTAR ISI.................................................................................................................. 3

BAB 1 ............................................................................................................................ 4

PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4

1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 4

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 6

1.3. Tujuan ................................................................................................................. 6

BAB II ........................................................................................................................... 7

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 7

BAB III ........................................................................................................................ 10

PEMBAHASAN ........................................................................................................... 10

3.1. Skema hutan desa sebagai PHBM...................................................................... 10

3.2. Pemanfaatan hutan desa pada kawasan hutan lindung dan produksi ................ 12

3.3. Prosedur perizinan dan pengelolaan hutan desa ................................................ 14

BAB IV ........................................................................................................................ 15

PENUTUP ................................................................................................................... 15

4.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 16

4.2. Saran ................................................................................................................. 17

DAFTAR PUSATAKA ................................................................................................ 17

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Data dari Kementerian Kehutanan Tahun 2010 bahwa dari 31.864 jumlah

desa, terdapat 16.760 desa (52,60%) berada dalam kawasan hutan antara lain dalam

hutan lindung terdapat 6.243 desa, Hutan produksi 7.467 desa, Hutan Produksi

terbatas 4.744 desa dan Hutan Produksi Konversi 3.848 desa dan Hutan Konservasi

sebanyak 2.270 desa. Dari jumlah kepala keluarga sebanyak 21.563.447, terdapat

sebanyak 448.630 kepala keluarga (2,08%) dalam kawasan hutan dan sebanyak

3.956.748 kepala keluarga (18,35%) di tepi kawasan hutan. Data tersebut

menunjukkan bahwa Desa sangat bersinggungan dengan kawasan hutan. Kata salah

seorang masyarakat desa “yang mana sesungguhnya benar, desa yang masuk hutan

atau hutan yang masuk desa ?”Hutan Desa itu eksis secara sosiologis, baik itu berada

dalam kawasan hutan (atau hutan Negara) maupun berada di luar kawasan (atau hutan

hak/rakyat).Seperti halnya tanah bengkok (yang banyak ditemukan di Jawa), tanah

kas desa, atau sebutan lainnya telah mengalami penurunan fungsi semenjak tata ruang

kawasan hutan oleh Negara.Praktek-praktek tradisional masyarakat dalam

membangun hutan di desa mereka mengalami evolusi dari desa ke pemerintah.

Mengacu pada penjelasan UU 41/1999 tentang Kehutanan, khususnya pada

penjelasan pasal 5,hutan desa adalah hutan negara yangberada di dalam wilayah suatu

desa,dimanfaatkanoleh desa,untuk kesejahteraan masyarakat desatersebut.

Selanjutnya di dalam PP 6/2007 tentang Tata Hutandan Penyusunan Rencana

4
Pengelolaan Hutan, hutan desa didefinisikan sebagai hutan negara yangbelum

dibebani izin atau hak yang dikelola oleh desa danuntuk untuk kesejahteraan

masyarakatdesa.Prinsip dasar dari Hutan Desa adalah untuk membuka akses bagi

desa-desa tertentu, tepatnyadesa hutan, terhadap hutan-hutan negara yang masuk

dalam wilayahnya. Sebagaimana diketahui,tak sedikit desa-desa beradadi dalam atau

sekitar kawasan hutan. Sudah selayaknya desa-desasemacam ini mendapatkan akses

terhadap sumberdaya hutan yang ada di wilayahnya, demikesejahteraan masyarakat

desa tersebut.

Hak akses desa terhadap hutan negara yang ada di dalam wilayahnya inilah

yang kemudian diterjemahkan sebagai hutan desa.Pemberian akses ini dituangkan

dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008, tentang Hutan

Desa, yang ditetapkan pada tanggal 28Agustus 2008.Peraturan ini kemudian diikuti

dengan perubahan-perubahannya (Permenhut No.P.14/Menhut-II/2010dan Permenhut

No. P.53/Menhut-II/2011). Di dalam Hutan Desa, hak-hak pengelolaan secara

permanen diberikan oleh Menteri Kehutanan/Pemerintah Daerah kepada lembaga

desa dengan waktu 35 tahun dan dapat diperpanjang.Perizinan Hutan Desa dapat

diberikan di areal hutan lindung dan juga produksi yang berada di dalam wilayah

administrasi desa yang bersangkutan.Penetapan areal kerja hutan desa dilakukan oleh

Menteri Kehutanan berdasarkanusulan Bupati/Walikota.Dalam hal ini hak yang dapat

diberikan adalah hak pemanfaatan Hutan Desa bukan hak milik dengan status tetap di

hutan negara.

5
1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana skema hutan desa sebagai PHBM?

2. Bagaimanakah pemanfaatan hutan desa pada kawasan hutan lindung dan

produksi?

3. Bagaimanakah prosedur perizinan dan pengelolaan hutan desa?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui skema hutan desa sebagai PHBM.

2. Untuk mengetahui pemanfaatan hutan desa pada kawasan hutan lindung dan

produksi.

3. Untuk mengetahui prosedur perizinan dan pengelolaan hutan desa.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Desa pada prinsipnya adalah Hutan Negara yang dikelola oleh

masyarakat dalam organisasi administratif pedesaan yang dimanfaatkan untuk

kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri. Artinya, Hutan Desa itu bermaksud untuk

memberikan akses kepada masyarakat setempat melalui lembaga desa dalam

memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari dengan harapan sebagai tujuannya

adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanjutan.

Semua aturan atau kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah pusat terkait

pengelolaan sektor kehutanan tentu berdasarkan pengalaman-pengalaman masa

lampau. (Awang, 2003).

Hutan Desa sebagai kawasan hutan negara, hutan rakyat, dan tanah negara

yang berada dalam wilayah administrasi desa yang dikelola oleh lembaga ekonomi

yang ada di desa, antara lain rumah tangga petani, usaha kelompok, badan usaha

milik swasta, atau badan usaha milik desa yang khusus dibentuk untuk itu, dimana

lembaga desa memberikan pelayanan publik terkait dengan pengurusan dan

pengelolaan hutan. Definisi dari Universitas Hasannudin ini bahkan sudah

menyebutkan kelembagaan dan aktor pengelolaannya, yang tentu saja akan

tergantung pada kondisi local tiap-tiap desa (Alam, 2003).

Hak akses desa terhadap kawasan hutan (hutan negara) yang ada di dalam

wilayahnya inilah yang kemudian didefenisikan sebagai Hutan Desa. Pada awal

menggulirkan konsep Hutan Desa mendefinisikan Hutan Desa sebagai kawasan hutan

7
negara yang masuk dalam wilayah desa tertentu dan dikelola oleh masyarakat desa

tertentu.Satu definisi yang masih umum dan cenderung mengikuti bahasa

undangundang.Dalam perjalananannya ketika berinteraksi langsung di lapangan,

membicarakan pengelolaan hutan di desa memang harus holistik dan integrasi dengan

pembangunan pedesaan.Sebagai satu kesatuan wilayah maka dari aspek status

pengelolaan Hutan Desa harus mencakup status hutan negara dan hutan rakyat yang

ada di desa tersebut. Lembaga dan aktor pengelola akan tergantung pada kesiapan dan

kondisi masing-masing lokasi. Yang pasti masyarakat desalah sebagai aktor utama

pengelola, meskipun nantinya berbentuk kelompok tani, badan hukum perkumpulan,

koperasi, dan lain sebagainya (Santoso Hery, 2008).

Konsepsi Hutan Desa juga boleh jadiakan dipandang sebagai tawaran

kompromi terhadap tuntutan pengakuan hutan adat yang sampai saat ini belum

banyak mengalami kemajuan. Namunpun demikian Santoso Hery (2008) juga

menggarisbawahi bahwa salah satu tantangan utama penyelenggaraan Hutan Desa,

boleh jadi akan terkait dengan persoalan tarik-menarik lingkaran kalangan elit desa

(baca: perangkat desa), atau antara kepentingan entitas desa yang notabene adalah

entitas politik pusat, dan entitas adat yang lebih mewakili sosial ekonomi masyarakat

desa (Santoso Hery, 2008).

Beberapa rekomendasi kebijakan dalam pembangunan Hutan Desa antara lain

adalah : (a) semangat pengaturan sebaiknya adalah bagaimana agar daerah mampu

mengatur diri, (b) sebaiknya isu harus ditempatkan dalam konteks demokratisasi,

liberalisasi, dan desentralisasi, (c) pilihan kebijakan harus ditempatkan dalam

8
konteks pencapaian tujuan kesejahteraan rakyat, (d) perlu dilakukan penelitian sejauh

mana desa bisa diberi hak atas pengelolaan sumber daya, dan kepada siapakah hak itu

diberikan, apakah kepada komunitas ataukah pada lembaga desa, serta perlu diatur

bagaimana mencegah terjadinya elit capture, (e) harus dijaga jangan sampai sumber

daya yang sifatnya public goods kemudian malah diprivatisasi dan dibagi-bagi, (f)

kalaupun desa diberikan otonomi mengelola sumberdaya, maka harus dijaga agar

jangan sampai pihak luar yang mengambil profit, (g) perlu dipikirkan bagaimana agar

pengelolaan sumber daya alam itu dapat member manfaat terhadap masyarakat,

terutama masyarakat yang paling dekat dengan sumber daya alam tersebut, (h) agar

karakteristik pemerintahan harus mengikuti karakteristik sumber daya alam, sehingga

harus diidentifikasi secara jelas apa itu karakteristik sumber daya alam, (i) perlu

dirumuskan, apakah persoalan desentralisasi ada pada pemaknaan konsep

desentralisasi ataukah juga pada level implementasinya?. Perlu dipisahkan isu

desentralisasi yang telah memberikan ruang pada daerah dengan isu kapasitas

daerah.Jawaban atas isu kapasitas bukan resentralisasi, melainkan pengupayaan

democratic governance, peningkatan kapasitas, dan kerjasama. Dengan demikian,

sebaiknya desentralisasi diletakan dalam konteks demokrasi dan pertanggung

jawaban ( Junus et al, 2009).

9
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Skema hutan desa sebagai PHBM

Sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dicanangkan oleh

Perum Perhutani pada tahun 2001 membuka kesempatan bagi masyarakat desa hutan untuk

terlibat aktif dalam pengelolaan hutan. Keterlibatan aktif ini dimulai dari terjalinnya

kerjasama pengelolaan hutan antara Perhutani dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan

(LMDH). Dalam sistem PHBM ini dilakukan proses pemberdayaan kepada masyarakat desa

hutan yang bertujuan untuk mencapai pengelolaan sumberdaya hutan yang lestari dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan. Pemberdayaan masyarakat dalam

pengelolaan hutan ini dapat dimaknai sebagai proses untuk berbagi peran, berbagi ruang dan

waktu, serta berbagi hasil. Dengan melibatkan masyarakat desa hutan dalam setiap tahapan

pengelolaan hutan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi akan

memberi makna yang dalam bagi mereka. Motivasi dan tanggung jawab bersama dalam

pengelolaan hutan akan muncul dari proses-proses yang dilalui dalam pemberdayaan

masyarakat.

Masyarakat Desa Hutan (community) adalah sekumpulan orang yang

mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan

yang disepakati bersama oleh kelompok yang bersangkutan. Berdasarkan pada

tipologinya, masyarakat desa hutan adalah masyarakat yang mendiami wilayah yang

berada di sekitar atau di dalam hutan dan mata pencaharian/pekerjaan masyarakatnya

tergantung pada interaksi terhadap hutan.

10
Lembaga Masyarakat Desa Hutan Lembaga adalah wadah dimana

sekumpulan orang berinisiatif untuk memenuhi kebutuhan bersama, dan yang

berfungsi mengatur akan kebutuhan bersama tersebut dengan nilai dan aturan

bersama. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah satu lembaga yang

dibentuk oleh masyarakat desa yang berada didalam atau disekitar hutan untuk

mengatur dan memenuhi kebutuhannya melalui interaksi terhadap hutan dalam

konteks sosial, ekonomi, politik dan budaya.

Hutan desa merupakan salah satu dari 4 skema pengelolaan hutan berbasis

masyarakat yang ditawarkan oleh pemerintah.Model pengelolaan hutan desa dapat

dilakukan pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi dengan jangka waktu

pengelolaan selama 35 tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan evaluasi yang

dilakukan paling lama setiap 5 tahun.Kebijakan mengenai hutan desa diatur dalam

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia P.89/Menhut-II/2014.Pemegang

ijin pengelola hutan desa adalah suatu lembaga pengelola yang dibentuk melalui

Peraturan Desa (Perdes). Ijin pengelolaan dapat berupa Ijin Usaha Pemanfaatan

Kawasan (IUPK), Ijin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL), Ijin Usaha

Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK), Ijin Pemanfaatan Hasil Hutan

Bukan Kayu (IPHHK). Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dan

Ijin Pemanfaatan Hasil HutanKayu (IPHHK) diperbolehkan pada hutan desa yang

terletak di kawasanhutan produksi.Di dalam P.89/Menhut-II/2014, diatur pula

mengenai perlunya kegiatanpemantauan (pengawasan) dan evaluasi

(penilaian).Pemantauan harusdilakukan terhadap semua kegiatan yang dirumuskan

11
dalam rencanakerja tahunan, rencana kerja jangka menengah dan rencana kerja

jangkapanjang untuk mengetahui kemajuan kegiatan yang direncanakan.Evaluasi

dilakukan untuk menganalisis sampai seberapa jauh kegiatankegiatandalam

pengelolaan hutan telah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah direncanakan

bersama.Jika ada perbedaan antara kegiatan yang telah dilakukan dan yang

direncanakan,maka melalui kegiatan evaluasi ini dapat diketahui penyebab

ketidaksesuaiannya.

3.2. Pemanfaatan hutan desa pada kawasan hutan lindung dan produksi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:

P.89/Menhut II/2014 Bab VI tentang Pemanfaatan dalam Hutan Desa, Pasal 25

menyebutkan bahwa pemanfaatan hutan lindung mencakup: Hutan lindung yang

dikelola dengan skema hutan desa berpotensi dalam meningkatkan kesejahteraan

masyarakat antara lain yaitu: a. Pemanfaatan kawasan untuk kegiatan usaha budidaya

tanaman obat, tanaman hias, jamur, lebah, makanan ternak, penangkaran satwa liar

dan rehabilitasi satwa, b. Jasa lingkungan yang berupa jasa aliran air, air, wisata alam,

perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan,

penyerapan dan atau penyimpanan karbon, c. Pemungutan HHBK berupa: rotan,

getah, madu, buah, jamur dan sarang walet.

Pemanfaatan hutan desa di hutan produksi mencakup: a. Pemanfaatan

kawasan untuk kegiatan usaha budidaya tanaman obat, tanaman hias, jamur, lebah,

makanan ternak, penangkaran satwa liar dan rehabilitasi satwa, b. Jasa lingkungan

yang berupa jasa aliran air, air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati,

12
penyelamatan dan perlindungan lingkungan, penyerapan dan atau penyimpanan

karbon, c. Pemungutan HHBK berupa: rotan, getah, madu, buah, jamur dan sarang

walet. Pada hutan desa yang ada di kawasan hutan produksi, pemanfaatan HHBK

dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Pemungutan HHBK di dalam hutan alam:

Rotan, sagu, bambu, nipah yang meliputi penanaman, pemanenan, pengayaan,

pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil

Getah, kulit kayu, buah atau biji dan gaharu meliputi pemanenan, pengayaan,

pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil Pemantauan dan Evaluasi

Pengelolaan Hutan Desa Berbasis Masyarakat Pemantauan dan Evaluasi

Pengelolaan Hutan Desa Berbasis Masyarakat

b) Pemungutan HHBK di dalam hutan tanaman:

Rotan, sagu, bambu, nipah yang meliputi penanaman, pemanenan,

pengayaan, pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil

Getah, kulit kayu, buah atau biji dan gaharu meliputi penanaman, pemanenan,

pengayaan, pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil. Pemungutan

HHBK rotan, madu, getah, buah atau biji, gaharu, daun, kulit kayu, tanaman

obat-obatan dan umbi-umbian dalam hutan tanaman ditentukan paling

banyak 20 ton per lembaga.

c. Pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan desa di kawasan hutan produksi dibatasi

hanya 50 m per lembaga desa per tahun untuk kebutuhan pembangunan fasilitas

umum tidak untuk diperdagangkan.

13
3.3. Prosedur perizinan danpengelolaan hutan desa

Pelaksanaan skema Hutan Desa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri


KehutananNo.P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa dapat dipilah dalam 3
tingkatan: pertama, penetapan yang dilakukan oleh pemerintah pusat (Kementerian
Kehutanan); kedua, perizinan yang dilakukan oleh pemerintah daerah (Gubernur);
ketiga, pengelolaan di lapangan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat pemegang
izin pemanfaatan hutan desa. Untuk dapat mengelola hutan desa, Kepala Desa
membentuk Lembaga Desa yang nantinya bertugas mengelola hutan desa yang secara
fungsional berada dalam organisasi desa.Yang perlu dipahami adalah hak
pengelolaan hutan desa ini bukan merupakan kepemilikan atas kawasan hutan, karena
itu dilarang memindah tangankan atau mengagunkan, serta mengubah status dan
fungsi kawasan hutan.Intinya Hak pengelolaan hutan desa dilarang digunakan untuk
kepentingan di luar rencana pengelolaan hutan, dan harus dikelola berdasarkan
kaidah-kaidah pengelolaan hutan lestari.Lembaga Desa yang akan mengelola hutan
desa mengajukan permohonan hak pengelolaan kepada Gubernur melalui
Bupati/Walikota. Apabila disetujui, hak pengelolaan hutan desa diberikan untuk
jangka waktu paling lama 35 tahun, dan dapat diperpanjang setelah dilakukan
evaluasi yang dilakukan paling lama setiap lima tahun sekali.Apabila di areal Hak
Pengelolaan Hutan Desa terdapat hutan alam yang berpotensi hasil hutankayu, maka
Lembaga Desa dapat mengajukan permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu (IUPHHK) Hutan Alam dalam Hutan Desa.Dan apabila di areal Hak
Pengelolaan Hutan Desa dapat dikembangkan hutan tanaman, maka Lembaga Desa
dapat mengajukan permohonan IUPHHK Hutan Tanaman dalam Hutan Desa.Namun
dalam pemanfaatannya mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang pemanfaatan hasill hutan kayu pada hutan alammaupun hutan
tanaman.Selain itu pemungutannya dibatasi paling banyak 50 mtiap lembaga desa per
tahun.
Denganmendapat hak pengelolaan hutan desa, masyarakat yang tinggal di
dalam dan di sekitarhutan berpotensi sangat besar dalam meningkatkan kesejahteraan

14
hidupnya.Hal ini dimungkinkankarena pemegang hak pengelolaan hutan desa berhak
memanfaatkan kawasan, jasa lingkungan,pemungutan hasil hutan kayu dan bukan
kayu.Namun untuk di hutan lindung tidak diizinkanmemanfaatkan dan memungut
hasil hutan kayu.Dalammemanfaatkan kawasan hutan desa, baik yang berada di hutan
lindung maupun hutanproduksi masyarakat dapat melakukan berbagai kegiatan usaha,
yaitu budidaya tanaman obat,tanaman hias, jamur, lebah, penangkaran satwa liar, atau
budidaya pakan ternak.Sedangkan dalammemanfaatkan jasa lingkungan dapat
melalui kegiatan usaha pemanfaatan jasa aliran air,pemanfaatan air, wisata alam,
perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan danperlindungan lingkungan,
atau penyerapan dan penyimpanan karbon.Intinya, Hutan Desa adalah salah satu
wujud kebijakan untuk pemberdayaan masyarakat didalam dan sekitar kawasan hutan
serta mewujudkan pengelolaan hutan yang adil dan lestari.Kebijakan ini perlu
disosialisasikan pada masyarakat dan institusi terkait agar tujuanyang
diharapkandapat dicapai.Selain itu,Hutan Desadiharapkanmemberikan akses kepada
masyarakat setempatmelalui lembaga desa, dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat secara berkelanjutan.

BAB IV
PENUTUP

15
4.1. Kesimpulan

Hutan desa merupakan salah satu dari 4 skema pengelolaan hutan berbasis
masyarakat yang ditawarkan oleh pemerintah.Model pengelolaan hutan desa dapat
dilakukan pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi dengan jangka waktu
pengelolaan selama 35 tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan evaluasi yang
dilakukan paling lama setiap 5 tahun.Kebijakan mengenai hutan desa diatur dalam
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia P.89/Menhut-II/2014.
Hutan lindung yang dikelola dengan skema hutan desa berpotensi dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat antara lain yaitu: a. Pemanfaatan kawasan
untuk kegiatan usaha budidaya tanaman obat, tanaman hias, jamur, lebah, makanan
ternak, penangkaran satwa liar dan rehabilitasi satwa, b. Jasa lingkungan yang berupa
jasa aliran air, air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan
dan perlindungan lingkungan, penyerapan dan atau penyimpanan karbon, c.
Pemungutan HHBK berupa: rotan, getah, madu, buah, jamur dan sarang walet.
Pemanfaatan hutan desa di hutan produksi mencakup: a. Pemanfaatan kawasan untuk
kegiatan usaha budidaya tanaman obat, tanaman hias, jamur, lebah, makanan ternak,
penangkaran satwa liar dan rehabilitasi satwa, b. Jasa lingkungan yang berupa jasa
aliran air, air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan
perlindungan lingkungan, penyerapan dan atau penyimpanan karbon, c. Pemungutan
HHBK berupa: rotan, getah, madu, buah, jamur dan sarang wallet, d. Pemanfaatan
hasil hutan kayu pada hutan desa di kawasan hutan produksi dibatasi hanya 50 m per
lembaga desa per tahun untuk kebutuhan pembangunan fasilitas umum tidak untuk
diperdagangkan.
Pelaksanaan skema Hutan Desa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
KehutananNo.P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa dapat dipilah dalam 3
tingkatan: pertama, penetapan yang dilakukan oleh pemerintah pusat (Kementerian
Kehutanan); kedua, perizinan yang dilakukan oleh pemerintah daerah (Gubernur);
ketiga, pengelolaan di lapangan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat pemegang
izin pemanfaatan hutan desa.

16
4.2. Saran
Utamanya agar pemanfaatan hutan dapat terdistribusi secara adil hingga ke
seluruh levelsosial ekonomi masyarakat desa, sehingga untuk pencapaian Tujuan
penyelenggaraan hutan desa perlu meningkatkankesejahteraan masyarakat setempat
secara berkelanjutan dapat tercapai.

DAFTAR PUSATAKA

Alam, S., Supratman., dan Yusuf, Y., 2003. Pengelolaan Hutan Desa di Sulawesi
Selatan.Makalah di Susun pada Seminar Nasional Hutan Desa, Yogyakarta.

17
Awang, S.A., 2010. Hutan Desa: Realitas Tidak Terbantahkan Sebagai Alternatif
Model Pengelolaan Hutan di Indonesia (Artikel).Diakses pada tanggal
30/09/10.

Junus Mas’ud, Supratman, Sahide Muhammad Alif K. 2009. Kesenjangan Hak-Hak


Masyarakat Setempat dengan Pelaksanaan Pembangunan Kehutanan
Berbasis Masyarakat. OPINION BERIEF .No.ECICBFM II-
2009.01.RECOFTC.

Kementerian Kehutanan. 2010. Desa dalam Kawasan Hutan. Makalah tidak


dipublikasikan Peraturan Desa Labbo Nomor 02 Tahun 2010 tentang
Lembaga Pengelola Hutan DesaLabbo, Bantaeng.

Santoso Hery. 2008. Warta Tenure Nomor 5 April 2008. Working Group on Forest
Land Tenure. Kajian dan Opini.Selamat datang Hutan
Desa.www.wgtenure.org/file/Warta.../Warta_Tenure_05e.pdfdiaksestanggal
7Desember2012.

Santoso Hery. 2011. Hutan Kemasayarakatan dan Hutan Desa: Tafsir Setengah Hati
Pengelolaan Human Berbasis Masyarakat Versi Kementrian Kehutanan RI.
JurnalKehutanan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Tahun 2011 53-78.

18

Anda mungkin juga menyukai