PENDAHULUAN
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek” adalah
radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga
(membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2
bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen.
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak ditemukan
di negara sedang berkembang. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor
sosioekonomi. Prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi
tinggi dibandingkan dengan beberapa negara lain. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan
Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka
kesakitan (morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6%
dengan prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu
sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%.
OMSK dapat terbagi atas 2, yaitu otitis media supuratif kronik tubotimpani dan otitis
media supuratif kronik atikoantral. OMSK atikoantral merupakan bentuk yang paling
berbahaya karena sifatnya yang dapat mendestruksi jaringan sekitar sehingga dapat
menimbulkan komplikasi yang lebih berat. OMSK merupakan salah satu penyakit yang
sering ditemukan di poliklinik, maka dari itu penulis akan membahas laporan kasus
mengenai OMSK
- Tujuan Umum :
Agar mahasiswa mengetahui dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)
- Tujuan Khusus :
1) Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi dari telinga
2) Untuk mengetahui pengertian dari OMSK
3) Untuk mengetahui klasifikasi dari OMSK
4) Untuk mengetahui etiologi dari OMSK
5) Untuk mengetahui tanda dan gejala OMSK
6) Untuk mengetahui penatalaksanaan OMSK
7) Untuk mengetahui komplikasi dari OMSK
8) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang OMSK
9) Untuk mengetahui pemberian asuhan keperawatan kepada pasien dengan OMSK
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Telinga adalah organ pendengar. Syaraf yang melayani indera ini adalah syaraf
cranial ke delapan atau nervus auditorius. Telinga terdiri dari 3 bagian, yaitu : telinga
luar, telinga tengah, dan rongga telinga dalam.
1. Telinga luar
Telinga luar, yang teridiri dari aurikula (pinna) dan kanalis auditorius eksternus,
dipisahkan dari telinga tengah oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membran
timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih
setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh
kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus
membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis
auditorius eksternus. Tepat didepan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal
mandibular.
2. Telinga tengah
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes.
Asikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang
membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil jendela oval dan dinding medial
telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran
kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat
memberikan jalan ke getaran suara. Jendala bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis,
dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin.
Anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila terjadi
robekan, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini
dinamakan fistula perilimfe. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan
menyimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.
2
3. Telinga dalam
Telinga dalam tertanam jauh didalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengar
(koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus
Fasialis) dan VIII nervus koklea vestibularis semuanya merupakan bagian dari
komplek anatomi. Koklea dan kanalis semi posterior, superior dan lateral terletak
membentuk sudut 90˚ satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan
dengan keseimbangan. Organ akhir reseptor ini distimulus oleh perubahan kecepatan
dan arah gerakan seseorang. Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang
sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir
untuk pendengaran, dinamakan organ corti. Labirin membranosa tersusun atas
utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organ corti.
a. Pengertian
Otitis media supratif kronik (OMSK) ialah infeksi kronik di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga tengah secara terus menerus
dan hilang timbul. Sekret ungkin encer atau kental, bening, dan berupa nanah. Biasanya
disetai gangguan pendengaran. (arif mansjoer, 2001 ; 82)
Otitis media supratif kronik (OMSK) atau yang biasa disebut dengan istilah congek,
dalam perjalanan penyakit ini berasal dari OMA stadium perforasi yang berlanjut, sekret
tetap keluar dari telinga tengah dalam bentuk encer, bening, ataupun mikopurulen. Proses
hilang timbul atau terus menerus lebih dari 2 minggu berturut-turut. Tetap terjadi
perforasi membran timpani. Perforasi yaitu membran timpati tidak intake/terdapat lubang
pada membran timpani itu sendiri.
b. Klasifikasi
c. Etiologi
Sebagian besar OMSK merupakan lanjutan dari OMA yang prosesnya sudah
berjalan lebih dari 2 bulan. Bebrapa faktor penyebabnya adalah terapi yang lambat, terapi
tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, dan daya tahan tubuh rendah. Bila kurang dari 2
3
bulan disebut sub akut. Sebagian kecil disebabkan oelh perforasi membran timpani
terjadi akibat trauma telinga tengah. Kuman penyebabnya biasanya kuman gram positif
aerob, pada infeksi yang sudah berlansung lama sering juga terdapat kuman gram negatif
dan kuman anaerob. (arief masjoer, 2001).
a) Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh pada telinga atau gangguan
pendengaran.
b) Nyeri telinga/tidak nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan adanya tekanan di
telinga. Gejala-gejala tersebut dapat secara terus menerus atau intermiten dan dapat
terjadi pad salah satu atau pada kedua telinga.
e. Penatalaksanaan
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kornik, baik tipe bengna maupun maligna ialah sebagai berikut :
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplastik
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti
f. Komplikasi
4
g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan audiometri
Biasanya didapatkan tuli konduktif. Tetapi dapat pula sensorineural. Beratnya
ketulian tergantung besar dan letaknya perforasi membran timpani serta keluhan dan
mobiltas sistem penghantar suara di telinga tengah. Gangguan pendengaran dapat
dibagi dalam ketulian ringan, sedang, berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil
pemeriksaan (audiometri/test berisik).
Pemeriksaan radiologi
Biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan
pneumatisosi leb ini sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal.
Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteaton.
2.3 Pengkajian
1) Sakit telinga/nyeri
2) Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
3) Tinitus
4) Perasaan penuh pada telinga
5) Suara bergema dari suara sendiri
6) Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
7) Vertigo, pusing, gatal pada telinga
8) Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
9) Penggunanaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin)
10) Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam
11) Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
12) Reflek kejut
13) Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
14) Tipe warna 2 jumlah cairan
15) Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
16) Alergi
17) Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
5
18) Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya,
alergi
19) Fokus Intervensi
6
pemberian dapat
analgetik mengurangi
sesuai indikasi nyeri
3. Ansietad b.d Tujuan : ansietas - Pantau tanda - Mengetahui
prosedur teratasi dan gejala tingkat ansietas
pembedahan Kriteria hasil : ansietas - Perubahan
ekspresi tenang, - Pantau TTV TTV dapat
mengatakan dan menunjukan
menunjukan tingkat ansietas
ansietas - Dukungan
berkurang, TTV spiritual dapat
normal, - Beri membuat klien
menunjukkan dukungan tenang
kping spiritual - Menjamin
positif/adaptif. adanya sistem
- Libatkan pendukung bgi
orang terdekat klien dan
sebagai memberikan
petunjuk dala kesempatan
pengambilan orang terdekat
keputusan. untuk
berpatisipasi.
7
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
d. Riwayat keluarga :
Klien mengatakan di keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit yang sama seperti
klien.
e. Kondisi lingkungan :
Klien tinggal di tempat yang padat penduduk dan ramai
8
f. Aspek Psikososial, Mekanisme Koping, dan Aspek Spiritual :
Psikososial : klien mengatakan malu dengan keadaanya skarang (akan sakitnya).
Mekanisme koping : klien bersikap kooperatif dengan dokter maupun perawat saat
dilakukan pengkajian dan tindakan.
Spiritual : klien mengatakan selalu berdoa untuk cepat sembuh.
9
3.6 Analisa data
10
3.7 Perencanaan
Nyeri b.d proses Setelah dilakukan asuhan - Kaji karakteristik - Untuk menentukan
peradangan pada keperawatan, diharapkan nyeri tingkat keparahan
telinga nyeri klien teratasi dengan nyeri
kriteria hasil : - Ajarkan klien - Metode pengalihan
DS : untuk suasana dengan
- Klien mengeluh - Klien tidak lagi mengalihkan melakukan relaksasi
nyeri pada telingan mengeluh nyeri pada suasana dengan bisa mengurangi
sebelah kanan telinga kanan melakukan nyeri yang diderita
- Nyeri yang - Skala nyeri 0 (tidak metode relaksasi klien
dirasakan hilang ada) saat nyeri, seperti
timbul - Ekspresi wajah tenang menarik napas
DO : panjang
- Skala nyeri 2 - Kompres dingin di - Kompres dingin
- TTV : sekitar area bertujuan
11
TD : 110/70 telinga mengurangi nyeri
mmHg karena rasa nyeri
N : 78x/menit teralihkan oleh rasa
RR : 20x/menit dingin di sekitar
S : 36oC area telinga
- Ekspresi wajah - Posisi yang sesuai
tampak tidak akan membuat klien
nyaman - Atur posisi klien merasa nyaman
- Analgetik dapat
mengurangi rasa
- Kolaborasi dalam nyeri
pemberian
analgetik
12
3.8 Catatan Keperawatan
13
3.9 Catatan Perkembangan
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
15