Anda di halaman 1dari 8

PANDUAN FARMASI DAN TERAPI

A. Pendahuluan
Panitia Farmasi dan Terapi menurut Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004
adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara staf medic dengan staf farmasi,
sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi spesialisasi yang ada di Rumah
Sakit dan apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan Panitia FArmasi dan Terapi adalah :
1. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat, dan evaluasinya
2. Melengkapi staf professional dibidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang
berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan

B. Organisasi dan kegiatan


Susunan kepanitiaan Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah
sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat :
1. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter, apoteker
dan perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang
mewakili semua staf medis fungsional yang ada
2. Ketua panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika
rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah
farmakologi. Sekretarisnya adalah apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk
3. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan
sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat Panitia Farmasi
dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang
dapat memberi masukan bagi pengelolaan Panitia Farmasi dan Terapi
4. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT (Panitia Farmasi dan Terapi) diatur oleh
sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat
5. Mmebina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya berhubungan
dengan penggunaan obat

Menurut Charles Siregar dalam bukunya Farmasi Rumah Sakit menyebutkan bahwa keanggotaan
PFT terdiri dari 8-15 orang. Semua anggota tersebut mempunyai hak suara yang sama. Di
Rumah Sakit Umum besar (misalnya kelas A dan B) perlu diadakan suatu struktur organisasi
PFT yang terdiri atas keanggotaan inti yang mempunyai hak suara, sebagai suatu tim pengarah
dan pengambil keputusan. Anggota inti ini dibantu oleh berbagai sub panitia yang dipimpin oleh
salah seorang anggota inti. Anggota dalm sub panitia adalah dokter praktisi spesialis, apoteker
spesialis informasi obat, apoteker spesialis farmasi klinik, dan berbagai ahli sesuai dengan
keahlian yang diperlukan dalam tiap subpanitia (Siregar : 2004 : 71)

Selain subpanitia yang pembentukannya didasarkan pada penggolongan penyakit sasaran obat,
dibeberapa penyakit subpanitia didasarkan pada SMF (Staf Medik Fungsional) yang ada. PFT
dapat juga membentuk subpanitia untuk kegiatan tertentu, misalnya subpanitia pemantauan dan
pelaporan reaksi obat merugikan, subpanitia evaluasi penggunaan obat, sub panitia pemantauan
resistensi antibiotik, subpanitia formulasi dietetik, atau subpanitia khusus jika perlu. Dalam
subpantia khusus ini, seringkali melibatkan spesialis yang bukan anggota PFT (Siregar : 2004 :
71)

C. Fungsi dan Ruang Lingkup


1. Mengembangkan Formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Pemilihan obat untuk
dimasukkan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap
efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe
obat, kelompok dan produk obat yang sama.
2. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat
baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis
3. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di Rumah Sakit dan yang termasuk dalam
kategori khusus
4. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan
dan peraturan=peraturan mengenai penggunaan obat di Rumah Sakit sesuai dengan peraturan
yang berlaku secara lokal maupun nasional
5. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di Rumah Sakit dengan mengkaji medical
record dibandingkan dengan standar diagnose dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional.
6. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat
7. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang mnyangkut obat kepada staf medis obat dan
perawat
D. Kewajiban Panitia Farmasi dan Terapi
1. Memberikan rekomendasi pada pimpinan Rumah Sakit untuk mencapai budaya pengelolaan
dan penggunaan obat secara rasional
2. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah sakit, pedoman
penggunaan antibiotika dan lain-lain
3. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat terhadap pihak-
pihak yang terkait
4. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan umpan balik
atas hasil pengkajian tersebut

E. Pemasok Obat Untuk Rumah Sakit


Pemasok adalah suatu organisasi/lembaga yang menyediakan atau memasok produk atau
pelayanan pada konsumen. Pemasok obat untuk Rumah Sakit pada umumnya adalah industry
farmasi atau Pedagang Besar Farmasi. Untuk memperoleh obat atau sediaan obat yang bermutu
baik, perlu dilakukan pemilihan pemasok obat yang baik dan produk obat yang memenuhi semua
persyaratan dan spesifikasi mutu. Jadi, salah satu komponen dari praktek pengadaan obat yang
baik (PPOB) ialah pemilihan pemasok yang memenuhi persyaratan.
1. Kriteria Umum Pemilihan Pemasok
IFRS harus menetapkan kriteria pemilihan pemasok sediaan farmasi untuk Rumah Sakit.
Kriteria pemilihan pemasok sediaan farmasi untuk Rumah Sakit adalah : tetapi tidak terbatas
pada hal berikut :
a. Telah memenuhi persyaratan hukum yang berlau untuk melakukan produksi dan
penjualan (telah terdaftar)
b. Telah terakreditasi sesuai dengan persyaratan CPOB dan ISO 9000
c. Mempunyai reputasi yang baik, artinya tidak pernah :
- Melakukan hal-hal yang melanggar hukum yang berlaku
- Menghasilkan/menjual produk obat yang tidak memenuhi syarat
- Mempunyai sediaan obat yang ditarik dari peredaran karena mutu yang buruk
d. Selalu mampu dan dapat memenuhi kewajiban sebagai pemasok produk obat yang selalu
tersedia dan dengan mutu yang tertinggi, dengan harga yang terendah.

2. Identifikasi Pemasok Sediaan Farmasi Yang Mungkin Untuk Rumah Sakit


IFRS harus melakukan proses untuk mengidentifikasi pemasok sediaan farmasi yang
mungkin. Proses itu mencakup, tetapi tidak terbatas hanya pada kombinasi dari berbagai
komponen berikut :
a. Mengevaluasi system mutu yang diterapkan pemasok, berdasarkan evaluasi dokumen
dan evaluasi di lapangan. Pemasok harus mengizinkan apoteker Rumah Sakit untuk
menginspeksi system mutu manufaktur dan pengendalian mutu
b. Menganalisis informasi tentang unjuk kerja pemasok dan harus dikembangkan ketetapan
serta kriteria untuk menetapkan pemasok yang ditolak menimbulkan keraguan pada
kejujuran proses pengadaan
c. Untuk pemasok yang baru adalah penting menginspeksi secara visual sampel, sediaan
obat, kemasan dan penandaan
d. Mengevaluasi riwayat mutu , sediaan farmasi yang lampau yang disuplai oleh pemasok
e. Mengkaji mutu produk, harga, unjuk kerja penghantaran dan tanggapan pemasok jika
ada masalah
f. Mengaudit system manajemen mutu pemasok dan mengevaluasi kemmapuan yang
mungkin untuk mengadakan sediaan obat yang diperlukan secara efisien dan dalam
jadwal.
g. Mengkaji acuan tentang kepuasan konsumen (dokter dan pasien)
h. Mengevaluasi pengalaman yang relevan dengan pemasok.
i. Kemampuan layanan dan dukungan
j. Kemampuan logistik termasuk lokasi dan sumber

3. Hal yang perlu disepakati Antara IFRS dan Pemasok


1. Kesepakatan tentang Jaminan Mutu Pasokan
IFRS harus mengadakan suatu kesepakatan yang jelas dengan pemasok mengenai
jaminan mutu terhadap produk yang dipasok. Satu atau lebih dari metode dibawah ini
dapat digunakan dalam kesepakatan jaminan mutu terhadap produk yang dipasok :
a. Mengandalkan system mutu pemasok dengan mengadakan audit dokumen mutu dan
dilapangan
b. Penyertaan data inspeksi / penngujian yang ditetapkan dan rekaman pengendalian
proses dari pemasok
c. Evaluasi secara berkala terhadap praktek pengendalian mutu pemasok oleh IFRS atau
oleh pihak ketiga
d. Inspeksi / pengujian penerimaan lot dengan pengambilan contoh oleh pemasok
e. Inspeksi penerimaan dan penyortiran oleh IFRS

2. Kesepakatan mengenai metode verifikasi


Kesepakatan yang jelas harus diadakan oleh IFRS bersama pemasok mengenai metode
yang digunakan untuk memverifikasi kesesuaian terhadap persyaratan yang ditetapkan.
Kesepakatn tersebut dapat mencakup pertukaran data inspeksi dan atau pengujian dengan
tujuan peningkatan mutu selanjutnya. Adanya kesepakatn tersebut dapat memperkecil
kesulitan dalam menafsirkan persyaratan, metode inspeksi, pengujian atau pengambilan
contoh

4. Kesepakatan untuk penyelesaian perselisihan


Sistem dan prosedur harus ditetapkan IFRS bersama pemasok untuk penyelesaian
perselisihan yang berkaitan dengan mutu yang terjadi dikemudian hari.
a. Kewajiabn pemasok
Pemasok harus dapat memenuhi persyaratan dan/atau ketentuan tersebut dibawah ini :
b. Ketentuan teknis
Ketentuan teknis mencakup :
1. Semua obat dan/atau sediaannya harus memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia
Edisi IV atau persyaratan lain yang ditetapkan oleh PFT dan IFRS
2. Sedapat mungkin semua sediaan obat tersedia dalam kemasan unit tunggal atau dosis
unit atau kemasan selama terapi
3. Nama dan alamat manufaktur dari bentuk sediaan akhir dan pengemas atau
distributor harus tertera pada etiket sediaan
4. Tanggal kadaluarsa harus secara jelas tertera pada etiket kemasan
5. Informasi terapi, biofarmasi, dan toksikologi harus tersedia untuk apoteker atas
permintaan.
6. Materi edukasi untuk penderita dan staf yang penting untuk penggunaan yang tepat
dari sediaan obat harus tersedia secara rutin
7. Atas permintaan pemasok harus memberikan bukti dari setiap pernyataan berkaitan
dengan kemanjuran , keamanan dan keunggulan produknya
8. Atas permintaan, pemasok harus mmberikan tanpa biaya, suatu kuantitas yang wajar
dari produknya yang memungkinkan apoteker untuk mengevaluasi sifat fisik,
termasuk keelokan farmasetik, (penampilan dan ketidak adaan kerusakan atau cacat
fisik) kemasan dan penandaan

5. Kebijakan Distribusi
a. Apabila memungkinkan, penghantaran tiap jenis sediaan obat harus berasal dari suatu
nomor lot/ bets tunggal
b. Kecuali ditetapkan atau dipersyaratkan lain oleh pertimbangan stabilitas, tidak kurang
dari suatu jarak waktu 12 bulan harus tersedia, antara waktu penghantaran sediaan dan
tanggal kadaluwarsanya.
c. Pemasok harus menerima, tanpa pengesahan sebelumnya, kemasan sediaan obat yang
belum dibuka yang dikembalikan yang belum lewat tanggal kadaluwarsa. Pengembalian
uang penuh seharga pembelian harus kontan atau dimasukkan kedalam rekening rumah
sakit.
d. Pemasok harus mengirimkan semua pesanan sediaan obat tepat waktu, ongkos kirim
prabayar oleh pemasok, dan menyertakan daftar kemasan pada setiap pengiriman. Semua
sediaan obat yang habis persediaan harus dicatat, dan ketersediaan yang diantisipasi dari
sediaan itu harus secara jelas dinyatakan.

6. Kebijakan Pemasaran dan Penjualan


a. Pemasok tidak diperkenankan menggunakan nama apoteker atau nama IFRS dalam iklan
atau materi promosi
b. Pemasok harus menghormati keputusan system formularium yang dibuat oleh PFT, dan
PPF (Perwakilan Perusahaan Farmasi) harus memenuhi peraturan Rumah Sakit yang
menguasai kegiatan PPF
c. Pemasok tidak diperkenankan memberikan uang, alat atau barang kepada IFRS atau
stafnya sebagai bujukan untuk membeli produk pemasok
d. Dalam mengambil bagian dalam suatu kontrak untuk memasok sediaan obat, pemasok
harus menjamin menyediakan pada harga yang ditetapkan setiap sejumlah minimum
sediaan obat yang ditetapkan. Jika pemasok tidak mampu memenuhi janji pasokan itu,
pemasok harus mengganti pengeluaran Rumah Sakit untuk pembayaran biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh sediaan obat itu dari sumber lain. JIka selama kontrak
berlaku, terjadi pengurangan harga maka berlaku harga yang lebih rendah
7. Hubungan IFRS dengan pemasok
IFRS dan pemasok industry farmasi harus saling bekerja sama dalam peningkatan mutu
produksi industry farmasi dan mutu pelayanan IFRS. Untuk meningkatkan hubungan
kerjasama antara IFRS dan industri farmasi, komunikasi harus pula ditingkatkan diantara
keduanya.
IFRS dan industry farmasi harus menetapkan system manajemen mutu menyeluruh agar
kedua lembaga ini selalu dapat memuaskan konsumen.
Dalam pengadaan sediaan obat untuk Rumah Sakit, IFRS harus menerapkan manajemen
proses mutu metode modern menggantikan manajemen produk metode tradisional. Migrasi
peningkatan mutu dari manajemen produk ke manajemen proses mutu meratakan jalan untuk
memperluas teknik peningkatan mutu diluar manufaktur. Metode tradisional di fokuskan
produk atau keluaran yang memerlukan inspeksi/pengujian bahan baku maupun sediaan akhir
yang lebih ketat untuk peningkatan mutu. Dengan pendekatan ini, mutu yang lebih baik
dapat dicapai dengan pengeluaran dan pemborosan yang meningkat dan harga yang lebih
tinggi. Hal ini berlawanan dengan metode modern, yang peningkatan mutu terpusat pada
proses, dengan pendekatan demikian, mutu yang lebih baik dapat dicapai tanpa memerlukan
peningkatan biaya.
Salah satu strategi untuk meningkatkan komunikasi antara IFRS dan industry farmasi ialah
mengadakan program orientasi formal untuk Perusahaan Besar Farmasi (PBF). Program
orientasi dapat digunakan untuk mendiskusikan standar di Rumah Sakit bagi PBF, selain itu
dapat digunakan untuk memberikan informasi yang lebih luas kepada PBF sehingga ia
memahami berbagai system Rumah Sakit. Suatu pengertian yang akurat tentang system
pembelian, system penghantaran obat, dan system formularium akan membantu PBF dalam
melaksanakan pelayanan yang perlu untuk Rumah Sakit. Komunikasi antara industry farmasi
dengan apoteker Rumah Sakit harus terbuka dan berkelanjutan. Apoteker Rumah Sakit harus
mengkomunikasikan kebutuhan Rumah Sakit kepada industry, dan industry harus berusaha
memenuhi kebutuhan itu. Informasi ilmiah berkaitan dengan fisik (stabilitas, kompatibilitas,
pH) dan sifat klinik (farmakokinetik) harus dikomunikasikan kepada apoteker rumah sakit.
Hal sama, industry farmasi harus secara efisien mengkomunikasikan kebutuhannya kepada
apoteker rumah sakit.

8. Pemasok sebagai mitra IFRS


IFRS dapat memperoleh manfaat dari pengadaan hubungan dengan pemasok (industry
farmasi dan PBF) untuk meningkatkan serta memberi kemudahan komunikasi yang jernih
dan terbuka, dan untuk meningkatkan proses yang menciptakan nilai. Ada berbagai peluang
bagi IFRS untuk meningkatkan nilai melalui kerjasama dengan pemasok dalam berbagai
kegiatan berikut :
a. Mengoptimalkan jumlah pemasok dan mitra
b. Mengadakan komunikasi dua arah pada tingkat yang paling sesuai dalam kedua lembaga
(IFRS dan pemasok) guna memudahkan solusi maslaah yang cepat dan untuk
menghindari keterlambatan atau perselisihan yang mahal.
c. Bekerjasama dengan pemasok dalam memvalidasi kemampuan proses mereka
d. Memantau kemampuan pemasok menghantarkan sediaan obat yang bermutu
e. Mendorong pemasok untuk menerapkan program peningkatan atau perbaikan terus
menerus dan untuk berpartisipasi dalam perkara peningkatan bersama
f. Melibatkan pemasok dalam kegiatan pengembangan dan atau desain IFRS untuk berbagi
pengetahuan dan memperbaiki/meningkatkan realisasi dan penghantaran obat yang
sesuai.

Anda mungkin juga menyukai