Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH BIOTEKNOLOGI

PENGGUNAAN PCR UNTUK ANALISIS


SIDIK-JARI DNA MENGGUNAKAN SATU PRIMER TUNGGAL
Dosen Pengampu: Eko Retnowati, S.Si., M.Si., M.Farm., Apt

Disusun Oleh:
Nama : Nais Maghfiroh
NPM : F220165046
Kelas : IV A

PRODI S1-FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2019
A. PENGERTIAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (kependekan
dari istilah bahasa Inggris polymerase chain reaction) merupakan suatu teknik atau
metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme.
Dengan teknik ini dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat
sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini dirintis
oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat
temuannya tersebut. Penerapan PCR banyak dilakukan dibidang bikimia dan biologi
molekuler karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil.
Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk
mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. Metode PCR dapat meningkatkan jumlah
urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula. Setiap urutan basa nukleotida
yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Kunci utama pengembangan PCR
adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan
meminimalkan amplifikasi urutan non-target.

Pada dasarnya reaksi PCR adalah tiruan dari proses replikasi DNA in vivo, yaitu
dengan adanya pembukaan rantai DNA (denaturasi) utas ganda, penempelan primer
(annealing) dan perpanjangan rantai DNA baru (extension) oleh DNA polimerase dari
arah terminal 5’ ke 3’. Hanya saja pada teknik PCR tidak menggunakan enzim ligase dan
primer RNA. Secara singkat, teknik PCR dilakukan dengan cara mencampurkan sampel
DNA dengan primer oligonukleotida, deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), enzim
termostabil Taq DNA polimerase dalam larutan DNA yang sesuai, kemudian menaikkan
dan menurunkan suhu campuran secara berulang beberapa puluh siklus sampai diperoleh
jumlah sekuens DNA yang diinginkan.

Menurut Erlich (1989) PCR adalah suatu metode in vitro yang digunakan untuk
mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida
yang menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA.
Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang
diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas penggunaannya.

PCR didasarkan pada amplifikasi enzimatik fragmen DNA dengan menggunakan


dua oligonukleotida primer yaitu komplementer dengan ujung 5’dari dua untaian skuen
target. Oligonukleotida ini digunakan sebagai primer (primer PCR) untuk memungkikan
DNA template dikopi oleh DNA polimerase. Untuk mendukung terjadinya annealing
primer ini pada template pertama kali diperlukan untuk memisahkan untaian DNA
substrat melalui pemanasan.

Hampir semua aplikasi PCR mempekerjakan DNA polimerase yang stabil


terhadap panas, seperti polimerase Taq. Awalnya enzim diisolasi dari bakteri Aquaticus
Thermus. DNA polimerase enzimatis ini merakit sebuah untai DNA baru dari
pembangunan blok DNA, nukleotida , dengan menggunakan DNA beruntai tunggal
sebagai template dan oligonukleotida DNA (juga disebut primer DNA ), yang dibutuhkan
untuk inisiasi sintesis DNA. Sebagian besar metode PCR menggunakan siklus termal ,
yaitu, bergantian pemanasan dan pendinginan sampel PCR untuk serangkaian langkah
pasti suhu.
Langkah-langkah siklus termal yang diperlukan pertama yang secara fisik
memisahkan dua helai dalam heliks ganda DNA pada suhu tinggi dalam proses yang
disebut DNA leleh . Pada suhu yang lebih rendah, masing-masing untai kemudian
digunakan sebagai template dalam sintesis DNA oleh polimerase DNA untuk selektif
memperkuat DNA target. Selektivitas hasil PCR dari penggunaan primer yang
komplementer ke wilayah yang ditargetkan untuk amplifikasi DNA di bawah kondisi
spesifik siklus termal.
B. TAHAP-TAHAPAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

Proses PCR terdiri dari tiga tahapan, yaitu denaturasi DNA templat, penempelan
(annealing) primer, dan polimerisasi (extension) rantai DNA. Denaturasi merupakan
proses pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA yang menjadi
cetakan (templat) sebagai tempat penempelan primer dan tempat kerja DNA
polimerase, dengan pemanasan singkat pada suhu 90-95°C selama beberapa menit.
Penjelasan ringkas tentang setiap siklus reaksi PCR adalah sebagai berikut:

 Denaturasi

Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai
tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan
putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh
reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang
sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90 C – 95̊ C.

 Penempelan Primer

Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik
yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen
akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada templat. Proses ini
biasanya dilakukan pada suhu 50oC – 60oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan
berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan
putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada
72oC.

 Reaksi Polimerisasi (extension)

Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72oC.
Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya
dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase.

Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan
di amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda),
sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n
adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1
copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy,
sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan
seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR
dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan
menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3’ dari potongan DNA yang
dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan
vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5’-nya. Proses PCR
dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.

C. KOMPONEN-KOMPONEN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

Beberapa komponen-komponen PCR antara lain:

1. Enzim DNA Polymerase

Dalam sejarahnya, PCR dilakukan dengan menggunakan Klenow fragment DNA


Polimerase I selama reaksi polimerisasinya. Enzime ini ternyata tidak aktif secara termal
selama proses denaturasi, sehingga peneliti harus menambahkan enzim di setiap
siklusnya. Selain itu, enzim ini hanya bisa dipakai untuk perpanjangan 200 bp dan
hasilnya menjadi kurang spesifik. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, dalam
perkembangannya kemudian dipakai enzim Taq DNA polymerase yang memiliki
keaktifan pada suhu tinggi. Oleh karenanya, penambahan enzim tidak perlu dilakukan di
setiap siklusnya, dan proses PCR dapat dilakukan dalam satu mesin

2. Primer

Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal yang mempunyai urutan


komplemen dengan DNA templat yang akan diperbanyak. Panjang primer berkisar antara
20-30 basa. Untuk merancang urutan primer, perlu diketahui urutannukleotida pada awal
dan akhir DNA target. Primer oligonukleotida di sintesis menggunakan suatu alat yang
disebut DNA synthesizer.

3. Reagen lainnya

Selain enzim dan primer, terdapat juga komponen lain yang ikut menentukan
keberhasilan reaksi PCR. Komponen tersebut adalah dNTP untuk reaksi polimerisasi, dan
buffer yang mengandung MgCl2. Konsentrasi ion Mg2+dalam campuran reaksi
merupakan hal yang sangat kritis. Konsentrasi ion Mg2+ ini sangat mempengaruhi proses
primer annealing, denaturasi, spesifisitas produk, aktivitas enzim dan fidelitas reaksi.

D. MANFAAT POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat digunakan untuk:

 Amplifikasi urutan nukleotida.

 Menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi.

 Bidang kedokteran forensik.

 Melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan “finger print”.

E. PENGGUNAAN PCR UNTUK ANALISIS SIDIK-JARI DNA


MENGGUNAKAN SATU PRIMER TUNGGAL

Analisisi sidik-jari DNA (DNAfingerprinting) adalah suatu metode analisis genetik

yang didasarkan atas pola RFLP suatu materi genetik. Diketahui bahwa pola lokus

polimorfik tersebut spesifik untuk masing-masing individu. Spesifitas pola polimorfisme

tersebut dapat dideteksi dengan melakukan hibridisasi menggunakan suatu pelacak DNA

tertentu. Pelacak DNA tersebut akan berhibridisasi dengan suatu daerah minisatelit

hipervariabel.

Analisis sidik jari-DNA dilakukan dengan cara memotong sampel DNA dengan

satu atau lebih enzim restriksi, kemudian dilakukan elektroforesis pada gel agarose. DNA
pada gel kemudiam dipindahkan ke suatu membran dan dihibridisasikan dengan suatu

pelacak.

Dengan adanya metode PCR, analisis sidik-jari DNA dapat dilakukan pada sampel

DNA dalam jumlah sangat sedikit. Tenik analisisi sidik-jari DNA tersebut telah banyak

digunakan untuk kepentingan forensik, analisis genom manusia, diagnosa antenatal,

penentuan hubungan kekeluargaan dan lain-lain.

Amplifikasi lokus-tunggal suatu minisatelit dengan PCR memerlukan informasi

mengenai urutan nukleotoda DNA yang akan diamplifikasi karena hal ini akan

menentukan primer yang digunakan. PCR biasannya dilakukan dengan menggunakan dua

macam primer yang sangat spesifik. Caetano-anolles et al.(1991) telah mengembangkan

analisis sidik jari DNA dengan amplifikasi, tetapi hanya menggunakan satu primer

tunggal. Metode ini tidak memerlukan pelacak DNA tertentu dan tidak memerlukan

informasi mengenai urutan DNA yang akan diamplifikasi. Oleh karena tidak perlu

dihibridisasi dengan suatu pelacak maka dalam metode ini juga tidak perlu dilakukan

pemindahan fragmen-fragmen DNA dari gel ke suatu membran. Metode ini dikenal

sebagai metode DNA Amplification Fingerprinting (DAF).

Primer yang digunakan dalam metode ini dapat berupa oligonukleotida yang

panjangnya hanya 5 nukleotida. Oleh karena hanya ada satu primer pendek dengan urutan

nukleotida yang tidak sangat spesifik maka tempat awal sintetis DNA dapat terletak

dibeberapa tempat di masing-masing untaian DNA. Meskipun demikian, urutan

nukleotida template yang dapat diamplifikasi hanya daerah yang terletak di antara suatu

tempat awal sintetis dengan suatu urutan nukleotida yang terletak di dekatnya yang juga

berhibridisasi dengan primer. Dengan adanya siklus inkubasi pada beberapa suhu yang
berbeda selama amplikasi maka akan dihasilkan sekelompok fragmen DNA dengan

ukuran pendek dan mempunyai panjang yang berbeda-beda. Jika fragmen-fragmen

tersebut dipisahkan dengan elektroforesis pada gel akrilamid, akan dihasilkan suatu pola

“sidik-jari”. Metode ini telah berhasil digunakan unutk melakukan analisis sidik-jari

DNA yang berasal dari Bradyrhizobiumsp, Candida albican, Azolla amma, Glycine

soja dan lain-lain. Beberapa primer yang digunakan untuk analisis adalah sebagai berikut:

1. 5’-CGCGGCCA-3’

2. 5’AATGCAGC-3’

3. 5’-GCCCGCCC-3’

4. 5’-CGGCGGCGG-3’

Metode sidik-jari DNA dengan amplifikasi ini dapat dikembangkan lebih lanjut

dengan menggunakan primer yang berbeda ururtan nukleotidanya. Primer yang berbeda

tersebut akan menghasilkan pola “sidik-jari” yang berbeda karena primer tersebut akan

menempel pada daerah DNA tempalte yang berbeda. Modifikasi semacam ini telah

digunakan untuk amplifikasi DNA genom Staphylococcus aureus, kedelai (Glycine

max L. Meer. Cv. Bragg), dan DNA dari manusia. Diketahui bahwa primer yang

mengandung lebih banyak G+C akan menghasilkan lebih banyak produk amplifikasi.

Salah satu potensi metode ini adalah untuk deteksi perbedaan genetis pada suatu

genom manusia. Jika digunakan primer yang tertentu untuk amplifikasi genom manusia

maka individu-individu yang tidak mempunyai hubngan kekeluargaan akan menunjukan

polimerfisme yang berbeda dibanding individu-individu yang mempunyai hubungan

kekeluargaan.
F. DNA FINGGERPRINT

Asam deoksiribonukleat (DNA) adalah salah satu jenis asam nukleat. Asam nukleat
merupakan senyawa-senyawa polimer yang menyimpan semua informasi tentang
genetika. Penemuan tehnik Polymerase Chain Reaction (PCR) menyebabkan perubahan
yang cukup revolusioner di berbagai bidang. Hasil aplikasi dari tehnik PCR ini disebut
dengan DNA fingerprintyang merupakan gambaran pola potongan DNA dari setiap
individu. Karena setiap individu mempunyai DNA fingerprint yang berbeda maka dalam
kasus forensik, informasi ini bisa digunakan sebagai bukti kuat kejahatan di pengadilan.

DNA yang biasa digunakan dalam tes adalah DNA mitokondria dan DNA inti sel. DNA
yang paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel karena inti sel tidak bisa berubah
sedangkan DNA dalam mitokondria dapat berubah karena berasal dari garis keturunan
ibu, yang dapat berubah seiring dengan perkawinan keturunannya. Dalam kasus-kasus
kriminal, penggunaan kedua tes DNA diatas, bergantung pada barang bukti apa yang
ditemukan di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Seperti jika ditemukan puntung rokok,
maka yang diperiksa adalah DNA inti sel yang terdapat dalam epitel bibir karena ketika
rokok dihisap dalam mulut, epitel dalam bibir ada yang tertinggal di puntung rokok.
Epitel ini masih menggandung unsur DNA yang dapat dilacak.

Untuk kasus pemerkosaan diperiksa spermanya tetapi yang lebih utama adalah kepala
spermatozoanya yang terdapat DNA inti sel didalamnya. Sedangkan jika di TKP
ditemukan satu helai rambut maka sampel ini dapat diperiksa asal ada akarnya. Namun
untuk DNA mitokondria tidak harus ada akar, cukup potongan rambut karena diketahui
bahwa pada ujung rambut terdapat DNA mitokondria sedangkan akar rambut terdapat
DNA inti sel. Bagian-bagian tubuh lainnya yang dapat diperiksa selain epitel bibir,
sperma dan rambut adalah darah, daging, tulang dan kuku.

G. METODE ANALISIS DNA FINGGERPRINT

Sistematika analisis DNA fingerprint sama dengan metode analisis ilmiah yang biasa
dilakukan di laboratorium kimia. Sistematika ini dimulai dari proses pengambilan sampel
sampai ke analisis dengan PCR. Pada pengambilan sampel dibutuhkan kehati-hatian dan
kesterilan peralatan yang digunakan. Setelah didapat sampel dari bagian tubuh tertentu,
maka dilakukan isolasi untuk mendapatkan sampel DNA. Bahan kimia yang digunakan
untuk isolasi adalah Phenolchloroform dan Chilex. Phenolchloroform biasa digunakan
untuk isolasi darah yang berbentuk cairan sedangkan Chilex digunakan untuk
mengisolasi barang bukti berupa rambut. Lama waktu proses tergantung dari kemudahan
suatu sampel di isolasi, bisa saja hanya beberapa hari atau bahkan bisa berbulan-bulan.

Tahapan selanjutnya adalah sampel DNA dimasukkan kedalam mesin PCR. Langkah
dasar penyusunan DNA fingerprint dengan PCR yaitu dengan amplifikasi (pembesaran)
sebuah set potongan DNA yang urutannya belum diketahui. Prosedur ini dimulai dengan
mencampur sebuah primer amplifikasi dengan sampel genomik DNA. Satu nanogram
DNA sudah cukup untuk membuat plate reaksi. Jumlah sebesar itu dapat diperoleh dari
isolasi satu tetes darah kering, dari sel-sel yang melekat pada pangkal rambut atau dari
sampel jaringan apa saja yang ditemukan di TKP. Kemudian primer amplifikasi tersebut
digunakan untuk penjiplakan pada sampel DNA yang mempunyai urutan basa yang
cocok. Hasil akhirnya berupa kopi urutan DNA lengkap hasil amplifikasi dari DNA
Sampel.

Selanjutnya kopi urutan DNA akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk melihat
pola pitanya. Karena urutan DNA setiap orang berbeda maka jumlah dan lokasi pita DNA
(pola elektroforesis) setiap individu juga berbeda. Pola pita inilah yang dimaksud
DNA fingerprint. Adanya kesalahan bahwa kemiripan pola pita bisa terjadi secara
random (kebetulan) sangat kecil kemungkinannya, mungkin satu diantara satu juta.
Finishing dari metode ini adalah mencocokkan tipe-tipe DNA fingerprintdengan pemilik
sampel jaringan (tersangka pelaku kejahatan).
KESIMPULAN

Dengan adanya metode PCR, analisis sidik-jari DNA dapat dilakukan pada sampel

DNA dalam jumlah sangat sedikit. Tenik analisisi sidik-jari DNA tersebut telah banyak

digunakan untuk kepentingan forensik, analisis genom manusia, diagnosa antenatal,

penentuan hubungan kekeluargaan dan lain-lain. Salah satu potensi metode ini adalah

untuk deteksi perbedaan genetis pada suatu genom manusia. Jika digunakan primer yang

tertentu untuk amplifikasi genom manusia maka individu-individu yang tidak mempunyai

hubngan kekeluargaan akan menunjukan polimerfisme yang berbeda dibanding individu-

individu yang mempunyai hubungan kekeluargaan.

Anda mungkin juga menyukai