BAB II
PEMBAHASAN
A. VARIASI BAHASA
Sebagai sebuah langue sebuah bahasa mempunyai system dan subsisitem yang dipahami sama
oleh semua penutur bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa tersebut, meski berada dalam
masyarakat tutur, tidak merupakan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang konkret, yang
disebut parole, menjadi tidak seragam. Bahasa itu menjadi beragam dan bervariasi . Terjadinya
keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak
homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Setiap
kegiatan memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman bahasa itu. Keragaman itu akan
semakin bertambah kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam
wilayah yang sangat luas. Misalnya, bahasa Inggris yang digunakan hampir di seluruh dunia; bahasa
Arab yang luas wilayahnya dari Jabal Thariq di Afrika Utara sampai ke perbatasan Iran (dan juga
sebagai bahasa agama Islam dikenal hampir di seluruh dunia); dan bahasa Indonesia yang wilayah
penyebarannya dari Sabang sampai Merauke.[4]
Dalam hal variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan . pertama, variasi atau ragam bahasa
itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa
itu. Jadi variasi atau ragam bahasa itu terjadi akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman
fungsi bahasa. Andaikata penutur bahasa itu adalah kelompok yang homogen, baik etnis, status sosial
maupun lapangan pekerjaan, maka variasi atau keragaman itu tidak akan ada; artinya, bahasa iu
menjadi seragam. Kedua, variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai
alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Kedua pandangan ini dapat saja
diterima ataupun ditolak. Yang jelas, variasi atau ragam bahasa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan
adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan didalam masyarakat sosial.[5]
Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas
sosial para penuturnya, variasi bahasa tersebut di bagi menjadi delapan variasi, yaitu:[10]
1) Akrolek adalah realisasi variasi bahasa yang dipandang lebih bergengsi atau lebih tinggi
dari varietas-varietas yang lain. Sebagai contoh, bahasa Bagongan yang khusus dipakai oleh para
bangsawan di kalangan kraton Jawa. Selain itu, ada bahasa Jawa dialek standar dianggap paling
bergengsi di antara dialek bahasa Jawa lainnya.
2) Basilek adalah realisasi variasi bahasa yang dipandang kurang bergengsi atau bahkan
dipandang rendah. Misalnya, pada bahasa yang dipakai oleh para kuli pasar, bahasa Jawa krama
ndesa, dan lain-lain.
Contoh: bahasa Jawa krama ndesa:
“Mangsa ketigen menika sami kekirangan toya.”
“Musim kemarau ini pada kekurangan air.‟
3) Vulgar adalah wujud variasi bahasa yang ciri-cirinya menunjukkan pemakaian bahasa
oleh penutur yang kurang terpelajar atau dari kalangan orang-orang bodoh. Bagi kalangan yang
kurang terpelajar dalam berbahasa cenderung langsung mengungkapkan maksudnya tanpa
mempertimbangkan bentuk bahasanya. Oleh karena itu bahasa yang dipergunakan adalah
bahasa dengan kata-kata kasar.
Contoh:
“Bocah goblok banget! wis dikandhani ping seket ra mudheng-mudhengi.”
“Anak bodoh sekali! Sudah diberi tahu lima puluh kali tidak faham-faham.”
4) Slang adalah wujud atau realisasi variasi bahasa yang bersifat khusus dan rahasia. Berarti
dipakai oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas dan tidak boleh orang di luar kelompoknya
mengerti. Sebagai langkah untuk menjaga kerahasiaan, slang akan diubah/berubah, jadi bersifat
temporal. Contoh:
Bahasa Walikan Malang: “Oya nangam osbak!” (ayo mangan bakso!).
“Ayo makan bakso!”
5) Kolokial adalah bahasa percakapan sehari-hari yang biasanya
dipergunakan oleh kelompok sosial kelas bawah.Contoh:
“Wah..kawanen ki...sing dha ngantri akeh banget.”
“Wah...kesiangan ni...yang pada mengantri banyak sekali”.
Pendapat lain menyebutkan bahwa:[11] kolokial adalah variasi bahasa yang digunakan dalam
percakapan sehari-hari. Kata kolokial berasal dari kata colloquium (percakapan, konversasi). Jadi
kolokial berarti bahasa percakapan, bukan bahasa tulis. Juga tidak tepat jika kolokial ini disebut
bersifat “kampungan” atau bahasa kelas golongan bawah, sebab yang penting adalah konteks dalam
pemakaiannya. Dalam Bahasa Inggris lisan ungkapan-ungkapan seperti don’t, I’d, well, pretty(very)
funny (peculiar) dan take stock in (believe) adalah dari variasi kolokial. Berikut contoh lain ungkapan
kolokial dalam Bahasa Inggris dengan padanan formalnya:
Join up – enlist Know how – technical skill
Give up – reliquih The law – a policeman
Put up with – tolerate Outside of – except
Full up – filled to capacity A natural – one who naturally expert.
Dalam perkembangannya kemudian ungkapan- ungkapan kolokial ini sering juga digunakan
dalam bahasa tulis.
Dalam Bahasa Indonesia percakapan banyak digunakan bentuk-bentuk kolokial,
seperti dok(dokter), prof(professor), let (letnan), ndak ada (tidak ada).
6) Jargon adalah wujud variasi bahasa yang pemakaiannya terbatas pada kelompok-
kelompok sosial tertentu. Berbentuk istilah-istilah khusus namun bersifat rahasia. Misalnya, bahasa
tukang batu, bahasa montir, bahasa kernet dan sopir.
Contoh, bahasa sopir dan kondektur, mburi prei = mundur ke belakang,
anggur = menaikkan penumpang yang sudah tua, ngetem = berhenti di halte,
melu = menaikkan penumpang, dan lain-lain.
7) Argot adalah wujud variasi bahasa yang pemakaiannya terbatas
pada profesiprofesi tertentu dan bersifat rahasia.Misalnya bahasa para pencuri,
pencopet, penggarong, dan sebagainya. Letak kekhususannya biasanya terletak pada kosakata,
misalnya pada kalangan preman, sangek = nafsu, cipok = cium,mokat = mati,dll.
8) Ken (Inggris= cant) adalah wujud variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok
sosial tertentu dengan lagu yang dibuat-buat supaya lebih menimbulkan kesan “memelas”. Misalnya
bahasa para pengemis.
b. Variasi dari Segi Pemakai[12]
Variasi bahasa yang berkenaan dengan penggunanya, pemakainya, atau fungsinya
disebut fungsiolek (Nababan 1984), ragam atau register. Variasi ini biasanya dibicarakan
berdasarkan bidang penggunaan, gaya atau tingkat keformalan dan sarana penggunaan. Variasi
bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan
atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, perekonomian,
perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan. Variasi bahasa berdasarkan bidang kegiatan ini
paling tampak cirinya adalah dalam bidang kosakata, namun tampak pula dalam bidang morfologi
dan sintaksis. Variasi atau ragam bahasa sastra menekankan penggunaan bahasa dari segi estetis
sehingga memiliki ciri eufoni serta daya ungkap yang tepat atau paling tepat. Dalam bahasa umum
orang mengungkapakan sesuatu secara lugas dan polos, tetapi dalam ragam bahasa sastra akan
diungkapkan secara estetis. Misalnya, dalam bahasa umum orang akan mengatakan “Saya sudah tua”,
tetapi dalam bahasa sastra Ali Hasjimi, seorang penyair Indonesia, mengatkan dalam bentuk puisi.
Pagiku hilang sudah melayang
Hari mudaku sudah pergi
Sekarang petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi
Ragam bahasa jurnalistik mempunyai ciri : sederhana (agar mampu di pahami dengan mudah),
komunikatif (karena jurnalistik harus menyampaikan berita dengan tepat), dan ringkas (karena
keterbatasan ruang dan keterbatasan waktu). Contoh:
Dalam bahasa baku: “Gubernur meninjau daerah banjir” dan “Anaknya bersekolah di
Bandung” dalam bahasa jurnalistik menjadi: “Gubernur tinjau daerah banjir” dan “Anaknya sekolah
di Bandung”.
Variasi bahasa berdasarkan fungs ini lazim disebut register. Jika dialek berkenaan dengan
bahasa itu digunakan oleh siapa, di mana, dan kapan maka register berkenaan dengan masalah bahasa
itu di ungkapkan untuk kegiatan apa.
c. Variasi dari Segi Keformalan[13]
Berdasarkan tingkat keformalannya Mertin Joos (1967) dalam bukunya The Five Clock membagi
variasi bahasa dalam lima macam gaya, yaitu:
1) Ragam Beku (Frozen)
Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasi-situasi
khidmat dan upacara-upacara resmi, misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah di masjid, tata cara
pengambilan sumpah; kitab undang-undang, seperti undang-undang dasar, akte notaris dan surat-
surat keputusan seperti naskah-naskah perjanjian jual beli, atau sewa-menyewa.
Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantab, tidak bleh
diubah. Susunan kalimat dalam ragam beku biasanya panjang-panjang, bersifat kaku; kata-katanya
lengkap. Dengan demikian para penutur dan pendengar ragam beku dituntut keseriusan dan perhatian
yang penuh.
2) Ragam Resmi (Formal)
Ragam resmi adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, surat
menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran, dan sebagainya. Pola dan kaidah ragam
resmi sudah ditetapkan secara mantab sebagai suatu standar. Ragam resmi ini pada dasarnya sama
dengan ragam bahasa baku atau standar yang hanya digunakan dalam situasi resmi. Pembicaraan
dalam acara peminangan, pembicaraan dengan dekan atau diskusi dalam ruang kuliah menggunakan
ragam formal ini.
3) Ragam Usaha (Konsultatif)
Ragam usaha adalah variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah,
dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Wujud ragam usaha
ini berada di antara formal dan ragam informal atau ragam santai.
4) Ragam Santai (Kasual)
Ragam santai adalah variasi bahasa yang digunnakan dalam situasi yang tidak resmi untuk
berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu istirahat, olah raga, rekreasi, dan
sebagainya. Ragam santai banyak menggunakan bentuk allegro, yakni bentuk atau ujaran yang
dipendekkan. Kosakatanya banyak dipengaruhi unsur leksikal dialek dan unsure bahasa daerah.
Demikian pula dengan struktur morfologi dan sintaksisnya.
5) Ragam Akrab (Intim)
Ragam akrab adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya
sudah akrab, seperti antara anggota keluarga atau antar teman yang sudah karib. Ditandai dengan
bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi yang seringkali tidak jelas. Hal ini
dikarenakan di antara partisipan sudah ada saling pengertian dan memiliki pengetahuan yang sama.
d. Variasi dari Segi Sarana[14]
Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat
disebut adanya ragam lisan dan ragam tulisan, atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunaan
sarana atau alat tertentu, yakni, misalnya, dalam bertelefon dan bertelegraf. Adanya ragam bahasa
lisan dan bahasa tulis didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa dalam lisan dan bahasa tulis memiliki
wujud struktur yang tidak sama. Adanya ketidaksamaan wujud struktur ini adalah karena dalam
berbahasa lisan atau dalam menyampaikan informasi secara lisan, kita dibantu oleh unsur-unsur
nonsegmental atau unsure nonlinguistik yang berupa nada suara, gerak-geri tangan, gelengan kepala,
dan sejumlah gejala-gejala fisik lainnya sedangkan di dalam bahasa tulis hal-hal tersebut tidak ada.
Lalu sebagai gantinya harus dieksplisitkan secara vebal. Dalam berbahasa tulis kita harus lebih
menaruh perhatian agar kalimat-kalimat yang kita susun bisa dapat dipahami pembaca dengan baik.
B. JENIS BAHASA
Jenis bahasa sebenarnya tidak jauh berbeda dari variasi bahasa. Pada pembahasan jenis bahasa
tidak hanya berurusan dengan suatu bahasa, serta variasinya, juga berurusan dengan sejumlah bahasa,
baik yang dimiliki repertoire satu masyarakat tutur maupun yang dimiliki dan digunakan oleh
sejumlah masyarakat tutur.[15]
1. Jenis-Jenis Bahasa
a. Jenis Bahasa Berdasarkan Sosiologis.[16]
Stewart (dalam fishman (ed.) 1968) menggunakan 4 dasar untuk menjeniskan bahasa-bahasa
secara sosiologis, yaitu:
1). Standarisasi atau pembakuan adalah adanya kodepikasi dan penerimaan terhadap sebuah
bahasa oleh masyarakat pemakai bahasa itu akan seperangkat kaidah atau norma yang menetukan
pemakaian “bahasa yang benar”.
2). Otonomi atau keotomian sebuah sistem linguistik disebut mempunyai keotonomian kalau
sistem linguistik itu memilik kemandirian sistem yang tidak berkaitan dengan bahasa lain.
3). Faktor historisitas atau kesejarahan. Sebauh sistem linguistik dianggap mempunyai
historisitas lalu diketahui atau dipercaya sebagai hasil perkembangan yang normal pada masa yang
lalu.
4). Faktor vitalitas atau keterpakaian. Pemakai sistem linguistik oleh satu masyarakat penutur asli
yang tidak terisolasi.
BAB III
KESIMPULAN
A. Variasi Bahasa
Pertama, variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur
bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi atau ragam bahasa itu terjadi akibat dari
adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Andaikata penutur bahasa itu adalah
kelompok ynag homogen, baik etnis, maupun status sosial maupun lapangan pekerjaan, maka variasi
atau keragaman itu tidak aka nada; artinya, bahasa iu menjadi seragam. Kedua, variasi atau ragam
bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat
yang beraneka ragam.
Kedua pandangan ini dapat saja diterima ataupun ditolak. Yang jelas, variasi atau ragam bahasa
itu dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan didalam
masyarakat sosial.
1. Jenis- Jenis Variasi Bahasa
a. Variasi dari Segi Penutur.
1) Idiolek
2) Dialek
3) Kronolek atau Dialek Temporal
4) sosiolek atau Dialek Temporal.
Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas
sosial para penuturnya, variasi bahasa tersebut di bagi menjadi delapan variasi, yaitu: akrolek, basilek,
vulgar, slang, kolokial, jargon, argot dan kent.
b. Variasi dari Segi Pemakai.
c. Variasi dari Segi Keformalan.
Berdasarkan tingkat keformalannya Mertin Joos (1967) dalam bukunya The Five Clock membagi
variasi bahasa dalam lima macam gaya, yaitu:
6) Ragam Beku (Frozen)
7) Ragam Resmi (Formal)
8) Ragam Usaha (Konsultatif)
9) Ragam Santai (Kasual)
10) Ragam Akrab (Intim)
d. Variasi dari Segi Sarana
B. JENIS BAHASA
Jenis bahasa sebemarnya tidak jauh berbeda dari variasi bahasa.
2. Jenis-Jenis Bahasa
a. Jenis Bahasa Berdasarkan Sosiologis.
Stewart (dalam fishman (ed.) 1968) menggunakan 4 dasar untuk menjeniskan bahasa-bahasa
secara sosiologis, yaitu:
1) Standarisasi
2) otonomi
3) historisasi
4) Vitalitas
b. jenis Bahasa Berdasarkan Sikap Politik.
c. Jenis Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan.
d. Lingua Franca.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004.Sosiolinguistik:Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
_________________.2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta : Rineka
Cipta.
Soeparno. 2002. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yogyakarta:PT Tiara Wacana Yogya.
http://irpan-ilmi.blogspot.co.id/2013/12/resume-buku-sosiolinguistik-abdul-chaer.html.(Diakses
pada tanggal 11 Desember 2015 pukul 14:00 WIB).
http://jasonwalkerpanggabean.blogspot.com/2013/12/makalah-jenis-dan-variasi-bahasa.html.
(Diakses pada tanggal 09 Mei 2015 pukul 23:08 WIB).
[1] Abdul Chaer dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. (Jakarta:PT Rineka Cipta,2004),hlm.59
[2] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan
Awal ( Rineka Cipta,Jakarta,2010),hlm.62
[3] http://jasonwalkerpanggabean.blogspot.com/2013/12/makalah-jenis-dan-variasi-
bahasa.html. (Diakses pada tanggal 09 Mei 2015 pukul 23:08 WIB).