Anda di halaman 1dari 11

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM YOGYAKARTA (STAIYO)

Alamat : Jalan Ki Ageng Giring,Bansari,Trimulyo II,Kepek,Wonosari,DIY


2015
BAB I
PENDAHULUAN
Variasi atau ragam bahasa merupakan bahasan pokok dalam studi sosiolinguistik, sehingga
Kridalaksana (1974) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang berusaha
menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan
ciri-ciri sosial kemasyarakatan. Kemudian dengan mengutip pendapat Fishman (1971:4)
Kridalaksana mengatakan bahwa sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari ciri dan fungsi
pelbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara bahasa dengan ciri dan fungsi itu dalam suatu
masyarakat bahasa.[1]
Menurut Chaer (2010:62) variasi bahasa adalah keragaman bahasa yang disebabkan oleh
adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam
dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen.[2]
Menurut Allan Bell (dalam Coupland dan Adam, 1997:240) variasi bahasa adalah salah satu
aspek yang paling menarik dalam sosiolinguistik. Prinsip dasar dari variasi bahasa ini adalah penutur
tidak selalu berbicara dalam cara yang sama untuk semua peristiwa atau kejadian. Ini berarti penutur
memiliki alternatif atau piilihan berbicara dengan cara yang berbeda dalam situasi yang berbeda. Cara
berbicara yang berbeda ini dapat menimbulkan maksa sosial yang berbeda pula. Jadi, berdasarkan
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa variasi bahasa adalah sejenis ragam bahasa yang
pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi dan situasinya, tanpa mengabaikan kaidah-kaidah pokok
yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan, variasi bahasa itu terjadi sebagai
akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa.[3]

BAB II
PEMBAHASAN
A. VARIASI BAHASA
Sebagai sebuah langue sebuah bahasa mempunyai system dan subsisitem yang dipahami sama
oleh semua penutur bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa tersebut, meski berada dalam
masyarakat tutur, tidak merupakan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang konkret, yang
disebut parole, menjadi tidak seragam. Bahasa itu menjadi beragam dan bervariasi . Terjadinya
keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak
homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Setiap
kegiatan memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman bahasa itu. Keragaman itu akan
semakin bertambah kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam
wilayah yang sangat luas. Misalnya, bahasa Inggris yang digunakan hampir di seluruh dunia; bahasa
Arab yang luas wilayahnya dari Jabal Thariq di Afrika Utara sampai ke perbatasan Iran (dan juga
sebagai bahasa agama Islam dikenal hampir di seluruh dunia); dan bahasa Indonesia yang wilayah
penyebarannya dari Sabang sampai Merauke.[4]
Dalam hal variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan . pertama, variasi atau ragam bahasa
itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa
itu. Jadi variasi atau ragam bahasa itu terjadi akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman
fungsi bahasa. Andaikata penutur bahasa itu adalah kelompok yang homogen, baik etnis, status sosial
maupun lapangan pekerjaan, maka variasi atau keragaman itu tidak akan ada; artinya, bahasa iu
menjadi seragam. Kedua, variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai
alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Kedua pandangan ini dapat saja
diterima ataupun ditolak. Yang jelas, variasi atau ragam bahasa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan
adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan didalam masyarakat sosial.[5]

1. Jenis- Jenis Variasi Bahasa


a. Variasi dari Segi Penutur
Variasi bahasa di lihat berdasarkan penuturnya dibagi dalam empat bagian:
1) Idiolek[6]
yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep idiolek, setiap orang
mempunyai variasi bahasanya atau idioleknya masing-masing. Variasi bahasa idiolek ini berkenaan
dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun yang
paling dominan adalah “warna” suara itu, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya
dengan mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat mengenalinya. Mengenali
idiolek seseorang dari bicaranya memang lebih mudah daripada melalui karya tulisnya. Namun kalau
kita sering membaca karya Hamka, Alisjahbana, atau Shakespeare, maka pada suatu waktu kelak bila
kita menemui selembar karya mereka, meskipun tidak dicantumkan nama mereka, maka kita dapat
mengenali lembaran itu karya siapa. Kalau setiap orang memiliki idioleknya masing-masing, maka
apakah berarti idiolek itu menjadi banyak? Ya, memang demikian, bila ada 1000 orang penutur,
misalnya, maka akan ada 1000 idiolek dengan cirinya masing-masing yang meskipun sangat kecil
atau sedikit cirinya itu, tetapi tetap masih tetap menunjukkan idioleknya. Dua orang kembarpun,
warna suaranya, yang menandai idioleknya, masih dapat dibedakan.
2) Dialek[7]
yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berbeda pada satu
tempat, wilayah atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat tinggal
penutur, maka dialek ini lazim di sebut dialek area, dialek regional, atau dialek geografi. Para
pennutur dalam suatu dialek, meskipun mereka memiliki idioleknya masing-masing tapi mereka
memiliki kesamaan ciri yang menandai bahwa mereka berada pada satu dialek yang berbeda dengan
kelompok penutur lain, yang berada dalam dialeknya sendiri dengan ciri lain yang menandai
dialeknya juga. Misalnya, bahasa Jawa dialek Banyumas memiliki ciri tersendiri yang berbeda
dengan ciri yang dimiliki bahasa Jawa dialek Pekalongan, dialek Semarang, dialek Surabaya. Para
penutur bahasa tersebut dapat berkominikasi dengan baik meskipun dialek mereka berbeda, hal itu
dikarenakan dialek-dialek tersebut masih termasuk bahasa yang sama, yaitu bahasa Jawa. Memang
kesalingmengertian antara anggota dari satu dialek dengan anggota dialek yang lain bersifat relatif;
bisa besar, bisa kecil, bisa juga sangat kecil.jika kesalingmengertian itu tidak ada sama sekali maka
berarti kedua penutur dari kedua dialek yang berbeda itu bukanlah dari sebuah bahasa yang sama
melainkan dari dua bahasa yang berbeda. Dalam kasus bahsa Jawa dialek Banten dan bahasa Jawa
dialek Cirebon, sebenarnya kedua bahasa tersebut sudah berdiri sendiri-sendiri, sebagai bahasa yang
bukan lagi bahasa Jawa. Tetapi karena secara historis keduanya adalah beasal dari bahasa Jawa, maka
keduanya juga dapat dianggap sebagai dialek-dialek dari bahasa Jawa.
Penggunaan istilah dialek atau bahasa dalam masyarakat umum memang seringkali bersifat
ambigu. Secara linguistik jika masyarakat tutur masih saling mengerti, maka alat komunikasinya
adalah dua dialek dari bahasa yang sama. Namun, secara politis, meskipun dua masyarakat tutur bisa
saling mengerti, keduanya tetap dianggap sebagai dua bahasa yang berbeda. Contohnya, bahasa
Indonesia dengan bahasa Malaysia, yang secara linguistik adalah sebuah bahasa, tetapi secara politis
dianggap sebagai dua bahasa yang berbeda.
Bidang studi linguistik yang mempelajari dialek-dialek ini disebut dialektologi. Dialektologi
berusaha membuat peta batas–batas dialek dari sebuah bahasa dengan cara membandingkan bentuk
dan makna kosakata yang digunakan dalam dialek-dialek itu. Namun dialektologi secara lebih luas
juga membuat peta batas-batas bahasa.

3) Kronolek atau dialek temporal[8]


yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Contohnya, variasi
bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, tahun lima puluhan, dan variasi bahasa yang
digunakan pada masa kini.
Variasi bahasa pada ketiga zaman tersebut pasti berbeda, baik dari segi lafal, ejaan, morfologi,
maupun sintaksis. Yang paling tampak biasanya dari segi leksikon, karena bidang ini mudah sekali
berubah akibat perubahan sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi.
4) Sosiolek atau dialek sosial[9]
yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan dan kelas sosial para penuturnya.
Dalam sosiolinguistik biasanya variasi inilah yang paling banyak dibicarakan dan paling banyak
menyita waktu untuk membicarakannya, karena variasi ini menyangkut semua masalah pribadi para
penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi dan
sebagainya.
Contoh :
Variasi bahasa Pada bahasa anak-anak, para remaja, orang dewasa, dan lansia.
berdasarkan usia Bahasa mereka tentu berbeda. Perbedaan terletak dalam bidang
morfologi, sintaksis dan kosakata.
Variasi bahasa Variasi pada kelompok orang yang berpendidikan tinggi dengan
berdasarkan yang berpendidikan kurang tinggi dan rendah tentu berbeda.
pendidikan Perbedaan biasanya terletak pada kosakata, pelafalan,
morfologis dan sintaksis.
Variasi bahasa -Variasi bahasa pada sekelompok mahasiswi dengan
berdasarkan sekelompok ibu rumah tangga atau bapak-bapak dengan
seks(jenis mahasiswa tentu berbeda.
kelamin) - Dalam hal ini dapat juga dicatat adanya variasi bahasa yang
digunakan oleh para waria atau gay , dua kelompok manusia
yang mempunyai penyimpangan seks, seperti yang dilaporkan
Dede Oetomo (lihat Muhadjir dan Basuki Suhardi 1990).
Variasi bahasa Variasi bahasa para buruh atau tukang, pedagang kecil,
berdasarkan pengemudi kendaraan umum, guru, mubaligh dan pengusaha
pekerjaan, profesi pasti berbeda. Perbedaan tersebut dusebabkan oleh lingkungan
jabatan, atau tugas tugas mereka dan apa yang mereka kerjakan. Perbedaan variasi
para penutur bahasa mereka terutama tampak pada bidang kosakata yang
mereka gunakan.
Variasi bahasa Bahasa Jawa, Bali, Sunda mengenal variasi kebangsawanan ini;
didalam tetapi Bahasa Indonesia tidak. Dalam pelajaran Bahasa Melayu
mastarakat tutur dulu diajarkan yang disebut “bahasa raja-raja”, yang
yang masih diperbedakan dengan bahasa umum terutama dari bidang
mengenal tingkat- kosakatanya. Orang biasa tidur, mandi, dan mati, maka dalam
tingkat bahasa raja-raja akan beradu, besiram, dan mangkat. Yang
kebangsawanan disebut undo usuk dalam Bahasa Jawa dan sor singgih dalam
Bahasa Bali. Dll.

Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas
sosial para penuturnya, variasi bahasa tersebut di bagi menjadi delapan variasi, yaitu:[10]
1) Akrolek adalah realisasi variasi bahasa yang dipandang lebih bergengsi atau lebih tinggi
dari varietas-varietas yang lain. Sebagai contoh, bahasa Bagongan yang khusus dipakai oleh para
bangsawan di kalangan kraton Jawa. Selain itu, ada bahasa Jawa dialek standar dianggap paling
bergengsi di antara dialek bahasa Jawa lainnya.
2) Basilek adalah realisasi variasi bahasa yang dipandang kurang bergengsi atau bahkan
dipandang rendah. Misalnya, pada bahasa yang dipakai oleh para kuli pasar, bahasa Jawa krama
ndesa, dan lain-lain.
Contoh: bahasa Jawa krama ndesa:
“Mangsa ketigen menika sami kekirangan toya.”
“Musim kemarau ini pada kekurangan air.‟
3) Vulgar adalah wujud variasi bahasa yang ciri-cirinya menunjukkan pemakaian bahasa
oleh penutur yang kurang terpelajar atau dari kalangan orang-orang bodoh. Bagi kalangan yang
kurang terpelajar dalam berbahasa cenderung langsung mengungkapkan maksudnya tanpa
mempertimbangkan bentuk bahasanya. Oleh karena itu bahasa yang dipergunakan adalah
bahasa dengan kata-kata kasar.
Contoh:
“Bocah goblok banget! wis dikandhani ping seket ra mudheng-mudhengi.”
“Anak bodoh sekali! Sudah diberi tahu lima puluh kali tidak faham-faham.”
4) Slang adalah wujud atau realisasi variasi bahasa yang bersifat khusus dan rahasia. Berarti
dipakai oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas dan tidak boleh orang di luar kelompoknya
mengerti. Sebagai langkah untuk menjaga kerahasiaan, slang akan diubah/berubah, jadi bersifat
temporal. Contoh:
Bahasa Walikan Malang: “Oya nangam osbak!” (ayo mangan bakso!).
“Ayo makan bakso!”
5) Kolokial adalah bahasa percakapan sehari-hari yang biasanya
dipergunakan oleh kelompok sosial kelas bawah.Contoh:
“Wah..kawanen ki...sing dha ngantri akeh banget.”
“Wah...kesiangan ni...yang pada mengantri banyak sekali”.
Pendapat lain menyebutkan bahwa:[11] kolokial adalah variasi bahasa yang digunakan dalam
percakapan sehari-hari. Kata kolokial berasal dari kata colloquium (percakapan, konversasi). Jadi
kolokial berarti bahasa percakapan, bukan bahasa tulis. Juga tidak tepat jika kolokial ini disebut
bersifat “kampungan” atau bahasa kelas golongan bawah, sebab yang penting adalah konteks dalam
pemakaiannya. Dalam Bahasa Inggris lisan ungkapan-ungkapan seperti don’t, I’d, well, pretty(very)
funny (peculiar) dan take stock in (believe) adalah dari variasi kolokial. Berikut contoh lain ungkapan
kolokial dalam Bahasa Inggris dengan padanan formalnya:
Join up – enlist Know how – technical skill
Give up – reliquih The law – a policeman
Put up with – tolerate Outside of – except
Full up – filled to capacity A natural – one who naturally expert.
Dalam perkembangannya kemudian ungkapan- ungkapan kolokial ini sering juga digunakan
dalam bahasa tulis.
Dalam Bahasa Indonesia percakapan banyak digunakan bentuk-bentuk kolokial,
seperti dok(dokter), prof(professor), let (letnan), ndak ada (tidak ada).
6) Jargon adalah wujud variasi bahasa yang pemakaiannya terbatas pada kelompok-
kelompok sosial tertentu. Berbentuk istilah-istilah khusus namun bersifat rahasia. Misalnya, bahasa
tukang batu, bahasa montir, bahasa kernet dan sopir.
Contoh, bahasa sopir dan kondektur, mburi prei = mundur ke belakang,
anggur = menaikkan penumpang yang sudah tua, ngetem = berhenti di halte,
melu = menaikkan penumpang, dan lain-lain.
7) Argot adalah wujud variasi bahasa yang pemakaiannya terbatas
pada profesiprofesi tertentu dan bersifat rahasia.Misalnya bahasa para pencuri,
pencopet, penggarong, dan sebagainya. Letak kekhususannya biasanya terletak pada kosakata,
misalnya pada kalangan preman, sangek = nafsu, cipok = cium,mokat = mati,dll.
8) Ken (Inggris= cant) adalah wujud variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok
sosial tertentu dengan lagu yang dibuat-buat supaya lebih menimbulkan kesan “memelas”. Misalnya
bahasa para pengemis.
b. Variasi dari Segi Pemakai[12]
Variasi bahasa yang berkenaan dengan penggunanya, pemakainya, atau fungsinya
disebut fungsiolek (Nababan 1984), ragam atau register. Variasi ini biasanya dibicarakan
berdasarkan bidang penggunaan, gaya atau tingkat keformalan dan sarana penggunaan. Variasi
bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan
atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, perekonomian,
perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan. Variasi bahasa berdasarkan bidang kegiatan ini
paling tampak cirinya adalah dalam bidang kosakata, namun tampak pula dalam bidang morfologi
dan sintaksis. Variasi atau ragam bahasa sastra menekankan penggunaan bahasa dari segi estetis
sehingga memiliki ciri eufoni serta daya ungkap yang tepat atau paling tepat. Dalam bahasa umum
orang mengungkapakan sesuatu secara lugas dan polos, tetapi dalam ragam bahasa sastra akan
diungkapkan secara estetis. Misalnya, dalam bahasa umum orang akan mengatakan “Saya sudah tua”,
tetapi dalam bahasa sastra Ali Hasjimi, seorang penyair Indonesia, mengatkan dalam bentuk puisi.
Pagiku hilang sudah melayang
Hari mudaku sudah pergi
Sekarang petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi
Ragam bahasa jurnalistik mempunyai ciri : sederhana (agar mampu di pahami dengan mudah),
komunikatif (karena jurnalistik harus menyampaikan berita dengan tepat), dan ringkas (karena
keterbatasan ruang dan keterbatasan waktu). Contoh:
Dalam bahasa baku: “Gubernur meninjau daerah banjir” dan “Anaknya bersekolah di
Bandung” dalam bahasa jurnalistik menjadi: “Gubernur tinjau daerah banjir” dan “Anaknya sekolah
di Bandung”.
Variasi bahasa berdasarkan fungs ini lazim disebut register. Jika dialek berkenaan dengan
bahasa itu digunakan oleh siapa, di mana, dan kapan maka register berkenaan dengan masalah bahasa
itu di ungkapkan untuk kegiatan apa.
c. Variasi dari Segi Keformalan[13]
Berdasarkan tingkat keformalannya Mertin Joos (1967) dalam bukunya The Five Clock membagi
variasi bahasa dalam lima macam gaya, yaitu:
1) Ragam Beku (Frozen)
Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasi-situasi
khidmat dan upacara-upacara resmi, misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah di masjid, tata cara
pengambilan sumpah; kitab undang-undang, seperti undang-undang dasar, akte notaris dan surat-
surat keputusan seperti naskah-naskah perjanjian jual beli, atau sewa-menyewa.
Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantab, tidak bleh
diubah. Susunan kalimat dalam ragam beku biasanya panjang-panjang, bersifat kaku; kata-katanya
lengkap. Dengan demikian para penutur dan pendengar ragam beku dituntut keseriusan dan perhatian
yang penuh.
2) Ragam Resmi (Formal)
Ragam resmi adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, surat
menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran, dan sebagainya. Pola dan kaidah ragam
resmi sudah ditetapkan secara mantab sebagai suatu standar. Ragam resmi ini pada dasarnya sama
dengan ragam bahasa baku atau standar yang hanya digunakan dalam situasi resmi. Pembicaraan
dalam acara peminangan, pembicaraan dengan dekan atau diskusi dalam ruang kuliah menggunakan
ragam formal ini.
3) Ragam Usaha (Konsultatif)
Ragam usaha adalah variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah,
dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Wujud ragam usaha
ini berada di antara formal dan ragam informal atau ragam santai.
4) Ragam Santai (Kasual)
Ragam santai adalah variasi bahasa yang digunnakan dalam situasi yang tidak resmi untuk
berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu istirahat, olah raga, rekreasi, dan
sebagainya. Ragam santai banyak menggunakan bentuk allegro, yakni bentuk atau ujaran yang
dipendekkan. Kosakatanya banyak dipengaruhi unsur leksikal dialek dan unsure bahasa daerah.
Demikian pula dengan struktur morfologi dan sintaksisnya.
5) Ragam Akrab (Intim)
Ragam akrab adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya
sudah akrab, seperti antara anggota keluarga atau antar teman yang sudah karib. Ditandai dengan
bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi yang seringkali tidak jelas. Hal ini
dikarenakan di antara partisipan sudah ada saling pengertian dan memiliki pengetahuan yang sama.
d. Variasi dari Segi Sarana[14]
Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat
disebut adanya ragam lisan dan ragam tulisan, atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunaan
sarana atau alat tertentu, yakni, misalnya, dalam bertelefon dan bertelegraf. Adanya ragam bahasa
lisan dan bahasa tulis didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa dalam lisan dan bahasa tulis memiliki
wujud struktur yang tidak sama. Adanya ketidaksamaan wujud struktur ini adalah karena dalam
berbahasa lisan atau dalam menyampaikan informasi secara lisan, kita dibantu oleh unsur-unsur
nonsegmental atau unsure nonlinguistik yang berupa nada suara, gerak-geri tangan, gelengan kepala,
dan sejumlah gejala-gejala fisik lainnya sedangkan di dalam bahasa tulis hal-hal tersebut tidak ada.
Lalu sebagai gantinya harus dieksplisitkan secara vebal. Dalam berbahasa tulis kita harus lebih
menaruh perhatian agar kalimat-kalimat yang kita susun bisa dapat dipahami pembaca dengan baik.
B. JENIS BAHASA
Jenis bahasa sebenarnya tidak jauh berbeda dari variasi bahasa. Pada pembahasan jenis bahasa
tidak hanya berurusan dengan suatu bahasa, serta variasinya, juga berurusan dengan sejumlah bahasa,
baik yang dimiliki repertoire satu masyarakat tutur maupun yang dimiliki dan digunakan oleh
sejumlah masyarakat tutur.[15]
1. Jenis-Jenis Bahasa
a. Jenis Bahasa Berdasarkan Sosiologis.[16]
Stewart (dalam fishman (ed.) 1968) menggunakan 4 dasar untuk menjeniskan bahasa-bahasa
secara sosiologis, yaitu:
1). Standarisasi atau pembakuan adalah adanya kodepikasi dan penerimaan terhadap sebuah
bahasa oleh masyarakat pemakai bahasa itu akan seperangkat kaidah atau norma yang menetukan
pemakaian “bahasa yang benar”.
2). Otonomi atau keotomian sebuah sistem linguistik disebut mempunyai keotonomian kalau
sistem linguistik itu memilik kemandirian sistem yang tidak berkaitan dengan bahasa lain.
3). Faktor historisitas atau kesejarahan. Sebauh sistem linguistik dianggap mempunyai
historisitas lalu diketahui atau dipercaya sebagai hasil perkembangan yang normal pada masa yang
lalu.
4). Faktor vitalitas atau keterpakaian. Pemakai sistem linguistik oleh satu masyarakat penutur asli
yang tidak terisolasi.

b. jenis Bahasa Berdasarkan Sikap Politik.[17]


Berdasarkan sikap politik atau sosial politik dapat dibedakan adanya bahasa nasional, bahasa
negri, bahasa negara dan bahasa persatuan. Pembedaan ini dikatakan berdasarkan sikap sosial
politik karena sangat erat kaitannya dengan kepentingan kebangsaan. Pengangkatan sebuah sistem
linguistik menjadi bahasa nasional adalah berkat sikap dan pemikiran politik, yaitu agar dikenal
sebagai sebuah bangsa (dengan negara yang berdaulat dan berperintahan sendiri) berbeda dengan
bangsa lainnya.
Bahasa negara adalah sebuah sisitem linguistik yang secara resmi dalam undang-undang
dasar sebuah negara ditetapkan sebagai sebuah alat komunikasi resmi kenegaraan.
Bahasa resmi adalah sebuah system linguistik yang ditetapkan untuk digunakan dalam sebuah
pertemuan, seperti seminar, koferensi, rapat dan sebagainya. Dalam sidang internasional di PBB
Bahasa Cina, Bahasa Arab, Bahasa Spanyol ditetapkan sebagai bahasa resmi dalam persidangan.
Dalam konteks sosial Indonesia, bahasa negara dapat diidentikkan sama dengan bahasa resmi,
yaitu bahasa nasional Indonesia.
Pengangkatan satu sisitem linguistik sebagai bahasa persatuan adalah dilakukan oleh suatu
bangsa dalam kerangka perjuangan, dimana bangsa yang berjuang itu merupakan masyarakat yang
multilingual.
c. Jenis Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan.[18]
Berdasarkan tahap pemerolehannya dapat dibedakan adanya bahasa ibu, bahasa pertama,
bahasa kedua (ketiga dan seterusnya)., dan bahasa asing. Bahasa ibu adalah satu sitem linguistic yang
dipelajari secara ilmiah dari ibu atau keluarga yang memelihara seorang anak. Bahasa ibu tidak
mengacu pada bahasa yang dikuasai dan digunakan oleh seorang ibu, melainkan mengacu pada
bahasa yang dipelajari seorang anak dalam keluarga yang mengasuhnya.
Bahasa ibu lazim juga disebut bahasa pertama (disigkat B1) karena bahasa itulah yang
pertama-tama dipelajarinya. Kalau kemudian si anak mempelajari bahasa lain, yang lain bukan
bahasa ibunya, maka bahasa lain yang dipelajari bahasa lainnya lagi, maka bahasa yang dipelajari itu
disebut bahasa kedua ( disingkat B2). Andaikata kemudian si anak mempelajari bahasa lainnya lagi
maka bahasa yang dipelajari terakhir itu disebut bahasa ketiga (disingkat B3). Begitupula
selanjutnya, ada kemungkinan seorang anak mempelajari bahasa keempat, kelima dan seterusnya.
d. Lingua Franca[19]
lingua franca adalah system linguistik yang digunakan sebagai alat komunikasi sementara
oleh para partisipan yang mempunyai bahasa ibu yang berbeda. Dasar pemilihan lingua franca adalah
keterpahaman atau kesalingpengertian dari para partisipan yang menggunakannya, maka “bahasa”
apapun, baik sebuah langue, maupun krel, dapat menjadi lingua franca itu.

BAB III
KESIMPULAN
A. Variasi Bahasa
Pertama, variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur
bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi atau ragam bahasa itu terjadi akibat dari
adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Andaikata penutur bahasa itu adalah
kelompok ynag homogen, baik etnis, maupun status sosial maupun lapangan pekerjaan, maka variasi
atau keragaman itu tidak aka nada; artinya, bahasa iu menjadi seragam. Kedua, variasi atau ragam
bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat
yang beraneka ragam.
Kedua pandangan ini dapat saja diterima ataupun ditolak. Yang jelas, variasi atau ragam bahasa
itu dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan didalam
masyarakat sosial.
1. Jenis- Jenis Variasi Bahasa
a. Variasi dari Segi Penutur.
1) Idiolek
2) Dialek
3) Kronolek atau Dialek Temporal
4) sosiolek atau Dialek Temporal.
Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas
sosial para penuturnya, variasi bahasa tersebut di bagi menjadi delapan variasi, yaitu: akrolek, basilek,
vulgar, slang, kolokial, jargon, argot dan kent.
b. Variasi dari Segi Pemakai.
c. Variasi dari Segi Keformalan.
Berdasarkan tingkat keformalannya Mertin Joos (1967) dalam bukunya The Five Clock membagi
variasi bahasa dalam lima macam gaya, yaitu:
6) Ragam Beku (Frozen)
7) Ragam Resmi (Formal)
8) Ragam Usaha (Konsultatif)
9) Ragam Santai (Kasual)
10) Ragam Akrab (Intim)
d. Variasi dari Segi Sarana
B. JENIS BAHASA
Jenis bahasa sebemarnya tidak jauh berbeda dari variasi bahasa.
2. Jenis-Jenis Bahasa
a. Jenis Bahasa Berdasarkan Sosiologis.
Stewart (dalam fishman (ed.) 1968) menggunakan 4 dasar untuk menjeniskan bahasa-bahasa
secara sosiologis, yaitu:
1) Standarisasi
2) otonomi
3) historisasi
4) Vitalitas
b. jenis Bahasa Berdasarkan Sikap Politik.
c. Jenis Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan.
d. Lingua Franca.

DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004.Sosiolinguistik:Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
_________________.2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta : Rineka
Cipta.
Soeparno. 2002. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yogyakarta:PT Tiara Wacana Yogya.
http://irpan-ilmi.blogspot.co.id/2013/12/resume-buku-sosiolinguistik-abdul-chaer.html.(Diakses
pada tanggal 11 Desember 2015 pukul 14:00 WIB).
http://jasonwalkerpanggabean.blogspot.com/2013/12/makalah-jenis-dan-variasi-bahasa.html.
(Diakses pada tanggal 09 Mei 2015 pukul 23:08 WIB).
[1] Abdul Chaer dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. (Jakarta:PT Rineka Cipta,2004),hlm.59
[2] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan
Awal ( Rineka Cipta,Jakarta,2010),hlm.62
[3] http://jasonwalkerpanggabean.blogspot.com/2013/12/makalah-jenis-dan-variasi-
bahasa.html. (Diakses pada tanggal 09 Mei 2015 pukul 23:08 WIB).

[4] Abdul Chaer dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan….,hlm.60


[5]Ibid.hlm.61
[6] Ibid.hlm.62
[7] Ibid.hlm.63
[8] Ibid.hlm.64
[9]Ibid.hlm.64-65
[10] Soeparno,Dasar-Dasar linguistik Umum,(PT Tiara Wacana Yogya,Yogyakarta,2002),hlm.72-
74.
[11] Abdul Chaer dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik:…hlm.67
[12] Ibid.hlm.68
[13] Ibid.hlm.70
[14] Ibid.hlm.72
[15] Ibid.hlm.73
[16] http://irpan-ilmi.blogspot.co.id/2013/12/resume-buku-sosiolinguistik-abdul-
chaer.html.(Diakses pada tanggal 11 Desember 2015 pukul 14:00 WIB).
[17] Abdul Chaer dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik:…hlm.78-81
[18] Ibid.hlm.81.
[19] Ibid.hlm.82-83

Anda mungkin juga menyukai