Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH KIMIA

ORGANIK ALKIL HALIDA

DISUSUN OLEH :

NAMA : MUHAMMAD SYAHRUR R


NIM : E1M012042
PRODI : PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MATARAM
2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas nikmat dan karunia-Nya
lah saya dapat menyusun makalah dengan judul “Alkil Halida” ini hingga selesai. Sholawat
serta salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad saw beserta
keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Terima kasih saya ucapkan kepada para co.asst yang telah membimbing kami dalam
melakukan praktikum kimia organic dengan penuh kesabaran. Tak lupa saya ucapkan terima
kasih kepada teman-teman atas kerjasamanya selama praktikum, serta pihak – pihak yang telah
membantu saya dalam melaksanakan praktikum dan dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini saya susun untuk menyelesaikan tugas praktikum kimia organic yang
berjudul alkil halida dan sebagai tugas pengganti laporan mingguan. Saya menyadari bahwa
makalah ini jauh dari sempurna untuk itu saya minta kritik dan sarannya guna memperbaiki
pembuatan makalah kedepannya.
Terima kasih atas segala bantuan dan perhatiannya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya. Sekian yang bisa saya sampaikan, wassalamualaikum wr.wb.

Mataram, 11 Desember
2013
` Penyusun,

Muhammad Syahrur R
NIM. E1M012042

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................2
C. Tujuan................................................................................................................2
D. Manfaat..............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
I. Tinjauan Pustaka........................................................................................................4
II. Isi
A. Struktur Alkil Halida.............................................................................................5
B. Penggolongan alkil halida.....................................................................................5
C. Tata nama alkil halida............................................................................................6
D. Sifat fisika alkil halida...........................................................................................7
E. Perbedaan nukleofil dan kebasaan.........................................................................12
F. Reaksi substitsi nukleofil.......................................................................................13
G. Reaksi Eliminasi....................................................................................................22
H. Metode Pembuatan Alkil Halida...........................................................................25
...............................................................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................................31
B. Saran........................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................33

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Senyawa organohalogen digunakan secara meluas dalam masyarakat modern.
Sebagai pelarut, insektisida dan bahan-bahan dalam sintesis senyawa organic. Kebanyakan
senyawa organohalogen adalah sintetik. Senyawa organohalogen agak jarang dijumpai di
alam. Tiroksina (thyroxine), suatu penyusun dari hormone tiroid tiroglobulin, adalah suatu
senyawa iod yang terdapat di alam. Senyawa halogen agak lebih lazim dalam organism
laut, seperti ganggang dan rumput laut. Zat warna ungu tirius adalah suatu senyawa brom
yang diperoleh dalam jumlah kecil dari jenis langka siput di pulau Kreta. Ungu tirius
digunakan sebagai zat warna oleh keluarga raja Pheonix dan sesudah itu bangsa Romawi
( di negeri barat dikenal ungkapan: “ungu kerajaan” atau “keturunan ungu”).
Banyak senyawa organohalogen bersifat racun (toxic) dan harus digunakan
dengan hati-hati. Misalnya, pelarut-pelarut karbon tetraklorida (CCl4) dan kloroform
(CHCl3) mengakibatkan kerusakan hati bila dihirup berlebihan. Insektisida yang
mengandung halogen-halogen (seperti DDT) digunakan secara meluas dalam pertanian,
namun pengguanaan itu merosot akhir-akhir ini karena efek yang merusak lingkungan.
Dipihak lain beberapa senyawa halogen tampaknya sangat aman dan beberapa digunakan
sebagai pematirasa hirupan. Contoh anestetika ini adalah halotana (CF3CHBrCl) dan
metoksi flurana (CH3OCF2CHCl2).
Senyawa yang mengandung hanya karbon, hydrogen, dan suatu atom halogen
dapat dibagi dalam tiga kategori: alkil halida, aril halida (dalam mana sebuah halogen
terikat pada sebuah karbon dari suatu cincin aromatic), dan halida vinilik (dalam mana
sebuah halogen terikat pada sebuah karbon berikatan rangkap). Berikut ini beberapa
contoh:
Alkil halida (RX): CH3I CH3CH2Cl
Iodometana kloroetana
Aril halida (ArX):

Klorobenzena
Br
Halida vinilik: CH2Cl=CHCl CH3CH=CCH3
Kloroetana 2-bromo-2-butena
R telah didefinisikan sebagai lambang umum untuk sebuah gugus alkil. Atom halogen
(F,Cl, Br atau I) dapat diwakili oleh X. Dengan menggunakan lambang umum maka alkil
halida adalah RX.
Senyawa halogen sangat penting karena berbagai sebab. Alkil dan aril halida
sederhana, terutama klorida dan bromida, adalah cikal bakal sintesis kimia organik.
Melalui reaksi subtitusi, yang akan di paparkan dalam bab ini, halogen dapat digantikan
dengan gugus fungsi lain. Halida-halida organik juga dapat dirubah menjadi senyawa-
senyawa jenuh eliminasi. Akhirnya, banyak senyawa-senyawa organik mempunyai
kegunaan praktis, sebagai ansektisida, herbisida, pencegah api, cairan pembersih dan
refrigeran, dan sebagainya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana rumus struktur alkil halida?
2. Bagaimana penggolongan alkil halida?
3. Bagaimana aturan tata nama alkil halida?
4. Apa saja sifat fisika alkil halida?
5. Apa perbedaan dari nuklefilisitas dan kebasaan?
6. Bagaimana reaksi substitusi nukleofilik?
7. Bagaimana reaksi eliminasi?
8. Bagaimana metode pembuatan alkil halida?
C. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat menjelaskan rumus struktur alkil halida.
2. Dapat menentukan penggolongan alkil halida.
3. Dapat menjelaskan aturan tata nama alkil halida.
4. Dapat menjelaskan sifat fisika alkil halida.
2
5. Dapat membedakan antara nukleofilisitas dan kebasaan.
6. Dapat menjelaskan tentang reaksi substitusi nukleofilik.
7. Dapat menjelaskan tentang reaksi eliminasi.
D. MANFAAT
Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah:
1. Pembaca bisa memiliki pemahaman lebih tentang alkil halida
2. Pembaca dapat menentukan tatanama dari alkil halida
3. Pembaca dapat mengetahui sifat-sifat alkil halida
4. Pembaca dapat mengetahui tentang reaksi-reaksi alkil halida.

BAB II
PEMBAHASAN
I. Tinjauan Pustaka

3
Alkil halida adalah turunan hidrokarbon di mana satu atau lebih hidrogennya
diganti dengan halogen. Tiap-tiap hidrogen dalam hidrokarbon potensil digantikan dengan
halogen, bahkan ada senyawa hidrokarbon yang semua hidrogennya dapat diganti.
Senyawa terfluorinasi sempurna yang dikenal sebagai fluorokarbon, cukup menarik
karena kestabilannya pada suhu tinggi. Alkil halida juga terjadi di alam, meskpiun lebih
banyak terjadi dalam organisme air laut daripada organisme air tawar. Halometana
sederhana seperti CHCl3, CCl4, CBr4, CH3I, dan CH3Cl adalah unsur pokok alga Hawai
Aspagopsi taxiformis. Bahkan ada senyawa alkil halida yang diisolasi dari organisme laut
yang memperlihatkan aktivitas biologis yang menarik. Sebagai contoh adalah plocamen
B, suatu turunan triklorosikloheksana yang diisolasi dari alga merah Plocamium
violaceum, berpotensi seperti DDT dalam aktivitas insentisidalnya melawan larva nyamuk
(Riawan. 1990:190).
Alkil halida dapat mengalami reaksi substitusi dan eliminasi. Dalam reaksi
substitusi alkil halida, halida disebut gugus pergi(leaving group) suatu istilah yang berarti
gugus apa saja yang dapat digeser dari ikatannya dengan suatu atom karbon. Spesi yang
menyerang suatu alkil halida dalam suatu reaksi substitusi disebut nukleofil, sering
dilambangkan dengan Nu-. Dalam persamaan reaksi di atas, OH- dan CH3O- adalah
nukleofil. Umumnya, sebuah nukleofil ialah spesi apa saja yang tertarik kepada suatu
pusat positif; jadi sebuah nukleofil ialah suatu basa lewis. Kebanyakan nukleofil adalah
anion; namun beberapa molekul polar yang netral, seperti H2O, CH3OH dan CH3NH2
dapat juga bertindak sebagai nukleofil. Molekul netral ini memiliki pasangan electron
menyendiri yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan sigma. Substitusi oleh
nukleofil disebut substitusi nukleofil atau pergantian nukleofil (Fessenden dan Fessenden.
1982: 170)
Lawan dari nukleofil adalah elektrofil (pecinta electron)yang sering dilambangkan
dengan ET, suatu elektrofil adalah spesi apa saja yang tertarik ke pusat negative. Jadi
suatu elektrofil adalah suatu asam lewis seperti H + atau ZnCl2. Suatu asam lewei ini
merupakan suatu pengembangan teori lewis dari teori asam basa. Teori lewis memiliki
keunggulan dibandingkan dengan teori asam basa yang lain karena teori ini
memungkinkan penggolongan asam basa digunakan dalam reaksi-reaksi kimia yang tidak
mengadung ion OH- ataupun H+ (Petrucci.1999: 203).
4
II. ISI
A. Struktur Alkil Halida
Senyawa alkil halida merupakan senyawa hidrokarbon baik jenuh maupun tak
jenuh yang satu unsur H-nya atau lebih digantikan oleh unsur halogen (X = Br, Cl. I).
Struktur Alkil Halida : R-X
Keterangan :
R = senyawa hidrokarbon
X = Br (bromo), Cl (kloro) dan I (Iodo)
Ikatan sigma karbon-halogen terbentuk oleh saling menindihnya suatu orbital
atom halogen dan suatu orbital hibrida atom karbon. Tak dapat dipastikan mengenai ada
tidaknya hibridisasi atom halogen dalam suatu halida organic, karena sebuah halogen
hanya membentuk satu ikatan kovalen dank arena itu tak terdapat sudut ikatan di sekitar
atom ini. Namun, karbon mengguanakan orbital hibrida yang sama tipenya untuk
mengikat halogen, hydrogen maupun atom karbon lain.
H H sp3
H C C Cl
H H
Sebuah atom F, Cl, atau Br bersifat elektonegatif relative terhadap karbon.
Meskipun keelektronegatifan iod dekat dengan keelektronegatifan karbon, ion iod mudah
dipolarisasi. Oleh karena itu alkil halida bersifat polar. Suatu atom halogen dalam sebuah
senyawa organic adalah suatu gugus fungsional dan ikatan C-X merupakan letak
reaktivitas kimia.

B. Penggolongan alkil halida


Dalam reaksi kimia, struktur bagian alkil dari suatu alkil halida berperanan.
Oleh karena itu perlu diperbedakan empat tipe alkil halida: metal halida, primer, sekunder,
dan tersier.
Suatu metil halida ialah suatu struktur dalam mana satu hydrogen dari metana
telah digantikan oleh sebuah halogen.

Metil Halida:
CH3F CH3Cl CH3Br CH3I
Fluorometana klorometana bromometana iodometana
5
Karbon ujung sebuah alkil halida ialah atom karbon yang terikat pada halogen.
Suatu alkil halida primer (1°) (RCH2X) mempunyai satu gugus alkil terikat pada karbon
ujung. Contohnya:
CH3-CH2-CH2-CH2-Cl
Primer
Suatu alkil halida sekunder (2°) (R2CHX) mempunyai dua gugus alkil yang
terikat pada karbon ujung, dan suatu alkil halida tersier (3°) (R 3CX) mempunyai tiga gugu
alkil yang terikat pada karbon ujung. Contohnya:
Alkil halida sekunder (2°):

alkil halida tersier (3°):

C. Tata nama alkil Halida


Dalam system IUPAC, suatu alkil halida diberi nama dengan suatu awalan
halo-. Banyak alkil halida yang lazim, mempunyai nama gugus-fungsional trivial. Dalam
nama-nama gugus alkil disebut lebih dahulu, diikuti nama halidanya.
Nama IUPAC Nama Trivial Rumus
Klorometana Metal klorida CH3Cl
Diklorometana Metilena klorida CH2Cl2
Triklorometana Kloroform CHCl3
Tetraklorometana Karbon tetraklorida CCl4
Bromometana Metal bromide CH3Br
Iodometana Metal iodide CH3I

D. Sifat Fisika Alkil Halida

1. Titik didih

6
Titik didih alkil halida lebih tinggi ( dengan jumlah atom C yang sama ) karena berat atom
C lebih besar dari berat atom C ataupun H. Pada jumlah atom C yang sama, titik didih alkil
halida meningkat dengan kenaikan berat molekul.

Dengan bertambah panjangnya gugus alkil, maka titik didih alkil halida semakin tinggi
pula.

Titik didih alkil halida ( R-X )

Gugus alkil Klorida Bromida Iodida

BM = 35.5 BM = 79.9 BM = 126,9

Metil
-24° C 5° C 42° C

Etil
13° C 38° C 72° C

n-propil
46° C 71° C 102° C

Grafik berikut menunjukkan titik didih dari beberapa alkil halida sederhana.

7
Perhatikan bahwa ada tiga dari alkil halida pada gambar yang memiliki titik didih di
bawah suhu kamar (sekitar 20°C). Ketiga alkil halida tersebut akan berwujud gas pada
suhu kamar. Semua alkil halida yang lain kemungkinan ditemukan dalam wujud cair.

Perlu diingat bahwa:

 satu-satunya metil halida yang berwujud cair adalah iodometana;

 kloroetana merupakan sebuah gas.

Pola-pola titik didih mencerminkan pola-pola gaya tarik antar-molekul.

Gaya-gaya dispersi van der Waals

Gaya tarik ini menjadi lebih kuat apabila molekul lebih panjang dan memiliki lebih
banyak elektron. Ini dapat meningkatkan besarnya dipol-dipol sementara yang terbentuk.
Inilah sebabnya mengapa titik didih meningkat apabila jumlah atom karbon dalam rantai
meningkat. Mari kita ambil contoh untuk tipe halida tertentu, misalnya klorida. Gaya-gaya
dispersi akan menjadi semakin kuat apabila jumlah atom karbon semakin bertambah dalam
rantai (misalnya dari 1 menjadi 2, 3 dan seterusnya). Dibutuhkan lebih banyak energi untuk
mengatasi gaya dispersi tersebut, sehingga titik didih meningkat.

Semakin meningkatnya titik didih dari klorida ke bromida sampai ke iodida


(utuk jumlah atom karbon tertentu) juga disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah
elektron yang menimbulkan gaya dispersi yang lebih besar. Sebagai contoh, terdapat lebih
banyak elektron dalam iodometana dibanding yang terdapat dalam klorometana.

Gaya tarik dipol-dipol van der Waals

Ikatan karbon-halogen (selain ikatan karbon-iodin) bersifat polar, karena


pasangan elektron tertarik lebih dekat ke atom halogen dibandng ke atom karbon. Ini
disebabkan karena halogen (kecuali iodin) lebih elektronegatif dibanding karbon. Ini

8
berarti bahwa selain gaya-gaya dispersi, ada juga gaya-gaya lain yang ditimbulkan oleh
gaya tarik antara dipol-dipol permanen (kecuali pada iodin).

Besarnya gaya-tarik dipol-dipol akan berkurang apabila ikatan menjadi semakin


tidak polar (misalnya semakin ke bawah mulai dari klorida sampai bromida terus ke
iodida). Meski demikian, titik didih tetap meningkat! Ini menujukkan bahwa efek gaya
tarik dipol-dipol permanen jauh lebih tidak penting dibanding efek dipol-dipol temporer
yang menimbulkan gaya-gaya dispersi. Besarnya peningkatan jumlah elektron pada iodin
melebihi kehilangan dipol-dipol permanen dalam molekul.

Titik didih beberapa isomer

Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa pada isomer-isomer alkil halida, titik didih
semakin berkurang dari alkil halida primer ke alkil halida sekunder ke alkil halida tersier.
Penurunan titik didih ini adalah akibat dari menurunnya efektifitas gaya-gaya dispersi.
Dipol-dipol temporer paling besar untuk molekul yang terpanjang. Gaya-gaya tarik juga
lebih kuat jika molekul-molekul bisa saling berdekatan. Alkil halida tersier memiliki
struktur yang sangat pendek dan besar sehingga tidak bisa berdekatan dengan molekul
tetangganya.

2. Kelarutan Alkil halida

Kelarutan dalam air

Alkil halida sangat sedikit larut dalam air.

Agar alkil halida bisa larut dalam air, maka gaya tarik antara molekul-molekul
alkil halida harus diputus (gaya dispersi van der Waals dan gaya-tarik dipol-dipol)
demikian juga dengan ikatan hidrogen antara molekul-molekul air. Pemutusan kedua
9
gaya tarik ini memerlukan energi. Energi akan dilepaskan apabila gaya tarik terbentuk
antara alkil halida dengan molekul-molekul air. Gaya-gaya tarik yang terbentuk ini hanya
gaya dispersi dan gaya tarik dipol-dipol. Kedua gaya ikatan ini tidak sama kuatnya
dengan ikatan hidrogen sebelumnya terdapat dalam air, sehingga energi yang dilepaskan
lebih kecil dibanding yang digunakan untuk memisahkan molekul-molekul air. Energi
yang terlibat tidak cukup banyak sehingga halogenalkana hanya sedikit larut dalam air.

Kelarutan dalam pelarut-pelarut organik

Alkil halida cenderung larut dalam pelarut organik karena gaya tarik antar-
molekul yang baru terbentuk memiliki kekuatan yang sama dengan kekuatan ikatan yang
diputus dalam halogenalkana dan pelarut.

3. Kereaktifan kimiawai alkil halida

Pentingnya kekuatan ikatan

Pola kekuatan dari keempat ikatan karbon-halogen ditunjukkan pada gambar berikut:

Perlu diperhatikan bahwa kekuatan ikatan semakin berkurang ketika kita


berpindah dari C-F ke C-I, dan juga perhatikan bahwa ikatan C-F jauh lebih kuat
dibanding lainnya. Agar zat lain bisa bereaksi dengan alkil halida, maka ikatan karbon-
halogen harus diputus. Karena pemutusan semakin mudah dilakukan semakin ke bawah
(mulai dari fluoride sampai iodin), maka senyawa-senyawa semakin ke bawah golongan

10
halogen akan semakin reaktif. Iodoalkana merupakan alkil halida yang paling reaktif dan
fluoroalkana merupakan yang paling tidak reaktif.

4. Pengaruh polaritas ikatan

Dari keempat halogen, fluorin merupakan unsur yang paling elektronegatif dan
iodin yang paling tidak elektronegatif. Ini berarti bahwa pasangan elektron dalam ikatan
karbon-fluorin akan tergeser ke ujung halogen.

Perhatikan metil halida sebagai contoh-contoh sederhana berikut ini:

Keelektronegatifan karbon dan iodin sama sehingga tidak akan ada pemisahan muatan
pada ikatan (pasangan elektron berada pada posisi netral).

Salah satu reaksi penting yang dialami oleh alkil halida melibatkan penggantian halogen
oleh sesuatu yang lain – yakni reaksi substitusi. Reaksi-reaksi ini melibatkan salah satu
dari mekanisme berikut:

 ikatan karbon-halogen terputus menghasilkan ion positif dan ion negatif.Ion yang
memiliki atom karbon bermuatan positif selanjutnya bereaksi dengan sesuatu yang
bermuatan negatif (baik negatif penuh maupun negatif parsial).

 sesuatu yang bermuatan negatif penuh atau parsial tertarik ke atom karbon yang sedikit
bermuatan positif dan melepaskan atom halogen.

Yang mengendalikan kereaktifan adalah kekuatan ikatan yang harus diputus, sementara
cukup sulit untuk memutus sebuah ikatan karbon-fluorin, tapi cukup mudah untuk
memutus ikatan karbon-iodin.

11
E. Perbedaan Nukleofilisitas dan Kebasaan
Pada suasana yang sesuai semua basa dapat bertindak sebagai nukleofil.
Sebaliknya, semua nukleofil dapat bertindak sebagai basa. Dalam masa-masa
kasus,pereaksi (reagent) bereaksi dengan cara menyumbangkan sepasang elektronnya
untuk membentuk suatu ikatan sigma baru. Kebasaan (basicity) ialah ukuran kemampuan
pereaksi untuk menerima sebuah proton dalam suatu reaksi asam-basa. Oleh karena itu
kuat basa relatif dari sederet pereaksi ditentukan dengan membandingkan letak relatif
kesetimbangan mereka dalam suatu reaksi asam,-basa, seperti misalnya derajat ionisasi air.
Basa kuat
I - Br - Cl – ROH- H2O - C ≡ N - OH - OR
Naiknya kebasaan
Kontras dengan kebasaan, nukleofisilitas ialah ukuran kemampuan suatu
pereaksi untuk menyebabkan (terjadinya) suatu reaksi subtitusi. Nukleofilisitas relatif dari
sederet.
CH3CH2 - Br + OH CH3CH2 - OH + Br

H2O ROH Cl - Br - OH - OR I - - C ≡ N
naiknya nukleofilisitas
Data daftar nukleofilisitas relative tidak paralel secara eksak dengan daftar kuat
basa ; suatu basa lebih kuat biasanya juga nukleofili yang lebih baik dari suatu basa lebih
lemah.misalnya, OH- (suatu basa kuat) adalah nukleofilik yang lebih baik dari pada atau
H2O (basa lemah). Karena beberapa alkil halida dapat menjalani reaksi subtitusi dan
eliminasi.pereaksi seperti OH- dpat bertindak baik sebagai nukleofil dalam suau bejana
reaksi.

H2O

( CH3)2CHBr + OH (CH3)2CHOH + CH2 = CHCH3

terbentuk oleh – OH terbentuk oleh –OH terbentuk oleh OH- yang bertindak sebagai basa
yang bertindak yang bertindak sebagai
sebagai nukleofil basa

12
F. Reaksi Substitusi Nukleofiik
Atom karbon ujung suatu alkil halida mempunyai muatan positif parsial.
Karbon ini rentan terhadap serangan oleh anion dan spesi lain apa saja yang mempunyai
sepasang electron menyendiri dalam kulit luarnya. Dihasilkan reaksi substitusi yaitu suati
reaksi dalam mana satu atom, ion atau gugus disubstitusikan untuk menggantikan atom,
ion atau gugus lain.

Dalam reaksi substitusi alkil halida, halida itu disebut gugus pergi (leaving
group) suatu istilah yang berarti gugus apa saja yang dapat digeser dari ikatannya dengan
suatu atom karbon. Ion halida merupakan gugus pergi yang baik, karena ion-ion ini
merupakan basa yang sangat lemah. Basa kuat seperti misalnya OH -, bukan gugus pergi
yang baik.
Dalam reaksi substitusi alkil halida, ion iodide adalah halida yang paling mudah
digantikan, baru ion bromide dan kemudian klorida. Karena F - merupakan basa yang lebih
kuat daripada ion halida lain dank arena ikatan C-F lebih kuat daripada ikatan C-X lain.
Fluorida bukan gugus pergi yang baik. Dari segi praktis hanya Cl, Br, dan I merupakan
gugus pergi yang cukup baik, sehingga bermanfaat dalam reaksi-reaksi substitusi. Dengan
alasan ini, bila disebut RX, maka biasanya berarti alkil klorida, bromide dan iodide.

Contoh reaksi substitusi nukleofilik yang terjadi pada gugus karbonil pada sebuah keton
melalui substitusi dengan senyawa bergugus hidroksida. Pada contoh ini, terbentuk
senyawa hemiasetal yang tak stabil. Pada kimia organik maupun anorganik, substitusi
nukleofilik adalah suatu kelompok dasar reaksi substitusi, dimana sebuah nukleofil yang

13
"kaya" elektron, secara selektif berikatan dan elektron dengan atau menyerang muatan
positif dari sebuah gugus kimia atau atom yang disebut gugus lepas (leaving group).
Bentuk umum reaksi ini adalah
Nu: + R-X → R-Nu + X:

Dengan Nu menandakan nukleofil, : menandakan pasanga, serta R-X menandakan substrat


dengan gugus pergi X. Pada reaksi tersebut, pasangan elektron dari nukleofil menyerang
substrat membentuk ikatan baru, sementara gugus pergi melepaskan diri bersama dengan
sepasang elektron. Produk utamanya adalah R-Nu. Nukleofil dapat memiliki muatan listrik
negatif ataupun netral, sedangkan substrat biasanya netral atau bermuatan positif.

Contoh substitusi nukleofilik adalah hidrolisis alkil bromida, R-Br, pada kondisi basa,
dimana nukleofilnya adalah OH− dan gugus perginya adalah Br-.

R-Br + OH− → R-OH + Br−

Reaksi substitusi nukleofilik sangat umum dijumpai pada kimia organik, dan reaksi-reaksi
ini dapat dikelompokkan sebagai reaksi yang terjadi pada karbon alifatik, atau pada karbon
aromatik atau karbon tak jenuh lainnya (lebih jarang).

Menurut kinetikanya, reaksi substitusi nukleofilik dapat dikelompokkan menjadi reaksi SN1
dan SN2

1. Reaksi alkil halida primer dengan ion-ion hydrogen


Fakta-fakta
Jika sebuah alkil halida dipanaskan di bawah refluks dengan sebuah larutan natrium
hidroksida atau kalium hidroksida, halogen akan digantikan oleh -OH dan dihasilkan
sebuah alkohol. Pemanasan di bawah refluks berarti memanaskan dengan sebuah
kondensor yang dipasang secara vertikal dalam labu kimia untuk mencegah terlepasnya
zat-zat volatil dari campuran.
Pelarut yang biasa digunakan adalah campuran antara etanol dan air dengan
perbandingan 50/50, karena pelarut ini dapat melarutkan apa saja. Alkil halida tidak
dapat larut dalam air. Jika hanya air yang digunakan sebagai pelarut, maka alkil halida
dan larutan natrium hidroksida tidak akan bercampur dan reaksi hanya bisa terjadi
14
apabila lapisan alkil halida dan natrium hidroksida bertemu. Sebagai contoh, dengan
menggunakan 1-bromopropana sebagai sebuah alkil halida primer yang sederhana,
persamaan reaksinya adalah sebagai berikut:

Persamaan lengkapnya bisa dituliskan, bukan dalam bentuk persamaan ionik, tetapi
penulisan persamaan lengkap ini membuat kita sulit memahami apa yang terjadi:

Bromin (atau halogen lain) dalam alkil halida digantikan oleh sebuah gugus -OH –
dengan demikian terjadi reaksi substitusi. Pada contoh ini, terbentuk propan-1-ol.

Mekanisme

Berikut mekanisme reaksi yang melibatkan bromoetana:

Ini adalah contoh dari substitusi nukleofilik.

Karena mekanisme ini melibatkan tubrukan antara kedua spesies dalam tahapan yang
lambat (dalam hal ini, satu-satunya tahapan yang ada) dari reaksi, maka reaksi ini
disebut sebagai reaksi SN2.

Jika diminta menunjukkan keadaan transisi, anda bisa menggambarkan mekanismenya


seperti berikut:

15
2. Reaksi alkil halida tersier dengan ion-ion hidroksida

Fakta-fakta

Fakta-fakta reaksi sama persis seperti fakta untuk alkil halida primer. Jika alkil halida
dipanaskan di bawah refluks dengan sebuah larutan natrium hidroksida atau kalium
hidroksida, halogen akan digantikan oleh -OH, dan terbentuk alkohol.

Sebagai contoh:

Atau untuk persamaan lengkapnya:

Mekanisme

Mekanisme ini melibatkan sebuah tahapan ionisasi awal alkil halida:

16
diikuti dengan serangan yang sangat cepat oleh ion hidroksida terhadap ion karbonium
yang terbentuk:

Ini juga merupakan contoh dari substitusi nukleofilik.

Kali ini, tahapan lambat dari reaksi hanya melibatkan satu spesies, yakni alkil halida
Reaksi ini disebut reaksi SN1.

3. Reaksi alkil halida sekunder dengan ion-ion hidroksida

Fakta-fakta

Fakta-fakta reaksi sangat mirip dengan fakta pada reaksi dengan alkil halida primer atau
tersier. Alkil halida dipanaskan di bawah refluks dengan sebuah larutan natrium
hidroksida atau kalium hidroksida dalam sebuah campuran etanol dan air.

Sebagai contoh:

Mekanisme

Alkil halida sekunder menggunakan kedua mekanisme, SN2 dan SN1. Sebagai contoh,
mekanisme SN2 adalah sebagai berikut:

17
Sedangkan untuk mekanisme SN1 yang terdiri dari dua tahapan adalah sebagai berikut:

4. Reaksi Substitusi Nukleofilik Antara Alkil halida dengan Air

Reaksi antara alkil halida primer dengan air – mekanisme SN2

Air sebagai sebuah nukleofil

Nukleofil adalah sebuah spesies (ion atau molekul) yang tertarik kuat ke sebuah daerah
yang bermuatan positif pada sesuatu yang lain. Nukleofil bisa berupa ion negatif
penuh, atau lainnya yang memiliki muatan - kuat di suatu tempat pada sebuah
molekul.

Air jelas tidak membawa muatan negatif. Akan tetapi, oksigen dalam molekul air jauh
lebih elektronegatif dibanding hidrogen, sehingga atom oksigen memiliki muatan -
yang cukup besar untuk mem-backup kedua pasangan elektron bebasnya.

18
Dengan demikian, serangan terhadap alkil halida dilakukan oleh salah satu dari
pasangan elektron bebas pada oksigen tersebut. Karena tidak ada sebuah muatan
negatif penuh, air tidak bisa menjadi nukleofil yang sama baiknya dengan sebuah ion
negatif seperti OH-, dan karenanya reaksi berlangsung lebih lambat.

Reaksi substitusi nukleofilik – reaksi SN2

Kita akan membahas reaksi ini dengan mengambil contoh sebuah alkil halida primer,
yaitu bromoetana sebagai alkil halida primer sederhana. Bromoetana memiliki sebuah
ikatan polar antara atom karbon dan bromin.

Salah satu pasangan elektron bebas pada air akan tertarik kuat ke atom karbon +, dan
akan bergerak kearahnya, mulai membentuk sebuah ikatan dengannya. Ion negatif yang
mendekat akan mendorong elektron-elektron dalam ikatan karbon-bromin semakin
dekat ke bromin. Pergerakan pasangan elektron bebas ini terus berlanjut sampai air
terikat kuat ke atom karbon, dan bromin telah dilepaskan sebagai ion Br-.

Perhatikan bahwa oksigen dalam ion produk membawa sebuah muatan positif
(ditunjukkan dengan warna merah). Muatan ini harus ada karena dua alasan:

 Pada sebelah kiri persamaan reaksi, kita memulai dengan dua molekul yang netral. Jika
kita meniadakan muatan positif tersebut, maka akan diperoleh sebuah spesies netral
dan sebuah ion negatif pada sebelah kanan reaksi. Sedangkan muatan harus seimbang
dalam persamaan reaksi, olehnya itu ada sesuatu yang salah.
19
 Oksigen terlihat ganjil karena terikat pada 3 spesies yang seharusnya 2 spesies.
Oksigen hanya bisa terikat dengan 3 spesies lain jika dia membawa sebuah muatan
positif.

Secara teknis, reaksi ini disebut sebagai reaksi SN2. S adalah singkatan dari substitusi, N
singkatan untuk nukleofilik, dan dituliskan 2 karena tahap awal dari reaksi ini
melibatkan dua spesies – yaitu bromoetana dan ion hidroksida. Dalam beberapa silabus,
reaksi ini biasa hanya disebut substitusi nukleofilik.

Terakhir, sebuah ion hidrogen diambil dari ion produk oleh molekul air yang lain dari
larutan. Sebuah pasangan elektron tunggal pada molekul air yang baru membentuk
sebuah ikatan dengan atom hidrogen, sehingga memaksa pasangan elektron ikatan
kembali ke atom oksigen positif. Ini menghilangkan muatan positif yang ada pada
oksigen.

Produk organik yang terbentuk adalah etanol. Rumus strukturnya dimodifikasi pada
gambar di atas sehingga anda bisa melihat dengan jelas hubungan antara atom-atom pada
kedua sisi persamaan reaksi. Produk lain yang juga terbentuk adalah ion hidroksonium
(yang juga dikenal sebagai ion hidronium atau ion oksonium). Ini tidak lain sebuah ion
hidrogen yang terikat pada sebuah molekul air – seringkali dituliskan sebagai H+(aq).

Reaksi antara alkil halida tersier dengan air – mekanisme SN1

20
Kita akan membahas mekanisme ini dengan mengambil contoh sebuah alkil halida
tersier sederhana seperti yang ditunjukkan pada gambar di samping (2-bromo-2-
metilpropana).

Mengapa alkil halida tersier memerlukan mekanisme yang berbeda?

Ketika sebuah nukleofil menyerang sebuah alkil halida primer, nukleofil ini mendekati
atom karbon + dari sisi yang jauh dari atom halogen. Nukleofil ini tidak mendekati
atom karbon dari sisi yang dekat dengan atom halogen karena halogen berukuran besar
dan sedikit bermuatan negatif. Muatan pada halogen ini menolak nukleofil yang
mendekat. Jika nukleofil menyerang sebuah halogen tersier, masuknya nukleofil lewat
belakang molekul tidak akan mungkin karena belakang molekul telah terisi oleh gugus-
gugus CH3 – itulah sebabnya alkil halida tersier memerlukan mekanisme yang berbeda.

Mekanisme SN1

Pada tahap pertama, beberapa alkil halida terionisasi menghasilkan sebuah ion
karbonium dan sebuah ion bromida.

Reaksi ini mungkin karena ion karbonium tersier relatif stabil dibandingkan dengan
yang sekunder atau primer. Bahkan demikian, reaksi tetap lambat.

Akan tetapi, ketika ion karbonium terbentuk, dia akan bereaksi segera ketika
bersentuhan dengan molekul air. Salah satu pasangan elektron bebas pada air tertarik
kuat ke arah atom karbon positif, dan bergerak kerahnya untuk membentuk sebuah
ikatan baru.

21
Kecepatan reaksi akan ditentukan oleh seberapa cepat alkil halida terionisasi. Karena
tahapan awal yang lambat ini hanya melibatkan satu spesies, maka mekanisme ini
disebut sebagai SN1 – substitusi, nukleofilik, dan satu spesies yang terlibat dalam tahap
awal yang lambat.

Air turut ambil bagian pada tehapan cepat dari reaksi, dan karena air adalah sebuah
nukleofil lemah maka tidak berpengaruh signifikan untuk memperlambat reaksi secara
keseluruhan. Laju reaksi ditentukan oleh ionisasi alkil halida yang lambat. Seperti
halnya dengan alkil halida primer, terdapat sebuah tahapan akhir pada reaksi ini dimana
sebuah ion hidrogen ditransfer dari ion organik ke sebuah molekul air dalam larutan.
Apa yag terjadi persis sama seperti yang terjadi pada alkil halida primer yang dijelaskan
di atas.

G. Reaksi Eliminasi

Pada reaksi eliminasi, molekul senyawa berikatan tunggal berubah menjadi


senyawa berikatan rangkap dengan melepas molekul kecil. Jadi, eliminasi merupakan
kebalikan dari adisi. Contoh: Eliminasi air (dehidrasi) dari alkohol. Apabila dipanaskan
dengan asam sulfat pekat pada suhu sekitar 180 0C, alkohol dapat mengalami dehidrasi
membentuk alkena.

22
Reaksi eliminasi kebalikan dari reaksi adisi. Pada reaksi ini molekul senyawa
yang berikatan tunggal (ikatan jenuh) berubah menjadi senyawa berikatan rangkap (ikatan
tak jenuh) dengan melepaskan molekul yang kecil.

Mekanismenya :

Bila suatu alkil halida diolah dengan suatu basa kuat,dapat terjadi suatu reaksi
eliminasi. Dalam reaksi ini sebuah molekul kehilangan atom-atom atau ion-ion dari dalam
strukturnya. Produk organik suatu reaksi eliminasi suatu alkil halida adalah suatu alkena.
Dalam tipe reaksi eliminasi ini, unsur H dan X keluar dari dalam alkil halida;oleh karena
itu reaksi ini juga disebut reaksi dehidrohalogenasi.( Awalan de- berarti “minus” atau
“hilangnya”).

Adisi dan pasangannya eliminasi merupakan reaksi yang mengubah jumlah


substituen dalam atom karbon, dan membentuk ikatan kovalen. Ikatan ganda dan tiga dapat
dihasilkan dengan mengeliminasi gugus lepas yang cocok. Seperti substitusi nukleofilik,
ada beberapa mekanisme reaksi yang mungkin terjadi. Dalam mekanisme E1, gugus lepas
terlebih dahulu melepas dan membentuk karbokation. Selanjutnya, pembentukan ikatan
ganda terjadi melalui eliminasi proton (deprotonasi). Dalam mekanisme E1cb, urutan

23
pelepasan terbalik: proton dieliminasi terlebih dahulu. Dalam mekanisme ini keterlibatan
suatu basa harus ada. Reaksi dalam eliminasi E1 maupun E1cb selalu bersaing dengan
substitusi SN1 karena memiliki kondisi reaksi kondisi yang sama.

Eliminasi E1 Eliminasi E1cb

Eliminasi E2

Mekanisme E2 juga memerlukan basa. Akan tetapi, pergantian posisi basa dan
eliminasi gugus lepas berlangsung secara serentak dan tidak menghasilkan zat antara ionik.
Berbeda dengan eliminasi E1, konfigurasi stereokimia yang berbeda dapat dihasilkan
dalam reaksi yang memiliki mekanisme E2 karena basa akan lebih memfavoritkan
eleminasi proton yang berada pada posisi-anti terhadap gugus lepas. Oleh karena kondisi
dan reagen reaksi yang mirip, eliminasi E2 selalu bersaing dengan substitusi SN2.

Adisi elektrofilik hidrogen bromide

24
Kebalikan dari reaksi eliminasi adalah reaksi adisi. Pada reaksi adisi, ikatan
rangkap dua atau rangkap tiga diubah menjadi ikatan rangkap tunggal. Mirip dengan
reaksi substitusi, ada beberapa tipe dari adisi yang dibedakan dari partikel yang
mengadisi. Contohnya, pada adisi elektrofilik hidrogen bromida, sebuah elektrofil
(proton) akan mengganti ikatan rangkap ganda dan membentuk karbokation, lalu
kemudian bereaksi dengan nukleofil (bromin). Karbokation dapat terbentuk di salah satu
ikatan rangkap tergantung dari gugus yang melekat di akhir. Konfigurasi yang lebih tepat
dapat diprediksikan dengan aturan Markovnikov. Aturan Markovnikov mengatakan:
"Pada adisi heterolitik dari sebuuah molekul polar pada alkena atau alkuna, atom yang
mempunyai keelektronegatifan yang besar, maka akan terikat pada atom karbon yang
mengikat atom hidrogen yang lebih sedikit."

H. Metode pembuatan haloalkana

Halogenalkana bisa dibuat dari reaksi antara alkena dengan hidrogen halida, akan tetapi
halogenalkana lebih umum dibuat dengan cara mengganti gugus -OH pada sebuah alkohol
dengan atom halogen. Metode inilah yang akan menjadi fokus kita

1. Pembuatan halogenalkana dari alkohol dengan menggunakan hidrogen halida

Reaksi umum yang terjadi pada proses ini bisa dituliskan sebagai berikut:

a. Pembuatan kloroalkana

Kita bisa membuat kloroalkana tersier dari alkohol yang sesuai dan asam hidroklorat pekat,
tapi untuk membuat kloroalkana primer atau sekunder anda perlu menggunakan metode yang
berbeda karena laju reaksi cukup lambat.

Sebuah kloroalkana tersier bisa dibuat dengan mereaksikan alkohol yang sesuai dengan asam
hidroklorat pekat pada suhu kamar.

25
b. Pembuatan bromoalkana

Ketimbang menggunakan asam hidrobromat, anda bisa mereaksikan alkohol dengan sebuah
campuran antara natrium atau kalium bromida dengan asam sulfat pekat. Pencampuran antara
natrium atau kalium bromida dengan asam sulfat pekat ini akan menghasilkan hidrogen
bromida yang bereaksi dengan alkohol. Campuran yang terbentuk dipanaskan untuk
memisahkan bromoalkana. Pada pembahasan-pembahasan selanjutnya, kita akan menemukan
rincian-rincian praktis tentang reaksi seperti ini.

c. Pembuatan iodoalkana

Untuk pembuatan iodoalkana, alkohol direaksikan dengan sebuah campuran antara natrium
atau kalium iodida dengan asam posfat(V) pekat, H 3PO4, dan dilakukan distilasi untuk
memisahkan iodoalkana. Pencampuran iodin dengan asam posfat(V) akan menghasilkan
hidrogen iodida yang bereaksi dengan alkohol.

Asam posfat(V) lebih dipilih dibanding asam sulfat pekat karena asam sulfat pekat dapat
mengoksidasi ion-ion iodida menjadi iodin dan menghasilkan hidrogen iodida secara perlahan.
Hal yang sama terjadi dengan ion-ion bromida (sampai tingkatan tertentu) dalam pembuatan
bromoalkana, tapi tidak cukup signifikan untuk mengganggu berlangsungnya proses reaksi
utama.

Pembuatan halogenalkana dari alkohol menggunakan fosfor halida

d. Pembuatan kloroalkana

26
Kloroalkana bisa dibuat dengan mereaksikan sebuah alkohol dengan fosfor(III) klorida cair,
PCl3.

Kloroalkana juga bisa dibuat dengan mengadisi fosfor(V) klorida padat, PCl5, ke sebuah
alkohol.

Reaksi ini berlangsung progresif pada suhu kamar, menghasilkan awan-awan gas hidrogen
klorida. Cara ini tidak cukup baik untuk membuat halogenalkana, walaupun biasa digunakan
untuk menguji keberadaan gugus -OH dalam kimia organik.

Juga ada reaksi-reaksi sampingan yang melibatkan POCl3 yang bereaksi dengan alkohol.

e. Pembuatan bromoalkana dan iodoalkana

Bromoalkana dan iodoalkana dibuat dengan cara umum yang sama. Sebagai ganti penggunaan
fosfor(III) bromida atau iodida, alkohol dipanaskan dibawah refluks dengan sebuah campuran
antara fosfor dengan bromin atau iodin yang berwarna merah.

Fosfor bereaksi pertama kali dengan bromin atau iodin menghasilkan fosfor(III) halida.

Hasil-hasil reaksi ini selanjutnya bereaksi dengan alkohol menghasilkan halogenalkana yang
sesuai yang bisa dipisahkan dengan distilasi.

27
Pembuatan bromoetana dalam laboratorium

Pembuatan bromoetana ini merupakan sebuah contoh sederhana dari pembuatan senyawa
organik, dan merupakan salah satu metode yang paling umum digunakan dalam kursus-kursus
kimia tingkat dasar.

Pembuatan bromoetana tidak murni

Asam sulfat pekat ditambahkan secara perlahan ke dalam beberapa etanol dalam sebuah labu
kimia disertai dengan pengadukan kuat dan pada suhu dingin, dan selanjutnya ditambahkan
kalium bromida. Labu kimia kemudian dihubungkan dengan kondensor sehingga bromoetana
yang terbentuk bisa dipisahkan dengan distilasi.

Bromoetana memiliki titik didih yang rendah tapi lebih padat dari air dan hampir tidak larut di
dalam air. Untuk mencegah terjadinya penguapan, bromoetana sering disimpan dibawah air
dalam sebuah botol kimia yang dikelilingi dengan es tanpa ada air.

Botol reaksi dipanaskan sampai tidak ada lagi tetesan bromoetana yang terkumpul.

Pemurnian bromoetana

Zat pengotor dalam bromoetana mencakup:

 hidrogen bromida (walaupun kebanyakan dari zat ini akan larut dalam air jika
boromoetana disimpan di bawah air);

 bromin – berasal dari oksidasi ion-ion bromida dengan asam sulfat pekat;

 sulfur dioksida – terbentuk ketika asam sulfat pekat mengoksidasi ion-ion bromida;

 etanol yang tidak bereaksi;


28
 etoksietana (dietil eter) – terbentuk melalui sebuah reaksi sampingan antara etanol dan
asam sulfat pekat.

Urutan pemurnian

Tahap 1

Jika bromoetana telah terkumpul di bawah lapisan air, pindahkan isi labu penampung tersebut
ke sebuah corong pisah. Atau langsung memasukkan bromoetana tidak murni ke dalam corong
pisah, tambahkan sedikit air lalu dikocok.

Tungkan cairan dan biarkan lapisan bromoetana tetap berada dalam corong.

Cairan yang dibuang tersebut hampir semua kandungannya adalah hidrogen bromida, dan
cukup banyak bromin, sulfur dioksida dan etanol yang tertinggal sebagai zat pengganggu
kemurnian.

Tahap 2

Untuk mengeluarkan semua zat asam pengotor yang masih tersisa (termasuk bromin dan sulfur
dioksida), kembalikan bromoetana ke corong pisah dan kocok dengan larutan natrium karbonat
atau natrium hdrogenkarbonat.

29
Larutan ini akan bereaksi dengan asam apapun yang ada melepaskan karbon dioksida dan
membentuk garam-garam yang dapat larut.

Pisahkan dan simpan lapisan bromoetana di bagian bawah seperti prosedur sebelumnya.

Tahap 3

Sekarang cuci bromoetana dengan air dalam sebuah corong pipsah untuk menghilangkan zat-
zat organik pengotor yang masih tersisa (larutan natrium karbonat berlebih, dll). Kali ini,
pindahkan lapisan bromoetana di bagian bawah ke sebuah tabung uji yang kering.

Tahap 4

Tambahkan beberapa kalsium klorida anhidrat ke dalam tabung, kocok dengan baik dan
biarkan beberapa lama. Kalsium klorida anhidrat merupakan sebuah agen pengering dan
menghilangkan air yang tersisa. Zat ini juga menyerap etanol, sehingga setiap etanol yang
tersisa juga akan dihilangkan (tergantung pada berapa banyak kalsium klorida yang
digunakan).

Tahap 5

Pindahkan bromoetana kering ke sebuah labu distilasi dan kemudian lakukan distilasi dalam
beberapa faksi, kumpulkan apa yang terdistilasi ke atas pada suhu antara 35 dan 40°C.

Pada prinsipnya, prosedur ini akan menghilangkan semua zat pengotor organik yang masih
tersisa. Namun pada prakteknya, etoksietana (yang merupakan zat pengotor yang paling
mungkin tertinggal pada tahap ini) memiliki titik didih yang sangat mirip dengan titik didih
bromoetana. Anda tidak mungkin mampu untuk memisahkan keduanya.

Jika masih ada etanol tersisa yang belum diserap oleh kalsium klorida, maka sudah pasti bisa
dihilangkan karena titik didihnya jauh lebih tinggi dibanding bromoetana.

Apa zat pengotor akhir yang masih tertinggal?

30
Jika bekerja dalam skala kecil, hampir tidak ada zat pengotor lagi yang tersisa. Tetapi semakin
besar skala pemurnian maka dengan tidak terhindarkan akan kehilangan beberapa dari zat yang
ingin dimurnikan.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Senyawa alkil halida merupakan senyawa hidrokarbon baik jenuh maupun tak jenuh
yang satu unsur H-nya atau lebih digantikan oleh unsur halogen (X = Br, Cl. I).
Struktur Alkil Halida : R-X
2. Ada 4 penggolongan alkil halida, yaitu metil halida, alkil halida primer, sekunder dan
tersier. Suatu metil halida ialah suatu struktur dalam mana satu hydrogen dari metana
telah digantikan oleh sebuah halogen. Suatu alkil halida primer (1°) (RCH2X)
mempunyai satu gugus alkil terikat pada karbon ujung. Suatu alkil halida sekunder (2°)
(R2CHX) mempunyai dua gugus alkil yang terikat pada karbon ujung, dan suatu alkil
halida tersier (3°) (R3CX) mempunyai tiga gugu alkil yang terikat pada karbon ujung.
3. Dalam system IUPAC, suatu alkil halida diberi nama dengan suatu awalan halo-.
Banyak alkil halida yang lazim, mempunyai nama gugus-fungsional trivial. Dalam
nama-nama gugus alkil disebut lebih dahulu, diikuti nama halidanya.
4. Titik didih alkil halida lebih tinggi ( dengan jumlah atom C yang sama ) karena berat
atom C lebih besar dari berat atom C ataupun H. Pada jumlah atom C yang sama, titik

31
didih alkil halida meningkat dengan kenaikan berat molekul. Dengan bertambah
panjangnya gugus alkil, maka titik didih alkil halida semakin tinggi pula.
5. Kebasaan (basicity) ialah ukuran kemampuan pereaksi untuk menerima sebuah proton
dalam suatu reaksi asam-basa. Nukleofisilitas ialah ukuran kemampuan suatu pereaksi
untuk menyebabkan (terjadinya) suatu reaksi subtitusi.
6. Spesi yang menyerang suatu alkil halida dalam suatu reaksi substitusi disebut
nukleofil, sering dilambangkan dengan Nu-. Substitusi oleh nukleofil disebut substitusi
nukleofil atau pergantian nukleofil. Menurut kinetikanya, reaksi substitusi nukleofilik
dapat dikelompokkan menjadi reaksi SN1 dan SN2.
7. Mekanisme reaksi SN2 melibatkan tubrukan antara kedua spesies dalam tahapan yang
lambat (dalam hal ini, satu-satunya tahapan yang ada) dari reaksi. Reaksi SN1

tahapannya lambat dari reaksi dan hanya melibatkan satu spesies, yakni alkil halida.

8. Pada reaksi eliminasi, molekul senyawa berikatan tunggal berubah menjadi senyawa
berikatan rangkap dengan melepas molekul kecil. Eliminasi merupakan reaksi yang
mengubah jumlah substituen dalam atom karbon, dan membentuk ikatan kovalen.
Dalam mekanisme E1, gugus lepas terlebih dahulu melepas dan membentuk
karbokation. Selanjutnya, pembentukan ikatan ganda terjadi melalui eliminasi proton
(deprotonasi). Dalam mekanisme E1cb, urutan pelepasan terbalik: proton dieliminasi
terlebih dahulu. Dalam mekanisme ini keterlibatan suatu basa harus ada. Mekanisme
E2 juga memerlukan basa. Akan tetapi, pergantian posisi basa dan eliminasi gugus
lepas berlangsung secara serentak dan tidak menghasilkan zat antara ionik.
B. SARAN
Mohon maaf kak sebaiknya mteri yang tidak dipraktikumkan tidak perlu
dicatumkan di diktat, lebih baik cari materi la yang di praktikumkan.

32
DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, Ralp J.,Fessenden, Joan S. 1982. Kimia Organik 1 Edisi Ketiga. Jakarta:Erlangga.
Petrucci, Ralph H. 1999. Kimia Dasar II. Jakarta : Erlangga.
Riawan, S. 1990. Kimia Organik Edisi 1. Jakarta:/ Binarupa Aksara.

33

Anda mungkin juga menyukai