Dibuat oleh: Fasikhatun,Modifikasi terakhir pada Thu 15 of Apr, 2010 [04:03 UTC]
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Tn. M
Umur : 60 tahun
Alamat : Kaliwiro
Agama : Islam
No. CM : 461054
Keluhan tambahan : tidak bisa kentut dan BAB sejak 3 hari yang lalu
Pasien datang ke RS tanpa surat pengantar dengan keluhan nyeri perut sebalah kiri bawah sejak 2 HSMRS. Tidak bisa
kentut dan BAB sejak 3 hari yang lalu. Selain itu juga pasien merasa mual dan muntah, perut terasa kembung. BAK lancar
tak ada keluhan. Pasien merasa kesakitan sehingga tidak dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
T: 37,9o C, axiller
Pemeriksaan Kepala
Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan Hidung
Pemeriksaan Mulut
Faring: hiperemis
Pemeriksaan Telinga
Tidak terdapat otore di telinga kanan dan kiri, tidak terdapat serumen
Pemeriksaan Leher
Pemeriksaan Thorax
Jantung
Auskultasi : Bunyi jantung S1>S2, reguler, tidak ada gallop, tidak ada bising
Paru
Inspeksi : Simetris kanan = kiri, tidak ada retraksi, tidak ada ketinggalan gerak
Pemeriksaan Abdomen
Palpasi : defans muscular (+), nyeri tekan (+) kwadran kiri bawah, tidak ada massa tumor, hepar dan lien tidak
teraba.
Genitalia
Pemeriksaan ekstremitas
Tidak ada edema, akral hangat, turgor kulit baik, tidak ada gangguan gerak pada ekstremitas superior dan inferior.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
AL : 6,10 x103/mm3
AE : 4,15 x103/mm3
Hb : 11,7 g/dl
AT : 200 x103/mm3
GDS : 94 mg%
Trigliserid : 125mg%
SGOT : 16 U/I
SGPT : 9 U/I
Ileus obstruktif
F. Diagnosis banding
Ileus paralitik
G. Terapi
Puasa
Infus RL 20 tpm
Pasang NGT
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan
pertolongan atau tindakan. Ileus Obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik. Ileus Paralitik adalah hilangnya peristaltik usus sementara.
B. Etiologi
Penyebab obstruksi pada usus halus dapat dibagi menjadi 3 yaitu obstruksi pada ekstraluminal, obstruksi intrinsik dan
obstruksi intraluminal. Obstruksi ekstraluminal misalnya adhesi, hernia, karsinoma dan abses. Obstruksi intrinsik pada
dinding usus seperti tumor primer. Dan obstruksi intraluminal seperti enteroliths, gallstones dan adanya benda asing.
Ada sejumlah sebab yang mendasari dari kurang gerak, kurang minum, kurang serat, sering menunda buang air besar,
kebiasaan menggunakan obat pencahar, efek samping obat-obatan tertentu sampai adanya gangguan seperti usus
terbelit, usus tersumbat sampai kanker usus besar.
Adanya pengurangan respons motorik usus besar akibat degenerasi jaringan saraf otonom di selaput lendir usus.
Ditemukan pula pengurangan rangsang saraf pada otot polos sirkuler yang menyebabkan memanjangnya waktu gerakan
usus. Selain itu, ada kecenderungan menurunnya tegangan jaringan otot lingkar dubur dan kekuatan otot polos berkaitan
dengan usia, terutama pada lansia sehingga menyebabkan obstruksi.
C. Patofisiologi
Patofisiologik obstruksi mekanik pada usus berhubungan dengan perubahan fungsi dari usus, dimana terjadi peningkatan
tekanan intraluminal. Bila terjadi obstruksi maka bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan berisi gas, cairan dan
elektrolit. Bila terjadi peningkatan tekanan intraluminal, hipersekresi akan meningkat pada saat kemampuan absorbsi usus
menurun, sehingga terjadi kehilangan volume sistemik yang besar dan progresif. Awalnya, peristaltik pada bagian
proksimal usus meningkat untuk melawan adanya hambatan. Peristaltik yang terus berlanjut menyebabkan aktivitasnya
pecah, dimana frekuensinya tergantung pada lokasi obstruksi. Bila obstruksi terus berlanjut dan terjadi peningkatan
tekanan intraluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak akan berkontraksi dengan baik dan bising usus menjadi tidak
teratur dan hilang. Peningkatan tekanan intraluminal dan adanya distensi menyebabkan gangguan vaskuler terutama
stasis vena. Dinding usus menjadi udem dan terjadi translokasi bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang
disebabkan oleh adanya translokasi bakteri menyebabkan timbulnya gejala sistemik. Efek lokal peregangan usus adalah
iskemik akibat nekrosis disertai absorpsi toksin -toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik.
D. Gejala Klinis
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air
besar (obstipasi). Mual muntah umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka
gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal
usus menjadi sangat dilatasi.
Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar umbilikus atau bagian epigastrium. Pasien
dengan obstruksi partial bisa mengalami diare. Kadang – kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon
biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa
konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi. Pada obstruksi bagian proksimal
usus halus biasanya muncul gejala muntah. Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik
turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal)
maka nyeri bersifat konstan/menetap. Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya
normal tetapi kadang – kadang dapat meningkat.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya demam, takikardi, hipotensi dan gejala dehidrasi yang berat. Demam
menunjukkan adanya obstruksi strangulate. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi, terdapat
darm contour (gambaran usus), dan darm steifung (gambaran gerakan usus), pada auskultasi terdapat hiperperistaltik
berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum) menjadi bunyi metalik (klinken) / metallic sound. Pada tahap lanjut
dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Pada ileus paralitik, keadaan umum pasien tampak
lemah hingga dehidrasi, tidak dapat flatus maupun defekasi. Dapat disertai muntah dan perut terasa kembung. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan meteorismus, suara usus (-), peristaltik menghilang. Pada palpasi tidak terdapat nyeri
tekan, defans muscular (-), kecuali jika ada peritonitis. Perkusi timpani diseluruh lapang abdomen.
Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan
penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.
Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum
amilase sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% -
50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat
timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu,
dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
Radiologik
Posisi supine (terlentang): tampak herring bone appearance. Posisi setengah duduk atau LLD: tampak step
ladder appearance atau cascade. Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto
polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas
66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan paling distal di iliocaecal junction) dan kolaps usus di distal
sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone appearance,karena
dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler
menyerupai kosta. Tampak air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang disebut step
ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang terdistensi.
Tampak dilatasi usus halus di proksimal sumbatan (sumbatan di kolon) dan kolaps usus di distal sumbatan. Penebalan
dinding usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus
halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta.
Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak di tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid levelpendek-
pendek berbentuk seperti tangga yang disebut step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus halus
yang terdistensi dan air fluid level panjang-panjang di kolon.
· Ileus paralitik
Tampak dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum. Penebalan dinding usus halus yang dilatasi memberikan
gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran
vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta dan gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak di
tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang disebut step
ladder appearance di usus halus dan air fluid level panjang-panjang di kolon.
E. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan
muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
· Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda – tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang
mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda – tanda vital dan jumlah urin
yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan
untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.
· Farmakologis
Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk
mengurangi gejala mual muntah.
· Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan
laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis ileus obstruktif pada kasus ini ditegakkan berdasarkan pada anamnesis pasien yaitu adanya keluhan nyeri perut,
tidak dapat flatus dan BAB selama 3 hari, terasa mual dan muntah, perut terasa kembung. Pada pemeriksaan fisik
abdomen didapatkan:
Palpasi : defans muscular (+), nyeri tekan (+) kwadran kiri bawah abdomen, hepar dan lien tak teraba
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan gambaran BNO 2 posisi berupa jumlah udara usus meningkat, dilatasi usus (+),
air fluid level (+) dengan gambaran step ladder appearance, herring bone appearance (+), free air (-), tak tampak dilatasi
usus menyeluruh dari gaster sampai rektum yang mendukung diagnosis ileus obstruktif.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan angka lekosit yang tidak meningkat, namun LED cukup tinggi. Suhu tubuh
pasien saat masuk RS juga cukup tinggi. Hal ini menandakan adanya obstruksi strangulate.
Dari hasil anamnesis, sebelum sakit pasien masih melakukan aktivitasnya bekerja di sawah, pola makan yang cukup serat
dan tidak pernah menunda buang air besar atau menggunakan obat pencahar.
Penyebab ileus pada pasien ini lebih cenderung disebabkan oleh faktor usia yang sudah lanjut. Adanya pengurangan
respons motorik usus besar akibat degenerasi jaringan saraf otonom di selaput lendir usus. Ditemukan pula pengurangan
rangsang saraf pada otot polos sirkuler yang menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus. Selain itu, ada
kecenderungan menurunnya tegangan jaringan otot lingkar anus dan kekuatan otot polos berkaitan dengan usia, terutama
pada lansia sehingga menyebabkan obstruksi.
BAB IV
KESIMPULAN
· Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut. Ileus Obstruktif adalah
kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.
· Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah, perut distensi dan tidak bisa buang
air besar (obstipasi).
· Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi, terdapat darm contour (gambaran usus), dan
darm steifung (gambaran gerakan usus), pada auskultasi terdapat hiperperistaltik berlanjut dengan Borborygmus(bunyi
usus mengaum) menjadi bunyi metalik (klinken) / metallic sound. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut,
peristaltik akan melemah dan hilang.
· Pemeriksaan radiologi: Posisi supine (terlentang) tampak herring bone appearance. Posisi setengah duduk atau
LLD: tampak step ladder appearance atau cascade. Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air
fluid level” pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi.
· Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan nyeri perut, tidak dapat flatus dan BAB selama 3 hari, terasa mual dan
muntah, perut terasa kembung.
Palpasi : defans muscular (+), nyeri tekan (+) kwadran kiri bawah abdomen, hepar dan lien tak teraba
· Pada pemeriksaan penunjang didapatkan gambaran BNO 2 posisi berupa jumlah udara usus meningkat, dilatasi usus
(+), air fluid level (+) dengan gambaran step ladder appearance, herring bone appearance (+), free air (-), tak tampak
dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum yang mendukung diagnosis ileus obstruktif pada kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Andari, K. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah. Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo.
Surabaya
2. Badash, Michelle. 2005. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical Bowel Obstruction). EBSCO Publishing.
3. Price, S.A. 1994. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A., McCarty, L., Wilson. Editor
terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC
4. Sjamsuhidajat r, De Jong W. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC