Anda di halaman 1dari 9

Sistematika Penulisan

Strategi penerapan nilai-nilai organisasi BPS dalam rangka pencapaian visi BPS tahun 2020

Bab I : PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
2. Tujuan dan Sasaran Penulisan
3. Sistematika penulisan

Bab II : ANALISIS ORGANISASI SAAT INI

1. Deskripsi Organisasi
2. Tinjaun Teori
3. Kerangka pikir

Bab III : STRATEGI PENINGKATAN KINERJA ORGANISASI

1. Perencanaan peningkatan kinerja


2. Pelaksanaan peningkatan kinerja

Bab IV : SIMPULAN DAN REKOMENDASI


1. Pengertian Perencanaan Pengembangan Sekolah

Perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), menggerakkan atau memimpin (actuating atau


leading), dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi-fungsi yang harus dijalankan dalam proses
manajemen. Jika digambarkan dalam sebuah siklus, perencanaan merupakan langkah pertama dari
keseluruhan proses manajemen tersebut. Perencanaan dapat dikatakan sebagai fungsi terpenting
diantara fungsi-fungsi manajemen lainnya. Apapun yang dilakukan berikutnya dalam proses manajemen
bermula dari perencanaan. Daft (1988:100) menyatakan: “When planning is done well, the other
management functions can be done well.”

Perencanaan pada intinya merupakan upaya pendefinisian kemana sebuah organisasi akan menuju di
masa depan dan bagaimana sampai pada tujuan itu. Dengan kata lain, perencanaan berarti
pendefinisian tujuan yang akan dicapai oleh organisasi dan pembuatan keputuan mengenai tugas-tugas
dan penggunaan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan itu. Sedangkan rencana (plan)
adalah hasil dari proses perencenaan yang berupa sebuah cetak biru (blueprint) mengenai alokasi
sumber daya yang dibutuhkan, jadwal, dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan dalam rangka
pencapaian tujuan.

Dalam pengertian tersebut, tujuan dan alokasi sumber daya merupakan dua kata kunci dalam sebuah
rencana. Tujuan (goal) dapat diartikan sebagai kondisi masa depan yang ingin diwujudkan oleh
organisasi. Dalam organisasi, tujuan ini terdiri dari beberapa jenis dan tingkatan. Tujuan pada tingkat
yang tertinggi disebut dengan tujuan strategis (strategic goal), kemudian berturut-turut di bawahnya
dijabarkan menjadi tujuan taktis (tactical objective) kemudian tujuan operasional (operational
objective). Tujuan strategis merupakan tujuan yang akan dicapai dalam jangka panjang, sedangkan
tujuan taktis dan tujuan operasional adalah tujuan jangka pendek yang berupa sasaran-sasaran yang
terukur.

Dalam organisasi sekolah, tujuan strategis merupakan tujuan tertinggi yang akan dicapai pada tingkat
sekolah. Tujuan ini bersifat umum dan biasanya tidak dapat diukur secara langsung. Tujuan-tujuan taktis
merupakan tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh-oleh bagian-bagian utama organisasi sekolah,
misalnya bidang kurikulum, kesiswaan, atau kerja sama dengan masyarakat. Untuk SMK tujuan-tujuan
taktis ini dapat berupa tujuan-tujuan yang harus dicapai pada tingkat jurusan atau program keahlian.
Sedangkan tujuan operasional merupakan tujuan yang harus dicapai pada bagian-bagian yang secara
struktur yang lebih rendah dari bagian-bagian utama sekolah tersebut. Tujuan mata pelajaran atau
kelompok mata pelajaran, misalnya, dapat dikategorikan sebagai tujuan operasional.

Masing-masing tingkatan tujuan tersebut terkait dengan proses perencanaan. Tujuan strategis
merupakan tujuan yang harus dicapai pada tingkat rencana strategis (strategic plan). Tujuan taktis dan
tujuan operasional masing-masing merupakan tujuan-tujuan yang harus dicapai pada rencana taktis
(tactical plan) dan rencana operasional (operational plan).

Perlu dicatat bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, ada atau diadakan atas dasar asumsi,
keyakinan, sistem nilai dan mandat tertentu. Dalam kaitannya dengan perencanaan, dasar-dasar
keberadaan ini disebut dengan premis organisasi. Secara formal permis-premis perencanaan itu
biasanya disajikan dalam bentuk rumusan visi, misi, dan nilai-nilai fundamental organisasi. Visi dapat
dipandang sebagai alasan atas keberadaan lembaga dan merupakan keadaan “ideal” yang hendak
dicapai oleh lembaga; sedangkan misi adalah tujuan utama dan sasaran kinerja dari lembaga. Keduanya
harus dirumuskan dalam kerangka filosofis, keyakinan dan nilai-nilai dasar yang dianut oleh organisasi
yang bersangkutan dan digunakan sebagai konteks pengembangan dan evaluasi atas strategi yang
diinginkan.

Premis-premis tersebut harus menjadi titik-tolak dalam perencanaan. Tujuan dan cara untuk mencapai
tujuan yang tertuang dalam rencana harus berada dalam kerangka premis-premis itu.

Perencanaan pengembangan sekolah (school development planning) merupakan proses pengembangan


sebuah rencana untuk meningkatkan kinerja sebuah sekolah secara berkesinambungan. Perbedaan
pokok rencana pengembangan dengan rencana lainnya terletak pada tujuan. Sedangkan herarkhi tujuan
dan rencana sebagaimana telah diuraikan di atas juga berlaku dalam rencana pengembangan.

Tujuan yang akan dicapai dalam rencana pengembangan merupakan hasil-hasil yang lebih baik dari apa
yang selama ini telah dicapai oleh sekolah. Rencana pengembangan sekolah disusun agar sekolah terus-
menerus meningkatkan kinerjanya. Oleh karena itu, selain didasarkan pada visi dan misi sekolah,
perencanaan pengembangan harus didasarkan atas pemahaman yang mendalam tentang keberadaan
dan kondisi sekolah pada saat rencana pengembangan itu disusun. Pemahaman semacam ini dapat
dilakukan melalui kajian dan telaah mendalam terhadap kondisi internal maupun lingkungan eksternal
dimana sekolah itu berada.
2. Kerangka Umum Perencanaan Pengembangan Sekolah

Kerangka umum proses perencanaan pengembangan sekolah sebenarnya dapat digambarkan sebagai
sebuah siklus yang bergerak mengelilingi sebuah titik pusat. Siklus itu terdiri dari empat langkah kunci:
Telaah (Review) atau evaluasi diri (self evaluation), Rancangan Strategi (Strategy Design), Implementasi
(Implementation), dan evaluasi. Sedangkan titik pusatnya terdiri dari: Visi, Misi, dan Tujuan.

3. Model-Model Alternatif Perencanaan Pengembangan Sekolah

Standar nasional pendidikan sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa
proses perencanaan menjadi perangkat yang esensial dalam pengelolaan sekolah. Dalam kaitannya
dengan standar pengelolaan satuan pendidikan, sistem perencanaan pengembangan lembaga yang
diterapkan pada setiap sekolah harus mampu memfasilitasi dan mengakomodasi lima pilar utama yang
digariskan dalam standar pengelolaan itu—kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan
akuntabilitas.

Model perencanaan strategis (strategic planning) hingga saat ini dipandang sebagai proses perencanaan
yang demikian itu. Dengan menerapkan pendekatan perencanaan strategis, diharapkan sekolah akan
terdorong untuk melakukan perencanaan secara sistematis. Sekolah diharapkan akan menyediakan
waktu untuk mentelaah dan menganalisis dirinya sendiri dan lingkungannya, mengidentifikasi
kebutuhannya untuk mendapatkan keunggulan terhadap yang lain, dan melakukan komunikasi dan
konsultasi secara terus-menerus dengan berbagai pihak baik dari dalam maupun luar lingkungan
lembaga selama berlangsungnya proses perencanaan. Di samping itu perencanaan strategis juga
diharapkan akan mendorong sekolah untuk menyusun langkah-langkah dalam rangka mencapai tujuan
strategis, secara terus-menerus memantau pelaksanaan rencana itu, dan secara teratur melakukan
pengkajian dan perbaikan untuk menjaga agar perencanaan yang dibuat tetap relevan terhadap
berbagai kondisi yang terus berkembang (Nickols dan Thirunamachandran, 2000).
Perencanaan strategis merupakan bagian dari proses managemen strategis yang terkait dengan proses
identifikasi tujuan jangka panjang dari sebuah lembaga atau organisasi, penggalian gagasan dan pilihan-
pilihan, pengambilan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan,
dan pemantauan (monitoring) kemajuan atau kegagalan dalam rangka menentukan strategi di masa
depan (Nickols dan Thirunamachandran, 2000). Secara historis, perencanaan strategis bermula dari
dunia militer. Perkembangan selanjutnya, perencanaan strategis diadopsi oleh dunia usaha pada tahun
1950-an dan berkembang pesat dan sangat populer pada tahun 1960 hingga 1970-an, dan berkembang
kembali tahun 1990-an Mintzberg (1994) sebagai "process with particular benefits in particular
contexts."

Penerapan perencanaan strategis di dunia pendidikan baru berkembang sekitar satu dekade yang lalu.
Saat mana lembaga-lembaga pendidikan dipaksa harus berhadapan dengan berbagai perubahan baik di
dalam maupun di luar lingkungan lembaga, dan dipaksa harus tanggap terhadap berbagai tantangan
yang timbul seperti halnya menurunnya dukungan keuangan, pesatnya perkembangan teknologi, dan
berubahnya struktur kependudukan, dan tertinggalnya program-program akademik. Sebagai dampak
dari kondisi ini, sejumlah lembaga pendidikan kemudian menggunakan perencanaan strategis sebagai
alat untuk “meraih manfaat dan perubahan strategis untuk menyesuaikan diri dengan pesatnya
perubahan liungkungan (Rowley, Lujan, & Dolence, 1997).

Diantara model-model perencanaan strategis yang berkembang, yang hingga saat ini masih banyak
diterapkan pada lembaga pendidikan antara lain: Model Dasar (Foundational Model), Perencanaan
Tindakan Tahap Permulaan (Early Action Planning Model), dan Model Tiga-Unsur Sejajar (The Three-
Strand Concurrent Model). Berikut diuraikan secara singkat masing-masing model yang tersebut. Pada
bagian akhir bab ini diurai sebuah model perencanaan pengembangan sekolah yang pernah diterapkan
di Indonesia dalam kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.

3.1 Model Dasar (Foundational Model)

Sesuai dengan namanya, model dasar ini pertama-tama difokuskan pada peletakan landasan-landasan
yang diperlukan dalam perencanaan pengembangan dan pengembangan prasarana yang tepat, sebelum
melangkah pada perencanaan pengembangan pada skala yang menyeluruh. Model ini didasarkan pada
premis bahwa perencanaan pengembangan akan terlaksana lebih efektif apabila tujuan dan nilai-nilai
fundamental sekolah telah diklarifikasi sehinga dapat menjadi kerangka acuan, dan bila perlu
memampukan tersusunnya struktur rencana pengembangan. Model tersebut terdiri dari urutan
kegiatan sebagai berikut:
a. Pembentukan/pengkajian struktur kolaborasi dan konsultasi dalam tahap persiapan.

b. Perumuskan/pembaharuan rumusan visi, misi, dan tujuan.

c. Perumuskan/pembaharuan Kebijakan Umum Sekolah yang terkait dengan bidang-bidang kunci


kehidupan sekolah, seperti kedisiplinan, kesehatan dan keselatan, dan pemeliharaan kehidupan
beragama.

d. Perumuskan/pembaharuan kebijakan dan prosedur yang terkait dengan perencanaan terkoordinasi


dalam bidang belajar mengajar yang dilakukan oleh guru, jurusan, kelompok-kelompok lintas kurikulum.

e. Evaluasi/revisi kebijakan dan prosedur yang terkait dengan anggaran serta spesifikasi dan
pengalokasian sumber daya.

f. Merancang dan adaptasi model perencanaan pengembangan sekolah.

g. Penerapan struktur umum dan prosedur yang sistematis dari operasi dasar perencanaan
pengembangan: kaji, rancang, implementasi termonitor, dan evaluasi.

h. Penerapan model perencanaan pengembangan.Setelah evaluasi, kembali ke langkah pertama dan


ulangi proses

Bagi sekolah yang baru pertama kali melaksanakan perencanaan stratsgis, untuk menyelesaikan langkah
a sampai dengan e di atas kemungkinan diperlukan waktu selama 18 bulan. Akan tetapi apabila sekolah
telah memiliki rencana strategis dan hanya perlu melakukan penyesuaian atau perubahan-perubahan,
langkah a sampai dengan e dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang sangat singkat, karena
kemungkinan hanya memerlukan sekedar perubahan-perubahan minor terhadap apa-apa yang sudah
ada. Namun demikian, langkah-langkah itu tidak dapat diabaikan begitu saja.
3.2 Model Perencanaan Tindakan Tahap Permulaan (Early Action Planning Model)

Model Perencanaan Tindakan Tahap Awal (Early Action Planning Model) pertama-tama menitik
beratkan pada identifikasi cepat sejumlah kecil prioritas jangka pendek dan inisiatif rencana
implementasi program pengembanganan untuk mencapai prioritas itu. Model ini didasarkan pada
premis bahwa cara terbaik untuk mendorong keberterimaan (acceptance) dan penyatuan Perencanaan
Pengembangan Sekolah adalah memastikan kelancaran tindakan dan capaian pada tahap permulaan
sebagai penguatan yang positif bagi partisipan dalam proses perencanaan. Pengalaman berhasil pada
tahap permulaan ini akan menjadi bukti kemanfaatan perencanaan pengembangan sekolah. Dengan
demikian, akan terjadi penguatan yang dapat mengurangi kecenderungan munculnya berbagai keluhan
seperti: “kita hanya bicara dan bicara, akan tetapi tidak ada yang menjadi kenyataan dan tidak pernah
terjadi perubahan”.

Selain itu juga akan memperkuat komitmen terhadap proses perencanaan dan menjadi insentif bagi
keteribatan dalam prosedur perencanaan yang lebih kompleks. Model permulaan tersebut dapat
mencakup tahap-tahap kegiatan (1) Perencanaan Tindakan Awal; (2) Refleksi, dan (3) Perencanaan
Terelaborasi.

3.3 Model Tiga-Unsur Sejajar (The Three-Strand Concurrent Model)

The Three-Strand Concurrent Model memfokus pada kerangka waktu perencanaan. Model ini mengakui
bahwa pengembangan sekolah memiliki dimensi-dimensi jangka panjang, jangka menengah, dan jangka
pendek. Model itu didasarkan pada premis bahwa tiga dimensi waktu itu harus dicapai secara bersama-
sama oleh sekolah jika sekolah memang memberikan respon yang efektif terhadap kebutuhan
lingkungan yang dinamis. Model itu menyarankan sebuah kerangka yang terdiri dari tiga langkah
kegiatan perencanaan yang saling terkait namun berbeda-beda yang memampukan sekolah untuk
mengatasi perubahan-perubatah yang rumit dan tidak dapat diprediksikan.

Model itu meliputi unsur-unsur: (1) Berfikir Masa Depan untuk mengatasi dimensi jangka panjang dalam
perencanaan sekolah (5-15 tahun), (2) Niatan Strategis dan Tujuan Strategis untuk mengatasi dimensi
jangka menengah (3-5 tahun), dan Perencanaan Operasional untuk mengatasi dimensi jangka pendek (1-
3 tahun).

3.4 Model Perencanaan Pengembangan Sekolah di Indonesia


Digulirkannya konsep Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) pada tahun 1999
sebenarnya merupakan rintisan diterapkannya perencanaan strategis di lembaga pendidikan menengah
di Indonesia. Konsep manajemen ini menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan
pemerintah dengan tanggung jawabnya masing - masing ini, berkembang didasarkan kepada suatu
keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam
rangka proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber daya sekolah yang ada.

Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta
memahami kindisi lingkunganya (kelebihan dan kekurangannya) untuk kemudian melalui proses
perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk program-
program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai
dengan visi dan misinya masing - masing. Sekolah harus menentukan target mutu untuk tahun
berikutnya. Dengan demikian sekolah secara mandiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan
nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki tanggung jawab terhadap
pengembangan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat
(Umaedi, 1999).

Kemiripan MPMBS dengan perencanaan strategis sebagaimana diuraikan sebelumnya sangat tampak
pada strategi pelaksanaan yang digariskan pada tingkat sekolah. Secara singkat langkah-langkah yang
ditetapkan itu diuraikan sebagai berikut.

a. Merumuskan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Sekolah (Tujuan Situasional Sekolah).

b. Mengidentifikasi Fungsi-Fungsi yang Diperlukan untuk Mencapai Sasaran

c. Melakukan Analisis SWOT

d. Mengembangkan Langkah Pemecahan Persoalan

e. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu


f. Melakukan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan g. Merumuskan Sasaran Mutu Baru.

Anda mungkin juga menyukai