Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan anak adalah bertambahnya kemampuan (skill)
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari pematangan. Di sini
menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh,
organ-organ dan sistem yang berkembang sedemikian rupa sebagai hasil
interaksi dengan lingkungannya.

Proses perkembangan anak memang terbilang cukup cepat namun


dalam prosesnya sangat banyak tahapan tahapan yang perlu dilalui. Pada
usia dini segala aspek perkembangan anak mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Aspek perkembangan yang ada pada anak usia dini meliputi
aspek intelektual, fisikmotorik, sosio-emosional, bahasa, moral dan
keagamaan. Semua aspek perkembangan yang ada pada diri anak ini
selayaknya menjadi perhatian agar aspek perkembangan ini dapat
berkembang secara optimal. Tidak berkembangnya aspek perkembangan
anak ini akan berakibat di masa yang akan datang, tidak saja anak
mengalami hambatan dalam perkembangan pada masa perkembangan di
usia berikutnya, tetapi anak juga akan mengalami kesulitan dalam
menghadapi kehidupan di masa yang akan datang

B. Rumusan Masalah
1. Apa hubungan antara pola asuh orang tua, sekolah, teman sebaya
serta media terhadap perkembangan anak?
2. Bagaimana pola asuh orang tua, sekolah, teman sebaya serta media
mempengaruhi perkembangan anak?

1
C. Tujuan
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan maka tujuan penulisan
makalah ini ialah untuk mengetahui hubungan dan pengaruh pola asuh,
sekolah, teman sebaya serta media terhadap perkembangan anak. Makalah
ini juga dibuat untuk memenuhi salah satu tugas perkuliahan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pola asuh orang tua


1. Pengertian pola asuh orang tua
Secara epistimologi kata pola diartikan sebagai cara kerja, dan kata
asuh berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing
(membantu, melatih, dan sebagainya) agar dapat berdiri sendiri, atau
dalam bahasa populernya adalah cara mendidik.
Secara terminologi pola asuh orang tua adalah cara terbaik yang
ditempuh oleh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari
tanggung jawab kepada anak.
Menurut Gunarsa Singgih dalam bukunya Psikologi Remaja, Pola
asuh orang tua adalah sikap dan cara orang tua dalam mempersiapkan
anggota keluarga yang lebih muda termasuk anak supaya dapat
mengambil keputusan sendiri dan bertindak sendiri sehingga mengalami
perubahan dari keadaan bergantung kepada orang tua menjadi berdiri
sendiri dan bertanggung jawab sendiri.
Menurut Baumrind yang juga merupakan pakar parenting, berpendapat
bahwa ia percaya orang tua tidak boleh terlalu menghukum atau terlalu
tidak peduli. Sebaiknya, orang tua menyusun aturan bagi anak dan pada
saat yang sama bersifat suportif dan membimbing serta mengasuh.
Baumrind mengatakan bahwa ada empat bentuk gaya pengasuhan atau
parenting:
 Authoritarian Parenting adalah gaya asuh yang bersifat membatasi
dan menghukum. Orang tua yang otoriter memerintahkan anak
untuk mengikuti petunjuk mereka dan menghormati mereka. Anak-
anak dari orang tua yang otoriter cenderung akan berperilaku
secara tidak kompeten secara social. Mereka cenderung cemas
menghadapi situasi social, tidak bisa membuat inisiatif untuk
beraktivitas dan keahlian komunikasi cenderung buruk.

3
 Authoritative Parenting, memdorong anaknya untuk menjadi
independen tetapi masih membatasi dan mengontrol tindakan
anaknya. Orang tua bersikap mendukung dengan menujukkan
bagaimana orang tua menghargai pendapat anaknya. Anak yang
memiliki orang tua seperti ini ( otoritatif) akan berperilaku
kompeten secara social. Mereka cenderung mandiri, tidak cepat
puas, gaul dan memperlihatkan harga diri yang tinggi. Menurut
Baumrind hasil gaya ini sangat positif sehingga ia sangat
mendukung gaya asuh otoritatif.
 Neglectful Parenting adalah gaya asuh yang dimana orang tua
tidak terlibat aktif dalam kehidupan anaknya. Anak dari orang tua
yang tak peduli ini akan menganggap bahwa aspek lain dari
kehidupan orang tuanya lebih penting ketimbang kehidupan
anaknya. Anak dari kehidupan orang tua yang abai ini sering
bertindak tidak kompeten secara social. Mereka cenderung kurang
bisa mengontrol diri, tidak cukup mandiri, dan tidak termotivasi
untuk berprestasi.
 Indulgent Parenting adalah gaya asuh dimana orang tua sangat
terlibat dalam kehidupan anaknya, tapi tidak banyak memberi
batasan atau kekangan pada perilaku mereka. Orang tua seperti ini
sering membiarkan anak mencari cara sendiri untuk mencapai
tujuannya, sebab orang tua seperti ini percaya bahwa kombinasi
dukungan pengasuhan dan sedikit pembatasan akan menciptakan
anak yang kreatif dan percaya diri. Hasilnya adalah si anak
biasanya tidak belajar untuk mengontrol perilakunya sendiri. Orang
tua tidak mempertimbangkan seluruh aspek perkembangan si anak.

Menurut Broumrind yang dikutip oleh Dr. Yusuf mengemukakan


perlakuan orang tua terhadap anak dapat dilihat dari :
1) Cara orang tua mengontrol anak.
2) Cara orang tua memberi hukuman.

4
3) Cara orang tua memberi hadiah.
4) Cara orang tua memerintah anak.
5) Cara orang tua memberikan penjelasan kepada anak.

Sedangkan menurut Weiton dan Lioyd yang juga dikutip oleh Dr.
Yusuf menjelaskan perlakuan orang tua terhadap anak yaitu :

1) Cara orang tua memberikan peratuaran kepada anak.


2) Cara orang tua memberikan perhatian terhadap perlakuan anak.
3) Cara orang tua memberikan penjelasan kepada anak.
4) Cara orang tua memotivasi anak untuk menelaah sikap anak.
Jadi yang dimaksud dengan pola asuh orang tua adalah pola yang
diberikan orang tua dalam mendidik atau mengasuh anak baik secara
langsung maupun tidak secara langsung.
Cara mendidik secara langsung artinya bentuk asuhan orang tua
yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian, kecerdasan dan
ketrampilan yang dilakukan secara sengaja, baik berupa perintah,
larangan, hukuman, penciptaan situasi maupun pemberian hadiah sebagai
alat pendidikan. Sedangkan mendidik secara tidak langsung adalah
merupakan contoh kehidupan sehari-hari mulai dari tutur kata sampai
kepada adat kebiasaan dan pola hidup, hubungan orang tua, keluarga,
masyarakat dan hubungan suami istri.
Akan tetapi setiap orang tua juga mempunyai cara yang berebeda-
beda untuk mengasuh dan mendidik anakanaknya. Pola asuh orang tua
yang sebatas menjadi ibu rumah tangga akan lebih maksimal untuk
mengurus dan mendidik anak-anaknya di rumah. Beda dengan pola asuh
ibu yang mempunyai peran ganda, selain menjadi ibu rumah tangga ia
juga disibukkan dengan mencari kebutuhan ekonomi untuk mengais
rezeki.

5
2. Fungsi Pengasuhan Anak
Fungsi pengasuhan orang tua mencakup tujuh bidang pendidikan yaitu:
a) Dalam pendidikan fisik
b) Dalam pendidikan akal (intelektual anak)
c) Dalam pendidikan keindahan
d) Dalam pendidikan psikologikal dan emosi anak
e) Dalam pendidikan iman bagi anak
f) Dalam pendidikan akhlak bagi anak- anaknya
g) Dalam pendidikan sosial anak-anaknya.

3. Bentuk-Bentuk Pola Asuh Orang Tua


Menurut Chabib Thoha cara mendidik anak ada tiga macam, yaitu :
1) Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua
terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu
tergantung kepada orang tua. Orang tua sedikit memberi kebebasan
kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak
didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama
yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. Anak diberi
kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga
sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggung jawab kepada diri
sendiri. Anak dilibatkan dan diberi kesempatan untuk bertpartisipasi
dalam mengatur hidupnya.
Menurut Syamsu Yusuf pola asuh demokratis ini akan berpengaruh
pada sifat dan kepribadian anak. Di antaranya :
a) Bersikap bersahabat.
b) Percaya kepada diri sendiri.
c) Mampu mengendalikan diri.
d) Memiliki rasa sopan.
e) Mau bekerja sama.
f) Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

6
g) Mempunyai tujuan dan arah hidup yang jelas.
Pola asuh secara demokratis sangatlah positif pengaruhnya pada
masa depan anak, keluarga dikatakan berhasil manakala terjalin
hubungan yang harmonis antara orang tua dengan anak, baik atau
buruk sikap anak dipengaruhi oleh bagaimana orang tua menanamkan
sikap.

2) Pola Asuh Otoriter


Pola asuh otoriter merupakan cara mendidik anak dengan
menggunakan kepemimpinan otoriter, kepemimpinan otoriter yaitu
pemimpin menentukan semua kebijakan, langkah dan tugas yang harus
dijalankan.
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara
mengasuh anak-anak dengan aturan yang ketat, sering kali memaksa
anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk
bertindak atas nama diri sendiri dibatasi, anak jarang diajak
berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita, bertukar pikiran dengan
orang tua. Orang tua malah menganggap bahwa semua sikap yang
dilakukan itu sudah benar sehingga tidak perlu minta pertimbangan anak
atas semua keputusan yang mengangkat permasalahan anak-anaknya.
Pola asuh yang bersifat otoriter ini juga ditandai dengan hukuman-
hukuman yang dilakukan dengan keras, anak juga diatur dengan berbagai
macam aturan yang membatasi perlakuannya. Perlakuan seperti ini
sangat ketat dan bahkan masih tetap diberlakukan sampai anak tersebut
menginjak dewasa.
Ciri-ciri pola asuh otoriter di antaranya :
a) Hukuman yang keras
b) Suka menghukum secara fisik
c) Bersikap mengomando
d) Bersikap kaku (keras)
e) Cenderung emosional dalam bersikap menolak

7
f) Harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh
membantah.

Akibatnya anak cenderung memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a) Mudah tersinggung
b) Penakut
c) Pemurung tidak bahagia
d) Mudah terpengaruh dan mudah stress
e) Tidak mempunyai masa depan yang jelas
f) Tidak bersahabat

Orang tua hendaknya tidak memperlakukan anak secara otoriter


atau perlakuan yang keras karena akan mengakibatkan perkembangan
pribadi atau akhlak anak yang tidak baik.

3) Pola Asuh Permisif


Pola Permisif adalah membiarkan anak bertindak sesuai dengan
keinginannya, orang tua tidak memberikan hukuman dan pengendalian.
Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak
untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, orang tua tidak
pernah memberikan aturan dan pengarahan kepada anak, sehingga anak
akan berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri walaupun terkadang
bertentangan dengan norma sosial.
Dalam hal ini Elizabeth B Hurlock berpendapat disiplin permisif tidak
membimbing ke pola perilaku yang disetujui secara sosial dan tidak
menggunakan hukuman.
Ciri-ciri pola asuh permisif yaitu :
a) Kontrol orag tua terhadap anak sangat lemah.
b) Memberikan kebebasan kepada anak untuk dorongan atau
keinginannya.
c) Anak diperbolehkan melakukan sesuatu yang dianggap benar oleh
anak.

8
d) Hukuman tidak diberikan karena tidak ada aturan yang mengikat.
e) Kurang membimbing.
f) Anak lebih berperan dari pada orang tua.
g) Kurang tegas dan kurang komunikasi.

Sebagai akibat dari pola asuh ini terhadap kepribadian anak


kemungkinannya adalah:
a) Agresif
b) Menentang atau tidak dapat bekerja sama dengan orang lain.
c) Emosi kurang stabil.
d) Selalu berekspresi bebas.
e) Selalu mengalami kegagalan karena tidak ada bimbingan.
Pola asuh ini sebaiknya diterapkan oleh orang tua ketika anak telah
dewasa, di mana anak dapat memikirkan untuk dirinya sendiri, mampu
bertanggung jawab atas perbuatan dan tindakannya.
Dari uraian di atas dapat diringkaskan bahwa pola asuh sebagai cara
mendidik anak yang baik adalah yang menggunakan pola demokratis,
tetapi tetap mempertahankan prinsip-prinsip nilai yang universal dan
absolute terutama yang berkaitan dengan pendidikan agama Islam karena
berpengaruh terhadap perilaku keagamaan anak.

Variansi etnis dan sosiokultural dalam keluarga.

Keluarga dalam kelompok etnis yang berbeda akan bervariasi


dalam besarnya, strukturnya, dan komposisinya; keterikatan mereka
dengan jaringan kerabat; dan level pendapatan dan pendidikannya(Coll &
Pachter, 2002; Parke, 2001; Parke & Buriel, 1998). Di AS dan di
kebanyakan Negara Barat, praktik pengasuhan anak ternyata berbeda-
beda di antara kelompok status sosialekonomi yang berlainan. Orang tua
berpendapatan rendah sering lebih menekankan pada karakteristik
eksternal seperti kepatuhan dan kerapian. Sebaliknya, orang tua

9
beerpendapatn menengah sering menekankan pada nilai karakter internal,
seperti control diri dan penundaan keinginan.

Ada juga perbedaan sosioekonomi yang membuat orang tua


berbeda dalam memandang soal pendidikan anak (Hoff, Laursen &
Tardif, 2002; Lareau, 1996). Orang tua SES menengah menganggap
pendidikan sebagai sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang tua
dan guru. Orang tua berpendapatan rendah lebih sering menganggap
pendidikan adalah tugas guru saja.

B. Teman sebaya
1. Pengertian Teman Sebaya
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), teman sebaya
diartikan sebagai kawan, sahabat, atau orang yang sama-sama dalm
bekerja dan bertindak. Sedangkan menurut Hurlock, teman sebaya
merupakan anak yang memiliki usia dan tahap perkembangan yang sama.
Selain itu, Santrock juga mendefinisikan teman sebaya sebagai anak-anak
yang tignkat usia dan kematangannya kurang lebih sama.
Sehingga jika ditarik kesimpulannya teman sebaya adalah interaksi
yang terjadi antar individu yang mana individu-individu tersebut
memiliki kesamaan dalam hal usia serta perkembangannya.
2. Peran Teman Sebaya
Teman sebaya mempunyai peran dalam proses perkembangan
sosial anak, menurut Santrock peranan teman sebaya dalam proses
perkembangan sosial anak antara lain sebagai sahabat, stimulasi, sumber
dukungan fisik, sumber dukungan ego, fungsi perbandingan sosial, dan
fungsi kasih sayang. Selain itu teman sebaya juga memberikan
kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain di luar anggota
keluarganya, mengontrol perilaku sosial, mengembangkan keterampilan
dan minat sesuai dengan usianya dan saling bertukar pikiran dan
masalah.

10
3. Pengaruh Teman Sebaya
Pergaulan teman sebaya dapat mempengaruhi perilaku. Pengaruh
tersebut dapat berupa pengaruh positif dan dapat pula berupa pengaruh
negatif. Pengaruh positif yang dimaksud adalah ketika individu bersama
teman-teman sebayanya melakukan aktifitas yang bermanfaat yang mana
kegiatan tersebut berguna untuk perkembangannya dalam berbagai
aspek.
Sedangkan unutk pengaruh negatifnya, mungkin saja jika kegiatan
bersama teman-teman sebaya itu melanggar norma-norma yang berlaku
di sekitarnya ataupun di lingkungan tempat dia tinggal. Hubungan teman
sebaya yang baik diperlukan untuk perkembangan sosio-emosional yang
normal, anak-anak yang ditolak oleh teman sebaya atau menjadi korba
temannya maka dia akan merasa kesepian dan beresiko untuk menjadi
depresi.

C. Lingkungan Sekolah

Sekolah telah menjadi bagian dari kehidupan anak-anak. Mereka di


sekolah bukan hanya hadir secara fisik, melainkan mengikuti berbagai
kegiatan yang telah dirancang dan diprogram sedemikian rupa. Karena itu
disamping keluarga, sekolah memiliki peran yang sangat berarti bagi
perkembangan anak.

Guru adalah orang-orang yang sudah dididik dan dipersiapkan


secara khusus dalam bidang pendidikan. Mereka menguasai sejumlah
pengetahuan dan keterampilan yang bisa menjadi stimulus bagi
perkembangan anak-anak lengkap dengan penguasaan metodologi
pembelajarannya. Dalam konteks perkembangan anak, hal tersebut
merupakan salah satu sisi keunggulan guru dari pada orang-orang dewasa
lain pada umumnya. Karenanya lazimnya pengalaman interaksi pendidikan
dengan guru di sekolah akan lebih bermakna bagi anak dari pada
pengalaman interaksi dengan sembarang orang dewasa lainnya. Dengan kata

11
lain, interaksi pendidikan di sekolah tidak hanya berkenaan dengan
perkembangan aspek-aspek pribadi lainnya.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa dilihat dari sisi perkembangan


anak, sekolah berfungsi dan bertujuan untuk memfasilitasi proses
perkembangan anak, secara menyeluruh sehingga dapat berkembang secara
optimal sesuai dengan harapan-harapan dan norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Meskipun tampaknya di sekolah itu sangat dominan dalam
perkembangan aspek intelektual dan kognisi anak, namun sebenarnya
sekolah berfungsi dan berperan dalam mengembangkan segenap aspek
perilaku termasuk perkembangan aspek-aspek sosial moral dan emosi.

Dijelaskan oleh Bredekamp bahwa sasaran kurikulum sekolah yang


tepat itu adalah :

1) Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak dalam semua


bidang perkembangan fisik, sosial, emosi dan intelektual guna
membangun suatu fundasi untuk belajar sepanjang hayat;
2) Mengembangkan harga diri anak, rasa kompoten dan perasaan-
perasaan positif terhadap belajar. Sekolah-sekolah di Indonesia juga
tidak terlepas dari fungsi dan peranannya dalam mengembangkan
keimanan dan ketakwaan anak sehingga mereka menjadi manusia-
manusia yang beragama dan beramal kebajikan.

Faktor eksternal yang berpengaruh pada prestasi hasil belajar akan


kami uraikan pada bagian berikut: Faktor Dari Luar ( Faktor Eksternal )
Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan
menjadi tiga faktor yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.

1) Faktor Keluarga adalah Faktor eksternal pertama yang


mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor keluarga. Siswa
yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa :

a) Cara orang tua mendidik.

12
Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya
terhadap belajar anaknya. Keluarga adalah lembaga pendidikan
yang pertama dan utama. Pendidikan keluarga adalah pendidikan
dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan pendidikan bangsa,
negara dan dunia. Orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan
anaknya dapat menyebabkan anak kurang berhasil dalam
belajarnya.

b) Relasi antar anggota keluarga.

Relasi antar anggota keluarga yang terpenting adalah relasi


orang tua dengan anaknya. Relasi ini erat kaitannya dengan cara
orang tua mendidik. Baik atau tidaknya relasi antar anggota dapat
dilihat dari cara orang tua mendidik.

c) Suasana rumah.

Suasana rumah adalah situasi atau kejadian-kejadian yang


sering terjadi di dalam keluarga dimana anak berada dan belajar.
Rumah yang tegang, ribut dan sering terjadi cekcok akan
menyebabkan anak menjadi bosan dirumah, suka keluar rumah,
akibatnya belajarnya menjadi kacau. Agar anak dapat belajar
dengan baik perlu diciptakan suasana rumah yang tenang dan
tentram. Di dalam rumah yang tentram anak akan dapat belajar
dengan baik.

d) Keadaan ekonomi keluarga.

Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan


belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi
kebutuhan pokok seperti makan dan pakaian juga membutuhkan
fasilitas belajar seperti ruang belajar, buku, pensil dan lain-lainnya.
Fasilitas belajar ini hanya dapat dipenuhi jika keluarga memiliki
cukup uang.

13
e) Pengertian orang tua.

Anak yang belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua.


Bila anak sedang belajar hendaknya tidak diganggu dengan tugas-
tugas di rumah. Terkadang anak juga mengalami lemah semangat
sehingga orang tua wajib memberi pengertian dan dorongan.

f) Latar belakang kebudayaan.

Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga


mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Oleh karena itu perlu
ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik pada anak agar anak
semangat dalam belajar.

2) Faktor sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar


meliputi:
a) Metode mengajar.
Metode mengajar adalah cara yang harus dilalui di dalam
mengajar. Dalam megajar, cara-cara mengajar dan serta cara
belajar haruslah setepat-tepatnya dan seefisien serta seefektif
mungkin. Guru harus berani mencoba metode-metode baru
yang dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar
mengajardan menungkatkan motivasi belajar siswa.
b) Kurikulum.
Kurikulum adalah sejumlah kegiatan yang diberikan
kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan
bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan
mengembangkan bahan pelajaran tersebut. Jelaslah bahwa
bahan pelajaran itu mempengaruhi belajar siswa.
c) Relasi guru dengan siswa.
Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana
tidak akan melihat bahwa di dalam kelas ada grup yang saling
bersaing secara tidak sehat. Jiwa kelas tidak terbina bahkan

14
hubungan masing-masing siswa tidak tampak. Oleh karena itu
perlu diciptakan suasana yang menunjang timbulnya relasi
yang baik antar siswa, agar dapat memberikan pengaruh positif
terhadap belajar siswa.
d) Disiplin sekolah.
Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan
siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan
sekolah mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar,
kedisiplinan pegawai serta kedisiplinan kepala sekolah dalam
mengelola seluruh staf beserta siswa-siswanya. Seluruh staf
sekolah yang mengikuti tata tertib dan bekerja dengan disiplin
membuat siswa menjadi disiplin pula. Selain itu juga
memberikan pengaruh positif terhadap belajarnya.
e) Alat pelajaran.
Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar
siswa, karena alat pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu
mengajar dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang
diajarkan itu. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan
memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan
kepada siswa. Jika siswa mudah menerima dan menguasai
pelajaran maka belajarnya akan menjadi lebih giat dan lebih
maju.
f) Waktu sekolah.
Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar
mengajar di sekolah. Waktu sekolah juga mempengaruhi
belajar siswa. Waktu belajar pagi hari adalah waktu yang baik
karena pikiran masih segar dan jasmani dalam kondisi baik.
Sedangkan waktu sore hari kurang baik karena sore hari adalah
waktu dimana siswa beristirahat, tetapi terpaksa masuk
sekolah. akibatnya siswa menerima pelajaran sambil
mengantuk. Jadi memilih waktu sekolah yang tepat akan

15
memberikan pengaruh positif terhadap belajar siswa. g)
Standar pelajaran di atas ukuran. Perkembangan psikis dan
kepribadian siswa berbeda-beda sehingga membuat
penguasaan siswa terhadap materi juga berbeda pula. Guru
dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan
kemampuan siswa masing-masing.Yang penting tujuan yang
telah dirumuskan dapat dicapai.
g) Keadan gedung.
Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi
karakteristik mereka masing-masing menuntut keadaan gedung
yang memadai dalam setiap kelas. Dengan kondisi gedung
yang baik akan membuat siswa belajar dengan enak dan
nyaman.
h) Metode belajar.
Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah.
Oleh karena itu guru perlu memberikan bimbingan dan
pembinaan agar siswa dapat mengatur waktu dengan baik dan
memilih cara belajar yang tepat. Dengan demikian siswa dapat
meningkatkan hasil belajarnya.
i) Tugas rumah.
Waktu belajar bagi siswa selain disekolah juga di rumah.
Tetapi guru hendaknya tidak memberikan tugas rumah terlalu
banyak karena ada kegiatan lain selain belajar yang juga harus
dikerjakan anak-anak.
3) Faktor masyarakat Masyarakat merupakan faktor eksternal yang
juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi
karena siswa berada dalam masyarakat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswa yaitu :
a) Kegiatan siswa dalam masyarakat.
Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan
terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa

16
mengambil bagian terlalu banyak akan mengganggu belajarnya.
Oleh karena itu kegiatan siswa dalam masyarakat perlu dibatasi
agar tidak mengganggu belajarnya.

b) Masa media (Media Masa).


Yang termasuk mass media antara lain bioskop, radio,
TV dan surat kabar. Mass media bisa memberikan pengaruh
yang baik terhadap siswa dan belajarnya . Tetapi mass media
juga bisa memberikan pengaruh yang buruk terhadap siswa.
Oleh sebab itu siswa perlu mendapat bimbingan dan kontrol
yang cukup bijaksana dari orang tua dan pendidik baik di dalam
keluarga, sekolah dan masyarakat.
c) Teman bergaul.
Pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk
kedalam jiwanya daripada yang kita duga. Teman bergaul yang
baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa. Begitu juga
sebaliknya, teman bergaul yang jelek pasti mempengaruhi yang
bersifat jelek pula. Agar siswa dapat belajar dengan baik maka
perlu diusahakan agar mereka memiliki teman bergaul yang
baik. Selain itu juga diperlukan pembinaan dan pengawasan
dari orang tua dan pendidik.
d) Bentuk kehidupan masyarakat.
Lingkungan di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap
belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang
tidak terpelajar, penjudi dan orang-orang yang memiliki
kebiasaan tidak baik akan berpengaruh buruk terhadap siswa
yang ada disitu. Sebaliknya jika lingkungan anak adalah orang-
orang terpelajar yang baik maka hal tersebut akan mendorong
siswa untuk berbuat baik. Dengan demikian perlu diusahakan
lingkungan yang baik agar dapat memberi pengaruh yang

17
positif terhadap siswa sehingga siswa dapat belajar dengan
sebaik-baiknya.

D. Media
1. Definisi media

Media merupakan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan satu
dengan lainnya. Disatu sisi, media, menampakkan wajah ‘prososial’.
Disisi yang lain menampilkan wajahnya yang ‘asosial’. Pada sisi
prososial, media melakukan penyebaran informasi melalui media seperti
suratkabar, televisi, radio, film, dan internet telah membentuk
pengetahuan dan pendapat manusia mengenai berbagai peristiwa atau hal
yang menyangkut kehidupan. Pada wajahnya yang positif, media
membawa muatan prososial. Misalnya, acara pendidikan dan informasi di
TV, buku cerita anak, situs-situs pendidikan di internet, film-film yang
menghibur dan sekaligus mendidik, atau videogame yang sehat bagi
anak. Namun, pada saat media menampilkan sisi negatifnya, media
menjadi destruktif. Media menampilkan muatan yang tidak baik
dikonsumsi, terutama anak-anak seperti misalnya menampilkan sisi
kekerasan, situs porno, komik porno, film atau game kekerasan. Media
dikatakan membawa muatan anti-sosial.

Media massa, terutama televisi, merupakan sarana yang sangat


efektif untuk mentransfer nilai dan pesan yang dapat mempengaruhi
khalayak secara luas. Bahkan televisi dapat membuat orang kecanduan.
Kini, media audio visual ini telah menjadi narkotika sosial yang paling
efisien dan paling bisa diterima. Interaksi masyarakat, terutama anak,
terhadap televisi, sangat tinggi. Idealnya seorang anak hanya menonton
tayangan televisi sebanyak dua jam sehari. Data pola menonton televisi
pada anak-anak menunjukkan bahwa jumlah jam menonton anak-anak
melampaui batas jam menonton ideal. Angka 35 jam per minggu, berarti
sama dengan 1820 jam per tahun, padahal jam belajar anak sekolah dasar

18
menurut United Nations Education and Culture Organization (UNESCO)
tidak melebihi 1000 jam per tahun. Jika melihat perbandingan jumlah
jam menonton televisi dengan jumlah jam belajar di sekolah, maka
dikuatirkan proses pembentukan pola pikir, karakter, dan perilaku anak
justru terbentuk melalui tayangan televisi.

Penelitian Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) tahun


2006 jumlah menonton TV pada anak-anak SD berkisar antara 30-35 jam
seminggu (sekitar 4.5 jam sehari). Belum lagi, angka ini masih ditambah
sekitar 10 jam untuk bermain video game. Ini adalah jumlah waktu yang
terlalu besar untuk hiburan yang kurang sehat bagi anak. Padahal, batas
maksimal yang diperbolehkan ahli adalah anak menonton TV atau
permainan media lainnya seperti play station, komputer dan lain-lain
maksimal 2 jam sehari. Data menunjukkan bahwa waktu menonton TV
anak-anak saat libur akhir pekan telah lama sekitra 3 jam dibandingkan
waktu menonton TV di hari biasa. TV memang menayangkan lebih
banyak acara anak di hari libur dibandingkan hari lainnya.

Ada tiga hal yang menjadi penyebab utama :

a. Anak dan remaja biasanya belum kritis

b. Anak dan remaja umumnya senang meng-imitasi apa yang dilihat atau
didengar

c. Pengaruh teman sebaya.

19
2. Media yang dekat dengan anak anak
a. Televisi

Televisi atau TV adalah medium yang paling banyak digunakan


sehari-hari oleh kebanyakan orang. Demikian pentingnya TV dalam
banyak rumah. Pesawat TV umumnya diletakkan dalam jantung rumah
tangga, yakni ruang keluarga. Di antara berbagai media massa, TV
dianggap paling berpengaruh. Namun sayang aktivitas TV memangkas
waktu interaksi manusia dewasa ini, misalnya interaksi dalam keluarga,
menimbulkan dampak negatif berupa peniruan dan penanaman nilai pada
anak-anak dan remaja, berkontribusi pada gaya hidup yang tidak sehat,
menimbulkan sifat konsumtif, dan sebagainya. Fungsi siaran TV sebagai
hiburan jauh lebih menonjol dibanding fungsi yang seharusnya bisa
diperankan berupa informasi dan edukasi.

b. Video Game

Video game (baik yang muatannya sehat) dapat juga membawa


dampak buruk karena permainan ini sangat berpotensi mengucilkan
anak-anak dari lingkungan sosialnya. Permaianan elektronik ini sangat
menghambat anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
Mereka hanya bermain sendirian, interaksi dilakukan hanya dengan
tokoh-tokoh maya yang padaa tingkat tertentu dapat mereka kendalikan
dan mereka prediksi perilakunya. Dengan demikian permainan elektronik
ini menutup peluang anak untuk berlatih menghadapi orang-orang lain
dalam kehidupan sebenarnya. Permainan ini berpotensi menghambat
proses sosialisasi anak-anak. Permainan ini juga dapat membuat anak
kecanduan.

c. Internet

Internet menjadi media yang makin populer dan dekat dengan


kehidupan manusia modern sekarang ini, tak terkecuali anak dan remaja.
Nilai guna dan sisi positif internet adalah meningkatkan pengetahuan,

20
meningkatkan ketrampilan membaca, sebagai alat komunikasi,
membantu untuk penelitian, sebagai alat hiburan dan membentuk
jaringan. Adapaun nilai destruktif atau sisi negatif internet yang paling
banyak disebut adalah pornografi. Anak menjadi korban pornografi di
internet dengan dua cara : sebagai konsumen dan sebagai komoditas.
Anak sebagai komoditas internet dipakai oleh kaum pedofilia untuk
meng”akses’ anak. Saat ini, situs yang paling populer adalah situs
jaringan pertemanan,instagram, facebook. Selain itu anak jugas mengenal
situs twitter, plurk dan sebagainya. Selain menggunakan internet untuk
berkomunikasi, anak juga menggunakannya untuk bermain, game, on-
line atau untuk mengerjakan tugas sekolah.

d. Gadget

Anak-anak banyak menggunakan ponsel. Media yang satu ini


punya kemampuan yang banyak sekali, bukan sekedar untuk menelpon
atau sms, dan lain-lain. Hp juga dapat dipakai untuk mengakses internet.
Survei YPMA tahun 2006 menunjukkan bahwa anak umumnya
menggunakan HP untuk meng-SMS, menelpon teman, memotret,
bermain game dan bertukar gambar melalui MMS. Hanya sebagian kecil,
anak yang menggunakan HP untuk menghubungi orang tua mereka

3. Pengaruh Media

Media adalah salah satu agen sosialisasi. Sosialisasi adalah proses


penyampaian (transmisi) nilai. Pada proses ini individu mengadopsi nila
dan perilaku dari berbagai sumber (yang disebut sebagai “agen
sosialisasi”). Media adalah salah satu agen sosialisasi, disamping
sekolah, orangtua, saudara kandung dan teman.

Teori yang paling populer yang menjalaskan bahwa pada anak-


anak terjadi pembelajaran setelah melihat contoh (observational
learning). Melalui agen-agen sosialisasi ini, anak menerima informasi
dan belajar tentang sikap dan perilaku, baik melalui instruksi formal

21
(misalnya : orangtua menyatakan apa yang harus dikerjakan atau apa
yang boleh dan tidak boleh, dsb), pengalaman langsung atau melalui
observasi terhadap tindakan orang lain. Observational learning dapat
dijelaskan melalui social learning (belajar sosial). Teori ini menyatakan,
belajar terjadi karena peniruan (limitation). Kemampuan meniru respons
orang lain, adalah penyebab utama belajar. Contoh-contoh social learning
: orang belajar bagaimana memakai mode pakaiana, bagaimana
berkencan, bagaimana sebaiknya bersikap sebagai pria atau wanita, dan
tentu saja orang belajar perilaku-perilaku seksual dan agresi baru dari
film atau acara di TV, game atau internet. Orang dapat memperoleh pola-
pola perilaku baru melalui pengamatan terhadap orang-orang lain. Model
yang ditiru tidak harus berupa bentuk hidup. Penyajian simbolik atau
piktorial (acara TV, game, atau internet misalnya) juga berfungsi sebagai
sumber peniruan. Dalam hal ini, anak adalah seperti kertas putih (atau
mesin photocopy) yang haus belajar. Ia siap diisi oleh apa saja dan akan
menjiplak apa saja yang masuk ke dalam benaknya. Anak akan menyerap
tawaran dari medai, karena ia belum memiliki kemampuan untuk
menentukan pilihan bagi dirinya sendiri. Itulah sebabnyha, anak disebut
sebagai “khalayak yang rentan”. Pertama, karena anak cendrung tidak
kritis. Kedua, anak memiliki kecendrungan tinggi untuk mencoba dan
mengimitasi. Ketiga, anak cenderung loyal pada sesuatu yang telah
disukainya. Apalagi, anak juga kerap tidak mampu membedakan antara
fantasi dan realita. Karena itu, jika misalnya ia kerap melihat adegan
kekerasan di TV atau game maka ia akan menyangka kekerasan itu nyata
dan ketiak ia berada pada situasi yang mirip dengan apa yang dilihatnya
di media, ia akan mempraktekkan kekerasan yang dilihatnya di acara TV
atau game itu.

4. Tindakan yang dilakukan untuk ,mencegah dampak negative dari media

Kita tetap dapat mengkonsumsi media, hanya harus disadari


bahwa perilaku tersebut sebaiknya dilengkapi dengan suatu ketrampilan

22
atau kemampuan mendasar. Kemampuan itu adalah yang disebut dengan
Melek Media (Media Literacy).

Pada intinya, melek media adalah kemampuan-kemampuan atau


semacam daya kritis untuk mengakses, memilih dan memilah (seleksi)
media, dan menggunakannya sesuai dengan kebutuhan. Melek media
membuat orang menggunakan media secara sadar. Orang yang melek
media tidak akan bersikap pasif secara sadar. Kemampuan ini terentang
dari mulai timbulnya kesadaran dalam menggunakan media hingga
sedikit banyak kita mengetahui bagaimana mengoperasikan media dan
bagaimana media diproduksi.

Secara rinci, kemampuan melek media antara lain :

 Kita sadar dalam menggunakan media


 Kita tahu apa guna kita mengkonsumsi media
 Kita kritis terhadap isi media
 Kita dapat menyeleksi jenis dan isi media yang dikonsumsi, sesuai
dengan usia dan kebutuhannya
 Kita dapat mengatur kapan waktu mengonsumsi media dan
membatasi jumlah jamnya.
 Kita mengetahui apa dampak media
 Kita mampu mengoperasikan media
 Kita tahu bagaimana memproduksi media

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pola asuh itu sangat penting terhadap perkembangan anak, dengan
pola asuh yang baik yang didapatkan dari orang tua dan keluarga, anak
juga mendapat bekal yang baik sebelum memulai pergaulan di luar
lingkup keluarga. Pendidikan atau sekolah yang baik juga menunjang
perkembangan anak, karena di sekolah anak akan lebih banyak
menghabiskan waktunya, mengembangkan potensi, intelektual,
fisikmotorik, sosio-emosional, bahasa, moral dan keagamaan dengan
teman sebayanya. Oleh karena itu, orang tua juga perlu mengenali dengan
siapa anak bermain. Selain itu, di zaman yang modern ini anak juga sudah
mulai mengenali media elektronik, sehingga perlu pengawasan khusus
untuk itu agar mereka tidak menyalahgunakannya.

B. Saran
Sebagai Orangtua, kita hendaknya memperhatikan segala aspek-aspek
perkembangan masa anak-anak sampai dengan masa sekolah.
Sebagai Pendidik, kita harus mengembangkan kemampuan dasar
anak, diantaranya adalah kemampuan fisik, intelegensi, emosi, supaya
anak bisa mengekspresikan ide-idenya dan supaya menjadi anak yang
terampil.
Anak berbeda dengan orang dewasa atau orang tua, anak memiliki
karakteristik dan dunianya sendiri, dan anak memiliki potensi untuk dapat
berkembang selama lingkungannya memberikan pengaruh-pengaruh yang
positif bagi upaya pengembangannya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Berk, Laura E. 2006. Child Development 7th edition. United States of America:
Pearson Educational.

Drajat Zakiyah. 1995. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta:
Remaja Rosdakarya Offset.

Gunarsa, Singgih D. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.

Hurlock, Elizabeth B. 1978. Child Developmen, Terj oleh Meitasari Tjandrasa,


Perkembangan Anak, Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan edisi Kedua. Jakarta: Predana


Media Group.

Setiawan, Mary Go. 2000. Menerobos Dunia Anak. Bandung: Yayasan Kalam
Hidup.

Subroto, Hadi. 1997. Mengembangkan Kepribadian Anak Balita. Jakarta:


Gunung.

Thoha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka


pelajar offset.

Yusuf, Syamsu. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

25

Anda mungkin juga menyukai