Kelompok 8 Studi Kasus Pneumonia
Kelompok 8 Studi Kasus Pneumonia
Disusun Oleh:
Kelompok 8
Sanses Atana 19/451230/FA/12449
Winda Eka A 19/451251/FA/12470
Eri Nurqolifah 19/451140/FA/12359
Rizqi Dinni F 19/451227/FA/12446
Annisa Tri R 19/451105/FA/12324
PNEUMONIA
A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi
Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak yang ditandai
dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam atau nafas cepat (40 sampai 50 kali atau
alveoli; pneumonia lobular melibatkan bagian dari lobus; dan pneumonia lobar
Umumnya, prognosisnya baik bagi orang yang memiliki paru-paru normal dan
ketahanan tubuh yang cukup baik sebelum pneumonia menyerang (Williams, 2008).
Pneumonia merupakan salah satu penyakit yang sudah dikenal baik oleh
umum yang buruk, penyakit yang menyelingi, penyakit obstruksi paru-paru akut
atau kronik dan cedera inhalasi yang mengenai sel epitel trakeobronkial (disebabkan
oleh rokok atau asap yang merugikan), semuanya merupakan faktor resiko yang
salah satu amsalah kesehatan yang dijumpai di seluruh dunia. Insidensi pneumonia
penyakit ginjal kronik, gagal jantung kongestif, dan penyakit serebrovaskular (Sari et
al., 2016).
Menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 2002, penyakit saluran napas
nomor 3 di Singapura dan Vietnam. Laporan di WHO tahun 1999 menyebutkan bahwa
penyebab kematian akibat infeksi saluran napas akut termasuk influenza dan
pneumonia. Di Amerika Serikat, terdapat dua juta sampai tiga juta kasus
pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata-rata 45.000 orang. Faktor sosial
2. Patofisiologi
paru.
(Misnadiarly, 2008).
Pada individu yang sehat, patogen yang mencapai paru dikeluarkan atau
tertahan dalam pipi melalui mekanisme pertahanan diri seperti refleks batuk, klirens
respons inflamasi dan respons imun, yang keduanya mempunyai efek samping
merusak. Reaksi antigen-antibodi dan endotoksin yang dilepaskan oleh beberapa
Inflamasi dan edema menyebabkan sel-sel acini dan bronkhioles terminalis terisi
perfusi. Jika pneumonia disebabkan oleh Staphylococcus atau bakteri gram negatif
3. Klasifikasi
terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum
pernah dirawat di rumah sakit selama >14 hari. Organisme yang paling
c. Pneumonia aspirasi, infeksi oleh bakteri dan organisme anaerob lain setelah
aspirasi.
Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakteri/tipikal
siapa saja. Pada saat pertahanan tubuh menurun misalnya karena penyakit,
biak dan merusak paru-paru. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus
paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus
paru-paru menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat
awal dari pneumonia virus sama seperti gejala influenza yaitu demam, batuk
kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12-36 jam penderita
dapat menjadi sesak, batuk lebih parah dan berlendir sedikit. Terdapat panas
c. Pneumonia jamur
penderita dengan daya tahan lemah. Gejala pneumonia jenis ini biasanya
didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu sebelumnya.
Berdasarkan Predileksi
infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang
disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi maupun oran
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator inflamasi dari sel-sel mast
tersebut antara lain histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida untuk berdifusi
sehingga terjadi penurunan kecepatan difusi gas. Karena oksigen kurang larut
terisi sel darah merah, eksudat, dan fibrin, yang di hasilkan pejamu sebagai
membuat kolonisasi di bagian paru yang terinfeksi. Pada saat ini, endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sel
debris
inflamasi mereda; sel debris, fibrin, dan bakteri telah dicerna; dan makrofag,
4. Gambaran klinis
Menurut WHO, gambaran klinis pneumonia meliputi :
Pneumonia ringan
Ditandai dengan adanya batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas
cepat saja. Indikator napas cepat pada anak umur 2 bulan-11 bulan adalah >50
kali/menit dan pada anak umur 1-5 tahun adalah >40 kali/menit
Pneumonia berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas, sakit kepala, foto dada yang menunjukkan
Napas cepat :
bronkial. Dalam keadaan sangat berat, bayi tidak dapat disusui atau
(Rasyid, 2013).
Selain itu, tanda dan gejala yang paling banyak ditemui pada pasien pneumonia
Batuk
Rhinorrhea
Dyspnea
Malaise/letargi
Sesak napas
Sakit kepala
Nyeri thoraks
ronki
pneumonia akibat infeksi bakteri daripada virus, tetapi hasil ini tergantung
ditentukan berdasarkan pemeriksaan sampel sputum pra pengobatan. Terapi yang dapat
Istirahat
resiko atelektasis.
(Corwin, 2007).
b. Terapi Farmakologi
saat batuk
c. Tahapan Terapi
Tindakan suportif, meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2
napas positif kontinu) atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal
2006)
tidak tersedia selama 12 – 72 jam. Terapi disesuaikan bila ada hasil dan
komunitas) :
Pasien yang tidak dirawat di Rumah Sakit, biasanya memberikan respons
terhadap terapi oral dengan amoksisilin atau makrolid baru atau doksisiklin.
resisten obat diobati dengan beta laktam ditambah makrolida atau doksisiklin;
Pasien yang dirawat di rumah sakit, terapi awal harus mencakup organisme
Kasus
dan batuk sejak 2 minggu yang lalu. 10 HSMRS demam (+), sesak (+). Minum masih
55.9%, Limfosit : 29.0 %, Monosit : 7.9 %, Eosinofil : 5.1 %, Basofil : 0.0 %. Eritrosit
: 3.29. Hb : 10 g/dL. Hematokrit : 28.1% . MCV : 85.6 fl. MCH : 26.1 pg. MCHC :30.5
Diagnosa : Pneumonia
Rencana pengobatan :
Pantoprazole injeksi 2 x 40 mg iv
Ondansetron tablet 2 x 8 mg
Pertanyaan :
Pasien N perempuan usia 48 tahun datang ke RS dengan keluhan sesak nafas dan
batuk sejak 2 minggu yang lalu. 10 HSMRS demam (+), sesak (+). Minum masih
3. Riwayat Alergi
4. Riwayat Penyakit
5. Riwayat Sosial
e. Berat Badan : - kg
Rencana Pengobatan
g) Pantoprazole injeksi 2 x 40 mg iv
h) Ondansetron tablet 2 x 8 mg
Demam Paracetamol tablet Subjektif: Perlu terapi untuk Dosis dewasa: 325-
3 x 500 mg - mengobati demam 650 mg setiap 4-6
Objektif: pasien. jam atau 1000 mg,
Suhu tubuh Dosis paracetamol 3-4x/hari.
pasien: 39oC sudah sesuai untuk Maksimal dosis: 4
mengatasi demam g/hari (DIH, 2009).
pasien
Direkomendasikan
paracetamol tablet
500 mg PO, tiga
kali sehari bila perlu
(demam).
Paracetamol
diberikan hingga
suhu tubuh pasien
kembali normal.
Batuk Acetylcystein Subjektif: Perlu terapi untuk Direkomendasikan
kapsul 3 x 200 mg Batuk sejak 2 mengobati batuk Acetylcistein
minggu pasien. kapsul 200 mg PO,
Dosis 3 kali sehari
Objektif: Acetylcystein (MIMS, 2015).
- sudah sesuai untuk
mengatasi batuk
pasien
D. Pembahasan
Pasien belum mendapatkan terapi pengobatan sebelum masuk ke rumah sakit.
Sehingga pasien memerlukan pengobatan. Gejala-gejala yang dialami pasien seperti sesak
napas dan batuk sejak 2 minggu, serta sejak 10 HSMRS pasien mengeluhkan demam dan
sesak napas merupakan beberapa gejala yang dialami oleh pasien pneumonia. Untuk
penegakan diagnosis dan pemilihan terapi yang tepat, perlu pemeriksaan lanjutan.
28.1%. MCV : 85.6 fl. MCH : 26.1 pg. MCHC :30.5 g/dL. Trombosit : 353. Kreatinin :
1.57 mg/dL. Ureum : 167 mg/dL. Hasil pemeriksaan rontgen thorax menunjukkan kesan
pneumonia dextra. Hal ini memperkuat diagnosis dari dokter yaitu pasien menderita
pneumonia/CAP). Oleh karena itu, penekanan pengobatan yang dipilih ditujukan pada
pneumonia, mencegah kekambuhan, komplikasi, dan kematian pasien. Secara garis besar,
Pasien merupakan seorang wanita dewasa, berusia 48 tahun. Setelah dokter sudah
a. Terapi azitromicin injeksi 1 x 500 mg iv, kemudian perlu dilanjutkan dengan terapi
azitromisin 500 mg secara oral hingga 7-10 hari. Terapi dilakukan selama 7-10, diawali
b. Ceftriaxone 1 gram, satu kali sehari secara intravena, dengan terapi untuk CAP selama
7-14 hari pengobatan (Lutfiyya dkk, 2016, Diagnosis and Treatment of CAP).
c. Pengobatan methylprednisolone untuk pasien CAP dengan umur >18 tahun dilakukan
Kemudian untuk demam pasien, pasien diberi paracetamol tablet 500 mg PO, tiga
kali sehari selama pasien masih demam. Paracetamol diberikan hingga suhu tubuh pasien
kembali normal. Bila suhu tubuh pasien sudah kembali normal yaitu sekitar 36-37,5oC,
pemberian parasetamol dapat dihentikan. Sementara itu, untuk menangani keluhan batuk
yang dialami pasien, direkomendasikan Acetylcistein kapsul 200 mg PO, 3 kali sehari
diminum bersama dengan makanan. Acetylcysteine adalah obat golongan mukolitik yang
berfungsi untuk mengencerkan dahak yang menghalangi saluran pernapasan dan sekaligus
Pada pasien pneumonia perlu adanya profilaksis untuk mencegah terjadinya stress
peptic ulcer. Stress peptic ulcer sering terjadi pada pasien rawat inap, begitu pula pada
pasien pneumonia. Profilaksis yang diresepkan oleh dokter adalah pantoprazole (IV) 2x40
mg. Pantoprazole adalah obat golongan Proton Pump Inhibitor (PPI). Ada beberapa
penelitian yang menyatakan bahwa PPI dapat meningkatkan risiko pneumonia. PPI
memang lebih efektif sebagai profilaksis stress peptic ulcer karena memiliki kemampuan
yang baik dalam meningkatkan pH dan menekan asam lambung, namun di samping itu
risiko pneumonia juga meningkat (Bashar et al., 2013). Hal ini dikarenakan peningkatan
pH dan penekanan asam lambung yang baik oleh PPI secara tidak langsung dapat
meningkatkan koloni bakteri di lambung, dimana dengan refluks esofagus dan aspirasi
isi lambung dapat menyebabkan kolonisasi bakteri pada saluran napas ataupun
pneumonia. Karena asam lambung mempunyai peranan penting dalam mengeliminasi
bakteri yang tertelan dari saluran cerna, sehingga jelas terlihat secara biologi bahwa
profilaksis diganti dengan Ranitidine 3x50 mg (IV). Hal ini dikarenakan risiko
peningkatan koloni bakteri pada pasien pneumonia lebih rendah (Bashar et al., 2013).
Ada satu obat yang mana pemberiannya tidak ada indikasi pada pasien yaitu Ondansentron
(PO) 2 x 8 mg. Dalam kasus ini pasien tidak mengeluhkan mual muntah sehingga terapi
meningkatkan risiko pneumonia. Selain itu pada kasus tidak disebutkan bahwa sesak dan
batuk yang dikeluhkan pasien disebabkan COPD (Sibila et al., 2013; Restrepo et al.,
2018). Selain itu, untuk terapi Ketosteril 3x 1 tablet diperlukan untuk mengembalikan nilai
normal serum keratin dan ureum. Terapi ketosteril tablet perlu diberikan karena
berdasarkan data objektif pasien menunjukkan nilai kreatinin dan ureum adalah Kreatinin:
1.57 mg/dL (normal: 0,6-1 mg/dL), dan Ureum: 167 mg/dL (normal: 6-20 mg/dL)
melebihi normal, sehingga perlu diberikan terapi profilaksis untuk mencegah terjadinya
E. Parameter Pemantauan
a. Paracetamol
a) Parameter Efektifitas
b. Acetylcysteine Kapsul
a) Parameter Efektifitas :
Objektif : -
b) Parameter Toksisitas :
Objektif : -
c. Azitromicin
a) Parameter Efektifitas :
b) Parameter Toksisitas :
Subjektif : Mual muntah, pusing, lemas, nafsu makan menurun, diare, mulut
pahit
Objektif : -
d. Ceftriaxon
a) Parameter Efektifitas :
b) Parameter Toksisitas :
Objektif : -
e. Methylprednisolone
a) Parameter Efektifitas :
Subjektif : -
Objektif : -
b) Parameter Toksisitas :
Kelemahan otot.
Objektif : -
f. Ranitidine
a) Parameter Efektifitas :
µL)
b) Parameter Toksisitas :
Objektif : -
g. Ketosteril
a) Parameter Efektifitas :
Subjektif : -
(6-20 mg/dL).
b) Parameter Toksisitas :
Subjektif : -
a. Farmakologis
1. Paracetamol
Indikasi :
Dosis
Dewasa: 325-650 mg setiap 4-6 jam atau 1000 mg, 3-4x/hari. Maksimal dosis:
4 g/hari
Efek samping dari obat ini jarang terjadi. Efek samping yang paling umum
adalah mual, muntah, sakit kepala dan insomnia. Efek samping lain yang
mungkin terjadi: rash di kulit, penurunan jumlah sel-sel darah, seperti sel darah
putih (leukopenia) atau trombosit, serta kerusakan pada hati dan ginjal jika
overdose). Obat ini dapat menyebabkan overdosis jika digunakan lebih dari 200
mg/kg, atau lebih dari 10 gram, dalam 24 jam. Efek samping obat ini jarang
terjadi, namun apabila mengalami gejala tersebut maka segera hubungi dokter
untuk diberikan terapi simptomatik atau terapi lebih lanjut jika diperlukan.
Kategori Obat :
hamil.
- Paracetamol dikonsumsi dengan dosis yaitu 500 mg PO, tiga kali sehari bila
perlu (demam).
- Cara penggunaan : Obat dapat diminum sebelum atau sesudah makan. Jangan
mengonsumsi obat ini bisa merusak organ hati. Apabila melewatkan waktu
menggantikannya.
Kontraindikasi:
Perhatian
dehidrasi, dan bagi orang yang sering mengonsumsi minuman keras (alkohol)
dalam jangka lama. Untuk orang dewasa, jangan mengonsumsi lebih dari 4
gram per 24 jam. Untuk anak-anak, pastikan dosis diberikan sesuai dengan
Paracetamol disimpan dalam suhu ruang, didalam kotak obat atau didalam
toples yang terhindar dari cahaya matahari langsung dan jauh dari jangkauan
anak – anak.
2. Acetylcysteine
Indikasi :
Dosis
Dewasa: 600 miligram per hari sebagai dosis tunggal, atau dibagi menjadi tiga
Efek samping dari obat ini jarang terjadi. Efek samping yang paling umum
samping obat ini jarang terjadi, namun apabila mengalami gejala tersebut maka
segera hubungi dokter untuk diberikan terapi simptomatik atau terapi lebih
Kategori Obat :
- Acetylcistein dikonsumsi dengan dosis yaitu 200 mg PO, tiga kali sehari.
- Cara penggunaan : Obat dapat diminum bersama makan. Kapsul acetylcysteine
Kontraindikasi:
Hipersensitivitas
Perhatian:
Penyimpanan :
Acetylcystein disimpan dalam suhu ruang, didalam kotak obat atau didalam
toples yang terhindar dari cahaya matahari langsung dan jauh dari jangkauan
anak – anak.
3. Ranitidine
Indikasi :
Digunakan untuk terapi profilaksis terjadinya stress peptic ulcer pada pasien
pneumonia
Dosis
Dewasa:
Efek samping yang dapat terjadi adalah sakit kepala, mual muntah, insomnia,
nyeri perut, diare. Apabila terjadi efek samping di atas, pasien diberitahu untuk
Kategori Obat :
hamil.
Instruksi penggunaan obat :
peptic ulcer)
Kontraindikasi:
terhadap ranitidine.
Perhatian
Bagi wanita hamil dan menyusui, sesuaikan dosis dengan anjuran dokter,
Penyimpanan :
Ranitidine disimpan dalam suhu ruang, didalam kotak obat atau didalam toples
yang terhindar dari cahaya matahari langsung dan jauh dari jangkauan anak –
anak.
4. Azitromisin
Indikasi :
Dosis
Dewasa:
Efek samping yang dapat terjadi adalah diare, mual sakit perut, dan loose stool.
menghubungi dokter.
Kategori Obat :
hamil.
Azitromisin diawali dengan 500 mg IV, setelah 2 hari lalu dilanjutkan dengan
terapi oral 500 mg 1x sehari untuk memenuhi kaidah terapi antibiotic selama 7-
10 hari.
Kontraindikasi:
azitromisin.
Perhatian
Bagi wanita hamil dan menyusui, sesuaikan dosis dengan anjuran dokter,
Penyimpanan :
Azitromisin disimpan dalam suhu ruang, didalam kotak obat atau didalam
toples yang terhindar dari cahaya matahari langsung dan jauh dari jangkauan
anak – anak.
5. Ceftriaxone
Indikasi :
Dosis
Dewasa:
1 g IV setiap 24 jam.
Efek samping yang dapat terjadi adalah nyeri tenggorokan, nyeri perut, mual,
muntah, diare, feses hitam. Apabila terjadi efek samping di atas, pasien
Kategori Obat :
hamil.
Kontraindikasi:
terhadap ranitidine.
Perhatian
Bagi wanita hamil dan menyusui, sesuaikan dosis dengan anjuran dokter,
Berhati- hati bagi penderita gangguan ginjal, hepar, pencernaan (misal colitis)
Ranitidine disimpan dalam suhu ruang, didalam kotak obat atau didalam toples
yang terhindar dari cahaya matahari langsung dan jauh dari jangkauan anak –
anak.
6. Metilprednisolon
Indikasi :
mortalitas
Dosis
tappering dose
Efek samping yang dapat terjadi adalah nyeri kepala, mual muntah, gelisah,
Kategori Obat :
40 mg 7 hari pertama
20 mg 7 hari kedua
12 mg 3 hari
3 hari terakhir 4 mg
semua diberikan 1 x sehari
Kontraindikasi:
riwayat hipersensitivitas terhadap obat ini atau komponennya, serta pada pasien
Perhatian
Hindari menggunakan obat ini jika Anda sedang menderita infeksi jamur. Harap
darah, depresi, psikosis, dan kejang. Hindari melakukan vaksinasi selama Anda
seperti vaksin MMR, vaksin polio, dan vaksin influenza, dapat berkurang
efektivitasnya selama Anda mengonsumsi obat ini. Beri tahu dokter jika akan
Penyimpanan :
didalam toples yang terhindar dari cahaya matahari langsung dan jauh dari
Indikasi :
Dosis
Dewasa:
Efek samping yang dapat terjadi adalah Hiperkalsemia. Oleh karena itu
dokter.
Kategori Obat :
hamil.
Direkomendasikan 1 tablet PO, 3 kali sehari setelah makan. Tablet tidak boleh
dikunyah
Kontraindikasi:
Penyimpanan :
1. Penggunaan obat
1. Obat paracetamol dapat dihentikan bila suhu tubuh pasien telah normal.
2. Penggunaan obat antibiotic secara i.v/i.m dilakukan oleh tenaga medis di rumah
2. Efek samping
Keluarga dan tenaga medis memantau terjadinya efek alergi pada pasien akibat
penggunaan antibiotik.
Keluarga pasien diminta mengamati sputum dari batuk pasien (warna dan intensitas
keluarnya). Bila perlu dibuat kultur sputum untuk memastikan bakteri pengeinfeksi
4. Life style
kebersihan diri pasien dan lingkungan (ventilasi udara dan cahaya juga dijaga)
i. Kesimpulan
dalam bentuk IV pada 2 hari awal lalu dilanjutkan oral, sedangkan ceftriaxone
diberikan secara IV selama 7-14 hari dengan monitoring ketat untuk mengetahui
- Ketosteril diberikan untuk memperbaiki nilai serum kreatinin dan ureum pasien,
ii. Saran
- Dilakukan pemantauan terapi obat (PTO) pada pasien selama rawat inap untuk
- Pasien dihimbau untuk tetap menjalankan terapi rawat jalan secara teratur dan
Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L, Goldman, M.P, and Lance, L.L., 2009, Drug
Association.
Bashar, F.R., Manuchehrian, N., Mahmoudabadi, M., Hajiesmaeili, M.R., & Torabian, S.,
DiPiro, J. T., Wells, B. G., Schwinghammer, T. L., dan DiPiro, C. V., 2015,
Fohl, A.L., & Regal, R.E., 2011, Proton pump inhibitor-associated pneumonia: Not a
breath of fresh air after all?, World J Gastrointest Pharmacol Therapy, US.
ISO, 2013, Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia, Vol. 48, Isfi Penerbitan, Jakarta.
Timur, Makassar.
Juven, T., Ruuskanen, O. dan Jussi, M., 2003, Symptoms and Signs of Community-
MIMS, 2015, MIMS Petunjuk Konsultasi, Edisi 15, PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
Misnadiarly, 2008, Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa,
Rasyid, Z., 2013, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumona Anak
(3), 136-140.
Sari, E., Rumende, C. dan Harimurti, K., 2016, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Diagnosis Pneumonia pada Pasien Usia Lanjut, Jurnal Penyakit Dalam Indonesia,
4 (3).
Wells, B. G., DiPiro, J. T., Schwinghammer, T. L., and DiPiro, C. V., 2015,
Williams, Lippincott, 2011, Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit, PT. Indeks,
Jakarta.